Herdanii Vennyy, Arieta Siti, Suryaningsih
172
HASIL DAN PEMBAHASAN
Merton mendefinisikan kebudayaan sebagai serangkaian nilai normatif teratur yang
mengendalikan perilaku yang diberlakukan sama kepada seluruh anggota masyarakat atau
kelompok tertentu dan struktur sosial sebagai serangkaian hubungan sosial teratur yang
mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan satu atau lain cara.
Anomi terjadi ketika terdapat disjungsi akut antara norma-norma dan tujuan kultural yang
terstruktur secara sosial dengan kemampuan anggota kelompok untuk bertindak menurut
norma dan tujuan tersebut. Jadi, karena posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat,
beberapa orang tidak mampu bertindak menurut nilai-nilai normatif. Kebudayaan
menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial (Ritzer &
Goodman, 2008).
Robert K. Merton mendifinisikan anomie sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan
sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata
lain, individu yang mengalami anomi akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari
suatu masyarakat tertentu namun tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah
karena keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku
menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri (Ritzer & Goodman, 2008)
Robert K. Merton, seorang sosiolog yang menjelaskan bagaimana konformitas dan
penyimpangan hidup berdampingan dalam suatu masyarakat. Menurut Merton, masyarakat
mempunyai tujuan yang ditetapkan secara budaya dan cara yang dapat diterima untuk
mencapainya. Orang-orang dalam masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan
tujuan dan sarana ini. Namun, tidak semua orang mempunyai akses yang sama terhadap
cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sehingga menimbulkan
ketegangan dan, selanjutnya, penyimpangan. Ahli sosiologi mengklasifikasikan
penyimpangan sebagai perilaku sosial, yaitu tingkah laku yang dipelajari dalam kelompok
masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia itu hidup secara berkelompok
dan tergantung pada manusia yang lain (Ritzer & Goodman, 2008).
Merton mengidentifikasi lima cara adaptasi yang dilakukan individu dalam
menanggapi ketegangan antara tujuan budaya dan cara untuk mencapainya. Cara adaptasi
ini meliputi konformitas, inovasi, ritualisme, retreatism , dan rebellion. Masing-masing
cara ini mewakili cara individu merespons tekanan yang berbeda-beda, sehingga
menghasilkan perpaduan antara konformitas dan penyimpangan dalam masyarakat.
Konformitas merupakan cara penyesuaian diri pada individu dimana individu
menerima baik tujuan budaya maupun cara yang sah untuk mencapainya. Misalnya, pada
anak tempat tinggalnya mempunyai batas aturan pulang malam pukul 23:00 WIB untuk
mengindari hal-hal yang tidak diiningkan yang mana jika peraturan itu di langgar dapat
membahayakan anak tersebut. Anak tersebut menerima peraturan yang di berikan demi
keselamatan dirinya (Mardison, 2016).
Kategori pembentuk konformitas menurut David G. Myers yaitu; normatif,
kesapakatan, ketaatan, kekompakan, dan informasional (Nasution, 2019). Pertama normatif
penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan
penerimaan. Dalam pengaruh ini individu berusaha untuk mematuhi standar norma yang
ada didalam kelompok. Apabila norma dilanggar, maka efeknya adalah penolakan maupun
pengasingan oleh kelompok pada individu. Pertama enyesuaian diri (koinformitas) apabila
penyesuaian diri yang tepat dapat meningkatkan konformitas. Hal ini dikatakan terjadi
ketika seseorang merasa nyaman mengakui dirinya sebagai anggota kelompok yang
berbeda, semakin sakit pula individu tersebut menerima kritik dari anggota kelompok
lainnya (Myers, 2012). Kelompok yang penolakan salah satu anggotanya untuk dicap
menyimpang menyebabkan kelompok secara keseluruhan menjadi lebih konformis.
Penyimpangan membawa risiko penolakan. Orang-orang yang lebih fokus pada suatu