167 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 4 NOMOR 2 2024
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
PROSES PEMBENTUKAN KONFRIMTAS DALAM
PENDAMPINGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
DI KOTA TANJUNGPINANG
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Indonesia
Kata kunci:
Konformitas,
Penyimpangan,
Kriminalitas,
ABSTRAK
Latar Belakang : Anak yang mendapat hukuman penjara dan telah mendapatkan bebas
bersyarat akan dikembalikan ke orang tua dan kembali lagi ke masyarakat. Sehingga
kembalinya anak berhadapan dengan hukum mengalami penyesuaian terhadap
lingkungan dan teman sebaya.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pembentukan
konformitas dalam pendampingan anak berhadapan dengan hukum di Kota
Tanjungpinang.
Metode: Metode dalam penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif .
Pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara, dokumentasi.
Hasil: Hasil penelitian proses ketaatan anak terbiasa melakukan sholat 5
waktu karena saat berada di penjara jika tidak melaksanakan sholat akan
mendapatkan saksi melalui tekanan tersebut anak menjadi taat. Anak juga
melakukan kesepakatan dengan cara metaati aturan batasan keluar malam.
Melalui proses memilih untuk melanjutkan pendidikan, mengikuti kegiatan
sosial dan memilih untuk bekerja. Bentuk kekompakan yang dilakukan anak
berhadapan dengan hukum (ABH) setelah kembali ke masyarakat dengan
cara membantu anggota keluarga dalam mengajar, yang mana lama-
kelamaan masyarakat sekitar percaya bahwa anak berhadapan dengan hukum
(ABH) dapat memberikan perubahan baru, masyarakat sekitar mulai
meminta kepada ABH untuk mengajarkan anak-anaknya juga. Informasional
yang dilakukan oleh pendamping kemasyakaratan (PK) dalam memberikan
Informasi kepada masyarakat bahwa penanaman nilai-nilai sangat perlu di
pertegas untuk meminimalisirkan tindak kriminal yang dilakukan.
Kesimpulan: Melalui proses memilih untuk melanjutkan pendidikan,
mengikuti kegiatan sosial dan memilih untuk bekerja. Bentuk kekompakan
yang dilakukan anak berhadapan dengan hukum (ABH) setelah kembali ke
masyarakat dengan cara membantu anggota keluarga dalam mengajar, yang
mana lama-kelamaan masyarakat sekitar percaya bahwa anak berhadapan
dengan hukum (ABH) dapat memberikan perubahan baru, masyarakat sekitar
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
168
Keywords:
Conformity,
Deviations,
Criminality
mulai meminta kepada ABH untuk mengajarkan anak-anaknya juga.
Informasional yang dilakukan oleh pendamping kemasyakaratan (PK) dalam
memberikan Informasi kepada masyarakat bahwa penanaman nilai-nilai
sangat perlu di pertegas untuk meminimalisirkan tindak kriminal yang
dilakukan
ABSTRACT
Background: Children who are sentenced to prison and have been released on parole
will be returned to their parents and returned to society. So that the return of children
facing the law to experience adjustments to the environment and peers.
Purpose: The purpose of this study is to find out how the formation of conformity in
child assistance vis-à-vis the law in Tanjungpinang City.
Method: Methods in research with a qualitative descriptive approach. Data collection
used observation, interviews, documentation.
Results: The results of the study of the process of obedience of children are accustomed
to praying 5 times because when they are in prison if they do not perform prayers will
get witnesses through this pressure the child becomes obedient. The child also deals with
the rules of limiting night outs. Through the process of choosing to continue education,
participate in social activities and choose to work. The form of cohesiveness carried out
by children facing the law (ABH) after returning to society by helping family members
in teaching, which over time the surrounding community believes that children facing
the law (ABH) can provide new changes, the surrounding community begins to ask ABH
to teach their children as well. Informational carried out by community assistance (PK)
in providing information to the community that the cultivation of values really needs to
be emphasized to minimize criminal acts committed
Conclusion: Through the process of choosing to continue education, participate in
social activities and choose to work. The form of cohesiveness carried out by children
facing the law (ABH) after returning to society by helping family members in teaching,
which over time the surrounding community believes that children facing the law (ABH)
can provide new changes, the surrounding community begins to ask ABH to teach their
children as well. Informational carried out by community assistance (PK) in providing
information to the community that the cultivation of values really needs to be emphasized
to minimize criminal acts committed
PENDAHULUAN
Konformitas merupakan kesesuaian tindakan dalam mematuhi acuan norma dan
menerimanya ataupun peraturan-peraturan suatu golongan yang memberikan aturan
mengenai cara seseorang bertingkah laku. Konformitas merupakan pergantian tindakan
agar dapat menyesuaikan bersama golongan yang dianutnya (Andriani, Simatupang, &
Riza, 2021). Dalam masyarakat, segala tindakan manusia dibatasi oleh aturan atau norma
untuk bertindak sesuai dengan apa yang dianggap baik oleh masyarakat (Hardiyanti,
Wahyuni, & Elsera, 2020). Dalam bukunya Patologi Sosial, Kartini Kartono menjelaskan
bahwa norma adalah kaidah, kaidah aturan, aturan yang diterima sepenuhnya oleh
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
169 http://sosains.greenvest.co.id
masyarakat untuk mengatur kehidupan dan perilaku sehari-hari agar hidup aman, yang
digambarkan sebagai tolok ukur (Kartono, 2008).
Dalam suatu tatanan sosial terdapat agen-agen sosialisasi yang mengontrol perilaku
individu dalam masyarakat. Hal ini mencakup keluarga. sekolah, kelompok bermain, dan
media massa (Widiyono, 2023). Keseluruhan dari adanya agen sosial dalam masyarakat di
tujukan sebagai pembentuk kepribadian individu. Sosialisasi yang tidak berjalan dengan
baik akan menghasilkan perilaku menyimpang. Akibat dari perilaku menyimpang individu
atau kelompok melakukan pelanggaran (Syaid, 2020). Perspektif normatif berpendapat
bahwa perilaku menyimpang mencakup segala jenis pola perilaku individu atau kelompok
yang tidak sesuai dengan kehendak masyarakat (Cohen, 1992). James W Van de Zanden
mengatakan dalam buku sosiologi suatu pengantar (2010) perilaku menyimpang adalah
perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat dan dianggap tercela dan diluar batas tolernasi
(Soekanto, 2007)
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa dan menjadi garden terdepan dalam
pembangunan. Dalam masyarakat, anak merupakan individu yang mulai berkembang dan
terlibat dengan lingkungan sosialnya, seperti keluara dan masyarakat. Sebagai individu
yang sedang berkembang perilaku anak tidak hanya melakukan perilaku yang baik tetapi
anak juga bisa melakukan perilaku menyimpang (Syaid, 2020).
Perilaku anak dianggap menyimpang karena melanggar norma sosial, aturan, atau
kebiasaan (Sulaiman, 2012). Anak yang melakukan kejahatan dapat dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal, faktor internal meliputi rendahnya pengendalian diri, dan
faktor eksternal berupa kondisi perekonomian yang buruk, perilaku kekerasan,
ketidakpedulian keluarga, dan penanaman nilai keagamaan (Karlina, 2020). Anak-anak
dalam keluarga yang dilanda konflik mengalami pengasuhan yang tidak memadai.
Kurangnya kasih sayang orang tua merupakan faktor yang berkontribusi signifikan
terhadap maraknya kekerasan terhadap anak di masyarakat. Kebanyakan anak yang
menunjukkan perilaku menyimpang dilahirkan dalam keluarga yang tidak harmonis. Mulai
dari keluarga broken home atau menjadi anak yatim piatu (Syaid, 2020). Para sosiolog
menjelaskan bahwa pergaulan bebas remaja merupakan gejala patologis sosial yang timbul
akibat pengabaian sosial sehingga berujung pada munculnya tingkah laku yang tidak
normal. Anak-anak yang putus sekolah seringkali menimbulkan munculnya permasalahan
sosial seperti perilaku menyimpang. Anak memiliki pemikiran yang belum stabil dan
mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan teman pergaulan. Banyaknya waktu luang yang
dimiliki generasi muda yang putus sekolah menyebabkan munculnya permasalahan sosial
seperti perilaku menyimpang.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak antara lain pencurian, pelecehan seksual, dan
perkelahian. Anak yang melakukan kejahatan pada dasarnya tidak memiliki kemampuan
untuk mengendalikan tindakannya. Kejahatan yang dilakukan anak disertai unsur-unsur
gampang terpengaruh dan rentan dalam melakukan hal perilaku meyimpang (Kartono,
2008). Untuk menghindari dari perilaku menyimpang maka anak harus memilih komunitas
yang postif. Tetapi dalam berinteraksi seorang anak juga ada yang mengikuti komunitas
negatif. Biasanya komunitas yang negatif menghasilkan perilaku kejahatan. Anak
berhadapan dengan hukum atau (ABH) adalah anak berumur 12 sampai 18 tahun. Anak-
anak yang bermasalah secara hukum dikirim ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
170
(LPKA) atau Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), bergantung pada keputusan akhir
pengadilan. Sementara itu, pembimbing masyarakat yang dipekerjakan oleh Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) memberikan bimbingan kepada warga binaan di luar lapas.
Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sangat penting dalam pembinaan narapidana,
termasuk anak di bawah umur yang dibebaskan bersyarat. Memberikan kesempatan kepada
anak untuk menyelesaikan masa hukumannya di luar LPKA atau lembaga pemasyarakatan
merupakan tujuan dari pembebasan bersyarat, terutama bila anak telah menyelesaikan
sekurang-kurangnya dua pertiga masa pembinaan. Pembebasan bersyarat akan diberikan
kepada anak-anak yang telah menyelesaikan dua pertiga dari hukuman yang ditugaskan
kepada mereka. Program ini dapat mencakup pendidikan, pelatihan keterampilan,
konseling, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk membimbing anak menuju
perubahan positif. BAPAS biasanya menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak-anak yang
ditahan. Mereka dapat melanjutkan pendidikan formal atau non-formal untuk memastikan
bahwa mereka tetap terlibat dalam kegiatan edukasi
Kunjungan keluarga dan konseling bagi anak-anak yang ditahan untuk tetap
terhubung dengan keluarga mereka. BAPAS dapat menyelenggarakan kunjungan keluarga
dan menyediakan layanan konseling untuk mendukung pemulihan anak dan hubungan
keluarga. Tujuan utama dari konformitas anak di BAPAS adalah untuk mempersiapkan
anak-anak agar dapat kembali ke masyarakat dengan cara yang positif. Ini melibatkan
upaya untuk membimbing mereka kembali ke kehidupan normal setelah menjalani sanksi
atau program rehabilitasi. berhadapan dengan hukum di Tanjungpinang dari tahun 2022-
2023 berjumlah 39 anak yang terdiri dari kasus yang berbeda-beda. Tindak pidana yang di
lakukan oleh anak laki-laki sebanyak 36 dan anak perempuan sebanyak 3 orang. Jenis kasus
yang dilakukan yaitu persetubuhan, narkotika, pencurian, penganiayaan, lakalantas, dan
ITE.
Kelurahan Tanjung Unggat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi
Kepulauan Riau, yang terdiri dari 9 rukun warga dan 43 rukun tetangga. Dengan luas
wilayah 10.50 KM2. Berdasarkan data dari kelurahan Tanjung Unggat Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjunpinang pada tahun 2018 adalah 16.288 jiwa dengan jumlah 4.701
kepala keluarga.
Nama Tanjung Unggat di catat dalam kitab sejarah seperti Tuhfat al-Nafis karya Raja
Ali Haji, Hikayat Negri Johor, dan Hikayat Johor serta Pahang yang di tulis pada abad ke-
19 yang berasal dari kebudayaan melayu riau. Sebagai pemukiman yang padat kelurahan
Tanjung. Mayoritas masyarakat kelurahan Tanjung Unggat merupakan suku melayu dan
mayoritas pemeluk agama Islam. Namun tak sedikit pula pendatang dari berbagai tempat
yang menjadi penduduk dikelurahan Tanjung Unggat, seperti dari etnis Tionghoa dan
berbagai suku lainnya seperti jawa, Minangkabau, Sunda, Bugis dan Batak. Berdasarkan
wawancara informan dari tahun 1987 masyarakat kelurahan Tanjung Unggat dikenal
dengan simbol sebagai besarnya perilaku menyimpang dan permasalahan kriminalitas baik
itu pada anak, remaja maupun orang dewasa hingga sekarang ini. Perilaku menyimpang
pencurian misalnya, pencurian yang dilakukan oleh anak sangat sering terjadi, hal tersebut
dapat diketahui dengan banyaknya kasus-kasus yang sering terjadi di lingkungan wilayah
Tanjung Unggat. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan tidak hanya karena kejahatan yang
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
171 http://sosains.greenvest.co.id
dilakukan sangat merugikan si korban tetapi juga bagi pelaku pencurian oleh anak-anak
terhadap anak tersebut karena dapat dikenakan sanksi hukum karena perbuatannya tersebut.
Tindak kriminal anak yang mendapatkan bebas bersyarat dan bertempat tinggal di
Kelurahan Tanjung Unggat yakni berjumlah 5 dengan kasus yang dilakukan setiap anak
berbeda-beda. 2 anak laki-laki melakukan tindak pencurian, 1 anak laki-laki melakukan
tindakan persetubuhan, 1 anak laki-laki tindakan narkotika, 1 anak perempuan tindakan
persetubuhan. Anak yang mendapat hukuman penjara dan telah mendapatkan bebas
bersyarat akan dikembalikan ke orang tua dan kembali lagi ke masyarakat. Sehingga
kembalinya anak berhadapan dengan hukum mengalami penyesuaian terhadap lingkungan
dan teman sebaya. Dengan kembalinya anak di masyarakat maka terbentuknya konformitas
yang sudah di dapatkan anak pada masa pembinaan dan pendampingan di LPKA dan
BAPAS. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Bagaimana Proses Pembentukan Konformitas Dalam Pendampingan Anak
Berhadapan Dengan Hukum Di Kota Tanjungpinang.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan kualitatif. Dalam
pendekatan deskriptif kualitatif, analisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dalam
bentuk teks, gambar memberikan gambaran atau gambaran tentang situasi atau kondisi
yang diteliti dalam bentuk naratif (Sugiyono, 2020). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono, (2020) data primer
adalah sumber data yang diperoleh langsung dari peneliti tanpa melalui perantara. Dalam
hal ini peneliti menerima data secara langsung, secara lisan atau tertulis. Sumber data
primer diidentifikasi peneliti melalui wawancara langsung dengan informan penelitian
yaitu pembimbing kemasyarakat mengenai proses pembentukan konformitas dalam
pendampingan anak berhadapan dengan hukum di Tanjungpinang. Data sekunder dalam
penelitian ini peneliti menggunakan buku, jurnal yang relevan dengan penelitian proses
pendampingan anak berhadapan dengan hukum dan data dari Balai Pemasyarakatan
mengenai jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di Kota Tanjungpinang dan di
Kelurahan Tanjung Unggat mengenai jumlah penduduk. Dalam penelitian ini berbagai
teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data terkait dengan nama penelitian yang diteliti (Sugiyono, 2013). Observasi
yang dilakukan mengenai kegiatan sosial anak berhadapan dengan hukum yaitu kegiatan
mengajar di Yayasan Hidayatallah yang berada Jl. Matador yang dilaksanakan setiap Selasa
jam 10.00 WIB selama anak dinyatakan bebas bersyarat. Wawancara merupakan teknik
yang digunakan sebagai pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti (Sugiyono, 2020). Teknik
wawancara ini dilakukan dengan cara wawancara semi-terstruktur. Dengan menggunakan
data set. Dokumentasi adalah suatu cara memperoleh data dan informasi dalam bentuk
buku, arsip, dokumen, diagram tertulis dan gambar dalam bentuk laporan dan informasi
yang dapat menunjang penelitian (Sugiyono, 2020). Dokumentasi dalam penelitian ini
peneliti ini berupa foto mengenai kegiatan anak berhadapan dengan hukum. Teknik analisis
data yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan.
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
172
HASIL DAN PEMBAHASAN
Merton mendefinisikan kebudayaan sebagai serangkaian nilai normatif teratur yang
mengendalikan perilaku yang diberlakukan sama kepada seluruh anggota masyarakat atau
kelompok tertentu dan struktur sosial sebagai serangkaian hubungan sosial teratur yang
mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan satu atau lain cara.
Anomi terjadi ketika terdapat disjungsi akut antara norma-norma dan tujuan kultural yang
terstruktur secara sosial dengan kemampuan anggota kelompok untuk bertindak menurut
norma dan tujuan tersebut. Jadi, karena posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat,
beberapa orang tidak mampu bertindak menurut nilai-nilai normatif. Kebudayaan
menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial (Ritzer &
Goodman, 2008).
Robert K. Merton mendifinisikan anomie sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan
sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata
lain, individu yang mengalami anomi akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari
suatu masyarakat tertentu namun tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah
karena keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku
menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri (Ritzer & Goodman, 2008)
Robert K. Merton, seorang sosiolog yang menjelaskan bagaimana konformitas dan
penyimpangan hidup berdampingan dalam suatu masyarakat. Menurut Merton, masyarakat
mempunyai tujuan yang ditetapkan secara budaya dan cara yang dapat diterima untuk
mencapainya. Orang-orang dalam masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan
tujuan dan sarana ini. Namun, tidak semua orang mempunyai akses yang sama terhadap
cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sehingga menimbulkan
ketegangan dan, selanjutnya, penyimpangan. Ahli sosiologi mengklasifikasikan
penyimpangan sebagai perilaku sosial, yaitu tingkah laku yang dipelajari dalam kelompok
masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia itu hidup secara berkelompok
dan tergantung pada manusia yang lain (Ritzer & Goodman, 2008).
Merton mengidentifikasi lima cara adaptasi yang dilakukan individu dalam
menanggapi ketegangan antara tujuan budaya dan cara untuk mencapainya. Cara adaptasi
ini meliputi konformitas, inovasi, ritualisme, retreatism , dan rebellion. Masing-masing
cara ini mewakili cara individu merespons tekanan yang berbeda-beda, sehingga
menghasilkan perpaduan antara konformitas dan penyimpangan dalam masyarakat.
Konformitas merupakan cara penyesuaian diri pada individu dimana individu
menerima baik tujuan budaya maupun cara yang sah untuk mencapainya. Misalnya, pada
anak tempat tinggalnya mempunyai batas aturan pulang malam pukul 23:00 WIB untuk
mengindari hal-hal yang tidak diiningkan yang mana jika peraturan itu di langgar dapat
membahayakan anak tersebut. Anak tersebut menerima peraturan yang di berikan demi
keselamatan dirinya (Mardison, 2016).
Kategori pembentuk konformitas menurut David G. Myers yaitu; normatif,
kesapakatan, ketaatan, kekompakan, dan informasional (Nasution, 2019). Pertama normatif
penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan
penerimaan. Dalam pengaruh ini individu berusaha untuk mematuhi standar norma yang
ada didalam kelompok. Apabila norma dilanggar, maka efeknya adalah penolakan maupun
pengasingan oleh kelompok pada individu. Pertama enyesuaian diri (koinformitas) apabila
penyesuaian diri yang tepat dapat meningkatkan konformitas. Hal ini dikatakan terjadi
ketika seseorang merasa nyaman mengakui dirinya sebagai anggota kelompok yang
berbeda, semakin sakit pula individu tersebut menerima kritik dari anggota kelompok
lainnya (Myers, 2012). Kelompok yang penolakan salah satu anggotanya untuk dicap
menyimpang menyebabkan kelompok secara keseluruhan menjadi lebih konformis.
Penyimpangan membawa risiko penolakan. Orang-orang yang lebih fokus pada suatu
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
173 http://sosains.greenvest.co.id
kelompok lebih takut ditolak dan cenderung tidak berselisih paham dengan kelompok
secara keseluruhan.
Kedua, kesepakatan, kelompok yang dihasilkan mendapat tekanan yang kuat,
sehingga generasi muda harus setia dan menyelaraskan pendapatnya dengan pendapat
kelompok. Persetujuan juga berarti seseorang setuju setuju dengan kelompok. Setiap orang
berada di bawah tekanan yang sangat besar untuk mematuhinya ketika dihadapkan pada
keputusan kelompok dengan suara bulat. Alasan selanjutnya mengapa beberapa anak
mencoba menyesuaikan diri dengan keyakinan kelompoknya adalah karena mereka takut
bergabung dengan kelompok lain dan dikucilkan (Myers, 2012).
Perbedaan pendapat mengurangi kepercayaan terhadap mayoritas, meskipun
mereka yang berbeda pendapat sebenarnya kurang kompeten dibandingkan anggota
mayoritas lainnya. Ketika seseorang mempercayai suatu kelompok, hal itu mengurangi
ketergantungan orang tersebut terhadap kelompok tersebut sebagai suatu konsensus. Ketika
terdapat kesamaan pendapat dalam suatu kelompok, konformitas menurun ketika seseorang
berbeda pendapat dengan anggota kelompok lainnya. Ketika orang-orang yang berbeda
pendapat datang, hal itu menunjukkan adanya perbedaan dan mengurangi kesepakatan
kelompok. Oleh karena itu, semakin besar kesamaan antar kelompok, semakin baik
kecocokannya.
Konformitas terwujud karena adanya ketaatan. Tiga kesesuaian dicapai melalui
kepatuhan. Ketaatan biasanya dilakukan melalui tekanan atau hukuman, dan dengan
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain. Salah satu cara untuk menciptakan
kepatuhan adalah dengan memperkuat perilaku yang diinginkan melalui tekanan dan
hukuman. Hal ini akan menghasilkan ketaatan yang lebih besar. Ini semua merupakan
motivasi utama untuk mengubah perilaku seseorang (Myers, 2012).
Keempat kekompakan yang tinggi dapat menimbulkan tingkat konformitas yang
tinggi. Alasannya adalah apabila individu merasa dekat dengan anggota kelompok lain,
akan menyenangkan bagi inidividu tersebut untuk mengakuinya, dan semakin menyakitkan
apabila anggota kelompok mencelanya. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan
semakin besar, apabila inidividu mempunyai keiniginan yang kuat untuk menjadi anggota
sebuah kelmopok tertentu (Myers, 2012).
Kelima konformitas tersebut terbentuk berdasarkan kondisi informasi. Informasional
adalah penyesuaian individu atau keinginan individu untuk berpikiran sama sebagai akibat
dari mengadopsi asumsi pemikiran kelompok atau mengadopsi keyakinan bahwa informasi
dari kelompok lebih kaya daripada informasi pribadi.
Perwujudnya Konformitas Anak Berhadapan Dengan Hukum
Kesesuaian pada suatu kelompok dapat menimbulkan suatu perilaku tertentu pada
diri seseorang, dan perilaku tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Perilaku negatif
yang dapat diakibatkan oleh konformitas adalah perilaku agresif seperti membuat
kerusuhan dan perkelahian. Kekuatan pengaruh kelompok mempengaruh perilaku anak dan
sifat konformis. Terkait dengan perilaku agresif, anak dengan tingkat penyesuaian diri yang
tinggi lebih besar kemungkinannya untuk melakukan perilaku agresif, sedangkan anak
dengan tingkat penyesuaian diri yang rendah juga cenderung tidak melakukan perilaku
agresif. Penyesuaian diri merupakan cara anak berhadapan hukum mengikuti tujuan dan
cara yang ditentukan oleh masyarakat. Anak berhadapan hukum mengikuti kebiasaan-
kebiasaan yang ada didalam masyarakat agar diterima kembali dalam kehidupan
bermasyarakat (Myers, 2012). Anak yang ingin menyesuaikan diri ke dalam masyarakat
maka harus mengikuti cara yang telah ditentukan oleh masyarakat. Anak melakukan
perubahan yang berasal dari dirinya sendiri untuk menyesuaikan dengan masyarakat, Klien
Anak juga harus berbuat baik dan tidak boleh melakukan kesalahan kembali.
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
174
Terdapat beberapa cara yang dilakukan anak berhadapan dengan hukum agar dapat
menyesuaikan diri sesuai nilai positif yang diterapkan di masyarakat. Proses anak
melakukan konformitas diantaranya menutup aurat, memilih untuk melanjutkan
pendidikan mengikuti kegiatan sosial, memilih untuk bekerja.
1. Melalui Cara Berpakaian Menutup Aurat.
Berikut wawancara anak bernama Sumi 16 tahun: “selama saya kembali ke
lingkungan tempat tinggal saya mulai mau meyapa tetangga,di lapas itu diajarkan kak
tentang perilaku budi pekerti jadi saya mulai terbiasa menerapkannya. Yang awalnya
saya tidak berjilbab saya mulai memakai jilbab saat keluar rumah agar saya menghindari
stigma yang diberikan tetangga-tetangga”
Melalui cara berpakaian menutup aurat saat keluar rumah. Jika dianalisis maka
hal ini termasuk dalam bentuk penyesuaian konformitas. Konformitas merupakan cara
menyesuaikan diri seseorang dengan melakukan perubahan dengan mengikuti tujuan
dan cara yang sudah ditentukan oleh masyarakat agar mereka dapat diterima kembali
oleh masyarakat. Hal yang dilakukan anak berhadapan dengan hukum dalam proses
penyesuaian dengan kehidupan sosial masyarakat berupa berpakaian tertutup saat keluar
rumah agar mereka tidak dipandang memiliki perilaku menyimpang karena mantan
pekerja malam.
2. Memilih Untuk Melanjutkan Pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara dari klien anak
bernama Geo yang berusia 15 tahun sebagai berikut:
“selama saya menjadi klien dari bapas banyak kegiatan-kegiatan yang masih
kami lakukan walaupun gak berada di dalam penjara lagi,kegiatan yang dilakukan dari
dinas sosial yang di dampingi sama pak dika sebagai pembimbing saya itu sharing
mengenai pentingnya pendidikan kegiatan sharing itu juga dari forum anak kepri
disebutnya itu FORARI kak, saya selalu mengikuti kegiatan yang di bentuk ini
walaupun pernah melakukan perbuatan yang salah kak tapi ada juga keinginan saya
untuk mengubah perilaku buruk ini, masa hukuman saya selesai saya juga akan
melanjutkan sekolah lah kak, karena kemarin sempat putus sekolah pak dika juga udah
membantu persyaratan-persyartannya kak. Memang tidak mudah untuk selalu hadir
disetiap kegiatan yang dilakukan ini tapi saya harus menjalani walaupun sedikit ada
paksaan.”
Konformitas merupakan cara individu untuk melakukan perubahan yang berasal
dari dirinya sendiri dengan mengikuti tujuan dan cara yang sudah ditentukan oleh
masyarakat agar mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat maka hal ini termasuk
dalam bentuk proses konformitas. Konformitas yang dilakukan anak berhadapan
dengan hukum dengan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh FORARI dan adanya
keinginan untuk melanjutkan pendidikan merupakan proses yang dilakukan anak
perubahan dengan mengikuti tujuan dan cara yang sudah ditentukan oleh masyarakat
agar mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat.
3. Mengikuti Kegiatan Sosial. Anak berhadapan hukum setelah mendaptkan bebas
bersyarat tetap menjalankan bimbingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan
Kelas II Tanjungpinang (BAPAS). Anak yang bertempat tinggal di Jl. Usman Harun
mendatangi salah satu Yayasan Hidayatullah yang berada di Jl. Matador di dampinngi
pembimbing kemasyarakatan (PK). Berikut hasil wawancara yang disampaikan oleh
pegawai BAPAS Bapak Andika: “seperti saya katakan tadi ven anak yang kami bimbing
itu mengikuti kegiatan yang dilakukan selama hari selasa, kegiatan nya juga sama
seperti pendidikan moral, dan keterampilan dimana bertujuan untuk masa depan saat
mereka dewasa nanti, pasti supaya mereka tidak kembali lagi mengulangi
perbuatannya”
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
175 http://sosains.greenvest.co.id
Melalui proses anak mengikuti kegiatan sosial maka konformitas akan terbentuk.
Masyarakat sekitar dapat melihat adanya perubahan nilai positif pada anak berhadapan
dengan hukum. Konformitas yang dikatakan oleh Robert K. Merton yaitu adanya
perubahan individu untuk menerapkan nilai-nilai pada masyarakat. Nilai positif yang di
berikan oleh anak setelah keluar dari masa pembinaannya di penjara dimana anak
mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakat, pembimbing
kemasyarakat adalah perantara untuk Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH)
memperbaiki perilaku yang tidak sesuai norma menjadi baik.
Kembalinya anak ke masyarakat dengan melakukan hal-hal positif seperti
berpartisipasi aktif dalam kegiatan mengajar di PAUD. Kegiatan kunjungan ke PAUD
merupakan kegiatan yang rutin diadakan setiap minggunya. Adanya kegiatan rutin
seminggu sekali yang dilakukan yang mana anak berhadapan dengan hukum ini diminta
untuk mengajarkan baca tulis hitung kepada anak-anak usia dini agar dapat diterima
dengan lingkungan masyarakat.
Dengan kegiatan rutin kunjungan ke PAUD menjadi media untuk anak
berhadapan dengan hukum agar dapat menyesuaiakan nilai-nilai dengan lingkungan
masyarakat. Anak berhadapan dengan hukum menjadi lebih aktif setelah bebas dari
penjara. Hal ini dilakukan anak agar masyarakat dapat melihat bahwa Anak Berhadapan
Hukum (ABH) dapat berubah.
Berikut hasil wawancara dari Bapak Suriadi sebagai pembimbing klien anak:
“pembimbingan yang di berikan bentuknya bermacam-macam, mulai dari pemberian
pembimbingan dari segi agama, keterampilan sampai pada pembimbingan kepribadian.
Pembimbingan ini diberikan bertujuan untuk mengubah klien anak menjadi lebih baik,
bertanggung jawab, untuk tidak mengulangi kejahatan”
Anak menjadi lebih aktif mengikuti kegiatan setelah bebas dari penjara. Hal ini
dilakukan anak agar masyarakat dapat melihat bahwa anak dapat berubah menjadi
individu yang baik sehingga masyarakat bisa menerima mereka kembali. Anak
melakukan hal-hal positif seperti berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang dilakukan dari
Balai Pemasyarakatan Kelas II Tanjungpinang salah satunya kunjungan ke panti sosial.
4. Memilih Untuk Bekerja. Adanya perubahan perilaku yang dilakukan oleh anak
berhadapan dengan hukum dengan memilih untuk mencari uang merupakan bentuk
terwujudnya konformitas. Berikut hasil wawancara peneliti dengan anak bernama
Adam (nama disamarkan) 16 tahun dengan kasus narkotika:
“setelah kurang lebih 1 tahun aku di penjara, aku mendapatkan bekal
keterampilan. Di lapas aku diajarkan membuat tas dari karung hasilnya nanti dijual dan
kami juga mendapatkan komisi 10%, selepas aku dari penjara ini aku memilih untuk
mencari pekerjaan aja jadi gak membenai mak bapak aku lagi, 3 bulan dari penjara aku
dapat panggilan kerja di rumah makan”
Tambahan wawancara oleh informan Bapak Suriadi selaku pembimbing
kemasyarakat pada anak:
“jadi memang betul dek, rata-rata anak yang melakukan kasus tindak kriminal
memiliki ekonomi dari orang tua yang rendah maaf bisa di kategorikan kurang mampu.
Khususnya untuk kasus anak yang mencuri ini ya di bilang pengawasan dari orang tua
anak-anak ini kurang, ada juga yang melakukan pencurian itu karena ajakan dari temen
terdekatnya setelah mereka mendapat bebas bersyarat dan kembali lagi ke masyarakat
kami tetap memberikan pengawasan dek. Mereka wajib lapor ke pembimbing
kemasyarakatannya masing-masing, dari bapas sendiri juga mengadakan kegiatan yang
tujuan memperperbaiki nilai dan norma yang di bangun oleh masyarakat. anak yang
melakukan pencurian bahkan ada yang 2-3 kali masuk ke penjara karena masih
terpengaruh dari lingkungan pertemanan saat mereka kembali ke masyarkat. Sebagai
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
176
pembimbing klien anak kami juga harus sangat tegas memberikan aturan jika mereka
tidak melaksanakannya. Aturan yang kami buat bekerja sama dengan dinas sosial, anak
harus mengikuti kegiatan penambahan keterampilan yang dilaksanakan di dinas sosial”
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap tersangka kejahatan
asusila terjadi karena pengaruh lingkungan sosial dan teman sebaya, anak tersebut
menyebutkan bahwa teman-temannya yang bekerja di tempat hiburan malam memiliki
gaya hidup yang berbeda, rata-rata putus sekolah, dan memilih bekerja di tempat
karaoke.
Anak-anak sangat mudah untuk di pengaruhi oleh lingkungan yang buruk.
Apalagi untuk anak yang masih di nyatakan bebas bersyarat, mereka rentan sekali untuk
melakukan perbuatan kriminal jika lebih banyak bergaul dengan teman-teman yang
memberikan efek buruk untuk dirinya. Konformitas adalah proses penyesuaian diri
dengan masyarakat dengan cara mengindahkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai
masyarakat. Selama proses penyesuaian itu maka antara satu individu dengan individu
yang lainnya yang ada dalam komunitas tersebut akan terjadi saling keterpengaruhan.
Pada tekanan sosial yang dialami anak-anak di BAPAS dari sesama mereka yang
mungkin mengharapkan konformitas terhadap norma-norma tertentu di dalam lembaga.
Faktor-faktor seperti hierarki kekuasaan, dinamika kelompok, dan upaya untuk
menghindari konflik dapat menjadi aspek penting dalam pemahaman konformitas
normatif di antara anak-anak tersebut. Dampak lingkungan sosial untuk membentuk
perilaku anak berhadapan dengan hukum lingkungan sosial sangat berpengaruh. Balai
Pemasyarakatan sebagai pendamping terhadap pembentukan karakter anak dapat
memainkan peran dalam membentuk perilaku anak-anak. Konformitas adalah norma-
norma dan nilai-nilai di dalam masyarakat mempengaruhi cara anak-anak berinteraksi
satu sama lain, serta bagaimana perilaku konformitas dapat berkembang sebagai respons
terhadap lingkungan tersebut.
Penjelasan selanjutnya disampaikan sampaikan oleh Klien anak Fahmi (15
tahun): “dalam penjara kami dibuatkan peraturan yang ketat bagi kak. setiap pagi kami
wajib bangun jam 5 untuk melaksanakan sholat subuh berjamah kak, sore nya kami ada
kegiatan kerja bakti juga kak, terus kak bagi yang tidak melaksanakan kami di kasih
hukuman membersihkan toilet selama 1 minggu hukumannya di pantau kak sama ibu
yang jaga penjara, saya pernah waktu itu diam-diam tidak ikut kegiatan kerja bakti dan
ketauan dengan petugasnya jadi saya di beri hukuman. Setelah keluar dari penjara yang
awalnya sholat saya bolong-bolong menjadi 5 waktu, kegiatan yang di damping petugas
pembiming kemasyrakatan dilakukan setiap hari Jum’at jam 11.00 mendekati waktu
sholat Jum’at kalau di sekolah semacam ROHIS gitu kak”
Adanya tekanan sosial atau hukuman yang diberikan dari petugas balai
pemasyarakatan membuat anak menjadi taat seperti yang di katakan oleh anak tersebut.
Ketaatan yang dilakukan anak berhadapan dengan hukum yaitu yang mana pada kasus
tersebut jika anak tidak melaksanakan sholat subuh berjamah bagi yang beragama Islam
maka mereka menerima hukuman atau ganjaran membersihkan toilet karna ada nya
ketaatan yang di lakukan oleh pembimbing kemasyarakatan sebagai wadah untuk
memperbaiki kualitas moral anak membuat anak menjadi perilaku yang lebih baik.
Dalam memberikan informasi kepada masyarakat sekitar Tanjungpinang.
Pembimbing masyarakat (PK) menginformasikan melalui media radio. Kami berupaya
menginformasikan untuk orang tua yang mempunyai anak lebih ekstra dalam
penanaman nilai-nilai yang positif. Orang tua harus sedikit memberi tekanan jika anak
bergabung bersama kelompok yang negatif.
Volume 4, Nomor 2, Februari 2024
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
177 http://sosains.greenvest.co.id
KESIMPULAN
Konformitas dan penyimpangan hidup berdampingan dalam suatu masyarakat.
Menurut Merton, masyarakat mempunyai tujuan yang ditetapkan secara budaya dan cara
yang dapat diterima untuk mencapainya. Orang-orang dalam masyarakat diharapkan untuk
menyesuaikan diri dengan tujuan dan sarana ini. Jadi konformitas adalah cara masyarakat
menyesuaikan diri di lingkungannya dengan mengindahkan kaidah-kaidah nilai yang di
bentuk pada masyarakat tersebut (Sunarto, 2004).
Pada fenomena anak berhadapan dengan hukum di Tanjung Unggat, telah
melakukan beberapa cara untuk conform dalam lingkungan tempat tinggal melalui proses-
proses. Proses nya yaitu: anak melakukan hal normatif yang ditunjukkan dengan cara
mereka sudah mulai menutup aurat, anak mengikuti lingkungan yang dominan
menggunakan kerudung.
Melalui proses ketaatan anak terbiasa melakukan sholat 5 waktu karena saat berada
di penjara jika tidak melaksanakan sholat akan mendapatkan saksi melalui tekanan tersebut
anak menjadi taat. Anak juga melakukan kesepakatan dengan cara metaati aturan batasan
keluar malam. Melalui proses memilih untuk melanjutkan pendidikan, mengikuti kegiatan
sosial dan memilih untuk bekerja. Bentuk kekompakan yang dilakukan anak berhadapan
dengan hukum (ABH) setelah kembali ke masyarakat dengan cara membantu anggota
keluarga dalam mengajar, yang mana lama-kelamaan masyarakat sekitar percaya bahwa
anak berhadapan dengan hukum (ABH) dapat memberikan perubahan baru, masyarakat
sekitar mulai meminta kepada ABH untuk mengajarkan anak-anaknya juga. Informasional
yang dilakukan oleh pendamping kemasyakaratan (PK) dalam memberikan Informasi
kepada masyarakat bahwa penanaman nilai-nilai sangat perlu di pertegas untuk
meminimalisirkan tindak kriminal yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Eka Lala, Simatupang, Marhisar, & Riza, Wina Lova. (2021). Konformitas
teman sebaya dan perilaku bullying di SMP Negeri 6 Karawang. Psikologi Prima,
4(1), 1219.
Cohen, S. Marc. (1992). Hylomorphism and functionalism. na.
Hardiyanti, Mitra Eka, Wahyuni, Sri, & Elsera, Marisa. (2020). Perilaku Merokok Pada
Siswa Di Madrasah Tsanawiyah Negeri Bintan. Student Online Journal (SOJ)
UMRAH-Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 1(2), 596603.
Karlina, Lilis. (2020). Fenomena terjadinya kenakalan remaja. Jurnal Edukasi Nonformal,
1(1), 147158.
Kartono, Kartini. (2008). Patologi sosial 2: Kenakalan remaja.
Mardison, Safri. (2016). Konformitas teman sebaya sebagai pembentuk perilaku individu.
Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan Dan Konseling Islami, 2(1), 7890.
Myers, David G. (2012). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 189229.
Nasution, Nurul Azmi. (2019). Hubungan Konformitas dengan Perilaku Konsumtif pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area. Universitas Medan Area.
Ritzer, George, & Goodman, Douglas J. (2008). Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir, terjemahan Nurhadi. Yogyakarta, Kreasi
Wacana.
Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar--Ed. Baru41. Jakarta (ID): PT
Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. In Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. (19th ed., p. 240). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, P. D. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mix
Methods)(DI Sutopo (ed.). ALFABETA, CV.
Proses Pembentukan Konfrimtas dalam
Pendampingan Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum di Kota Tanjungpinang
2024
Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
178
Sulaiman, Umar. (2012). Perilaku menyimpang remaja dalam perspektif sosiologi.
Alauddin University Press.
Syaid, M. Noor. (2020). Penyimpangan sosial dan Pencegahannya. Alprin.
Widiyono, Aan. (2023). Konstruksi dan Persepsi Batik Peter L. Berger: Monograf.
UNISNU PRESS.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.