Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
449
http://sosains.greenvest.co.id
PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SEBAGAI PERWUJUDAN AKSES
KEADILAN KEPADA APARATUR SIPIL NEGARA
DI KABUPATEN BELU
Johanes Marianum Raga
Universitas Nusa Cendana Kupang
Email : mari[email protected]m
Diterima:
16 Mei 2021
Direvisi:
10 Juni 2021
Disetujui:
15 Juni 2021
Abstrak
Aparatur Sipil Negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
memegang peranan yang penting dalam pembangunan nasional
sebagai motor penggerak roda pemerintahan yang dibebani tugas
pokok dan fungsi. Semakin dinamisnya tugas pokok dan fungsi
sebagai Aparatur Sipil Negara, semakin besar pula kemungkinan
ASN menghadapi permasalahan hukum. Hal demikian juga terjadi
pada ASN di Kabupaten Belu tidak sedikit ASN di Kabupaten
Belu dalam melaksanakan tugasnya tersangkut kasus atau
permasalahan hukum oleh karena itu perlu adanya bantuan hukum
sebagai perwujudan akses keadilan kepada ASN di Kabupaten
Belu.tujuan dari penelitian ini ingin mempelajari tentang
pemberian bantuan hukum untuk ASN. Pentingnya bantuan
hukum tersebut bukan berarti mendapat bantuan sehingga bebas
dari hukuman akan tetapi memastikan bahwa hak-hak hukum
ASN yang terlibat masalah telah terpenuhi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pemberian bantuan
hukum sebagai perwujudan akses keadilan kepada Aparatur Sipil
Negara di Kabupaten Belu, mengetahui dan menganalisis
komitmen Pemerintah Kabupaten Belu dalam menyajikan
kebijakan terkait bantuan hukum sebagai akses keadilan kepada
Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu. Penelitian ini
menggunakan metode Yuridis Empiris.
Kata Kunci: ASN Kabupaten Belu, Bantuan Hukum, Akses
Keadilan.
Abstract
The State Civil Apparatus as state servants and public servants
plays an important role in national development as a driving force
for the wheels of government which are burdened with main tasks
and functions. The more dynamic the main tasks and functions as
a State Civil Apparatus, the greater the possibility for ASN to face
legal problems. This also happens to ASN in Belu Regency, not a
few ASN in Belu Regency in carrying out their duties are involved
in cases or legal problems, therefore there is a need for legal
assistance as a manifestation of access to justice for ASN in Belu
Regency. for civil servants. The importance of legal aid does not
mean getting help so that it is free from punishment but ensuring
that the legal rights of the ASN involved in the problem have been
fulfilled. This study aims to identify and analyze the provision of
legal aid as a manifestation of access to justice for the State Civil
Apparatus in Belu Regency, to identify and analyze the
commitment of the Belu Regency Government in presenting
Pemberian Bantuan Hukum Sebagai Perwujudan Akses
Keadilan Kepada Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu
Johanes Marianum Raga
450
policies related to legal aid as access to justice for the State Civil
Apparatus in Belu Regency. This study uses the Juridical
Empirical method.
Keywords: Belu District ASN, Legal Aid, Access to Justice.
Pendahuluan
Bantuan hukum merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap
negara di dunia ini kepada rakyatnya terutama pada negara Indonesia sebagai negara
hukum (Achmad, 2016). Bantuan hukum merupakan hak bagi setiap warga negara atas
jaminan perlindungan hukum sebagai sarana pengakuan Hak Asasi Manusia (Sukananda,
2018). Namun pada kesempatan kali ini penulis akan membahas bantuan hukum ASN.
Beberapa regulasi mengenai bantuan hukum telah dikeluarkan oleh negara melalui
Undang-Undang dan peraturan pelaksananya maupun dari Mahkamah Agung ataupun
Mahkamah Konstitusi melalui Peraturan Mahkamah (Fauzi & Ningtyas, 2018).
Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum kepada warga negara merupakan
bentuk upaya untuk memenuhi sekaligus sebagai implementasi dari negara hukum yang
mengakui dan melindungi serta menjamin terhadap keadilan (Saefudin, 2014).
Undang-undang bantuan hukum adalah peran lembaga bantuan hukum kampus
sebagai bagian dari civitas akademik untuk dapat melakukan pengabdian masyarakat
dibidang hukum berdasarkan keilmuan dan ke ahlian yang dimiliki (Afandi, 2013).
Undang-undang kekuasaan kehakiman menggariskan sebuah ketentuan bahwa pengadilan
harus membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Dadan
Herdiana, Susanto, Muhamad Iqbal, Iin Indriani, 2021).
Persamaan dihadapan hukum harus diartikan secara statis, artinya apabila ada
persamaan dihadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi pula dengan
persamaan perlakukan bagi semua orang (Mursitama, Departemen, Internasional,
Humaniora, & Bina, 2012). Tidak dapat dipungkiri, stigma negatif masyarakat terhadap
proses mencari keadilan di negeri tercinta, Indonesia sangat kuat dan besar sehingga
muncul sebuah ketidakpercayaan terhadap dunia peradilan kita (Kusumawati, 2016).
Negara mencoba mengatasi dengan mengeluarkan Undang-undang tentang
bantuan hukum, yang berupa penyediaan dana yang dapat diakses oleh advokat yang
telah memberikan bantuan hukum bagi rakyat miskin (Raharjo, Angkasa, & Bintoro,
2016). Negara mencoba mengatasi dengan mengelurkan undang undang tentang bantuan
hukum, yang berupa penyediaan dana yangdapat diakses oleh advokat yang telah
memberikan bantuan hukum bagi rakyat miskin (Wijayanta, 2012).
Kehadiran Undang-undang bantuan hukum ini paling tidak menjawab ekspetasi
yang tinggi dari masyarakat akan penyelesaian persoalan bantuan hukum di indonesia
(Sihombing, 2013). Pemberian hak-hak kepada tersangka dan terdakwa tersebut sekaligus
juga diikuti dengan pengaturan kewajiban tertentu kepada aparat penegak hukum, agar
hak-hak tersangka dan terdakwa itu dapat terwujud dalam praktik pengadilan di Indonesia
(Arif, 2016).
Pemberian bantuan hukum dapat juga dilakukan oleh calon Advokat (CA),
disebut juga sebagai kandidat. Kewenangan dari kandidat dalam beracara tidak dapat
mandiri, kandidat terbatas dalam melakukan pembelaan di muka pengadilan dengan
memerlukan pendampingan dari Advokat pendamping (Sukananda, 2018).
Bantuan hukum seringkali merupakan elemen penting untuk perlindungan hak
yang efektif (Gruody& Kirchner, 2016). Dinyatakan di sini bahwa keterlibatan semua
keahlian yang relevan, dengan fokus pada praktisi hukum dan pembuat kebijakan, dalam
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
451
http://sosains.greenvest.co.id
proses yang terlibat dan kolaboratif, dapat secara efektif menempatkan implementasi
Pedoman SSF selangkah lebih maju (Nakamura, Chuenpagdee, & El Halimi, 2021).
Pentingnya bantuan hukum tersebut bukan berarti mendapat bantuan sehingga
bebas dari hukuman akan tetapi memastikan bahwa hak-hak hukum ASN yang terlibat
masalah telah terpenuhi dan memastikan mekanisme hukum sesuai dengan aturan-aturan
yang berlaku, adanya perlindungan hukum bagi ASN dalam menjalankan tugas
pemerintahan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bahwa sebagai bagian dari
warga negara yang memiliki hak perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya
sebagai pelayanan publik dan memberikan kenyamanan bagi ASN dalam melaksanakan
pekerjaan, meningkatkan profesionalisme dan integritas ASN.
Ketika seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) terjebak dalam masalah hukum saat
melaksanakan tugas negara dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
seharusnya hadir untuk membela dengan mempertimbangkan asas praduga tak bersalah.
Siapapun harus diperlakukan sama didepan hukum, dalam ruang lingkup permasalahan
hukum yang dialami oleh seseorang. Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN
semakin menguatkan adanya kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum,
dimana bantuan hukum diberikan kepada ASN yang melanggar hukum. Berdasarkan
Pasal 21 Huruf d dan Pasal 22 Huruf c, Undang-undang nomor 5 tahun 2014, ASN yang
bersalah berhak mendapatkan bantuan, serta Pasal 92 Ayat (1) Huruf d dan Pasal 106
Ayat (1) Huruf e “ASN berhak mendapatakan bantuan hukum.
Secara logika normatif pengaturan pada pasal 106 ayat 3 memberikan
pembatasan bantuan hukum kepada Aparatur Sipil Negara yang melakukan kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime) dalam menjalankan tugas yang secara tidak langsung
melegalkan diskriminasi pemberian bantuan hukum kepada Aparatur Sipil Negara yang
mana hal ini bertentangan dengan prinsip utama dari keadilan yakni kepastian hukum
yang adil dan perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Hal ini dikuatkan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c,
yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan
di pengadilan dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan dan telah memperoleh
kekuatan tetap. Artinya bahwa ASN yang disangkakan melakukan kejahatan luar biasa
seperti Korupsi, Narkotika dan Terorisme masih berhak memperoleh bantuan hukum dari
Negara (Undang-Undang, 2009).
Berdasarkan Data dari Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabuapten Belu, hingga
awal tahun 2016 Kabupaten Belu memiliki 12 kecamatan yang terdiri dari 81
desa/kelurahan. Dari 81 desa/ kelurahan di Kabupaten Belu, 69 merupakan desa dan 12
merupakan kelurahan yang berstatus definitif. Sementara itu jumlah ASN berdasarkan
data Kepegawaian Per 31 Desember 2019 berjumlah 4.109 orang terdiri dari Tenaga
Teknis berjumlah 2.461 orang dan Tenaga Guru berjumlah 2.080 orang.
Data yang diperoleh sepanjang Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2019 terdapat
10 orang ASN yang terlibat persoalan hukum dalam menjalankan tugas/jabatannya baik
itu sebagai Kepala Dinas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Bendahara Pengeluaran,
Guru/pengajar dan juga sebagai staf teknis. Dari informasi yang diperoleh saat penetapan
sebagai tersangka orang-orang ini tidak memperoleh pendampingan dan perlindungan
hukum dari pemerintah daerah Kabupaten Belu saat dihadapkan dengan Aparat Penegak
Hukum baik itu dalam proses pemeriksaan sebagai tersangka, saksi maupun dalam proses
persidangan di Pengadilan yang mana perlindungan hukum merupakan hak Aparatur Sipil
Negara tersebut.
Pemberian Bantuan Hukum Sebagai Perwujudan Akses
Keadilan Kepada Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu
Johanes Marianum Raga
452
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Empiris yaitu
pendekatan masalah melalui penelitian hukum dengan melihat norma hukum yang
berlaku akan menghasilkan teori-teori tentang eksistensi dan fungsi hukum dalam
masyarakat. Penelitian ini juga menekankan pada praktek di lapangan dikaitkan dengan
aspek hukum atau perundangan-undangan yang berlaku berkenaan dengan objek
penelitian yang dibahas dan melihat norma-norma hukum yang berlaku kemudian
dihubungkan dengan kenyataan atau fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat.
Hasil dan Pembahasan
1. Persoalan Hukum Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam kurun waktu empat (4) Tahun
dari Tahun 2017 samapai dengan Tahun 2020 terdapat sejumlah kasus hukum yang
menimpah Aparatur Sipil Negara yang dapat digambarkan melalui table berikut;
Tabel 1 Data Jumlah Kasus Hukum Aparatur Sipil Negara Kabupaten Belu 4
(empat) Tahun Terakhir.
No
Jenis
Kasus
Jumlah Kasus/Tahun
2017
2018
2019
2020
1
Korupsi
3
1
2
2
2
Pembunuhan
-
-
1
-
3
Perceraian
1
-
5
-
4
Kekerasan
1
1
2
-
5
Tata Usaha
Negara
1
1
2
-
Data BKPSDM Kabupaten Belu dan Bagian Hukum Setda Belu
Data pada tabel di atas dapat digambarkan bahwa keterlibatan ASN dalam kasus
hukum dalam kurun waktu 4 tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2020,
kasus korupsi berjumlah 8 kasus, pembunuhan 1 kasus, perceraian 6 kasus, kekerasan 4
kasus dan tata usaha negara 4 kasus.
Berdasarkan sampel penelitian ditemukan fakta bahwa perlindungan hukum bagi
Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu masih jauh dari harapan, hal ini dapat
dibuktikan dengan belum diperolehnya perlindungan hukum dari Pemerintah Kabupaten
Belu terhadap Aparatur Sipil Negara yang mengapdikan dirinya pada Instansi-instansi
Pemerintahan di Kabupaten Belu saat harus berhadapan dengan perso’alan-perso’alan
hukum, pada hal bantuan hukum sebagai implementasi dari asas equality before the law
yang merupakan Hak Asasi Manusia, menjadikannya sebagai hak universal yang telah
diakui, dijamin, dan diberikan oleh negara kepada setiap orang.
Hak ini juga telah diatur dalam berbagai instrumen internasional maupun
nasional yang juga menjadi pedoman dalam pemberian dan pelaksanaan bantuan hukum
di Indonesia termasuk di Kabupaten Belu. Bantuan hukum secara cuma-cuma tidak hanya
diberikan kepada Masyarakat miskin tetapi juga diberikan kepada Aparatur Sipil Negara
dalam hal ini adalah Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu.
Hal ini dimaksudkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama dihadapan
hukum dan negara wajib memberikan jaminan perlindungan hukum baik itu kepada
masyarakat miskin maupun Aparatur Sipil Negara yang mana sebagai penggerak roda
Pemerintahan sudah seharusnya Aparatur Sipil Negara memperoleh kenyamanan serta
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
453
http://sosains.greenvest.co.id
kepastian hukum dalam menjalankan tugasnya sebagai Abdi Negara dan Abdi masyarakat
baik itu berupa konsultasi, pendampingan maupun bantuan hukum sehingga tercapai
keadilan bagi setiap warga negara dengan demikian hak dari masyarakat termasuk hak
Aparatur Sipil Negara untuk memperoleh keadilan terpenuhi.
Selain itu harus disadari bahwa beberapa kasus pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara pada lingkungan Pemerintah Kabupaten Belu baik
itu pelanggaran maupun kejahatan merupakan kelalaian Aparatur itu sendiri. Namun,
negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Belu seharusnya hadir untuk memberikan
jaminan perlindungan hukum baik itu dalam bentuk konsultasi, pendampingan serta
bantuan hukum demi terpenuhinya rasa keadilan serta terpenuhinya hak hukum Aparatur
itu sendiri bukannya membiarkan Aparatur untuk berjuang sendiri dan akhirnya pasrah
terhadap sangsi hukum sebagai konsekuensi dari pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan.
Kendala Untuk Memperoleh Bantuan Hukum Sebagai Perwujudan Akses
Keadilan Kepada Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu
Hasil penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadipi oleh Aparatur Sipil Negara
untuk memperoleh Bantuan Hukum sebagai Akses Keadilan dalam pemenuhan haknya
sebagai Aparatur antara lain sebagai berikut;
a. Belum terbangun sistem perlindungan hukum bagi ASN di Kabupaten Belu;
Adanya sistem perlindungan hukum bagi ASN sebagai mana tertuang dalam UU
ASN, bahwa terdapat kepedulian pemerintah terhadap ASN, karena ada ketentuan
perlindungan hukum dalam bentuk bantuan hukum. Titik tolak pemikiran ini menunjukan
bahwa ASN dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang.
Upaya preventif yang seharusnya dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Belu yakni dengan menyajikan regulasi baik itu berupa Keputusan Bupati, Peraturan
Bupati maupun Peraturan Daerah yang di dalamnya memuat pemenuhan hak-hak aparatur
termasuk hak hukum dari aparatur. Selain itu upaya represif yang dapat dilakukan berupa
sangsi sesuai dengan Peraturan Pemerintah maupun peraturan-peraturan terkait Aparatur
Sipil Negara yang berlaku.
Konsekuensi dari belum terbangunnya sistem perlindungan hukum bagi Aparatur
Sipil Negara di Kabupaten Belu yang baik yakni Aparatur tidak memperoleh hak-haknya
sebagai Abdi Negara dan Abdi masyarakat saat berhadapan dengan persoalan-persoalan
hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan demikian prinsip utama keadilan
yakni kepastian hukum yang adil dan perlakuan sama dihadapan hukum sulit untuk
terpenuhi.
b. ASN belum mengetahui LKBH Korpri Kabupaten Belu;
Kasus yang terjadi selama ini di Kabupaten Belu. Hal ini dikarenakan belum
jelasnya lembaga manakah yang harus bertanggung jawab dalam melaksanakan ketentuan
ini. Meskipun selama ini telah mengenal lembaga Korpri, Badan Pertimbangan
Kepegawaian (BAPEK), maupun Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Badan
Kepegawaian Negara belum secara maksimal dan mandiri dalam memberikan bantuan
hukum bagi pegawai ASN.
Apabila memperhatikan Pasal 126 Undang-undang ASN yang berbunyi “Pegawai
ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia”
(KORPRI) saat ini, maka lembaga inilah yang sebenarnya memiliki wewenang dan
tanggung jawab dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN. Hal ini dikarenakan
Pemberian Bantuan Hukum Sebagai Perwujudan Akses
Keadilan Kepada Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu
Johanes Marianum Raga
454
salah satu fungsi Korps Pegawai ASN salah satunya berfungsi memberikan perlindungan
hukum dan advokasi kepada anggota korps profesi ASN Republik Indonesia yang
mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas. Dalam upaya mendukung
pelaksanaan atas bantuan hukum maka lembaga ini perlu dibentuk secara definitif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku didasarkan pada ketentuan
undang-undang. Apabila tindakan administrasi telah sah menurut undang-undang (legal)
maka dianggap dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum apabila terjadi pengaduan
maupun gugatan.
Lembaga bantuan hukum ASN yang telah dibentuk untuk merealisasikan amanat
Undang-undang ASN wajib memerankan fungsi sebagai pelindung pegawai ASN dalam
menjalankan tugas-tugasnya.
Persoalan minimnya informasi terhadap Lembaga Konsultasi dan Bantuan
Hukum Korpri serta tugas dan fungsi dari lembaga ini oleh Aparatur Sipil Negara di
Kabupaten Belu mengakibatkan akses terhadap keadilan bagi ASN tidak terpenuhi.
Kekhawatiran terhadap tingginya biaya perkara di pengadilan semakin menambah
problem bagi ASN yang tersandung kasus hukum. Hasilnya ASN pasrah terhadap sangsi
hukum yang dijatuhkan terhadapnya tanpa ada pembelaan dari siapapun, dengan
demikian jaminan perlindungan hukum dari Pemerintah Kabupaten Belu sebagai akses
memperoleh keadilan tidak terpenuhi maka dengan demikian hak Aparatur Sipil
Negarapun tidak terpenuhi.
Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan cara sosialisasi LKBH Korpri kepada
seluruh ASN di Kabupaten Belu sehingga Aparatur dapat mengetahui tugas dan fungsi
dari LKBH Korpri Kabupaten Belu itu sendiri.
c. Belum Optimalnya Eksistensi Korps Profesi Pegawai ASN dalam Memberikan
Perlindungan Hukum bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu.
Sesuai dengan visi Korpri angka 3 Mewujudkan kesejahteraan, penghargaan,
pengayoman dan perlindungan hukum untuk meningkatkan harkat dan martabat anggota”
dan fungsi Korpri angka 5 ”Sebagai pengayom, pelindung dan pemberi bantuan hukum
bagi anggota, maka Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri yang telah
dibentuk di Kabupaten Belu, dimana tugas dan fungsi LKBH adalah memberikan
perlindungan dan bantuan hukum terhadap anggota Korpri Kabupaten Belu yang
menghadapi persoalan hukum baik itu pidana, perdata maupun tata usaha negara sesuai
dengan hak-haknya sebagai warga negara tidak berjalan sesuai dengan harapan besar
Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Belu.
Selain memberikan konsultasi dan bantuan hukum, juga dapat memberikan
edukasi atau pendidikan hukum kepada anggotanya. Karena masih banyak, atau bahkan
mayoritas, anggota Korpri di Kabupaten Belu yang awam tentang pemahaman hukum,
sehingga ketika berhadapan dengan aparat hukum mereka sering tidak berdaya karena
ketidaktahuan dan ketidakpahaman harus berbuat apa dan berkonsultasi kemana.
Disamping itu juga harapan dengan adanya edukasi atau pendidikan hukum tersebut,
anggota KORPRI Kabupaten Belu dapat lebih memahami bagaimana agar dalam
menjalankan tugas jabatannya tidak menimbulkan permasalahan hukum.
Adapun dengan diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat
Daerah yang di undangkan pada tanggal 15 Oktober 2019 yang kemudian ditindak lanjuti
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Belu Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Belu Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah maka status Sekretariat Korpri Kabupaten Belu yang
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
455
http://sosains.greenvest.co.id
dahulunya dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 sebagai Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) yang dimana memiliki Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) tersendiri dihilangkan.
Sementara itu terkait tugas dan fungsi pokok dari Korpri dimasukan kedalam
salah satu seksi di Bidang Pengembangan pada Badan Kepegawaian dan Sumber Daya
Manusia. Hal ini tentunya memiliki dampak pada optimalisasi eksistensi dari Korpri.
d. Eksistensi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Korpri Kabupaten Belu.
Bantuan hukum merupakan instrumen penting dalam Sistem Peradilan karena
merupakan bagian dari perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap individu,
termasuk hak atas bantuan hukum.
Menjamin lembaga termasuk lembaga konsultasi dan bantuan hukum Korpri
tetap eksis dalam Organisasi Pemerintahan Kabupaten Belu bukan sebuah perkara mudah
hal ini dapat dibuktikan dengan banyak faktor yang mempengaruhi eksistensi Lembaga
Konsultasi dan Bantuan Hukum Korpri Kabupaten Belu, antara lain sebagai berikut:
a)
Perubahan Regulasi pada Organisasi Perangkat Daerah;
Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 yang kemudian
ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Belu yang mana dalam peraturan
tersebut menghilangkan atau menggabungkan beberapa Organisasi Perangkat Daerah
yang salah satunya adalah Sekretariat Korpri Kabupaten Belu berdampak pada eksistensi
dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Korpri. Hal ini terjadi dikarenakan
Sekretariat Korpri Kabupaten Belu juga merupakan Sekretariat dari Lembaga Konsultasi
dan Bantuan Hukum Korpri.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Kabupaten Belu kini tinggal nama,
alih-alih hadir sebagai pelindung Aparatur Sipil Negara dengan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dengan deretan pejabat dan
orang-orang yang dianggap berkompeten di bidang hukum yang telah di ambil sumpah
dan dilantik secara resmi oleh Wakil Bupati Belu untuk mengemban tugas yang mana
tugas tersebut secara jelas tertuang dalam surat keputusan Sekretaris Daerah sebagai
Ketua Korpri Kabupaten Belu. Keadaan ini juga luput dari perhatian Pimpinan Daerah
Kabupaten Belu.
b)
Budaya Hukum Aparatur di Kabupaten Belu;
Budaya hukum dapat meliputi nilai-nilai mengenai hukum, nilai-nilai berupa
konsep mengenai apa yang dianggap baik dan buruk, sikap-sikap yang terkait dengan
tingkah laku yang berhubungan dengan hukum dan aparat penegak hukum, dan juga
perilaku dari masyarakat itu sendiri yang terjadi secara berulang-ulang, yang mengacu
pada bagian-bagian yang ada pada adat atau kebiasaan, opini-opini, cara bertindak dan
berpikir.
Seorang ASN di Kabupaten Belu sudah mulai tumbuh kesadaran hukum dan
ketaatan hukum. Namun, masih banyak yang belum mengetahui dan memahami
mengenai hak atas bantuan hukum. Tentu hal ini dapat menimbulkan budaya hukum yang
tidak mendukung pelaksanaan pemberian bantuan hukum itu sendiri.
Nilai-nilai ini mengacu pada ketidak-percayaan terhadap pelaksanaan pemberian
bantuan hukum, ini kemudian dalam prakteknya dapat menimbulkan sikap penolakan
menggunakan hak bantuan hukum. Ada juga pandangan serta sikap ASN di Kabupaten
Belu yang memandang bantuan hukum atau jasa pengacara sebagai barang mahal
sehingga dengan ketidaktahuan seperti ini, mereka memilih