179 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 4 NOMOR 2 2024
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
KONFLIK KEPENTINGAN DALAM IMPLEMENTASI
PEMBANGUNAN WISATA RELIGI DI DESA BOGORAN
Putri fadhilah Helmi
Universitas Sains Al-Qur’an, Indonesia
Email: putrih[email protected]
Kata kunci:
Conflict of
Interest,
Resolution,
Implementation,
Religious Tourism
ABSTRAK
Latar Belakang : Konflik kepentingan dalam implementasi pembangunan wisata religi
di Desa Bogoran menjadi hal yang menarik untuk diteliti karena konflik terjadi antara
pemerintah desa dengan masyarakat yang dimotori oleh Pemuda karena perbedaan
kepentingan. Pemerintah desa memiliki kepentingan politik kekuasaan sedangkan
masyarakat memiliki kepentingan ekonomi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik kepentingan yang
terjadi, resolusi konflik, dan menganalisis implementasi pembangunan wisata
religi di Desa Bogoran, kecamatan Sapuran, Wonosobo.
Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara, observasi,
dan dokumentasi.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pembangunan
wisata religi di Desa Bogoran, terjadi konflik antara masyarakat dengan
pemerintah desa. Konflik ini yang menyebabkan pembangunan menjadi tidak
ideal sesuai dengan teori implementasi menurut Edward III. Namun konflik
ini akhirnya bisa diselesaikan meskipun pembangunan tetap dilaksanakan
tanpa keterlibatan pemerintah desa.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terjadi konflik
dalam implementasi pembangunan wisata religi. Konflik tersebut menurut
teori Lewis A. Coser disebabkan kekecewaan dari masyarakat terhadap
pemerintah desa yang tidak merespon keinginan masyarakat. Selanjutnya
konflik disebabkan karena perbedaan kepentingan. Dan diselesaikan dengan
musyawarah. Adapun implementasi dari pembangunan ini menggunakan
swadaya masyarakat baik dari tenaga, pikiran, maupun biaya, dan tanpa
melibatkan pemerintah desa.
ABSTRACT
Background: Conflicts of interest in the implementation of religious tourism
development in Bogoran Village are interesting to be examined because conflicts occur
between the village government and the community led by youth due to differences in
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Putri fadhilah Helmi 180
Keywords:
Conflict of Interest,
Resolution,
Implementation,
Religious Tourism
interests. Village governments have power politics while communities have economic
interests.
Purpose: This study aims to determine conflicts of interest that occur, conflict
resolution, and analyze the implementation of religious tourism development in
Bogoran Village, Sapuran District, Wonosobo.
Method: The method used in this study is a qualitative descriptive method with data
collection methods of interviews, observations, and documentation.
Results: The results of this study show that in the development of religious tourism in
Bogoran Village, there is a conflict between the community and the village government.
This conflict causes development to be not ideal in accordance with the theory of
implementation according to Edward III. However, this conflict was eventually resolved
even though development was carried out without the involvement of the village
government.
Conclusion: The conclusion of this study is that there is a conflict in the implementation
of religious tourism development. The conflict according to Lewis A. Coser's theory was
caused by disappointment from the community with the village government that did not
respond to the wishes of the community. Furthermore, conflicts are caused due to
differences in interests. And it was resolved by deliberation. The implementation of this
development uses non-governmental organizations both from energy, thought, and cost,
and without involving the village government
PENDAHULUAN
Dalam rangka mewujudkan desa yang mandiri, demokrasi dan sejahtera, Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang merupakan
instrumen baru kombinasi antara dua hal yaitu inisiatif lokal dari bawah dan respon
kebijakan (Lindawaty, 2023; Nomor, 6AD). Undang-Undang tersebut menjadi semangat
bagi masyarakat desa untuk berlomba-lomba mencari ide dan gagasan memajukan desa
dengan inovasi-inovasi baru.
Dorongan untuk memajukan desa tentunya lahir dari berbagai faktor yang
melatarbelakanginya, terutama faktor ekonomi. Kondisi ekonomi desa menjadi faktor
terbesar masyarakat berinovasi untuk mentransformasikan desa menjadi lebih maju.
Begitupun masyarakat Desa Bogoran (Kehik & Mael, 2017; Saphira, 2022). Kondisi
ekonomi menjadi faktor utama yang melatarbelakangi lahirnya gagasan menjadikan
potensi desa sebagai salah satu sumber ekonomi yang menguntungkan Masyarakat (Habib,
2021; Sukmawan & Kholifah, 2024).
Desa Bogoran mengalami penurunan Indeks Desa Membangun (IDM) yang drastis.
Pada Tahun 2020, Indeks Desa Membangun Desa Bogoran adalah 0,7500, di mana itu
masuk ke dalam kategori desa yang maju. Namun pada tahun 2022, Indeks Desa
Membangun Desa Bogoran mengalami penurunan yaitu 0,6948, di mana kategori Desa
Bogoran juga menjadi berubah yang semula maju kembali menjadi desa berkembang.
Adapun salah satu komposit dari Indeks Desa Membangun adalah Indeks Ketahanan
Ekonomi (IKE) yang dari tahun 2020 sampai 2022 tetap statis di angka 0,5833, di mana itu
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
181 http://sosains.greenvest.co.id
masih dalam kategori tertinggal (Nugroho, 2018; Santoso, Muntasib, Kartodihardjo, &
Soekmadi, 2015). Artinya peningkatan ekonomi memang menjadi urgensi dari Desa
Bogoran.
Gagasan tentang dibangunnya Wisata Religi pertama kali digagas oleh salah satu
anggota organisasi Pemuda Dusun Wadas Desa Bogoran bernama Udiyanto. Pemuda
Dusun Wadas adalah sebuah organisasi di Dusun Wadas yang beranggotakan seluruh
pemuda dari umur 17-45 tahun di Dusun Wadas. Ia melihat potensi keindahan alam curug
Mandiran yang terletak di Dusun Wadas, Desa Bogoran ini dapat menjadi sumber
peningkatan ekonomi apabila dijadikan wisata. Ditambah adanya makam leluhur Dusun
Wadas, Desa Bogoran yang merupakan seorang pangeran sekaligus ulama atau syeikh dari
Kesultanan Mataram bernama Raden Cokrohadikusumo atau dikenal oleh masyarakat desa
dengan nama Mbah Mandir yang bersemayam di dekat curug Mandiran juga dapat
dijadikan tempat peziarahan yang memiliki nilai spiritual dan religi yang kuat.
Namun rencana ini tidak melibatkan pemerintah desa. Hal ini dilatarbelakangi
kekecewaan pemuda dusun dengan kinerja pemerintah desa, diantaranya, Pemerintah tidak
transparan dan tidak memberikan keterangan apapun ketika ditanya terkait kas sewa tratag
desa, padahal masyarakat berhak tahu apakah pelaksanaan penyewaan tratag sebagai salah
satu usaha milik desa tersebut untung atau rugi karena hasilnya akan kembali untuk
pembangunan. Dari kekecewaan tersebut, Pemuda bermaksud untuk mandiri melakukan
perencanaan pembangunan wisata religi di Dusun Wadas, Desa Bogoran. Sehingga konflik
pun terjadi.
Penelitian ini menganalisis bagaimana konflik kepentingan terjadi dalam
implementasi pembangunan wisata religi, penyelesaiannya, dan bagaimana pembangunan
diimplementasikan tanpa keterlibatan pemerintah desa (Iskandar, 2020). Dengan tujuan,
mengetahui konflik kepentingan yang terjadi, penyelesaian atau resolusi konflik, dan
implemnetasi pembangunan wisata religi di Desa Bogoran.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang
menggambarkan penelitian secara jelas sesuai dengan kenyataan di lapangan (Yuliani,
2018). Objek dari penelitian ini adalah pembangunan wisata religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan
menggunakan metode pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teori
yang digunakan adalah teori konflik menurut Lewis A. Coser yang menganalisis penyebab
konflik dari ebberapa sebab. Teori resolusi konflik menurut Ralf Dahrendolf yang
membagi penyelesaian dalam tiga jenis yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Ada pula
penyelesaian konflik dengan budaya lokal yaitu musyawarah mufakat sesuai sila ke-4
Pancasila (Fadli, 2021). Dan teori implementasi dari Edward III, yang menganalisis
implementasi dari empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, birokrasi, dan disposisi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Bogoran, khususnya Dusun Wadas adalah dusun yang memiliki potensi wisata
religi, terdiri dari wisata alam Curug Mandiran dan Makam leluhur yang memiliki nilai
sejarah dan spiritual. Masyarakat Dusun Wadas melihat ini sebagai sebuah anugerah dari
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Putri fadhilah Helmi 182
Sang Pencipta yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu solusi membangkitkan nilai-
nilai yang ada di masyarakat, terutama ekonomi. Kesadaran masyarakat akan urgensi
adanya alternatif membangkitkan kondisi ekonomi sudah bergaung sejak lama. Maksud
masyarakat ini juga sudah disampaikan secara struktural melalui birokrasi yang ada di desa.
Respon pemerintah desa dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat tersebut menjadi hal
yang ditunggu.
Sampai di tahun 2020, belum ada respon dari pemerintah desa terkait aspirasi
pemanfaatan potensi wisata religi yang ada di Dusun Wadas tersebut. Kemudian untuk
pertama kalinya gagasan pembangunan wisata religi disampaikan oleh Ketua Pemuda
Dusun Wadas secara langsung dalam forum musyawarah yang diselenggarakan oleh
Pemuda Dusun Wadas dalam rangka menyampaikan maksud rencana pembangunan wisata
religi dan meminta pandangan dari masyarakat Dusun Wadas Desa Bogoran. Forum
musyawarah ini dilaksanakan pada tanggal 30 September 2020 di balai dusun Wadas dan
dihadiri oleh ketua dan anggota Pemuda Dusun Wadas, tokoh masyarakat, dan masyarakat
Dusun Wadas.
Alasannya, dijelaskan oleh ketua Pemuda Dusun Wadas, Udiyanto, dilatarbelakangi
konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah desa. Konflik tersebut berupa
kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Seperti yang sudah dijelaskan di atas,
keinginan masyarakat atas pemanfaatan potensi wisata ini sudah disampaikan kepada
pemerintah desa beberapa kali. Namun, sama sekali tidak ada respon dari pihak pemerintah
desa.
Selain itu, Hal ini dilatarbelakangi kekecewaan pemuda dusun dengan kinerja
pemerintah desa, diantaranya, Pemerintah tidak transparan dan tidak memberikan
keterangan apapun ketika ditanya terkait kas sewa tratag desa, padahal masyarakat berhak
tahu apakah pelaksanaan penyewaan tratag sebagai salah satu usaha milik desa tersebut
untung atau rugi karena hasilnya akan kembali untuk pembangunan. Berdasarkan teori
Lewis A. Coser, konflik realistis disebabkan karena adanya kekecewaan atas tuntutan-
tuntutan yang tidak terwujud yang ditujukan khusus oleh kelompok berkepentingan pada
objek yang dianggap mengecewakan. Seperti halnya yang terjadi, kekecewaan pemuda
terhadap pemerintah desa menjadi penyebab konflik antara keduanya, melebar menjadi
konflik masyarakat Dusun Wadas dengan pemerintah Desa. Dari konflik tersebut, pemuda
Dusun Wadas sebagai penyelenggara musyawarah memutuskan untuk tidak melibatkan
pemerintah desa dalam pembahasan ini. Dari musyawarah yang dilaksanakan tersebut,
masyarakat Dusun Wadas mendukung penuh dengan gagasan pembangunan wisata religi
di Dusun Wadas. Dan karena tidak ada respon dari pemerintah Desa selama ini, maka
disepakati bahwa pembangunan ini akan dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Dusun
Wadas yang dimotori oleh Pemuda Dusun Wadas.
Mengetahui adanya musyawarah rencana pembangunan wisata religi, barulah
pemerintah desa yang dikepalai oleh Bapak Tugiyantoro memanggil Udiyanto dan Agus
Rame selaku Ketua panitia dan wakil sekaligus pelopor ide pembangunan untuk membahas
hal tersebut. Namun, berdasarkan keterangan BPD, Bapak Sabar, pertemuan ini justru
menjadi penyebab konflik selanjutnya, yaitu perbedaan kepentingan antara pemerintah
desa dengan masyarakat Dusun Wadas yang dimotori oleh pemuda Dusun Wadas.
Perbedaan kepentingan yang dimaksud adalah, di mana pemerintah desa selama ini tidak
merespon adanya gagasan pembangunan wisata religi karena penggagasnya bukan berasal
dari pendukung Kepala Desa beserta jajarannya yang saat ini sedang duduk di pemerintah
desa, penggagas tersebut yaitu tokoh-tokoh pemuda Dusun Wadas yang pada saat
pemilihan kepala desa memiliki keberpihakan politik yang berbeda, dan pembangunan
wisata religi ini bukan merupakan produk kebijakan pemerintah desa, serta tidak
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
183 http://sosains.greenvest.co.id
diprogramkan dalam APBDes berdasarkan keinginan masyarakat untuk peningkatan
ekonomi.
Perbedaan kepentingan ini menjadi sebab munculnya konflik kedua, di mana
pemerintah desa memiliki kepentingan politik kekuasaan sedangkan masyarakat Dusun
wadas yang dimotori pemuda memiliki kepentingan ekonomi yang karena kekecewaan
yang ditimbulkan di awal. Merujuk pada teori konflik, dalam hal ini, konflik yang terjadi
antara pemerintah desa dan pemuda disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan. Di
mana pemerintah desa memiliki kepentingan politik, sedangkan pemuda memiliki
kepentingan ekonomi bersama masyarakat. Kepentingan ini tidak menemukan titik temu
untuk bisa sejalan hingga saat ini.
Sesuai dengan teori resolusi konflik menurut teori Ralf Dahrendolf. Penyelesaian
konflik dapat menggunakan tiga cara, yaitu konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. Konsiliasi
sendiri adalah upaya penyelsaian konflik yang berusaha mempertemukan kedua belah
pihak yang berkonflik untuk menemukan jalan keluar bersama yang disepakati. Resolusi
konflik yang satu ini sesuai dengan yang terjadi di dalam konflik pembangunan ini. Adapun
metode yang dipakai juga dilandaskan pada salah satu sila pancasila, yaitu sila ke empat.
Nilai yang diambil adalah memutuskan suatu perkara atau masalah dengan musyawraah
mufakat.
Berdasarkan teori implementasi menurut Edward III, implementasi sebuah kebijakan
atau program dianalisis berdasarkan empat faktor, yaitu komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan birokrasi (Subekti, Faozanudin, & Rokhman, 2017).
Yang pertama adalah komunikasi. Komunikasi antara pemerintah desa dengan
masyarakat Dusun Wadas terutama pemuda dalam implementasi pembangunan wisata
religi ini kurang lancar. Sejak awal, aspirasi yang masuk ke pemerintah desa terkait wisata
religi ini tidak diakomodir dan tidak mendapat respon dari pemerintah desa. Selanjutnya,
karena kekecewaan dan perbedaan kepentingan, tentunya berdampak pada komunikasi
yang terjalin (Syarif & Unde, 2014).
Menurut teori Edward III, sumber daya dalam sebuah implementasi program,
meliputi empat komponen, yaitu, staf yang cukup baik jumlah maupun kualitas, informasi
yang dibutuhkan guna mengambil keputusan, kewenangan yang cukup untuk
melaksanakan tugas, dan fasilitas yang mumpuni (Setyawan & Srihardjono, 2016). Adapun
dalam implementasi pembangunan wisata religi ini, sumber daya manusia cukup baik
karena berasal dari swadaya masyarakat yang bergotong-royong membangun Pahlewi,
Purnamasari, & Gumilar, (2020), di mana ini sangat mendukung jumlah atau kuantitas dari
SDM yang diperlukan. Adapun kualitas SDM diperoleh dari tenaga-tenaga ahli yang
memang dibayar untuk merancang dan membangun wisata religi ini. Kekurangannya
adalah pada bagian kewenangan dan fasilitas. Di mana karena pembangunan ini dilakukan
tanpa melibatkan pemerintah desa, tentunya kewenangan dan fasilitas tersebut terbatas.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terjadi konflik dalam pembangunan
wisata religi di Desa Bogoran yang terjadi antara masyarakat yang dimotori pemuda dengan
pemerintah desa. Hal ini disebabkan kekecewaan pemuda dengan kinerja pemerintah desa
yang tidak merespon aspirasi masyarakat kaitannya karena ada unsur perbedaan pandangan
politik dan kepentingan. Hal ini membuat masyarakat memutuskan membangun wisata
religi tanpa melibatkan pemerintah. Selanjutnya, konflik diselesaikan dengan musyawarah
dari pihak-pihak yang berkonflik. Meskipun sebenarnya hasil dari musyawraah tersebut
tetap, bahwa masyarakat tidak akan melibatkan pemerintah desa. Kemudian implementasi
pembangunan menggunakan swadaya masyarakat baik dari unsur materi maupun non
materi. Satu-satunya tujuan dari masyarakat terlepas dari kepentingan pemerintah desa
Konflik Kepentingan dalam Implementasi
Pembangunan Wisata Religi di Desa Bogoran,
Kecamatan Sapuran, Wonosobo
2024
Putri fadhilah Helmi 184
adalah meningkatkan ekonomi dan melestarikan makam leluhur dengan adanya
pembangunan wisata religi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fadli, Muhammad Rijal. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif.
Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 21(1), 3354.
Habib, Muhammad Alhada Fuadilah. (2021). Kajian teoritis pemberdayaan masyarakat dan
ekonomi kreatif. Ar Rehla: Journal of Islamic Tourism, Halal Food, Islamic
Traveling, and Creative Economy, 1(2), 82110.
Iskandar, A. Halim. (2020). SDGs desa: percepatan pencapaian tujuan pembangunan
nasional berkelanjutan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kehik, Bernardus Seran, & Mael, Medan Yonathan. (2017). Analisis Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam Peningkatan Perekonomian Masyarakat Petani di Desa
Usapinonot. Agrimor, 2(04), 5962.
Lindawaty, Debora Sanur. (2023). Pembangunan Desa Pasca Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa [Village Development Post Law No. 6 of 2014 on Villages].
Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan
Internasional, 14(1), 121.
Nomor, Undang Undang. (6AD). tahun 2014 tentang Desa.
Nugroho, Hanantyo Sri. (2018). Menimbang Pentingnya Penguatan Kelembagaan
Pemerintahan Desa. Journal of Governance, 3(1).
Pahlewi, Diena, Purnamasari, Hanny, & Gumilar, Gun Gun. (2020). Implementasi
Kebijakan Pembangunan Objek Wisata Religi Tajug Gede Cilodong Kabupaten
Purwakarta Menggunakan Model Donald van Metter Dan Carl van Horn. Dinamika:
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 7(3), 412423.
Santoso, Heri, Muntasib, EKSH, Kartodihardjo, Hariadi, & Soekmadi, Rinekso. (2015).
Peranan dan kebutuhan pemangku kepentingan dalam tata kelola pariwisata di
Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Forestry Research, Development and
Innovation Agency.
Saphira, Khoirunnisa. (2022). Transformasi Sosial Keagamaan Masyarakat Desa
Karanganyar Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Socio Religia,
2(1).
Setyawan, Dody, & Srihardjono, Nanang Bagus. (2016). Analisis Implementasi Kebijakan
Undang-Undang Desa Dengan Model Edward III Di Desa Landungsari Kabupaten
Malang. Reformasi, 6(2).
Subekti, Mening, Faozanudin, Muslih, & Rokhman, Ali. (2017). Pengaruh komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap efektifitas implementasi
program bantuan operasional sekolah pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Negeri
di Kecamatan Tambak. The Indonesian Journal of Public Administration (IJPA),
3(2), 5871.
Sukmawan, Yoga Dedy, & Kholifah, Emy. (2024). Konflik Kepentingan dalam
Penyelenggaraan Pageant Serta Hubungannya dengan Pengembangan Pariwisata.
Pubmedia Social Sciences and Humanities, 1(3).
Syarif, Ahmad, & Unde, Andi Alimuddin. (2014). Pentingnya komunikasi dan informasi
pada implementasi kebijakan penyelenggaran penanggulangan bencana di Kota
Makassar. KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi, 142152.
Yuliani, Wiwin. (2018). Metode penelitian deskriptif kualitatif dalam perspektif bimbingan
dan konseling. Quanta, 2(2), 8391.
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
185 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License.