Yuliana Beatrich Yosephine Purba 1226
Indonesia sangat menjunjung norma kesopanan. Namun, terkadang kejahatan ini
merupakan hal yang tidak sengaja ia lakukan seperti pada kasus revenge porn yang mana
tersebarnya video asusila korban terjadi bukan karena keinginannya melainkan adanya
orang lain yang dengan motif tertentu menyebarkan video asusila korban. Adapun motif
tersebut dapat berbagai macam seperti untuk mengancam, mencemarkan nama baik
ataupun untuk memeras korban. Terkait motif tersebut hukum Indonesia sudah
mengakomodirnya melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dapat menjatuhkan hukuman
pidana terhadap pelaku penyebaran. Namun, belum ada pengaturan terkait pemulihan
korban karena hukum Indonesia masih memfokuskan pada penjatuhan pidana pelaku.
Terdapat satu prinsip dalam Undang-Undang Informasi Teknologi dan Transaksi
Elektronik yakni prinsip “ right to be forgotten”. Prinsip ini memberikan kesempatan bagi
korban untuk menghapus video asusila korban di internet. Hal ini, secara tidak langsung
memberikan kesempatan untuk pemulihan korban. Walaupun dalam praktiknya,
mekanisme bertahap dan biaya yang tidak murah. Sehingga, perlu adanya pembenahan
terkait fasilitas dan penerapan sistem prinsip “ right to be forgotten”. Apalagi kasus
revenge porn sangat berhubungan dengan pelanggaran privasi sebagai salah satu hak asasi
manusia yang juga terdapat pada pasal 28G Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu
hak yang dimiliki oleh manusia adalah hak atas perlindungan diri pribadi,keluarga
,kehormatan , martabat, harta benda , rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Maka dari itu, perlu untuk dilakukan pengaturan lebih
lanjut terkait pelaksanaan penerapan prinsip tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, Nabila Chandra. (2022). Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Korban
Pornografi Balas Dendam (Revenge Porn). Recidive: Jurnal Hukum Pidana Dan
Penanggulangan Kejahatan, 10(3), 164–173.
Bisogno, Enrico, Dawson-Faber, Jenna, & Jandl, Michael. (2015). The International
Classification Of Crime For Statistical Purposes: A New Instrument To Improve
Comparative Criminological Research. European Journal Of Criminology, 12(5),
535–550.
Christianto, Hwian. (2020). Konsep Hak Untuk Dilupakan Sebagai Pemenuhan Hak
Korban Revenge Porn Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. Mimbar Hukum: Jurnal Berkala Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, 32(2), 175–192.
Dewi, Ni Komang Ayu Triana, Dewi, Anak Agung Sagung Laksmi, & Widyantara, I. Made
Minggu. (2022). Kajian Viktimologi Terhadap Perlindungan Korban Balas Dendam
Pornografi (Revenge Porn). Jurnal Konstruksi Hukum, 3(1), 217–221.
Edwards, Lilian. (2014). Revenge Porn: Why The Right To Be Forgotten Is The Right
Remedy. The Guardian, 29.
Febrianna, Alfida, & Ayu, Nadia. (2021). Kasus Jual Beli Revenge Porn, Korban
Dieksploitasi Dan Belum Terlindungi Hukum.
Galih, Yuliana Surya. (2019). Yurisdiksi Hukum Pidana Dalam Dunia Maya. Jurnal Ilmiah
Galuh Justisi, 7(1), 59–74.
Hidayat, Sabrina, Haris, Oheo Kaimuddin, Safiuddin, Sahrina, & Gaisar, Muhammad
Anton Bhayangkara. (2023). Kebijakan Formulasi Kejahatan Sekstorsi Dalam
Sistem Pidana Indonesia. Halu Oleo Legal Research, 5(2), 662–674.
Hutapea, Sintong Arion. (2021). Right To Be Forgotten Sebagai Bentuk Rehabilitasi Bagi
Korban Pelanggaran Data Pribadi. Jurnal Jurisprudentia, 4(1), 1–10.
Mohammad Barnie. (2021). Isi Skb Uu Ite Dan Peluang Korban Revenge Porn Lapor