Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
359
SEJARAH DAN AJARAN TAREKAT SYATTARIYAH DI KERATON
KEPRABONAN CIREBON
Ahmad Azhari, Musthofa dan Khaerul Wahidin
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Diterima: 26 April
2021
Direvisi: 4 Mei
2021
Disetujui: 14 Mei
2021
Abstrak
Tarekat Syattariyah adalah ajaran yang pertama kali muncul di
negara India pada abad ke-15. Tarekat ini diajarkan oleh tokoh
yang telah mengembangkan dan mempopulerkannya yaitu
Abdullah Asyattar. Tujuan dari penelitian ini untuk, mengetahui
secara rinci tentang ajaran Tarekat Syattariyah. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif
dimana peneliti mengamati secara langsung dan berpartisipasi dalam
penelitian sosial skala kecil dan mengamati budaya lokal. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa ajaran Tarekat Syattariyah di
lingkungan keraton Cirebon khususnya di Keraton Keprabonan masih
terus dilestarikan. Ajarannya yang masih berkembang adalah
mengenai dzikir-dzikir yang dilakukan beserta tatakrama yang
dilaksanakan didalamnya. Menurut ajaran tarekat Syattariyyah,
seseorang yang menempuh jalur shaleh lewat bertarekat hendaknya
selalu menghadirkan kekhusukkan sebelum melaksanakan dzikir,
dalam pelaksanaan dzikir dan sesudah pelaksanaan dzikir. Seorang
yang shaleh hendaknya mengeluarkan segala sesuatu yang maujud
selain Allah SWT di dalam hatinya, sehingga hadirlah ketenangan
jiwa yang hakiki.
Kata Kunci
: Ajaran tasawuf, Tarekat Syattariyyah, Keraton
Keprabonan
Abstract
The Syattariyah Order is a teaching that first appeared in India in
the 15th century. This tarekat was taught by a figure who had
developed and popularized it, namely Abdullah Asyattar. The purpose
of this research is to know in detail about the teachings of the
Syattariyah Order. The method used in this research is descriptive
qualitative method where the researcher directly observes and
participates in small-scale social research and observes local
culture. The results of this study indicate that the teachings of the
Syattariyah Tarekat in the Cirebon palace, especially in the
Keprabonan Palace, are still being preserved. His teaching which is
still developing is regarding the dhikr-dhikr that is carried out along
with the manners that are carried out therein. According to the
teachings of the Syattariyyah tarekat, a person who takes the path of
piousness through adherence should always present devotion before
carrying out dzikir, in the implementation of dzikir and after the
implementation of dzikir. A pious person should issue everything that
appears besides Allah SWT in his heart, so that there is true peace of
mind.
Keywords: Sufism teaching, Syattariyyah Order, Keprabonan Palace
Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyah di Keraton
Keprabonan
2021
Ahmad Azhari, Mustofa dan Khoirul Wahidin
Pendahuluan
Tarekat merupakan konsep baru yang muncul pada penghujung abad kelima
awal abad ke 6 H, pada tataran konseptual tarekat merupakan jalan atau metode sufi
yang mengantarkan hamba kepada Allah SWT (Rina Wati, 2019). Pengaruh Islam di
nusantara jelas terlihat pada abad ke 15 - 16 M, hal ini dibuktikan dengan
berkembangnya ajaran Islam serta beberapa tradisi Arab yang mempengaruhi Islam
di nusantara salah satunya adalah ajaran tarekat (Wahyuni, 2018). Syattariyah mulai
dikenalkan ke nusantara oleh Syekh Abd al-Rauf al-Singkili di Aceh yang telah
belajar kepada Syekh Ahmad Qusyasyi di Mekkah (EL-Mawa, 2017).
Terekat bisa di kategorikan sebagai budaya. Agama dan budaya memiliki
hubungan cukup rumit. Disatu sisi agama merupakan unsur penting bagi
pembentukan budaya itu sendiri, namun di saat bersamaan budaya juga memberikan
pengaruh penting bagi ekspresi beragama (Faslah, Tengah, Pariaman, Fata, &
Ulakan, 2020).
Tarekat adalah cara, jalan untuk mengamalkan zikir tertentu kepada Allah
SWT. Berdasarkan ulama ulama besar tertentu (eL-Mawa, 2016). Tarekat juga dapat
menjelaskan mata rantai intelektual yang menghubungkan masyarakat muslim
nusantara dengan masyarakat muslim internasional. Persaudaraan tarekat di
Nusantara menunjukkan apa yang disebut Azyumardi Azra sebagai “Jaringan Ulama
Nusantara Mizan dalam (Fanani, 2012) Tarekat Syattariyah merupakan tarekat yang
paling populer, terutama pada masa kerajaan Islam Aceh Darussalam di bawah
pimpinan Ratu/Sultanah. Hal ini tidak lain karena pengaruh dari seorang ulama besar
asal Singkil yang bernama Abdurrauf As Singkili (Shadiqin, 2017). Kajian khusus
tentang tarekat Syattariyah, meski telah banyak dilakukan, namun tetap memiliki
daya tarik tersendiri (Ushuluddin, 2018).
Ajaran tarekat Syattariyah yang lebih dominan menggunakan akal
dibandingkan amalan lain, yang mana menjadi sebuah ciri khas dalam tarekat ini.
(Ahmad, 2019). Waktu penyebarannya di Jawa, tarekat ini mempunyai pengaruh
yang besar, terutama pada kebudayaan, agama atau ajaran kejawen, yang sekarang
dinamakan kepercayaan terhadap tuhan yang Maha Esa (Talkin, 2020).
Studi-studi sebelumnya cenderung mempelajari tradisi tarekat Syattariyah
dalam penggunaan fungsi kurang jelas untuk pembelajaran tarekat dan membahas
penentuan awal bulan dan juga ziarah kubur ke makam Syekh Burhanuddin yang
hanya mengkaji terhadap keyakinan konsep dan nilai dalam melakukan ziarah
(Maharani, 2020).
Seiring berjalannya waktu, ternyata dalam tubuh tarekat Syattariyah sendiri
telah terjadi perbedaan pendapat tentang awal Ramadhan, semisal pada Ramadhan
tahun 2017 pemerintah memutuskan bahwa puasa jatuh pada hari Sabtu 27 Mei 2017.
Sedangkan jamaah Syattariyah di Ulakan Pariaman puasa Ramadhan jatuh pada hari
Minggu 28 Mei 2017, sementara jamaah tarekat di Batang Kabung Koto Tangah
Padang memutuskan puasa jatuh pada hari Sabtu 27 Mei 2017, sama dengan
keputusan pemerintah (Bara, n.d.).
Tarekat Syattariyah masuk ke lingkungan Keraton Cirebon kemungkinan di
bawa oleh Kyai Muhammad Soleh yang berasal dari desa Kertabasuki di Kecamatan
Maja Kab Majalenka yang mengajarkan Tarekat Syattariyah kepada kepada Kyai
Muhammad Arjaen, seorang Qadi di Keraton Kanoman Cirebon. Ia mengambil
tarekat ini dari Kyai Hasanuddin dari kampung Safarwadi, murid dari Kyai Abdullah
Safarwadi Pamijahan Tasikmalaya, murid dari Syaikh Abdul Muhyi. Hal ini
berdasarkan informasi yang terdapat pada Kitab Dadalan Tarekat Syattariyah
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
361
Petarekan Ratu Raja Fatimah Keraton Kanoman Cirebon (Kitab panduan bertarekat
lembaga tarekat Ratu Raja Fatimah dari Keraton Kanoman Cirebon) pada keterangan
mengenai silsilah Tarekat Syattariyah. Dari semenjak awal masuknya sampai dengan
saat ini, Tarekat Syattariyah telah ikut mewarnai corak keberagamaan masyarakat di
lingkungan Keraton Cirebon yang menjadikan Tarekat Syattariyah tidak dapat di
pisahkan dengan rentang sejarah perjalanan Keraton Cirebon.
Peneltian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Faslah et al.,
2020) dengan judul ”Islam, Adat, Dan Tarekat Syattariyah di Minangkabau”
penelitiannya sama-sama membahas tentang sejarah perkembangan islam dengan Tarekat
Syattariyah dan membawa perubahan besar di wilayahnya. Hal ini membuktikan ajaran
Tarekat yang ada di wilayah Cirebon mampu menyatu dengan adat budaya yang ada
tanpa meninggalkan dasar hukum islam itu sendiri.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian
ini mengamati secara langsung dan berpartisipasi dalam penelitian sosial skala kecil dan
mengamati budaya lokal. Dalam penelitian lapangan, peneliti individu dapat berbicara
langsung dengan narasumber dan berkomunikasi langsung dengan mereka. mempelajari
tentang mereka, riwayat hidup, kebiasaan, harapan, ketakutan dan impian mereka melalui
interaksi. Peneliti mendapatkan teman baru atau komunitas baru, mengembangkan
persahabatan dan menemukan dunia sosial baru. Penelitian ini juga menggunakan metode
wawancara yaitu metode pengumpulan data melalui tanya jawab sepihak yang dilakukan
secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil Penelitian
A.
Asal-usul Tarekat Syattariyyah Masuk ke dalam Lingkungan Keraton
Cirebon
Melalui wawancara dengan Rama guru Nurbuwat, mursyid Tarekat Syattariyah
di Cirebon, dan melalui penelitian kepada silsilah Tarekat Syattariyah yang terdapat
pada naskah Kitab Dadalan Petarekan Tarekat Syattariyah Ratu Raja Fatimah (Kitab
panduan bertarekat lembaga tarekat Ratu Raja Fatimah dari Keraton Kanoman
Cirebon
.
Diketahui bahwa setidak-tidaknya terdapat dua jalur Tarekat Syattariyah
masuk ke lingkungan Keraton Cirebon :
Jalur pertama, Menurut keterangan yang diperoleh dari Rama guru Nurbuat
Purbaningrat, salah satu mursyid di lingkungan Keraton Cirebon, menyebutkan
bahwa Tarekat Syattariyah masuk di lingkungan Keraton Cirebon sejalan dengan
masuk dan tersebar agama Islam di tanah Cirebon. Ini dimulai dengan datangnya
Syaikh Nurjati atau Syaikh Dzatul Kahfi yang datang ke tanah Carbon (nama Cirebon
zaman dahulu) jauh sebelum Sunan Gunung Jati.
Jalur kedua, berdasarkan dari silsilah yang terdapat pada Kitab Dadalan
Tarekat Syattariyah Petarekan Ratu Raja Fatimah Keraton Kanoman Cirebon (Kitab
panduan bertarekat lembaga tarekat Ratu Raja Fatimah dari Keraton Kanoman
Cirebon) yang kami dapat dari Rama guru Bambang I, salah seorang mursyid tarekat
di lingkungan Keraton Kaprabonan, diketahui bahwa tarekat ini masuk ke lingkungan
Keraton Cirebon dibawa dari Tasikmalaya yang sanadnnya terus menyambung sampai
Syaikh Abdul Muhyi, yang kondang sebagai penyebar agama Islam di
Tasikmalaya dan sekaligus adalah mursyid Tarekat Syattariyah.
Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyah di Keraton
Keprabonan
2021
Ahmad Azhari, Mustofa dan Khoirul Wahidin
B.
Guru Tarekat (Mursyid) Tarekat Syattariyyah di Lingkungan Keraton
Cirebon.
Mursyid atau guru Tarekat Syattariyah di lingkungan Keraton Cirebon biasa
disebut dengan Rama guru. Mursyid di lingkungan Keraton Cirebon biasanya masih
keturunan dari Keraton Cirebon baik dari Keraton Kasepuhan, Kanoman atau
Kecirebonan. Namun semenjakdidirikannya Keraton Kaprabonan pada masa Adipati
Raja Kaprabon di abad 17 sebagai Keraton yang khusus untuk mengurusi tarekat,
maka semua mursyid tarekat Syattariyah harus dari keturunan Keraton Kaprabonan.
Kebijakan ini telah disepakatioleh semua pihak Keraton Cirebon (Khamdi, 2009).
Pengguron-pengguron Tarekat Syattariyah di Cirebon ada dua macam; yang
pertama adalah pengguron yang mempunyai nama resmi sebagai sebuah lembaga, dan
yang kedua adalah yang tidak memiliki nama khusus sebagai sebuah lembaga.
Berikut adalah daftar nama-nama pengguron (perguruan tarekat) beserta dengan
mursyid yang memimpinnya. Pengguron-pengguron ini menginduk kepada Keraton
Kaprabonan Cirebon. Daftar ini adalah hasil dari wawancara saya dengan Rama guru
Bambang Irianto, salah seorang mursyid Tarekat Syattariyah di lingkungan Keraton
Cirebon:
1.
Pengguron Keraton Kaprabonan, berkedudukan di Keraton Kaprabonan Cirebon
yang dipimpin oleh Rama guru Pangeran Hempi.
2.
Pengguron Tarekat Agama Islam, berkedudukan di Pegajahan Kotamadya
Cirebon yang dipimpin oleh Rama guru Pangeran Muhammad Nurbuwat
Purbaningrat.
3.
Pengguron Krapyak, berkedudukan di lingkungan Keraton Kanoman
Kotamadya Cirebon yang dipimpin oleh Rama guru Pangeran Muhammad
Afiyah.
4.
Pengguron Lam Alif, berkedudukan di Drajat Kotamadya Cirebon yang
dipimpin oleh Rama guru Raden Bambang I.
5.
Pengguron Rama guru Pangeran Muhammad Hilman yang berkedudukan di
lingkungan Keraton Kaprabonan Kotamadya Cirebon.
6.
Pengguron Rama guru Pangeran Muhammad Atho‟ yang berkedudukan di
Drajat Kotamadya Cirebon.
7.
Pengguron Rama guru Pangeran Insan Kamil yang berkedudukan di Pegajahan
Kotamadya Cirebon yang diteruskan oleh murid-muridnya di daerah Trusmi
yang kemudian mendirikan usaha batik (Khamdi, 2009)
Proses pengangkatan murid di pengguron Tarekat Syattariyah di lingkungan
Keraton Cirebon, seperti yang dijelaskan oleh Rama guru Nurbuwat, salah seorang
mursyid di lingkungan Keraton Cirebon, bersifat selektif. Jadi tidak semua orang bisa
langsung masuk Tarekat Syattariyah. Bagi mereka yang menginginkan masuk tarekat
harus terlebih dahulu melalui tiga tahap:
1.
Tirakat (dalam bahasa Cirebon kuno yang artinya, latihan batin), yaitu bentuk
pelatihan dalam mengendalikan nafsu.
2.
Ngabdi ning wong akeh, (dalam bahasa Cirebon kuno, yang berarti mengabdi
kepada masyarakat), pada masa dahulu, dilakukan dengan melakukan hal-hal
yang bermanfaat bagi masyarakat seperti membersihkan masjid, jalanan dan
membantu seseorang yang sedang ditimpa kesusahan. Pada saat ini, proses
mengabdi ini dapat dilakukan dengan shadaqah kepada masyarakat sesuai
dengan kemampuan si murid atau dengan membantu secara ekonomi kepada
masyarakat yang kurang mampu
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
363
3.
Ngawula (dalam bahasa Cirebon kuno, yang berarti mengabdi kepada sang
mursyid). Dahulu, ngawula ini dilakukan dengan menemani dan melayani segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh sang mursyid dalam jangka waktu yang ditentukan
oleh sangmursyid. Namun pada saat ini, ngawula dapat dilakukan dengan tidak
harus menemani sang mursyid, tetapi cukup dengan menuruti atas segala yang
diperintahkan oleh sang mursyid dalam rangka mematangkan sang murid sebelum
dia menjalankan semua amalan tarekat.
Setelah sang calon murid itu telah menyelesaikan ketiga syarat di atas barulah ia
dapat masuk menjadi anggota Tarekat Syattariyah (Khamdi, 2009). Menurut
penuturan Rama guru Nurbuwat, bahwa hampir semua alasan pengikut Tarekat
Syattariyah di Cirebon masuk menjadi anggota tarekat adalah mencari Ridlo Allah
dan hidup tentram di dunia. Namun ada beberapa orang yang masuk menjadi anggota
tarekat dikarenakan stress dalam menjalani hidup. Orang yang semacam ini sebelum
masuk menjadi anggota tarekat dia harus mengadakan terapi psikologis melalui
konsultasi-konsultasi (yang bersifat spiritual) dengan badal (pengganti mursyid)
sampai jiwanya sehat dan stabil (Khamdi, 2009).
C.
Amalan Suluk Tarekat Syattariyyah di Lingkungan Keraton Cirebon
Menurut Simuh dalam (Khamdi, 2009), bahwa tarekat itu pada dasarnya terdiri
atas dua bagian. Yakni mujahadah yang berupa renungan batin, dan berbagai macam
riyadlat atau latihan rohani yang ditentukan dan diatur oleh para sufi (mursyid)
sendiri. Adapun aspek kedua yang dalam teori mistik disebut via contemplativa,
berupa amalan-amalan praktis sebagai sarana pemusatan pikiran dan kesadaran hanya
pada zat Allah dengan penuh emosional. Berbagai macam amal yang mereka jadikan
wasilah untuk konsentrasi ini, terutama adalah zikir.
D.
Amalan Wajib Tarekat Syattariyyah di Lingkungan Keraton Cirebon
Pada sub bab ini memaparkan amalan-amalan wajib dan tatakrama (adab)
dalam berdzikir yang menjadi rutinitas bagi penganut Tarekat Syattariyah di
lingkungan Keraton Cirebon. Amalan wajib ini kami nukil dari naskah Kitab
Dadalan Tarekat Syattariyah Ratu Raja Fatimah Keraton Kanoman Cirebon (Kitab
panduan bertarekat lembaga tarekat Ratu Raja Fatimah dari Keraton Kanoman Cirebon),
yang menjadi kitab pegangan bagi para pengikut Tarekat Syattariyah di lingkungan
Keraton Cirebon. Naskah ini didapatkan dari Rama guru Bambang Irianto, salah satu
mursyid. Tarekat Syattariyah di lingkungan Keraton Cirebon. Naskah ini
menggunakan bahasa Jawa Cirebon kuno, sehingga dalam rangka menghasilkan
informasi yang bermanfaat. Di terjemahkan di dalam bahasa Indonesia atas Izin
Rama Guru Bambang Irianto.
Berikut ini adalah amalan-amalan wajib bagi para penganut Tarekat Syattariyah
di lingkungan Keraton Cirebon berdasarkan pada naskah Kitab Dadalan Tarekat
Syattariyah Ratu Raja Fatimah Keraton Kanoman Cirebon:
1)
Mengerjakan shalat sunat Awwabin dua raka’at atau lebih (jika lebih banyak
akan lebih baik), dikerjakan setelah shalat Maghrib dan shalat sunat rawatib.
Berikut niat shalat Awwabin : Usholli Sunnatal Awwabin rak’ataini
mustaqbilal qiblati ada’an lillahi Taa’la Allahu Akbar. Artinya : “saya niat
shalat sunat awwabin dua raka’at dengan menghadap ke qiblat, karena Allah
Taa’la”.
Kemudian setelah mengerjakan shalat sunat Awwabin membaca:
Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyah di Keraton
Keprabonan
2021
Ahmad Azhari, Mustofa dan Khoirul Wahidin
a.
Istighfar sebanyak 10x yakni : AstaghfirullahalAdzim. Artinya : “Saya
memohon ampun kepada Allah yang maha agung dari segala dosa”
b.
Shalawat sebanyak 10x yakni : Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina
Muhammad. Artinya : “Semoga segala penghormatan dari Allah SWT
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad”
c. Membaca Dzikir 100x (masing-masing Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x dan
Allahu Akbar 33 x, sehingga total berjumlah 99x, yang kemudian digenapkan
100 dengan membaca "Laa ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariikalahu
Lahulmulku LahulHamdu Yuhyi wa Yumiitu wahuwa ala kulliSyay’in Qodiir".
Artinya : “Tiada Tuhan selain Allah dengan ke-esa-anNya, tiada yang
menyekutukanNya, segala pujian dan kerajaan hanyalah milikNya, Dia yang
menghidupkan dan mematikan, dan Dia berkuasa atassegala sesuatu”).
d.
Kemudian membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad saw lagi sebanyak
10x dan membaca surat al-Ikhlas 10x dan surat al-Fatihah sebanyak 3x
2)
Mengerjakan Shalat sunat Witir (shalat yang bilangan raka’at nya berjumlah
ganjil dan dikerjakan sebagai penutup shalat-shalat malam Qiyam al-Lail)
minimal satu raka’at setelah shalat Isya‟ dan shalat sunat Rawatib nya (shalat
ba’diyah Isya‟) berikut adalah adalah niat shalat sunat Witir: "Usholli Sunnatal
Witri tsalatsa raka’atin mustaqbilal qiblati adaan lillahi Taa’la Allahu Akbar".
Artinya : “Saya niat shalat sunat Witir tiga raka’at dengan menghadap kiblat
karena Allah Ta‟ala”.
Setelah Mengerjakan sholat witir membaca:
1)
Istighfar 10x, yakni : AstaghfirullahalAdzim
2)
Shalawat 10x, yakni : Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad
3)
Tahlil 300x, yakni : Laa Ilaaha Illallah. Artinya : “Tiada
Tuhan selain Allah”
4)
Shalawat 10x, yakni : Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad
5)
al-Fatihah 3x
6)
Kemudian setiap kali setelah shalat Dzuhur dan „Asar membaca
bacaan yang sebagaimana dibaca setelah shalat Maghrib kecuali
surat al-Ikhlas.
7)
Mengerjakan puasa sunat secara rutin 3 hari setiap bulannya
dengan diberi kebebasan untuk memilih harinya.
Tata Krama (Adab) dalam Dzikir Tarekat Syattariyyah
Lima yang dilakukan sebelum melakukan ritual dzikir, yakni:
a. Taubat dari segala dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan
b. Mandi atau Wudlu sebagai tanda simbolis dari pertaubatan
c. Diam sambil mengasah konsentrasi agar dapat menghasilkan Shidiq Dzikri,
yakni menyibukkan hati dalam mengingat lafadz Allah sehingga ketika lisan
mengucapkan kalimah tauhid (Laa Ilaaha Illallah) hati dapat menyelaraskan
d.
Meminta bantuan (Nida’) kepada sang guru/syaikh dengan jalan
membayangkan wajah gurunya tersebut.
e. Memohon kepada Allah SWT, dan agar lebih cepat diterima oleh-NYA maka
melalui wasilah (perantara) Nabi Muhammad saw. Dan untuk mendapatkan
wasilah kepada Nabi saw, dilakukan melalui wasilah guru tarekat (mursyid).
11 Tatakrama Ketika sedang melaksanakan ritual dzikir, yaitu
1)
Duduk di tempat yang suci dari najis
2)
Meletakan kedua telapak tangan di atas paha
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
365
3)
Mengenakan pakaian yang harum
4)
Memilih tempat yang gelap
5)
Memejamkan kedua belah mata
6)
Membayangkan kehadiran sang guru di depanya
7)
Berlaku Shiddiq” dalam berdzikir seperti pada poin ketiga dalam berdzikir
8)
Ikhlas hatinya dalam berdzikir
9)
Memilih kalimat “la ilaha illallah” dalam berdzikir
10)
Mengerti terhadap makna dzikir
11)
Hatinya menafikan segala suatu yang maujud kecuali kepada Allah SWT
3 Tatakrama dilakukan setelah dzikir, yaitu:
1)
Bersikap diam setelah melaksanakan dzikir
2)
Memutus nafas dari nafas yang memburu
3)
Mencegah meminum yang mencegah ritual dzikir.
E.
Ajaran Teosofi Martabat Pitu yang dikaitkan dengan Mitos Penciptaan
Alam
Syaikh Abdul Rauf Singkel, ulama kenamaan dari Aceh, ketika membawa
Tarekat Syattariyah ke bumi Nusantara beliau juga mengajarkan tentang Teosofi
Martabat Tujuh tentang tujuh tahap penciptaan, hal ini memberikan pengertian akan
arti penting ajaran martabat tujuh di dalam lingkungan Tarekat Syattariyah, termasuk
di lingkungan Tarekat Syattariyah Keraton Cirebon. Sehingga kami juga
menganggap penting untuk membahasnya.
Pengertian bahwa mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos muncul
dalam mitos Cirebon tentang penciptaan manusia. Di kalangan Keraton Cirebon, 7
tahap (martabat pitu) penciptaan alam digunakan untuk melukiskan penciptaan
manusia. Menurut tradisi ini, jauh sebelum manusia dilahirkan mereka berada di
Alam Ahadiyah, yang merupakan tahap pertama. Dalam tahap ini eksistensi
seseorang belum terbayangkan karena secara fisik tidak ada. Tahap kedua adalah
Alam Wahdah, saat terjadi kehamilan ketika ovum dibuahi oleh sperma. Tahap ketiga
disebut Alam Wahidiyah.
Pada tahap ini, sel telur setelah dibuahi membelah diri dan tumbuh menjadi
segumpal cairan kental, kemudian menjadi segumpal darah dan kemudian menjadi
segumpal daging. Tahap ke empat, Alam Arwah, yaitu ketika segumpal daging
menunjukkan tanda-tanda pergerakan, pertanda Allah telah meniupkan ruh ke dalam
jiwa dan membuat hidup. Tahap ke lima, Alam Mitsal, adalah saat gumpalan daging
menjadi embrio, potensi yang akan berkembang menjadi anggota tubuh. Selanjutnya
adalah Alam Ajsam, tahap ke enam ketika embrio berkembang menjadi fisik lengkap
dengan anggota badan dan organ khusus: kepala, rambut, tubuh, tangan, kaki, jari dan
kuku kaki. Secara keseluruhan, bentuk ini masih lemah, hingga akhirnya, tahap ke
tujuh, bentuk ini mencapai bentukterakhir dan memasuki Alam Insan Kamil, tahap
manusia sempurna. pada tahap terakhir ini, manusia baru telah siap untuk keluar dari
rahim dan sang Ibu telah siapmelahirkan (Khamdi, 2009)
F.
Kegiatan Rutinan Tarekat Syattariyah di Keraton Cirebon
Mengingat banyaknya pengguron tersebut, maka saya memilih dua pengguron
yang masih menjadi bagian pengguron Keraton Kaprabonan. Yang pertama adalah
Pengguron Tharekat Agama Islam yang dipimpin oleh Rama guru Pangeran
Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyah di Keraton
Keprabonan
2021
Ahmad Azhari, Mustofa dan Khoirul Wahidin
Nurbuwat Purbaningrat yang berkedudukan di jalan Pegajahan Kotamadya
Cirebon. Pengguron yang kedua adalah Pengguron Lam Alif yang dipimpin oleh
Rama guru Bambang Irianto yang berkedudukan di jalan Gerilyawan Drajat
Kotamadya Cirebon.
Adapun kegiatan-kegiatan umum Pengguron Tharekat Agama Islam
pimpinan Ramaguru Pangeran Nurbuwat adalah :
a.
Merayakan hari-hari besar Islam; maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj,
Nisfu Sya’ban dan dibulan puasa mengadakan Shalat Taraweh Berjama‟ah di
mushola pengguron, serta shalat I’ed bersama.
b.
Dibulan Dzul Hijjah; dilaksanakan pemotongan hewan kurban bersama dan
pelatihan Shalat I’edul Kurban.
Kegiatan-kegiatan rutin Pengguron Tharekat Agama Islam pimpinan Rama guru
Pangeran Nurbuwat adalah :
a)
Pengajian rutin satu minggu sekali setiap malam Jum‟at di mushola pengguruan
b)
Ritual manaqiban Syekh Abdul Qodir al-Jailani sebulan sekali yakni pada
Jum‟at kliwon
c)
Kegiatan silaturrahmi kedaerah-daerah minimal enam bulan sekali. Daerah-
daerah yang dikunjungi antara lain : Tasikmalaya, Kuningan, Kabupaten
Cirebon, Tanggungan Brebes, Bumi Ayu, Aji Barang (Purwokerto), Cilacap, dan
Ciamis. Serta beberapa murid perorangan dari daerah Jakarta, Kuningan dan
Tegal.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ajaran Tarekat
Syattariyah di lingkungan keraton Cirebon khususnya di Keraton Keprabonan masih
terus dilestarikan. Ajarannya yang masih berkembang adalah mengenai dzikir-dzikir
yang dilakukan beserta tatakrama yang dilaksanakan didalamnya. Menurut ajaran
tarekat Syattariyyah, seseorang yang menempuh jalur shaleh lewat bertarekat
hendaknya selalu menghadirkan kekhusukkan sebelum melaksanakan dzikir, dalam
pelaksanaan dzikir dan sesudah pelaksanaan dzikir. Seorang yang shaleh hendaknya
mengeluarkan segala sesuatu yang maujud selain Allah SWT di dalam hatinya,
sehingga hadirlah ketenangan jiwa yang hakiki.
Bibliography
Ahmad, Chairullah. (2019). Dinamika Perkembangan Tarekat Syattariyah Dan
TarekatNaqsyabandiyah Di Minangkabau. Hadharah, 13(2), 1732.
Bara, Tera. (n.d.). Dinamika Hisab T Aqwim T Areka T Sy a Tt Ah Di Suma. 120.
https://doi.org/10.24090/IBDA.V17i1.1720
eL-Mawa, Mahrus. (2016). Suluk Iwak Telu Sirah Sanunggal: Dalam Naskah Syattariyah
wa Muhammadiyah di Cirebon. Manuskripta, 6(1), 145165. Retrieved from
http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/73
EL-Mawa, Mahrus. (2017). Melting Pot Islam Nusantara melalui Tarekat: Studi
KasusSilsilah Tarekat Syattariyah di Cirebon. Selvedge, (76), 7477.
https://doi.org/10.1177/002205743511801104
Fanani, Ahwan. (2012). Ajaran Tarekat Syattariyyah Dalam Naskah Risālah
ShattariyyahGresik. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 20(2), 347.
https://doi.org/10.21580/ws.2012.20.2.203
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
367
Faslah, Roni, Tengah, Pariaman, Pariaman, Kota, Fata, Ahmad Khoirul, & Ulakan,
Burhanuddin. (2020). Islam, Adat, Dan Tarekat Syattariyah Di Minangkabau. 6(2),
119.
Khamdi, Muhamad. (2009). Dinamika tarekat syattariyah di lingkungan keraton cirebon.
Maharani, Aulia Devi. (2020). Aktivitas Dakwah Tarekat Syattariyah dan Fenomena
Islam Tradisionalis dan Modernis di Nagari Sabu Sumatra Barat. Idarotuna,
2(2),5169. https://doi.org/10.24014/idarotuna.v2i2.9533
Rina Wati, Khairulyadi dan Siti Ikramatoun. (2019). Ritual Dan Solidaritas Sosial
Dalam Perspektif Interaksi Ritual Randal Collins (StudiKasus Tarekat Syatariyah
Abu Habib Muda Seunagan). 4, 16.
Retrieved from www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
Shadiqin, Sehat Ihsan. (2017). Di Bawah Payung Habib: Sejarah, Ritual, Dan
PolitikTarekat Syattariyah Di Pantai Barat Aceh. Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, 19(1), 7598. Retrieved from http://substantiajurnal.org
Talkin, Herdang. (2020). Tarekat Syattariyah Pengaruh Ajarannya Terhadap
Masyarakat Di Desa Talang Tige Kec. Muara KemumuKab. Kepahiang.
Ushuluddin, Fakultas. (2018). Naskah Al-Jawahiral-Khamsah Seba Gai Sumber
Rujukan Ajaran Tareka T Syattariyah Dan PersebaranSalinannya. 35(01), 75
102.
Wahyuni, Yuyun Sri. (2018). Nazam Qusyasyi (Tarekat Syattariyah Ulakan): Suntingan
Teks dan Analisis Isi. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Sains Dan Teknologi,
12(3), 1728. Retrieved from http://eprints.ummi.ac.id/767/1/3. Jurnal Penelitian
Yuyun 2018_17-28.pdf
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.