policies related to legal aid as access to justice for the State Civil
Apparatus in Belu Regency. This study uses the Juridical
Empirical method.
Keywords: Belu District ASN, Legal Aid, Access to Justice.
Pendahuluan
Bantuan hukum merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap
negara di dunia ini kepada rakyatnya terutama pada negara Indonesia sebagai negara
hukum (Achmad, 2016). Bantuan hukum merupakan hak bagi setiap warga negara atas
jaminan perlindungan hukum sebagai sarana pengakuan Hak Asasi Manusia (Sukananda,
2018). Namun pada kesempatan kali ini penulis akan membahas bantuan hukum ASN.
Beberapa regulasi mengenai bantuan hukum telah dikeluarkan oleh negara melalui
Undang-Undang dan peraturan pelaksananya maupun dari Mahkamah Agung ataupun
Mahkamah Konstitusi melalui Peraturan Mahkamah (Fauzi & Ningtyas, 2018).
Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum kepada warga negara merupakan
bentuk upaya untuk memenuhi sekaligus sebagai implementasi dari negara hukum yang
mengakui dan melindungi serta menjamin terhadap keadilan (Saefudin, 2014).
Undang-undang bantuan hukum adalah peran lembaga bantuan hukum kampus
sebagai bagian dari civitas akademik untuk dapat melakukan pengabdian masyarakat
dibidang hukum berdasarkan keilmuan dan ke ahlian yang dimiliki (Afandi, 2013).
Undang-undang kekuasaan kehakiman menggariskan sebuah ketentuan bahwa pengadilan
harus membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Dadan
Herdiana, Susanto, Muhamad Iqbal, Iin Indriani, 2021).
Persamaan dihadapan hukum harus diartikan secara statis, artinya apabila ada
persamaan dihadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi pula dengan
persamaan perlakukan bagi semua orang (Mursitama, Departemen, Internasional,
Humaniora, & Bina, 2012). Tidak dapat dipungkiri, stigma negatif masyarakat terhadap
proses mencari keadilan di negeri tercinta, Indonesia sangat kuat dan besar sehingga
muncul sebuah ketidakpercayaan terhadap dunia peradilan kita (Kusumawati, 2016).
Negara mencoba mengatasi dengan mengeluarkan Undang-undang tentang
bantuan hukum, yang berupa penyediaan dana yang dapat diakses oleh advokat yang
telah memberikan bantuan hukum bagi rakyat miskin (Raharjo, Angkasa, & Bintoro,
2016). Negara mencoba mengatasi dengan mengelurkan undang undang tentang bantuan
hukum, yang berupa penyediaan dana yangdapat diakses oleh advokat yang telah
memberikan bantuan hukum bagi rakyat miskin (Wijayanta, 2012).
Kehadiran Undang-undang bantuan hukum ini paling tidak menjawab ekspetasi
yang tinggi dari masyarakat akan penyelesaian persoalan bantuan hukum di indonesia
(Sihombing, 2013). Pemberian hak-hak kepada tersangka dan terdakwa tersebut sekaligus
juga diikuti dengan pengaturan kewajiban tertentu kepada aparat penegak hukum, agar
hak-hak tersangka dan terdakwa itu dapat terwujud dalam praktik pengadilan di Indonesia
(Arif, 2016).
Pemberian bantuan hukum dapat juga dilakukan oleh calon Advokat (CA),
disebut juga sebagai kandidat. Kewenangan dari kandidat dalam beracara tidak dapat
mandiri, kandidat terbatas dalam melakukan pembelaan di muka pengadilan dengan
memerlukan pendampingan dari Advokat pendamping (Sukananda, 2018).
Bantuan hukum seringkali merupakan elemen penting untuk perlindungan hak
yang efektif (Gruodytė & Kirchner, 2016). Dinyatakan di sini bahwa keterlibatan semua
keahlian yang relevan, dengan fokus pada praktisi hukum dan pembuat kebijakan, dalam