1328 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 3 NOMOR 12 2023
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
BUDAYA KORUPSI: KETIMPANGAN SOSIAL EKONOMI ANTAR PEJABAT
NEGARA DAN MASYARAKAT AKIBAT PANDEMI
Kamila Majazeta Yusrina, Mutiara Maharani,
Najmii Ula Aliffah, Neiny Ratmaningsih
Universitas Pendidikan Indonesia
Kata kunci:
Kesenjangan,
Ekonomi,
Pejabat Negara,
Masyarakat,
Covid-19
ABSTRAK
Latar Belakang Ketimpangan sosial saat ini banyak terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Salah satu jenis ketimpangan sosial yang banyak ditemukan
adalah dalam aspek ekonomi. Di Indonesia, ketimpangan ekonomi meningkat
saat hadirnya wabah Covid-19, hal ini terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan antara masyarakat dengan para petinggi negara terhadap
masalah keuangan. Faktor yang mempengaruhi kesenjangan tersebut ialah
karena ketidaksiapan masyarakat terhadap pandemi dan kurangnya kebijakan
pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh, saat mewabahnya kasus
pandemi Covid-19, jumlah penduduk miskin meningkat hingga 1,12 juta
jiwa, sedangkan 45% aset anggota DPR meningkat lebih dari 1 miliar.
Menurunnya keseimbangan ekonomi menimbulkan ketidaksetaraan dan
memunculkan kelompok-kelompok miskin, rentan, dan tertinggal. Selain itu,
adanya kecemburuan sosial juga akan berakibat pada lahirnya si miskin dan
si kaya, standar giri yang buruk pada anak balita, banyak anak putus sekolah,
dan masih banyak lagi.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konflik ketimpangan
sosial ekonomi yang terjadi antara masyarakat dengan kaum elite di masa
Pandemi Covid-19 serta mengidentifikasi hal-hal yang menjadi faktor pemicu
terjadinya korupsi pada kaum elite.
Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi literatur. Peneliti melakukan analisis dengan mengumpulkan beberapa
sumber data sekunder, termasuk dokumen-dokumen hukum, laporan media,
dan laporan terkait dengan pembahasan yang dibahas peneliti
Hasil: Hasil analisis pada penelitian ini menunjukan bahwa terbukti adanya ketimpangan
sosial ekonomi pada masa pandemi Covid-19. Hal ini didukung oleh penjelasan (Irawan
& Sulistyo, 2022) dalam jurnalnya bahwa dibandingkan Maret 2020, jumlah penduduk
miskin meningkat 1,12 jutajiwa. Sementara itu, 45% aset anggota DPR telah meningkat
lebih dari satumiliar. Hanya 38% anggota dewan yang mengatakan kekayaan mereka
meningkatkurang dari Rp.1 miliar. Untuk menanggulangi kesenjangan tersebut,
pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya dengan Bantuan Sosial
(BANSOS). Akan tetapi kebijakan tersebut pun masih banyak dikorupsi oleh para kaum
elite. Dana BANSOS yang dikorupsi oleh kaum elite dapat menimbulkan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap para pejabat negara.
Volume 3, Nomor 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
1329 http://sosains.greenvest.co.id
Keywords:
Inequality,
Economy, State
Officials, Society,
Covid-19
Kesimpulan : Kesimpulannya, ketimpangan sosial ekonomi antara pejabat negara
dengan masyarakat pada masa pandemi Covid-19 menimbulkan wacana akan ‘si kaya
dan si miskin’. Akibat ketimpangan ekonomi yang terjadi pada masa pandemi ditambah
dengan kasus korupsi dana BANSOS yang dilakukan oleh para petinggi negara,
mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Lemahnya Public
Trust masyarakat terhadap pejabat negara bisa terjadi karena pemerintah selama ini
dianggap tidak serius dalam menangani kasus-kasus korupsi besar.
ABSTRACT
Background: Social inequality currently occurs a lot in people's lives. One type of
social inequality that is often found is in the economic aspect. In Indonesia, economic
inequality increased during the Covid-19 outbreak, this occurred due to an
imbalance between society and state officials regarding financial issues. Factors
influencing this gap are society's unpreparedness for the pandemic and lack of
government policy. Based on the data obtained, during the outbreak of the Covid-19
pandemic, the number of poor people increased to 1.12 million, while 45% of DPR
members' assets increased by more than 1 billion. The decline in economic balance
creates inequality and gives rise to poor, vulnerable and disadvantaged groups.
Apart from that, the existence of social jealousy will also result in the birth of the
poor and the rich, poor standards of grooming for children under five, many children
dropping out of school, and much more.
Purpose: This research aims to analyze the socio-economic inequality conflict that
occurred between society and the elite during the Covid-19 pandemic and identify the
factors that trigger corruption among the elite.
Methods: This research uses a qualitative approach with a literature study method. The
researcher carried out the analysis by collecting several secondary data sources,
including legal documents, media reports, and reports related to the discussion
discussed by the researcher.
Results: The results of the analysis in this research show that there is evidence of socio-
economic inequality during the Covid-19 pandemic. This is supported by the explanation
(Irawan & Sulistyo, 2022) in their journal that compared to March 2020, the number of
poor people increased by 1.12 million people. Meanwhile, 45% of DPR members' assets
have increased by more than one billion. Only 38% of council members said their wealth
increased by less than IDR 1 billion. To overcome this gap, the government issued
several policies, one of which is Social Assistance (BANSOS). However, this policy is
still widely corrupted by the elite. BANSOS funds that are corrupted by elites can lead
to a decline in public trust in state officials.
Conclusion: In conclusion, socio-economic inequality between state officials and society
during the Covid-19 pandemic gave rise to discourse about 'the rich and the poor'. As a
result of the economic inequality that occurred during the pandemic, coupled with cases
of corruption in BANSOS funds committed by high-ranking state officials, this resulted
in a decline in public trust in the government. Weak public trust in state officials can
occur because the government has not been considered serious in handling major
corruption cases.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia memiliki dasar negara yang mengandung nilai-nilai
kehidupan berbangsa dan bernegara yang diusung dari berbagai factor pandangan
hidup bangsa (Faharani, 2021). Makna dari Pancasila merujuk kepada kesetaraan,
keadilan sosial, dan kebersaaan dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya
masih ada kecacatan dalam pemenuhan nilai-nilai Pancasila dalam praktik
kehidupan berbangsa dan bernegara, masih banyak ancaman-ancaman yang
Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi Antar
Pejabat Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi
2023
Kamila Majazeta Yusrina, Mutiara Maharani, Najmii Ula Aliffah,
Neiny Ratmaningsih 1330
melemahkan makna dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Santoso,
2022). Ancaman tidak hanya dalam bidang militer saja akan tetapi nonmiliter pun
dapat menjadi sebuah potensi dalam memperlemah kehidupan berbangsa dan
bernegara. Salah satu ancaman nonmiliter yaitu pada dimensi ekonomi dalam
bentuk ketimpangan.
Saat ini ketimpangan social ekonomi menjadi salah satu perhatian pemerintah
dalam menyusun kebijakan publik, dan menjadi perhatian sebagian masyarakat
yang terdampak dengan ketimpangan social ekonomi agar tindakan yang
merugikan ini dapat terselesaikan (Retnaningsih, 2020). Berdasarkan data statistik
saat ini persentase penduduk miskin di Indonesia merupakan akibat dari
ketimpangan peluang pekerjaan yang tidak merata, tingginya
konsentrasikekatyaan, dan ketahanan ekonomi yang rendah (Group, 2016).
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh World Bank dapat dilihat
ketimpangan social ekonomi merupakan masalah kompleks yang disebabkan oleh
beberapa factor dan pada umumnya factor tersebut saling berkaitan.
Adapun kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai upaya dalam
meminimalisir ketimpangan social ekonomi untuk mencapai kesetaraan seperti
melalui program-program bantuan sosial yang ditargetkan untuk masyarakat
tepinggir dan rentan, lalu dalam program bantuan pendidikan seperti Kartu
Indonesia Pintar (KIP) yang bertujuan untuk menyediakan kesempatan pendidikan
untuk seluruh anak Indonesia, dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat tanpa melihat
latar belakang sosial ekonomi (Murdiyana & Mulyana, 2017). Akan tetapi pada
kenyataannya pemerintah masih kurang maksimal dalam menjalankan upaya-upaya
tersebut seperti ketidaktepatan kebijakan pemerintah yang tidak
mempertimbangkan perbedaan konteks social dan ekonomi di berbagai daerah
sehingga kurang efketif dalam mengantisipasi ketimpangan tersebut.
Anggaran yang kurang memadai menjadi factor utama dalam kegagalan
implementasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam meminimalisir
ketimpangan. Jika pemerintah tidak memberikan dana yang memadai atau
mengelolanya tidak efektif, maka program-program tersebut tidak akan berjalan
secara optimal. Tingkat korupsi yang tinggi serta tidak adanya transparansi dapat
menjadi penghambat dalam pelaksanaan kebijakan. Pada beberapa tahun
kebelakang ketika pandemi Covid-19 melanda seluruh Negara termasuk Indonesia,
memberikan dampak terhadap sector sosil ekonomi sehingga terjadi ketimpangan
sosial.
Ketimpangan social ekonomi yang terjadi pada saat pandemi Covid-19 yaitu
adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat (Cerelia et al., 2021).
Distribusi yang dianggap penting oleh masyarakat dianggap tidak tepat dan terdapat
kejanggalan. Ketimpangan ini sering dikaitkan dengan adanya perbedaan yang
relistis terungkap dalam hal keuangan, seperti kekayaan. Menurunnya kegiatan
social ekonomi menimbulkan ketidaksetaraan dan memunculkan kelompok-
kelompok miskin, rentan, dan tertinggal baru (Sari, 2020). Dalam penanganan
dampak pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan-
kebijakan dengan tujuan mengurangi dampak social ekonomi. Akan tetapi pada
kenyataanya implementasi dari berbagai kebijakan perlu dipantau dan di evaluasi
dalam efektivitas nya. Seperti halnya yang diungkap pada Hadiwardoyo, (2020)
perpuataran uang di Jabodetabek, apakah benar 70% atau kurang dari itu. Ironisnya
Volume 3, Nomor 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
1331 http://sosains.greenvest.co.id
banyak sekali PNS atau pegawai negeri sipil yang kekayaanya bertambah akan
tetapi berbanding terbalik dengan rakyatnya yang mana semakin menderita dan
pada hasil polling pun menunjukan bahwa pandemi Covid-19 membuat yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin sulit, itu artinya ada suatu hal yang tidak
seimbang di dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian studi
literatur (literature study) (Sorescu et al., 2017). Studi literatur pada penelitian ini adalah
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelola data penelitian secara objektif, sistematis,
analitis, dan kritis tentang Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi Antar Pejabat
Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi. Dalam penelitian studi literatur sama halnya
dengan penelitian lainnya akan tetapi sumber dan metode pengumpulan data dengan
mengambil data di pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian dari
artikel hasil penelitian tentang variabel dalam penelitian ini.
Penelitian studi literatur ini menganalisis dengan matang dan mendalam agar
mendapatkan hasil yang objektif tentang Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi
Antar Pejabat Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi. Data yang dikumpulkan dan
dianalisis merupakan data sekunder yang berupa hasil-hasil penelitian seperti buku,
jurnal, artikel, situs internet, dan lainnya yang relevan dengan budaya korupsi dan
ketimpangan sosial ekonomi antara pejabat negara dan masyarakat umum yang terjadi
akibat dampak pandemi.
Selanjutnya, teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik analisis data analisis isi (content analysis) (Drisko & Maschi, 2016). Analisis
data dimulai dengan menganalisis hasil penelitian dari yang paling relevan, relevan dan
cukup relevan. Lalu dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang paling mutakhir,
dan berangsur-angsur mundur ke tahun yang lebih lama. Peneliti lalu membaca abstrak dari
setiap penelitian yang lebih dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang
dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam penelitian. Selanjutnya mencatat
bagian-bagian penting dan relevan dengan permasalahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketimpangan Sosial Ekonomi Antara Masyarakat dengan Kaum Elite
Masa pandemi yang telah berakhir rasanya masih banyak meninggalkan bekas bagi
para masyarakat di Indonesia. Terdapat banyak dampak yang dirasakan akibat tragedi
tersebut, baik itu dampak positif maupun negatif. Saat berlangsungnya pandemi hingga
pasca pandemi sekalipun, aspek ekonomi merupakan salah satu aspek yang paling
berdampak bagi masyarakat Indonesia hingga dunia. Pasalnya, hampir seluruh masyarakat
dianjurkan untuk tidak keluar rumah karena adanya virus yang dapat menular. Dengan ini,
maka masyarakat Indonesia mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan seperti
bekerja, sekolah, dan kegiatan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pembatasan
ruang gerak masyarakat saat pandemi tak jarang menimbulkan banyak ketimpangan antara
para kaum elite dengan masyarakat biasa. Ketimpangan sosial menurut Irawan & Sulistyo,
(2022) dalam jurnalnya didefinisikan sebagai keadaan yang tidak seimbang dalam
kehidupanmasyarakat baik itu secara tatap muka maupun dalam kelompok. Ketimpangan
sosial dapat terjadi akibat distribusi yang tidak tepat dari apa yang dianggap penting oleh
masyarakat. Kesenjangan ini sering dikaitkan dengan adanya perbedaan yang sangat
realistis, dapat diungkapkan dalam hal keuangan, seperti kekayaan, terutama terkait
kesenjangan ekonomi.
Pandemi Covid-19 yang menjadi faktor penyebab meningkatnya kesenjangan antara
kaum elite dengan masyarakat biasa dapat dibuktikan oleh penjelasan Irawan & Sulistyo,
(2022) dalam jurnalnya bahwa dibandingkan Maret 2020, jumlah penduduk miskin
meningkat 1,12 jutajiwa. Jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat sebesar 0,01
Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi Antar
Pejabat Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi
2023
Kamila Majazeta Yusrina, Mutiara Maharani, Najmii Ula Aliffah,
Neiny Ratmaningsih 1332
poinpersentase. Di desa, ada penurunan 0,10 poin persentase. Kategori miskin
adalahmasyarakat yang pengeluaran per kapitanya berada di bawah garis kemiskinan (GK)
atau kurang dari Rp 472.525 per orang per bulan. Garis kemiskinan naik dari Rp 458.947
di bulan Maret. September 2020 Kategori makanan memberikankontribusi terbesar dengan
pangsa 73,96%. Sementara itu, 58% dari kekayaan menteri meningkat lebih dari 1 miliar
rupee, 26% menteri meningkat kurang dari1 miliar rupee, dan hanya 3% menteri
mengatakan mereka telah menghapuskekayaan. Sementara itu, 45% aset anggota DPR
telah meningkat lebih dari satumiliar. Hanya 38% anggota dewan yang mengatakan
kekayaan mereka meningkatkurang dari Rp1 miliar, dan 11% lainnya melaporkan
penurunan. Dari pernyataan tersebut membuktikan bahwa adanya pergerakan hukum rimba,
hukum yang identik dengan siapa yang kuat akan mengendalikan dan mengatur yang lemah,
sehingga penguasa memiliki kewenangan absoluteyakni berwenang membuat,
menjalankan serta menegakkan hukum sekaligus. Hukum yang dibuat semata mata untuk
memberi legitimasi atas tindakan yangbrutal dan semena-mena dari kelompok yang kuat
atau penguasa (powerfull) terhadap kelompok yang lemah (powerless) (Amalia Yunia
Rahmawati, 2020). Adanya istilah “yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin
sulit” merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa kita bantah ketika melihat situasi saat
pandemi berlangsung. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Irawan & Sulistyo,
2022) dalam jurnalnya bahwa menurut hasil survei mencatat, pandemi Covid-19
menjadikan orang kaya makin tajir dan orang miskin semakin susah.
Bantuan Sosial atau yang biasa disebut dengan BANSOS banyak dikorupsi saat
berlangsungnya masa pandemi. Inilah salah satu faktor penyebab meningkatnya
ketimpangan sosial ekonomi dimasyarakat. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan hak
nya, menjadi tidak terealisasikan akibat ulah para pejabat yang melakukan korupsi. Budaya
korupsi merupakan sebuah kebiasaan perilaku para pejabat publik yang
menyalahkangunakan kekuasaannya untuk memperkaya dirinya dengan mengambil
sesuatu yang bukan hak nya. Salah satu bentuk pengkorupsian dana bansos di Indonesia
saat pandemi, yaitu terjadi pada 6 Desember 2020 (Sahara, 2021) dalam Kompas.com
menjelaskan bahwa KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai
tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah
Jabodetabek tahun 2020.Selain Juliari, KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi
Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka selalu pemberi suap. Kasus
ini dimulai dari diadakannya bansos berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020
dengan total uang dana sebesar Rp. 5,9 Triliun untuk menangani masyarakat yang
terdampak Covid-19, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode. Dalam
pelaksanaan proyek tersebut, telah disepakati bahwa adanya penetapan fee dari tiap-tiap
paket pekerjaan yang harus disetorkan kepada kemensos melalui Matheus. Untuk setiap
paket bansos, fee yang disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp 10.000 per paket
sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos. Pada periode pertama pelaksanaan paket
bansos sembako, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara
tunai oleh Matheus ke Juliari melalui Adi. Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima
oleh Juliari sebesar Rp 8,2 miliar.Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos
sembako, terkumpul uang fee dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.
Sehingga, total uang suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah sebesar Rp 17
miliar. Seluruh uang tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk keperluan pribadi.Atas
perbuatannya itu, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau
Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP uliari divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh
majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/8/2021).
Masih banyak lagi kasus korupsi dana bansos saat pandemi Covid-19 lainnya.
Volume 3, Nomor 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
1333 http://sosains.greenvest.co.id
Maraknya ketimpangan antara para pejabat dengan kalangan masyarakat biasa dapat
melahirkan banyak kericuhan dan pemberontakan dalam kehidupan masyarakat. Dengan
ini seseorang dapat merasa Deprivasi. Deprivasi adalah perasaan yang timbul karena
adanyapengalaman timpang dalam diri individusebagai akibat adanya
ketidaksesuaianantara harapan dengan apa yang diperoleh (Santhoso & Hakim, 2012).
Disisi lain, teori Institusional juga berasumsi bahwa setiap institusi dapat bertindak sesuai
dengan tujuan dan kepentingan terbaiknya. Ungkapan tersebut sama hal nya dengan para
aktor politik yang melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk kepentingan dirinya sendiri.
Maraknya kasus korupsi di Indonesia dapat menimbulkan turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap para pejabat negara. Lemahnya Public Trust masyarakat terhadap
pejabat negara bisa terjadi karena pemerintah selama ini dianggap tidak serius dalam
menangani kasus-kasus korupsi besar. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya meraih
kembali kepercayaan masyarakat yang hilang. Hal ini sejalan dengan yan dijelaskan (Launa
& Lusianawati, 2021) dalam jurnalnya bahwa dalam konteks Public Trust, pemerintah
tentu perlu mengkontruksi (menata kembali) penggunaan bahasa, simbol, citra, atribut, dan
representasi tertentu yang bisa merajutkembali mutual trust antarainstitusi negara dan
publik, atau sebaliknyadengan melibatkan peranmedia sebagai agen mediasi
Faktor Terjadinya Korupsi Pada Kaum Elite
New Fraud Triangle Model yang merupakan titik akhir dari penyempurnaan yang
dilakukan. New Fraud Triangle memiliki 4 faktor yang lebih spesifik mengenai faktor
pendorong fraud, yaitu Peluang (Opportunity), Motivasi (Motivation atau MICE Models
terdiri dari Money, Ideology, Coercion dan Ego), Integritas Personal (Personal Integrity),
dan Kemampuan Pelaku Kecurangan (Fraudster’s Capabilities). (Yanti, 2021) (1) Peluang
(Opportunity) adalah faktor penyebab korupsi yang disebabkan karena adanya kelemahan
di dalam suatu sistem, dimana seorang karyawan mempunyai kuasa atau kemampuan untuk
memanfaatkan kelemahan yang ada, sehingga dapat melakukan perbuatan curang dan
penyalahgunaan wewenang. Peluang umumnya ditandai dengan aspek pengawasan
yang meliputi sistem pengendalian internal. (2) Motivasi (Motivation) adalah motif atau
alasan pelaku melakukan kecurangan. Teori MICE Models mengidentifikasi motivasi
menjadi 4 faktor, yaitu uang (Money), ideologi (Ideology), paksaan (Coercion) dan
keserakahan diri (Ego). (3) Integritas Personal (Personal integrity) adalah aktor yang
mengacu kepada kode etik personal yang dimiliki oleh tiap individu. (4) Kemampuan
pelaku kecurangan (Fraudster’s Capability) adalah kemampuan yang dimiliki seorang
individu jika ingin melakukan suatu tindakan korupsi. Sedangkan dikutip dalam Istianah et
al (2014) aspek-aspek penyebab korupsi diantaranya (Istianah et al., 2014)
1) Aspek perilaku individu, apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab dia
melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula
dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Sebab-sebab
manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain (a) sifat tamak manusia, (b)
moral yang kurang kuat menghadapi godaan, (c) penghasilan kurang mencukupi
kebutuhan hidup yang wajar, (d) kebutuhan hidup yang mendesak, (e) gaya hidup
konsumtif, (f) tidak mau bekerja keras, (g) ajaran-ajaran agama kurang diterapkan
secara benar, (h) upaya untuk mengembalikan modal.
2) Aspek organisasi kepemerintahan, aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut
pandang organisasi ini meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak
adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas di instansi pemerintah
kurang memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
3) Aspek peraturan perundang-undangan, tindakan korupsi mudah timbul karena ada
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang dapat mencakup: (a) adanya
peraturan perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat
dan “konco-konco” presiden, (b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang
memadai, (c) peraturan kurang disosialisasikan, (d) sanksi yang terlalu ringan, (e)
Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi Antar
Pejabat Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi
2023
Kamila Majazeta Yusrina, Mutiara Maharani, Najmii Ula Aliffah,
Neiny Ratmaningsih 1334
penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evalusi
dan revisi peraturan perundang-undangan.
4) Aspek pengawasan, pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen,
Bawasda) kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya (a) adanya tumpang
tindih pengawasan pada berbagai instansi, (b) kurangnya profesionalisme pengawas, (c)
kurang adanya koordinasi antar pengawas (d) kurangnya kepatuhan terhadap etika
hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri.
Dampak Masif Korupsi Kaum Elite Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat
Korupsi mewujud dalam berbagai bentuk serta menyebabkan berbagai dampak, baik
pada ekonomi dan masyarakat luas. Berbagai hasil penelitian mengungkap dampak negatif.
Di antara penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika
profesional dan moralitas, serta kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan demografi. Korupsi
menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan
investasi. Korupsi juga mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program
bantuan keuangan.
Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada menurunnya
kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum, pendidikan dan akibatnya kualitas
hidup, seperti akses ke infrastruktur hingga perawatan kesehatan (Pustha & Fauzan, 2021).
Menurut Suhardjanto et al., (2018) masyarakat menjadi korban utama adanya kasus korupsi
di kalangan pemerintahan karena uang yang dibayarkan lewat pajak telah hilang, namun
pelayanan publik yang ada kualitasnya pun berkurang. Korupsi juga menyebabkan efek
berkepanjangan seperti inefisiensi penyelenggaraan kegiatan pemerintah, proses demokrasi
yang menurun, terpuruknya pembangunan ekonomi, menjamurnya gelandangan, serta
terjadinya degradasi moral negeri (Pramesti & Haryanto, 2019). Adapun dampak korupsi
yang telah dirangkum SUGIARTO, (2022) diantaranya adalah:
1) Dampak korupsi terhadap ekonomi, hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi yaitu
(a) lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, (b) penurunan produktivitas, (c)
rendahnya kualitas barang dan jasa publik, (d) menurunnya pendapatan negara dari
sektor pajak, (e) meningkatnya hutang negara.
2) Dampak korupsi terhadap sosial dan kemiskinan masyarakat, menurut transparency
international. terdapat hubungan erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan.
Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga
meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil di kurangi, maka kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat, sehingga
bisa dikatakan mengurangi korupsi secara tidak langsung dapat mengurangi kejahatan
dalam masyarakat. Beberapa dampak sosial akibat korupsi yaitu (a) mahalnya harga
jasa dan pelayanan publik, (b) pengentasan kemiskinan berjalan lambat, (c) terbatasnya
akses bagi masyarakat miskin, (d) meningkatnya kriminalitas, (e) solidaritas yang
semakin langka.
3) Dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan, dampak korupsi terhadap birokrasi
pemerintahan yaitu (a) matinya etika sosial politik, korupsi bukan suatu tindak pidana
biasa karena ia merusak sendi-sendi kehidupan yang paling dasar yaitu etika sosial
bahkan kemanusiaan, (b) tidak efektifnya peraturan perundangundangan, (c) birokrasi
tidak efisien.
4) Dampak korupsi terhadap politik dan demokrasi, korupsi dapat berdampak pada bidang
politik dan demokrasi diantaranya (a) munculnya pemimpin korup, (b) hilangnya
kepercayaan publik pada birokrasi, (c) menguatnya plutokrasi, (d) hancurnya
kedaulatan rakyat.
5) Dampak korupsi terhadap penegak hukum, dampak korupsi terhadap penegak hukum
yaitu (a) fungsi pemerintah mandul, hal ini disebabkan karena korupsi menghambat
berjalannya fungsi pemerintah sebagai pengampu kebijakan negara. Korupsi
menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi, pemerataan akses juga aset, dan
Volume 3, Nomor 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
1335 http://sosains.greenvest.co.id
melemahkan peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik. (b)
hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara, hal ini disebabkan korupsi yang
terjadi pada Lembaga negara di Indonesia sering diberitakan di berbagai media massa
sehingga mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara tersebut
hilang.
6) Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan, dampak korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan yaitu (a) lemahnya alutsista dan sumberdaya manusia, (b)
lemahnya garis batas negara, (c) menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat. (7)
Dampak korupsi terhadap lingkungan, kerusakan lingkungan merupakan salah satu
dampak tindakan korupsi. Kerusakan lingkungan hidup ini dipicu oleh berbagai sebab,
seperti kepentingan ekonomi, dimana hasil hutan yang ada di eksplotasi besar-besaran
untuk mendapatkan keuntungan. Eksploitasi ini dianggap paling mudah dan murah
untuk mendapatkan keuntungan, namun di lain sisi eksploitasi yang dilakukan tidak
dibarengi dengan upaya penanaman kembali (reboisasi) yang baik dan terencana,
sehingga hasil eksploitasi hutan ini meninggalkan kerusakan yang parah bagi
lingkungan.
Dampak ekonomi akibat terjadinya korupsi adalah dengan meningkatnya nilai
investasi. Investasi memerlukan biaya yang besar dengan cara memanipulasi pengeluaran
yang berupa mark up. Nilai investasi yang tinggi juga di sebabkan adanya kasus penyuapan.
Pengusaha akan menyuap pejabat untuk mendapatkan kontrak, sehingga biaya kontrak
akan semakin besar. Akibat adanya kesempatan melakukan korupsi pada investasi maka
pemerintah akan mengalihkan komposisi pengeluaran publik. Pengeluaran publik lebih
banyak digunakan untuk membeli peralatan baru di bandingkan dengan pengeluaran yang
diperlukan untuk fungsi dasar (pendidikan dan kesehatan) karena pada bidang pendidikan
dan kesehatan lebih sedikit peluang untuk mendapatakan komisi. Dari sisi pendapatan
korupsi dapat mengurangi penerimaan pemerintah melalui pajak karena pembayaran pajak
dapat di kompromikan (Šumah, 2018).
Korupsi juga berdampak pada aspek sosial. Korupsi mengakibatkan pemerintah
tidak mampu memberikan investasi publik yang berkualitas, menyebabkan ekonomi biaya
tinggi yang akan menjadi beban bagi pelaku ekonomi. Kondisi ini berdampak pada
mahalnya harga jasa pelayanan publik seperti biaya pendidikan dan kesehatan ekonomi
biaya tinggi juga menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan (KPK, 2019).
Ketimpangan pendapatan telah terbukti berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Jika
korupsi meningkatkan ketimpangan pendapatan, juga akan mengurangi pertumbuhan dan
dengan demikian memperburuk kemiskinan. Korupsi dapat menghambat pemerintah
mengurangi kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat akan mengakibatkan
meningkatnya angka kiminalitas (Syauket et al., 2022)
Dampak sosial lain akibat terjadinya korupsi adalah berkurangnya kepercayaan
publik kepada pemerintah, karena Korupsi mengganggu praktik tata kelola pemerintahan.
Pemerintah mengurangi penyediaan layanan publik dan mengurangi dana publik yang
tersedia untuk mendukung secara efektif program pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi
kemampuan pemerintah untuk membantu warganya khususnya warga yang miskin
(Arsalan & Latif, 2019; Chetwynd et al., 2003).
Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Ketimpangan Sosial Ekonomi
Pemerintah telah berupaya untuk melerai kesenjangan ekonomi masyarakat akibat
adanya Covid-19. Dikutip dari (Sabila, 2021) dalam website resmi Komite Pengawasan
Perpajakan; Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyatakan bahwa salah salah
satu upaya yang dilakukan dalam mengurangi kesenjangan ekonomi yaitu diberlakukannya
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN ini merupakan salah satu
rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak covid-19 terhadap perekonomian. Selain
untuk menangani krisis kesehatan, program PEN juga merupakan respon pemerintah atas
menurunnya aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor
informal atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Tujuan dari program ini adalah
Budaya Korupsi: Ketimpangan Sosial Ekonomi Antar
Pejabat Negara dan Masyarakat Akibat Pandemi
2023
Kamila Majazeta Yusrina, Mutiara Maharani, Najmii Ula Aliffah,
Neiny Ratmaningsih 1336
untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku
usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19. Untuk UMKM, program
PEN diharapkan dapat “memperpanjang nafas” UMKM dan meningkatkan kinerja UMKM
yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia. Lebih lanjut Sabila menjelaskan bahwa
Sektor UMKM menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19. Survei
Katadata Insight Center terhadap 206 pelaku UMKM di Jabodetabek menunjukkan bahwa
82,9 persen UMKM mengalami dampak negatif dari pandemi. Hanya sebagian kecil atau
5,9 persen dari pelaku yang justru mengalami dampak positif.
Selain program PEN, tentunya masih terdapat upaya lainnya yang dilakukan
pemerintah untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Salah satunya kebijakan mengenai
pajak, dikutip dari Katadata dalam (Sabila, 2021)Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam
Seminar Menuju Indonesia yang Lebih Setara (23/02/2017), menyatakan bahwa kunci
untuk mempersempit kesenjangan adalah reformasi perpajakan dengan menerapkan pajak
progresif. Semakin tinggi penghasilan seseorang, tarif pajak yang diterapkan pun semakin
besar. Sebaliknya, masyarakat berpenghasilan rendah berpotensi tidak membayar pajak.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
mendasari seseorang dalam melakukan korupsi adalah terdapat suatu kesempatan atau
peluang (kurangnya pengawasan, sistem yang lemah, dan lainnya) dan niat atau keinginan
(didorong oleh kebutuhan atau keserakahan, dengan adanya niat ataupun keinginan yang
dibarengi dengan munculnya peluang ataupun kesempatan seperti saat ini di masa pandemi
Covid-19, maka tindak pidana korupsi pun terjadi. Korupsi mewujud dalam berbagai
bentuk serta menyebabkan berbagai dampak. Dampak korupsi dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu aspek ekonomi dan sosial dan dapat berkolerasi pada minat masyarakat sebagai
citizen control. Dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat terjadinya korupsi adalah
dengan meningkatnya nilai investasi. Selain dampak ekonomi, korupsi juga berdampak
pada aspek sosial. Dampak sosial yang ditimbulkan akibat terjadinya korupsi yaitu
mengakibatkan pemerintah tidak mampu memberikan investasi publik yang berkualitas,
menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang akan menjadi beban bagi pelaku ekonomi.
Kondisi ini berdampak pada mahalnya harga jasa pelayanan publik seperti biaya
pendidikan dan kesehatan ekonomi biaya tinggi juga menyebabkan timbulnya ketimpangan
pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Yunia Rahmawati. (2020). Menebarkan Keadilan Sosial Dengan Hukum Progresif
Di Era Komodifikasi Hukum. 13(July), 123.
Arsalan, S., & Latif, D. V. (2019). Pengaruh Pemahaman Dampak Korupsi Terhadap Minat
Masyarakat Sebagai Citizen Control. Baj: Behavioral Accounting Journal, 2(2), 181
192.
Cerelia, J. J., Sitepu, A. A., & Toharudin, T. (2021). Learning Loss Akibat Pembelajaran
Jarak Jauh Selama Pandemi Covid-19 Di Indonesia. E-Prosiding Seminar Nasional
Statistika| Departemen Statistika Fmipa Universitas Padjadjaran, 10, 27.
Chetwynd, E., Chetwynd, F., & Spector, B. (2003). Corruption And Poverty: A Review Of
Recent Literature. Management Systems International, 600, 516.
Drisko, J. W., & Maschi, T. (2016). Content Analysis. Pocket Guide To Social Work Re.
Faharani, F. A. O. (2021). Pancasila Dalam Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Dari Masa
Ke Masa: Urgensi Atau Simbolisasi. Jurnal Pancasila Dan Bela Negara, 1(2).
Group, W. B. (2016). World Development Report 2016: Digital Dividends. World Bank
Publications.
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19.
Baskara: Journal Of Business And Entrepreneurship, 2(2), 8392.
Irawan, A. D., & Sulistyo, A. Q. P. (2022). Pengaruh Pandemi Dalam Menciptakan
Volume 3, Nomor 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
1337 http://sosains.greenvest.co.id
Ketimpangan Sosial Ekonomi Antara Pejabat Negara Dan Masyarakat. Jurnal
Citizenship Virtues, 2(1), 251262. Https://Doi.Org/10.37640/Jcv.V2i1.1184
Launa, & Lusianawati, H. (2021). Potensi Korupsi Dana Bansos Di Masa Pandemi Covid-
19. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, 2, 122.
Murdiyana, M., & Mulyana, M. (2017). Analisis Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Di
Indonesia. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 7396.
Pramesti, L., & Haryanto, H. (2019). Akuntabilitas Dan Tingkat Korupsi Pemerintah
Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Akuntansi Aktual, 6(2), 298
308.
Pustha, F. W. T. B., & Fauzan, A. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Pencegahan Dan
Upaya Pemberantasan Korupsi. Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(2),
580585.
Retnaningsih, H. (2020). Bantuan Sosial Bagi Pekerja Di Tengah Pandemi Covid-19:
Sebuah Analisis Terhadap Kebijakan Sosial Pemerintah. Aspirasi: Jurnal Masalah-
Masalah Sosial, 11(2), 215227.
Sabila, A. N. (2021). Pandemi Perlebar Kesenjangan Ekonomi.
Komwasjak.Kemenkeu.Go.Id.
Sahara, W. (2021). Awal Mula Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Yang Menjerat Juliari
Hingga Divonis 12 Tahun Penjara. Kompas.Com.
Santhoso, F. H., & Hakim, M. A. (2012). Deprivasi Relatif Dan Prasangka Antar
Kelompok. Deprivasi Relatif Dan Prasangka Antar Kelompok, 39(1), 121128.
Santoso, G. (2022). Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Masyarakat. Jurnal
Pendidikan Transformatif, 1(2), 1117.
Sari, Y. I. (2020). Sisi Terang Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional,
8994.
Sorescu, A., Warren, N. L., & Ertekin, L. (2017). Event Study Methodology In The
Marketing Literature: An Overview. Journal Of The Academy Of Marketing Science,
45, 186207.
Sugiarto, T. B. (2022). Bingkai Media Dalam Pemberitaan Difabel Di Masa Pandemi
Covid-19 (Analisis Framing Kanal Difabel Tempo. Co Periode Maret-September
2020). Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Suhardjanto, D., Syafruddin, M., Andini, R. P., & Rahmatika, M. W. (2018).
Accountability And Corruption Level Of Provincial Government In Indonesia.
Review Of Integrative Business And Economics Research, 7, 281296.
Šumah, Š. (2018). Corruption, Causes And Consequences. In Trade And Global Market.
Intechopen.
Syauket, A., Simarmata, R. P., & Cabui, C. E. (2022). Korupsi Kebijakan Pejabat Publik.
Governance, 10(2), 7790.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License.