186 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 4 NOMOR 2 2024
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
PERAN PEMERINTAH MENSTABILKAN INFLASI DENGAN
KEBIJAKAN MONETER DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Novita Ramadhani, Anggy Sthela Oktaviany, Muhammad Arkaan Satria Utama
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
Email: nov[email protected]t.ac.id, [email protected]t.ac.id,
arkaan.satria2[email protected]
Kata kunci:
Kebijakan
Moneter, Inflasi
dalam Persepektif
Ekonomi Islam
ABSTRAK
Latar Belakang: Menstabilkan inflasi dengan ini kebijakan moneter dalam persepektif
islam memiliki berbagai pendapat dan tindakan yang dilakukan peran pemerintah.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis peran
pemerintah terhadap inflasi dengan kebijakan moneter dalam pandangan islam dan
konvensional.
Metode: Jenis penelitian ini adalah metode kuantitatif bersifat deskriptif, dan
menggunakan data skunder yang bersumber dari jurnal, artikel, dan berbagai buku-buku
terkait inflasi dengan kebijakakn moneter dalam persepektif islam.
Hasil: Inflasi merupakan faktor terbesar makro yang sering dilibatkan terhadap
perekonomian. Sehingga sangat mengakibatkan tingkat pengangguran, kesulitan
mendapatkan kerja, dan juga naiknya inflasi. Pencapaian inflasi ini sangat rendah, hal
ini akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Dengan adanya
peran pemerintah yang menggunakan kebijakan moneter, hal ini sangat penting
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan perekonomian tetap berada pada titik
keseimbangan. Dimana variabel kebijakan moneter (jumlah uang beredar, dan suku
bunga), dan stabilitas ekonomi (inflasi, kurs, dan produk domestik bruto). Stabilitas
ekonomi, terutama dalam mengendalikan tingkat inflasi, merupakan tujuan utama
pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
Kesimpulan: Dalam konteks ini, kebijakan moneter harus mendorong investasi yang
produktif, menghindari spekulasi berlebihan, dan memastikan bahwa distribusi
kekayaan dan keuntungan bersifat adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, upaya
stabilisasi ekonomi tidak hanya mencapai tujuan praktis tetapi juga selaras dengan nilai-
nilai moral dan etika yang dijunjung tinggi dalam perspektif ekonomi Islam.
ABSTRACT
Background: Stabilizing inflation with this monetary policy in an Islamic perspective
has various opinions and actions carried out by the role of the government.
Purpose: This study aims to evaluate and analyze the role of the government on
inflation with monetary policy in Islamic and conventional views.
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
187 http://sosains.greenvest.co.id
Keywords:
Monetary Policy,
Inflation in Islamic
Economic
Perspective
Method: This type of research is a descriptive quantitative method, and uses skunder
data sourced from journals, articles, and various books related to inflation with
monetary policy in an Islamic perspective.
Results: Inflation is the biggest macro factor that is often involved in the economy. So
that greatly results in the unemployment rate, difficulty finding work, and also rising
inflation. The achievement of this inflation is very low, this will have a positive impact
on the economy. With the role of the government that uses monetary policy, this is very
important to be useful in maintaining and improving the economy remains at a point of
balance. Where monetary policy variables (money supply, and interest rates), and
economic stability (inflation, exchange rates, and gross domestic product). Economic
stability, especially in controlling the inflation rate, is the main objective of the
government to achieve sustainable economic growth.
Conclusion: In this context, monetary policy should encourage productive investment,
avoid excessive speculation, and ensure that the distribution of wealth and profits is fair
and sustainable. Thus, economic stabilization efforts not only achieve practical goals
but are also aligned with moral and ethical values upheld in the perspective of Islamic
economics.
PENDAHULUAN
Dengan turunnya nilai mata uang dan adanya krisis ekonomi, hal ini terjadi pada
tingkat internasional dan pada Indonesia, telah menjadi peristiwa yang sering terulang
sepanjang sejarah (Nezky, 2013). Dimulai dari krisis besar seperti The Great Depression
pada tahun 1930-an, dilanjutkan dengan krisis Amerika Latin pada tahun 1980-an, semua
ini menciptakan pengalaman ekonomi global. Peningkatkan inflasi (hiperinflasi) dalam
konteks ini secara signifikan mempengaruhi kerusakan dalam struktur ekonomi
(Wicaksana & Sukmana, 2018)
Krisis ini bermula dari masalah di sektor moneter, yaitu depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar, dan mengakibatkan dampak yang menyebar ke seluruh sektor ekonomi
tanpa terkecuali (Arianto, 2020).Inflasi mencapai tingkat 77,60%, yang disertai dengan
pertumbuhan ekonomi yang negatif sebesar 13,20%. Sebagian besar sektor ekonomi
mengalami kontraksi signifikan, terutama konstruksi dengan penurunan 36,4%, yang
kemudian diikuti oleh sektor keuangan dengan 26,6% (Firdaus, Listiyanto, Talattov, &
Taufikurahman, 2020).
Dalam upaya mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai mata uang,
pemerintah dan otoritas moneter mengimplementasikan berbagai kebijakan, termasuk
kebijakan moneter dan fiskal, serta melibatkan sektor rill (Harahap, Lubis, & Zein, 2020)..
Dari segi kebijakan moneter, Bank Sentral akan meningkatkan suku bunga dan
mengetatkan lukuiditas perbankan, mengevaluasiefektivitas instrumen moneter, dan
menetapkan sasaran akhir kebijakan moneter (Warjiyo, 2017). Namun, dalam konteks ini,
otoritas moneter hanya menyentuh aspek teknis atau gejala, dan gabungan kebijakan yang
digunakan malah memperparah krisis.
Ibu Taimiyah pada era Daulah Bani Mamluk telah memperingatkan tentang kualitas
buruk mata uang, menyatakan bahwa mata uang berkualitas rendah dapat menggantikan
mata uang berkualitas baik dari peredaran (Gunawan, Uyuni, & Fauzi, 2022). Inflasi dapat
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Novita Ramadhani, Anggy Sthela Oktaviany, Muhammad Arkaan Satria Utama
188
disebabkan oleh faktor non-moneter seperti bencana alam atau lambatnya respon
pemerintah terhadap inflasi.
Dalam mengatasi masalah ini, keseharian manusia, termasuk dalam penurunan nilai
mata uang dan krisis moneter, haruslah berdasarkan kepada norma-norma agama,
khususnya islam, yang telah mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah
ekonomi (Afifah & Setiawan, 2012).
Inflasi merupakan masalah yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk pada
Indonesia (Yanti & Soebagyo, 2022). Saat ini, Indonesia menghadapi inflasi yang ditandai
dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sepertu garam, gula, minyak, kopi, dan
beras. Pemerintah juga sering mempertimbangkan kenaikan pada harga rokok menjadi Rp.
50.000 per bungkus, yang dapat berdampat pada pola konsumsi masyarakat dan
perusahaan-perusahaan rokok yang memungkinkan melakukan PHK untuk memperkecil
biaya produksi.
Tentu, hal ini menghasilkan peningkatan tingkat pengangguran. Rasa takut akan
kehilangan pekerjaan tentu menghantui para pekerja yang bekerja di perusahaan rokok ini.
Dampak lebih lanjut dari pengangguran mencakup peningkatan tingkat kriminalitas, karena
pendapatan menurun sementara kebutuhan meningkat. Sebagai akibatnya, tindak
kejahatan-kejahatan seperti pencurian, copet, begal dan perampokan meningkat. Fenomena
ini berbeda dengan masa Rasulullah SAW, di mana konsep ekonomi yang diterapkan
adalah ekonomi Islam. Dalam penulisan ini, penulis ingin mengeksplorasi konsep inflasi
dalam perspektif ekonomi Islam dan konvensional serta mencari solusi untuk mengatasi
inflasi dalam kedua konteks tersebut.
Kebijakan moneter bertujuan menetapkan dan mencapai target inflasi terhadap
jangka waktu pendek dan jangka waktu menengah, serta berkomitmen pada stabilitas harga
sebagai tujuan utama dalam jangka waktu Panjang (Kemu & Ika, 2016).
Inflasi ini menjadi perhatian utama sebab dapat memiliki dampak luas pada
perekonomian. Tingkat inflasi yang sangat tinggi dapat memperburuk distribusi
pendapatan, meningkatkan tingkat kemiskinan, mengurangi tabungan domestik,
menciptakan defisit neraca perdagangan, meningkatkan besaran utang luar negeri, dan
menimbulkan tidak stabilan politik. Oleh karena itu, Bank Sentral memprioritaskan
pengendalian inflasi dalam melakukan kebijakan moneternya, dengan ini Bank Indonesia
merancang kerangka kebijakan moneter yang disesuaikan dengan dinamika ekonomi
nasional dan global. Dalam beberapa tahun belakangan ini, Bank Indonesia khususnya
memfokuskan upaya pada pengendalian inflasi, sejalan dengan perkembangan teori
ekonomi dan temuan empiris di beberapa negara yang menunjukkan bahwa kebijakan
moneter dalam jangka waktu panjang dapat memengaruhi tingkat inflasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dimaksud dilakukan dengan menggunakan sumber data sekunder.
Penelitian ini memberikan analisis komprehensif tentang biasa semantik yang terkait
dengan konsep inflasi dengan kebijakan moneter dalam persepektif ekonomi Islam dengan
menggambar pada berbagai sumber ilmiah, termasuk buku, jurnal dan makalah yang secara
khusus mengeksplorasi gagasan inflasi dengan kebijakan moneter ekonomi islam.
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
189 http://sosains.greenvest.co.id
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bersifat deskriptif,
mengandalkan data sekunder dari beberapa jurnal, artikel, dan berbagai buku terkait
mengenai inflasi dengan kebijakan moneter dalam konteks Islam (Yuliani, 2018). Penulis
menerapkan teknik analisis dengan menggunakan metode library research, di mana
pengumpulan data pustaka dan dokumen tertulis dilakukan untuk memahami serta
memberikan keterangan mengenai isu yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Subsequently, penulis mencatat, menafsirkan, dan mengaitkannya dengan argumen ilmiah
untuk menghasilkan analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Aulia Pohan (2018), kebijakan moneter merupakan suatu usaha pengaturan
dalam ranah moneter yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai uang dan merangsang
kelancaran produksi dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Mahendra,
2019). Secara sejalan dengan hal tersebut, dalam kamus istilah keuangan dan perbankan,
kebijakan moneter didefinisikan sebagai serangkaian rencana dan tindakan yang diambil
oleh otoritas moneter secara terkoordinasi guna menjaga keseimbangan moneter, stabilitas
nilai uang, kelancaran produksi, dan mempromosikan pembangunan, serta memperluas
peluang pekerjaan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Bank Sentral, termasuk Bank Indonesia (BI) di Indonesia, memiliki peran utama
dalam pelaksanaan kebijakan moneter dengan maksud untuk meningkatkan stabilitas nilai
rupiah, yang tercermin dalam indikator inflasi dan nilai tukar rupiah. Berbagai mekanisme,
seperti operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, rasio cadangan wajib, dan imbauan moral,
digunakan dalam operasionalisasi kebijakan moneter. Tujuan dari mekanisme tersebut
adalah untuk mempengaruhi sasaran moneter melalui pasar uang dan jalur transmisi
moneter terhadap suku bunga kredit, harga aset, ekspektasi, dan faktor-faktor lainnya.
Dalam konteks ekonomi islam, pemerintah perlu memainkan peran penting dalam
menciptakan distribusi pendapatan yang adil, pembangunan lapangan kerja, mengurangi
tingkat kemiskinan, dan meningkatkan standar kehidup. Kebijakan moneter ekspansif dan
kontraktif menjadi instrumental yang digunakkan supaya dapat mengontrol jumlah uang
yang beredar dalam pereknomian, dengan tujuan meningkatkan petumbuhan ekonomi,
mengurangi tingkat pengangguran, dan menjaga stabilitas harga (Latifah, 2015). Terdapat
tiga cara yang dilaksanakan oleh Bank Sentral, yaitu operasi pasar terbuka, fasilitas
diskonto, dan rasio cadangan wajb.
Pentingnya pemerintah dalam mengatur ekonomi juga mmencerminkan dalam
kebijakan moneter yang mengatasi inflasi. Berbagai faktor, seperti korupsi, pajak yang
tinggi, dan pencetakan uang berlebihan, dapat menyebabkan inflasi. Pemerintah harus
memiliki kebijakan yang tepat, baik kebijakan fiskal maupun moneter., hal ini untuk
menjaga stabilitas ekonomi dan mengatasi tentangan inflasi. Dalam ekonomi islam,
kebijakan pemerintah harus sesuai dengan nilai-nilai islam untuk menciptakan ekonomi
yang adil dan berkelanjutan (Alwaris & Hasan, 2023).
Uang memainkan peran penting dalam perekonomian islam. Ketika tidak ada uang,
banyak masalah sosial akan muncul dan kelebihan uang yang tidak terkendali atau tidak
sebanding dengan barang juga akan menjadi masalah ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan
negara harus mengutamakan kestabilan uang. Pasar terbuka dikritik oleh ekonom islam
karena instrumen moneter konvensional hanya berfokus pada tingkat diskonto. Apakah
instrumen tersebut dapat digunakan sebagai alat keuangan islam? Secara khusus, mereka
menentang penerapan tingkat diskonto, yang masih menggunakan bunga atas pinjaman
yang disediakan Bank Sentral.
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Novita Ramadhani, Anggy Sthela Oktaviany, Muhammad Arkaan Satria Utama
190
Dalam teori, kebijakan moneter adalah komponen integral dari kebijakan ekonomi
makro, yang melibatkan aspek-aspek seperti pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran. Manfaat
kebijakan moneter ini melibatkan berbagai aspek, seperti menjaga kondisi investasi yang
baik, meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, mengatasi pengangguran,
menciptakan lapangan kerja, memperbaiki neraca pembayaran, menjaga stabilitas nilai
tukar mata uang, stabilitas harga barang, dan mengendalikan tingkat inflasi.
Evaluasi stabilitas ekonomi makro bergantung pada dampak dorongan kebijakan
harga pangan atau variabel makro lainnya terhadap indikator kunci ekonomi. Keberhasilan
kebijakan moneter diukur melalui tiga indikator utama:
1. Uang Beredar Kebijakan Moneter: Pengelolahan jumlah uang beredar untuk
mengendalikan potensi inflasi.
2. Pengendalian Nilai Tukar: Mengelola pergerakan nilai tukar mata uang domestik
terhadap mata uang negara lain untuk mengontrol inflasi.
3. Target Inflasi: Menetapkan dan mencapai target inflasi sebagai tujuan utama/jangka
panjang, mengingat dampak luas inflasi terhadap perekonomian makro.
Inflasi menjadi sorotan karena dampaknya yang signifikan, seperti menurunnya
distribusi pendapatan, peningkatan kemiskinan, penurunan tabungan domestik, defisit
neraca perdagangan, dan ketidakstabilan politik. Bank Sentral menetapkan pengendalian
inflasi sebagai tujuan utama kebijakan moneternya, dengan panduan dari kerangka
kebijakan moneter yang di samakan dengan dinamika ekonomi nasional dan global. Fokus
BI pada pengendalian inflasi juga di dorong oleh perkembangan teori ekonomi dan temuan
empiris.
Dalam ekonomi islam, penerapan kebijakan tingkat diskonto oleh Bank Sentral tidak
mungkin karena tidak ada sistem bunga dalam ekonomi tersebut. Untuk mengendalikan
kebijakan moneter pada konteks ekonomi islam, Bank Sentral memerlukan istrumen yang
tidak melibatkan bunga. Meskipun demikian, sejumlah pakar ekonomi islam berpendapat
bahwa beberapa istrumen kebijakan moneter konvensional masih bisa digunakan, seperti
reserve requirement, overall and selecting kredit ceiling, moral susional, dan change in
monetary.
Definisi inflasi dalam Dictionary of Economics menyatakan bahwa itu adalah
meningkatnya tingkat harga yang umum dalam suatu perekonomian dari masa ke masa.
Bank Indonesia, sementara itu, menjelaskan inflasi sebagai trend harga-harga yang terus
meningkat secara umum. Namun, ada kontroversi, seperti yang diutarakan oleh Mazhab
ekonomi Austria yang mengecam definisi tersebut.
Penyebab utama inflasi melibatkan permintaan masyarakat yang tinggi terhadap
barang, kenaikan biaya produksi seperti bahan bakar dan upah pekerja, serta jumlah uang
yang tinggi di masyarakat. Inflasi juga bisa bersifat alami, disebabkan oleh peristiwa seperti
bencana alam.
Dalam ekonomi Islam, inflasi dibagi menjadi tiga Natural Inflation, Human Error
Inflation dan Expected Inflation. Natural Inflation terjadi tanpa campur tangan manusia,
misalnya, akibat bencana alam. Human Error Inflation, di sisi lain, disebabkan oleh
kesalahan manusia, seperti korupsi, pajak tinggi, atau pencetakan uang berlebih. Expected
Inflation, inflasi yang Diharapkan mengakibatkan peningkatan permintaan dan
pertambahan jumlah uang yang beredar. Apabila individu meyakini bahwa inflasi akan
tinggi pada tahun ini, mereka akan menghabiskan uang mereka untuk membeli dan
menyimpan berbagai barang, terutama properti dan emas, sebagai upaya untuk mencegah
inflasi. Dengan demikian, terjadilah inflasi. Faktor lain yang dapat memicu inflasi adalah
perilaku egois masyarakat yang ingin menjalani gaya hidup melebihi kemampuan finansial
mereka. Masyarakat menggunakan kartu kredit untuk berbelanja karena terbatasnya uang
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
191 http://sosains.greenvest.co.id
yang dimiliki. Penggunaan kartu kredit ini berarti berbelanja dengan uang yang diharapkan
akan Dalam ekonomi Islam, inflasi dibagi menjadi tiga Natural Inflation, Human Error
Inflation dan Expected Inflation. Natural Inflation terjadi tanpa campur tangan manusia,
misalnya, akibat bencana alam. Human Error Inflation, di sisi lain, disebabkan oleh
kesalahan manusia, seperti korupsi, pajak tinggi, atau pencetakan uang berlebih. Expected
Inflation, inflasi yang Diharapkan mengakibatkan peningkatan permintaan dan
pertambahan jumlah uang yang beredar. Apabila individu meyakini bahwa inflasi akan
tinggi pada tahun ini, mereka akan menghabiskan uang mereka untuk membeli dan
menyimpan berbagai barang, terutama properti dan emas, sebagai upaya untuk mencegah
inflasi. Dengan demikian, terjadilah inflasi. Faktor lain yang dapat memicu inflasi adalah
perilaku egois masyarakat yang ingin menjalani gaya hidup melebihi kemampuan finansial
mereka. Masyarakat menggunakan kartu kredit untuk berbelanja karena terbatasnya uang
yang dimiliki. Penggunaan kartu kredit ini berarti berbelanja dengan uang yang diharapkan
akan diterima di masa depan. Hal ini menimbulkan peningkatan jumlah uang yang beredar
melebihi pemasukan penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya inflasi.
Kebijakan Moneter
Peran pemerintah memiliki signifikansi besar dalam perekonomian, terutama dalam
upaya menciptakan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Melibatkan diri dalam
menciptakan lapangan pekerjaan, terjadinya pengurangan kemiskinan, perkembangan
ekonomi berkelanjutan, mencapai kesejahteraan ekonomi, dan menaikkan standar
kehidupan. Pemerintah wajib membenarkan bahwa pembangunan ekonomi memberikan
manfaat kepada seluruh masyarakat, bukan hanya sebagian kecil yang kaya. Tanggung
jawab pemerintah melibatkan penerapan aspek-aspek Islam dalam berbagai aspek
kehidupan, serta dalam ranah perekonomi, melalui kebijakan positif dan tindakan ketat.
Dalam sektor ekonomi, pemerintah perlu memastikan bahwa semua warga memiliki
kebutuhan dasar terpenuhi, menciptakan lapangan pekerjaan, memudahkan akses ke
sumber daya ekonomi, dan menegakkan nilai-nilai Islam ketika menetapkan harga serta
melakukan pembayaran transfer untuk memastikan distribusi pendapatan dan kekayaan
yang adil dan merata.
Semua aspek di atas memerlukan penerapan kebijakan ekonomi yang cermat oleh
pemerintah. Kebijakan fiskal dan moneter muncul sebagai dua kebijakan utama di bidang
ekonomi. Penggunaan bank sentral sebagai alat pengaruh terhadap pemasukan, kesempatan
kerja, dan tingkat harga dikenal sebagai kebijakan moneter. Dalam buku "Teori Ekonomi
Makro," Prathama Rahardja dan Mandala Manurung menyatakan bahwa ini adalah upaya
untuk mengendalikan perekonomian makro agar sama dengan kondisi yang di harapkan
dengan mengubah jumlah nilai mata uang yang beredar (Pratama, 2010). Reksoprayitno,
(2000) menyatakan bahwa segala repon pemerintah bertujuan agar memengaruhi
perekonomian melalui menambahnya atau mengurangi jumlah uang yang beredar, yang
dikenal sebagai kebijakan moneter.
Jadi, kebijakan moneter merupakan bagian dari langkah-langkah yang dibuat oleh
pemerintah untuk mengatur jumlah nilai tukar uang yang beredar, baik dengan menambah
atau mengurangkannya, sekaligus membantu menjaga stabilitas perekonomian. Selain
memperbaiki sektor riil, sangat penting untuk menghilangkan kesalahpahaman mengenai
masalah uang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dan negara-negara lain sebenarnya
disebabkan oleh dua penyebab utama yang berkaitan dengan masalah uang (Lamia Karim,
2008). Menambah atau mengurangi jumlah nilai tukar uang yang beredar merupakan salah
satu cara untuk mengatur jumlah uang dalam masyarakat. Kebijakan moneter terbagi
menjadi dua jenis:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Novita Ramadhani, Anggy Sthela Oktaviany, Muhammad Arkaan Satria Utama
192
Adalah langkah kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah nilah tukar
uang beredar, agar memastikan kelancaran siklus perekonomian. Kebijakan ini juga
berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun dengan risiko kenaikan inflasi,
sambil memperkuat daya beli dan permintaan masyarakat. Selain itu, kebijakan ini
mampu mengurangi tingkat pengangguran di sebuah negara.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif
Adalah upaya kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat inflasi negara. Fokus
kebijakan ini adalah mengurangi jumlahnilai tukar uang yang beredar di perekonomian.
Bank sentral menciptakan kebijakan ini agar dapat menjaga stabilitas jumlah uang di
masyarakat. Sasaran utama bagian dari mengurangi jumlah nilai tukar uang beredar dan
membuat pemberian kredit lebih sulit. Menurut Karim, (2007) bank sentral dapat
mengatasi inflasi melalui empat cara, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Mengatur jumlah uang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah, seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SPBU (Surat Berharga
Pasar Uang).
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Memberikan fasilitas kredit atau simpanan kepada bank dengan tingkat
diskonto sesuai kebijakan moneter. Tingkat diskonto yang tinggi atau rendah
mempengaruhi permintaan kredit bank.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Mengendalikan jumlah uang beredar dengan mengatur cadangan yang wajib
di amankan di bank oleh pemerintah. Terdiri dari cadangan primer dan cadangan
sekunder.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Mengontrol jumlah uang beredar dengan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya adalah meminta bank untuk berhati-hati dalam memberikan
kredit.
Uang memegang peran sentral dalam ekonomi Islam, dan stabilitas uang harus
diutamakan. Meskipun pasar terbuka dikritik dalam konteks ekonomi Islam,
terutama terkait tingkat diskonto yang masih melibatkan bunga, instrumen ini
menjadi fokus perdebatan apakah bisa disesuaikan sebagai alat keuangan Islam.
Mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan hukum islam, menurut yang
sesuai dengan hukum islam, menurut Chapra (2000, halaman. 173-182), harus mencakup
enam komponen;
1. Target Perkembangan M dan Mo
Bank Sentral perlu menghitung perkembangan peredaran uang (M) setiap tahun
sama dengan tujuan ekonomi nasional. Perkembangan M ini sangat berkaitan dengan
pertumbuhan Mau (High Powered Money), yang merujuk pada uang yang
didistribusikan dan didepositkan di Bank Sentral. Bank Sentral perlu memantau dengan
teliti peningkatkan modal yang diberikan kepada pemerintah, Bank Komersial, dan
lembaga keuangan sama dengan proporsi yang telah ditentukan berdasarkan kondisi
ekonomi dan sasaran dalam perekonomian islam. Dana mudharabah dapat dijadikan
oleh Bank Sentral sebagai instrumen kualitatif dan kuantitatif untuk mengatur kredit.
2. Saham Publik terhadap Deposito Atas Untuk Uang Giral (Public Share of Demand
Deposit)
Fungsi alat ini mirip dengan pasar terbuka, di mana Bank Sentral
mempengaruhi Bank Komersial secara langsung melalui transfer persyaratan
simpanan pemerintahan atau dari Bank-Bank Komersial
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
193 http://sosains.greenvest.co.id
3. Statutory Reserve Requirement
Alat ini memiliki relevansi dalam ekonomi Islam karena tidak melibatkan tingkat
diskonto dan operasi pasar terbuka. Bank Komersial diwajibkan untuk memiliki
cadangan wajib di Bank Sentral sebagai jaminan atas deposit dan untuk mendukung
likuiditas bank. Sebagai gantinya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikenakan
kepada Bank Komersial untuk mobilisasi dana. Dana yang diterima oleh Bank Sentral
melalui statutory reserve requirement memiliki dua tujuan, salah satunya adalah sebagai
cadangan terakhir bagi penerima pinjaman. Meskipun Bank Komersial Islam beroperasi
dengan sumber keuangan berbasis kerjasama bagi hasil yang sulit diprediksi, terdapat
situasi di mana mereka memerlukan bantuan dari Bank Sentral. Oleh karena itu, Bank
Sentral dapat meningkatkan cadangan melalui pool cadangan yang melibatkan sejumlah
bank.
4. Pembatasan Kredit
Penetapan batas skor kredit maksimum oleh Bank Komersial bertujusn untuk
memastikan bahwa pencipta total kredit sesuai dengan target moneter. Bergabung hanya
pada persyaratan cadangan memberikan kemudahan pada Bank Sentral untuk mengatur
uang berenergi tinggi, namun tidak menjamin sukses dalam manajemen mata uang. Hal
ini karena ekspansi kredit dapat melebihi target yang ditetapkan. Keadaan ini timbul
karena aliran dana ke sistem perbankan diperkirakan berasal dari pertukaran antara
Bank Sentral dan Bank Umum, sementara sulit menentukan aliran dana dari sumber lain
yang akurat. Tidak jelasan antara hubungan rasio cadangan Bank Umum dan ekspansi
kredit juga menjadi faktor yang mempengaruhi. Secara singkat, perilaku jumlah uang
beredar mencerminkan interaksi kompleks dari berbagai faktor internal dan eksternal,
sehingga penetapan batas kredit menjadi langkah terbaik.
5. Alokasi Kredit yang Berorientasi Tujuan
Pemanfaatan distribusi pembiayaan bank menjadi sarana yang optimal bagi
semua pelaku usaha yang bertujuan untuk agar mengasilkan sebuah barang dan jasa
yang dipergunakan serta didistribusikan ke seluruh lapisan masyarakat. Namun,
pelaksaan ini menjadi kompleks karena mayoritas dana yang terkumpul melalui bisnis
perbankan umum berasal dari penabung kecil, tetapi lebih difokuskan kepada pemberian
pinjaman kepada pengusaha termuka. Keengganan industri perbankan memberikan
kredit kepada usaha kecil muncul karena meningkatkan risiko pengeluaran pembiayaan
untuk usaha kecil. Dampaknya adalah sulitnya usaha kecil mendapatkan pembiayaan
dari perbankan., meskipun bank bersedia menyediakan dana dengan syarat-syarat yang
sulit, terutama terkait persyaratan agunan. Dalam situasi ini, kelangsungan hidup usaha
kecil diperkirakan terancam, meskipun sebenarnya usaha keciol memiliki potensi untuk
meningkatkan produksi, memperluas peluang kerja, dan mendukung distribusi
pendapatan.
6. Teknik Lain
Teknik kualitatif dan kuantitatif yang telah dijelaskan perlu ditambahkan dengan
alat-alat lain guna mencapai tujuan, serta masuk kedalamnya himbuan moral.
Berdasarkan bibliografi perbankan Islam, terdapat subsitusi instrumen kebijakan yang
digunakan oleh Bank Sentral, sebagaimana diuraikan oleh Machmud dan Rukmana
pada halaman 48.
KESIMPULAN
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Novita Ramadhani, Anggy Sthela Oktaviany, Muhammad Arkaan Satria Utama
194
Kebijakan moneter, bertujuan agar dapat meningkatkan kemakmuran penduduk
masyarakat yang dipimpin oleh otoritas moneter, terutama Bank Sentral, bertujuan utama
menjaga stabilitas nilai tukar uang, memperlancar produksi, dan mendukung pembangunan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bank Sentral, contohnya Bank
Indonesia, memiliki peran krusial dalam menerapkan kebijakan moneter guna mencapai
stabilitas nilai tukar dan mengendalikan tingkat inflasi.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter menggunakan berbagai instrumen seperti
operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, rasio cadangan wajib, dan moral suasion.
Tujuannya adalah mencapai perubahan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, distribusi
pendapatan yang adil, serta keseimbangan neraca pembayaran.
Dalam konteks ekonomi Islam, diperlukan instrumen kebijakan moneter sesuai
prinsip syariah, tanpa melibatkan bunga (riba) dalam transaksi. Beberapa instrumen
konvensional masih dapat digunakan, seperti reserve requirement, plafon kredit, dan
distribusi pembiayaan berorientasi tujuan.
Pentingnya kebijakan moneter juga tercermin dalam pengendalian inflasi, yang
mempengaruhi perekonomian secara signifikan. Pengendalian inflasi dilaksanakan dengan
mengatur jumlah uang beredar, mengendalikan nilai tukar mata uang, serta menetapkan
target inflasi dalam jangka pendek dan menengah.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Rifda Zahra, & Setiawan, Achma Hendra. (2012). Analisis Bantuan Modal dan
Kredit Bagi Kelompok Pelaku Usaha Mikro oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota
Semarang (Studi Kasus: KPUM Di Kelurahan Pekunden, Kecamatan Semarang
Tengah). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Alwaris, Sri Ayu Andari Putri, & Hasan, Nugraha. (2023). Adopsi Nilai-Nilai Islam pada
Instrumen Kebijakan Moneter dalam Mengontrol Peredaran Uang. Kunuz: Journal
of Islamic Banking and Finance, 3(1), 6577.
Arianto, Bambang. (2020). Dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian dunia.
Jurnal Ekonomi Perjuangan, 2(2), 106126.
Firdaus, Ahmad Heri, Listiyanto, Eko, Talattov, Abra P. G., & Taufikurahman, M. Rizal.
(2020). Kajian tengah tahun INDEF 2020: Menata arsitektur ekonomi pasca
pandemi. INDEF.
Gunawan, Agus, Uyuni, Yuyun Rohmatul, & Fauzi, Muhamad. (2022). Improving
Education Quality Through Madrasa Committee Management in Indonesia.
International Journal of Emerging Issues in Islamic Studies, 2(1), 117.
Harahap, Yuli Rahmadani, Lubis, Delima Sari, & Zein, Aliman Syahuri. (2020).
Efektivitas Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona-
19. Journal of Islamic Social Finance Management, 1(1), 7687.
Karim, Adiwarman A. (2007). Ekonomi Makro Islami Edisi Kedua.
Karim, Lamia. (2008). Demystifying micro-credit: the Grameen Bank, NGOs, and
neoliberalism in Bangladesh. Cultural Dynamics, 20(1), 529.
Kemu, Suparman Zen, & Ika, Syahrir. (2016). Transmisi BI Rate sebagai Instrumen untuk
Mencapai Sasaran Kebijakan Moneter. Kajian Ekonomi Dan Keuangan, 20(3), 261
284.
Latifah, Nur Aini. (2015). Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi Syariah. Jurnal
Ekonomi Modernisasi, 11(2), 124134.
Mahendra, Opi Chanty. (2019). Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai Dan Inflasi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Medan.
Nezky, Mita. (2013). Pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat terhadap bursa saham dan
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
195 http://sosains.greenvest.co.id
perdagangan Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 15(3), 89103.
Pratama, Billy Arma. (2010). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
penyaluran kredit perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun
2005-2009). UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Reksoprayitno, Soediyono. (2000). Ekonomi Makro: analisis IS-LM dan permintaan-
penawaran agregatif.
Warjiyo, Perry. (2017). Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia (Vol. 11).
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Wicaksana, Achmad Adnan Fauzi, & Sukmana, Raditya. (2018). Inflasi Di Indonesia Pada
Periode 2011-2015: Analisis Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia
Syariah, Pasar Uang Antar Bank, Pasar Uang Antar Bank Syariah, Finance To
Deposit Ratio Dan Loan To Deposit Ratio. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan
Terapan, 5(12).
Yanti, Yuliana Wahyu Tri Fidia, & Soebagyo, Daryono. (2022). Analisis Pengaruh Jub,
Suku Bunga, Dan Nilai Tukar Terhadap inflasi di Indonesia tahun 2005-2021. Jurnal
Ekonomi Pembangunan STIE Muhammadiyah Palopo, 8(2), 249264.
Yuliani, Wiwin. (2018). Metode penelitian deskriptif kualitatif dalam perspektif bimbingan
dan konseling. Quanta, 2(2), 8391.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License.