Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
412 http://sosains.greenvest.co.id
sebelumnya. Ayahnya, KH. Abdul Jamil adalah putra KH. Muta‟ad yang tak lain adalah
menantu pendiri Buntet Pesantren Cirebon, Kyai Muqayyim (Syafaah, 2012).
Pengenalan Kyai Anas terhadap tarikat Tijaniyah, dilakukannya pada saat beliau
menunaikan ibadah haji ke Makkah pada tahun 1924. Kepergiannya ini menuruti anjuran
kakaknya, Kyai Abbas, yang terlebih dahulu berjumpa dengan Syekh Ali tetapi beliau
tidak mengambil ba‟iat Tarikat Tijaniyah tersebut meskipun beliau sudah menyenangi
tarikat ini. Hal yang disebabkan tanggung jawab beliau sebagai mursyid Tarikat
Syatariyah di Pesantrennya (Hasan, 2014).
Kyai Anas bermukim kurang lebih 3 tahun di Makkah dan mempelajari dengan
seksama kitab-kitab pegangan Tarikat Tijaniyah seperti Jawahir al-Ma’ani, Rimah,
Bughyat al-Mustafid langsung dari Syekh Alfa Hasyim. Bai‟at tarikatpun dilakukan Kyai
Anas kepada Syekh Alfa Hasyim, selain kemudian mengambil bai‟at lagi dari Syekh al-
Thayyib.
Dalam Tarikat Tijaniyah dikenal istilah muqaddam min muqaddam artinya
seorang ikhwan Tijaniyah bisa melakukan bai‟at lebih dari sekali kepada muqaddam
lainnya dengan alasan ketakwaan, senioritas usia, ataupun disiplin ilmu yang dimiliki
muqaddam senior tersebut (Saepudin, 2018). Berdasarkan pendapat di atas, diketahui
bahwa Kyai Anas melakukan bai‟at tarikatnya dua kali yaitu dari Syekh Alfa Hasyim di
Madinah dan dari dari Syekh Ali al-Thayyib, murid dari Syekh Alfa Hasyim ketika beliau
datang ke Indonesia tahun 1937.
Istilah Tarekat berasal dari kata At-Thariq (jalan) menuju hakikat, atau dengan
kata lain pengamalan syariat. Istilah ini yang disebut dengan Al- Amal, sehingga Ay-
Syekh Muhammad Amin Al- Kurdy dalam (Musthofa H, 1999) mengemukakan tiga
macam definisi yang berturut-turut disebutkan, Pertama: Tharikah adalah pengamalan
syariat, melaksanakan beban ibadah(dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap)
mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah, Kedua:
Thariqoh adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai
kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (bathin),
Ketiga : Thoriqoh adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-
hal yang mubah (yang sifatnya mengandung) Fadhilah, menunaikan hal-hal yang
diwajibkan dan disunatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaanya) dibawah
bimbingan seorang arif (Syekh) dari (sufi) yang mencita citakan suatu tujuan.”
Harun Nasution dalam (Farida, 2011) menyebutkan bahwa Tarekat adalah
organisasi dari pengikut sufi-sufi besar, mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk
melestarikan ajaran-ajaran tasawuf hingga timbulah Thoriqoh. Thoriqoh ini memakai
suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribath (disebut juga zawiyah, Khanaqah, atau
pekir). Ini merupakan tempat murid-murid berkumpul melestarikan ajaran tasawufnya,
ajaran tasawuf, dan ajaran tasawuf syekhnya.
Sejarah Islam menyebutkan bahwa Tarekat mulai bermunculan pada abad ke-12
(abad ke-6 H), dan mengalami perkembangan pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia Islam,
sejak abad 1317 H, pada umumnya dipengaruhi oleh Tarekat. Salah satu Tarekat yang
berkembang di wilayah Cirebon ialah tarekat Tijaniyyah yang pusatnya berada di Pondok
Pesantren Buntet Cirebon. Oleh karena itu menarik untuk menganalisis lebih dalam soal
pengamalan ajaran dari tarekat Tijaniyyah di Pondok Pesantren Buntet Cirebon.
Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mengenal dan mengetahui
pengamalan ajaran tarekat Tijaniyyah dalam hal bersyariat sehingga dapat berkembang di
Pondok Pesantren Buntet Cirebon.
Sebelumnya, terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saat
ini, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh (Ahzab, 2014) yang berjudul Sejarah