Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
499
http://sosains.greenvest.co.id
POLA ASUH ORANG TUA PADA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DI
DESA HAMPALIT, KATINGAN HILIR, KATINGAN
Siti Maunah
IAIN Palangka Raya
E-mail : siti.82maun[email protected]m
Diterima:
16 Mei 2021
Direvisi:
11 Juni 2021
Disetujui:
15 Juni 2021
Abstrak
Penelitian ini mengkaji pola asuh orang tua pada pendidikan agama
anak di Komplek Bahalap Permai Desa Hampalit Kecamatan Katingan
Hilir Kabupaten Katingan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologis. Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin
memperoleh data dengan cara menangkap fenomena yang ada di
lapangan, fenomena tersebut dapat berupa tingkah laku, ucapan serta
reaksi dengan informan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
pola asuh yang digunakan WR terhadap pendidikan agama anak
adalah pola asuh demokratis. Sedangkan metode yang digunakan
adalah metode dengan memberikan perhatian. Pola asuh yang
digunakan UT terhadap pendidikan agama anak-anaknya adalah pola
asuh pengabaian. Sedangkan metode yang seharusnya digunakan UT
terhadap pendidikan agama anak-anaknya adalah metode dengan
memberikan perhatian. Pola asuh yang digunakan JK terhadap
pendidikan agama anak adalah pola asuh otoriter. Sedangkan metode
yang digunakan adalah metode dengan memberikan hukuman. Tempat
pelaksanaan penelitian ini di komplek Bahalap Permai Jalan Tjilik
Riwut KM. 16,5 Desa Hampalit Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten
Katingan.
Kata Kunci: pola asuh, pendidikan agama, anak.
Abstract
This study examines parenting patterns in children's religious
education in the Bahalap Permai complex, Hampalit village,
Katingan Hilir District, Katingan Regency. This study uses a
phenomenological approach. This approach is used because
researchers want to obtain data by capturing phenomena in the field,
these phenomena can be in the form of behavior, speech and
reactions with informants. The findings of this study indicate that the
parenting style used by WR for children's religious education is a
democratic parenting style. While the method used is the method by
giving attention. The parenting style used by UT for their children's
religious education is neglect parenting. While the method that
should be used by UT for their children's religious education is the
method by giving attention. The parenting style used by JK for
children's religious education is authoritarian parenting. While the
method used is the method of giving punishment. The place of this
research is in the Bahalap Permai complex, Jalan Tjilik Riwut KM.
16.5 Hampalit Village, Katingan Hilir District, Katingan Regency.
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
Siti Maunah
500
Keywords: parenting, religious education, children.
Pendahuluan
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk dinamis yang berproses dan tidak lepas
dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Manusia mempunyai dua
fungsi yaitu individu dan sosial. Keduanya memiliki fungsi yang saling berkaitan. Maka dari
itu perlu dipelajari agar tidak salah ketika mempraktikkan. Belajar diperoleh melalui lembaga
pendidikan formal dan non formal. Salah satu pendidikan formal yang umum di Indonesia
yaitu sekolah dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan
interaksi antara guru dan siswa (Nur Ainiyah, 2013).
Pendidikan karakter menjadi isu penting dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini, hal
ini berkaitan dengan fenomena dekadensi moral yang terjadi ditengahtengah masyarakat
maupun di lingkungan pemerintah yang semakin meningkat dan beragam (Nur Ainiyah,
2013). Melalui pendidikan nilai, maka tujuan, materi, metode, kegiatan evaluasi, maupun
pendidik dalam pendidikan agama Islam harus mendukung agar suatu tujuan pendidikan nilai
tersebut tercapai (Frimayanti, 2017). Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan
manusia; tanpa pendidikan, manusia tidak berdaya (Djaelani, 2013).
Orang dilahirkan dengan iman kemudian melalui pemahaman agama mereka menjadi
sangat religius atau tidak cukup akrab dengan iman. Iman dapat, harus dan harus dipelajari.
Anak-anak datang ke sekolah dengan pandangan agama yang sudah diperoleh dalam keluarga
mereka. Dengan demikian, pendidikan agama sebagaimana pendidikan pada umumnya
dimulai di rumah orang tua (Mirascieva, Petrovski, & Gjorgjeva, 2011).
Pendidikan agama adalah bidang pendidikan yang menuntut, karena tidak ada metode
universal untuk secara sistematis memasukkan prinsip-prinsip agama dalam pendidikan anak-
anak (Ene & Barna, 2015).
Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses
pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Prasarana pendidikan adalah salah satu sumber
daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah. Aspek prasarana perlu peningkatan terus
menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih
(Kartika, Husni, & Millah, 2019) Sarana dan prasarana yang mendukung membuat kegiatan
belajar menjadi tenang. Hal ini penting karena memengaruhi kualitas mutu pendidikan.
Masalah pendidikan yang dihadapi dewasa ini sangat penting karena rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah
(Maesaroh, 2013). Pendidikan yang tidak kalah penting adalah Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Agama Islam sebagai suatu proses usaha mengandung ciri dan watak khusus,
yaitu proses penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai keimanan yang menjadi
fundamental spiritual manusia dimana sikap dan tingkah lakunya termanifestasikan menurut
kaidah-kaidah agamanya (Maesaroh & Syahid, 2018). Setiap kali mempelajari ilmu
Pendidikan Agama Islam perlu adanya guru yang mumpuni. Karena seorang guru akan
membentuk karakter seorang anak didik. Banyak sekali metode guru ketika mengajar salah
satunya metode bercerita.
Peran seorang guru pendidikan agama Islam dalam menggunakan metode bercerita
sungguh penting. Peserta didik tertarik atau tidak bergantung pada proses penyampaian yang
dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam (Tambak, 2016). Guru yang memiliki kualitas
yang baik akan mampu menjadikan anak didiknya menjadi manusia yang unggul, meskipun
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
501
http://sosains.greenvest.co.id
sarana dan prasana di sekolah jauh dari memadai (Karya, 2014)
Pendidikan Agama Islam, antara lain berusaha untuk mengembangkan alat-alat
potensial dari manusia tersebut seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana
bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta budaya manusia dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah
SWT menurut Muhaemin dalam (Sulaiman, Al Hamdani, & Aziz, 2018). Pendidikan agama
yang diberikan pada masing-masing sekolah pada umumnya juga tidak menghidupkan
pendidikan multikultural yang baik, bahkan cenderung berlawanan (Muliadi, 2012).
Berbicara mengenai proses pembelajaran, tidak lepas dari fungsi dan peranan seorang
guru. Peran guru sangat vital dalam menentukan output pendidikan. Dalam suatu kegiatan
pembelajaran, guru hendaknya lebih memberdayakan peserta didik dalam kegiatan tersebut.
Karena itulah guru harus mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga bisa terjadi
pembelajaran yang demokratis, berkarakter dan menyenangkan (Yulianti, Iwan, & Millah,
2018). Perkembangan lembaga pendidikan dewasa ini mengalami dinamika seiring dengan
tuntutan modernitas dan perkembangan sains dan teknologi.
Iklim kompetisi dalam dunia pendidikan formal menjadi sebuah keniscayaan yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga apabila lembaga pendidikan formal tidak mengikuti
perkembangan zaman dan tuntutan modernitas maka kurang mendapat respon masyarakat
secara maksimal. Bahkan lembaga pendidikan tersebut lambat laun tidak diminati oleh
peserta didik (Mulyani Mudis Taruna, 2011), Masalah mendasar dunia pendidikan di
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan, dengan masih tingginya
ketimpangan mutu pendidikan antar daerah. Indikator pembangunan pendidikan pada tingkat
provinsi menunjukkan dua kecenderungan, yakni ada dalam kategori di atas standar nasional
dan ada di bawah standar nasional (Astuti, 2011).
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Alquran
dan Hadis Nabi Muhammad SAW Pada manusia terdapat dua unsur, yakni unsur jasmaniah
dan unsur rohaniah, dalam unsur ini Allah telah memberikan seperangkat potensi dasar luar
biasa yang harus dikembangkan dengan baik sehingga ia sampai kepada kedudukan yang
mulia, sebab apabila potensi tersebut tidak dikembangkan dengna baik justru akan
menjadikan manusia lebih hina dari makhluk Allah lainnya.
Pola asuh yang dilaksanakan orang tua di Komplek Bahalap Permai sangat bervariasi,
untuk itu penulis ingin mengkaji lebih mendalam tentang pola asuh yang dilakukan orang tua
terhadap pendidikan agama anaknya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis. Pendekatan ini digunakan
karena peneliti ingin memperoleh data dengan cara menangkap fenomena yang ada di
lapangan, fenomena tersebut dapat berupa tingkah laku, ucapan serta reaksi dengan informan.
Konteks di atas, pendekatan ini akan menghasilkan data deskriptif yaitu kata-kata baik secara
tertulis maupun lisan dari informan dan perilaku yang dapat diamati. Data tersebutlah yang
nantinya digunakan penulis untuk mengamati pola asuh orang tua pada pendidikan agama
anak.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Hampalit tepatnya di Komplek Bahalap Permai
Jalan Tjilik Riwut KM. 16,5 Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan. Adapun objek
dari penelitian ini adalah pola asuh orang tua pada pendidikan agama anak di komplek
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
Siti Maunah
502
Bahalap Permai Jalan Tjilik Riwut KM. 16,5 desa Hampalit Kecamatan Katingan Hilir
Kabupaten Katingan. Sedangkan subjek penelitian ini menggunakan teknik purpossive
sampling, yaitu memilih subjek secara bertujuan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Hasil dan Pembahasan
Pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang berada di komplek
Bahalap Permai bervariasi
1. WR
WR dilahirkan di daerah kelahirannya Indramayu provinsi Jawa Barat pada tanggal 17
Juni 1976. WR sekarang bertempat tinggal di Komlpek Bahalap Permai nomor 5 jalan Tjilik
Riwut km 16,5 desa Hampalit kecamatan Katingan Hilir kabupaten Katingan. WR memiliki 3
anak, anak yang pertama berusia 17 tahun yang sekarang duduk di bangku SMA kelas 12,
anak yang kedua berusia 12 tahun yang duduk di bangku kelas 6 SD, sedangkan yang ketiga
4 tahun. WR berprofesi sebagai anggota Polres Katingan. Pola asuh yang digunakan WR
terhadap pendidikan agama anak adalah dapat dilihat pada ungkapan WR kepada penulis
berikut ini: .
“Terkadang saja tante tidak ada atau keluar rumah maka adik di rumah mengulang
pelajaran ngajinya kalau tidak menggangu adik tapi terkadang juga tidak
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 10 Desember 2019 bahwa anak WR belajar
mengaji di TPA Al-Fattah dan mengulang sendiri pelajarannya kalau orang tuanya sedang
piket malam. Berdasarkan data hasil wawancara di atas dan hasil observasi penulis pahami
bahwa WR juga mengulang pelajaran anaknya di saat ada di rumah tetapi terkadang juga
tidak ketika sedang piket malam. Sehingga dapat penulis pahami bahwa orang tua harus bisa
membagi waktu antara belajar dan bermain anak, agar anak kelak bisa hidup disiplin. Adapun
pola asuh yang digunakan WR terhadap pendidikan agama anak-anaknya adalah pola asuh
demokratis.
Sedangkan metode yang digunakan WR terhadap pendidikan agama anak-anaknya
adalah seperti apa yang telah diungkapkan WR kepada penulis berikut:
Adanya perhatian orang tua kepada anak, maka anak akan merasa diperhatikan,
dihargai oleh orang tuanya, sehingga anak juga akan semangat dalam belajar.
Berikut ungkapan MK tetangga WR kepada penulis:
“Memang bapaknya kayanya memberikan perhatian yang cukup kepada anaknya,
contohnya ketika waktu main belajar udah datang, anaknya disuruh pulang dulu.”
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dan observasi dapat penulis pahami bahwa
metode yang digunakan WR dalam pola asuh ini metode dengan memberikan perhatian,
sehingga menurut penulis sebagai orang tua dalam mendidik anak hendaknya memberikan
perhatian yang cukup agar anak merasa dihargai dan lebih semangat belajarnya.
2. UT
UT dilahirkan di daerah kelahirannya Trenggalek provinsi Jawa Timur pada tanggal
10 Maret 1977. UT sekarang bertempat tinggal di Komlpek Bahalap Permai nomor 33 jalan
Tjilik Riwut km 16,5 Desa Hampalit Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan. UT
memiliki 1 anak berusia 9 tahun yang duduk di bangku kelas 3 SD. UT bekerja swasta
mencari emas sedangkan isterinya ibu rumah tangga.
Pola asuh yang digunakan UT terhadap pendidikan agama anak adalah dapat dilihat
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
503
http://sosains.greenvest.co.id
pada ungkapan UT kepada penulis berikut ini:
”Kalau saya terserah anaknya saja”
Berikut ungkapan FD anak UT berikut:
“Kalau mainan ga pernah dicari mamak, mau ngaji apa ga dibiarkan ja”
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi pada tanggal 09 Desember 2019
bahwa anak UT dibiarkan orang tuanya dalam masalah pendidikan khususnya pendidikan
agama. Sehingga dapat penulis pahami bahwa orang tua FD membiarkan anaknya masalah
pendidikan khususnya pendidikan agama. Adapun pola asuh yang digunakan UT terhadap
pendidikan agama anak-anaknya adalah pola asuh pengabaian.
Sedangkan metode yang digunakan UT terhadap pendidikan agama anak-anaknya
adalah seperti apa yang telah diungkapkan UT kepada penulis berikut:
”Ku terserah anaknya saja, maunya apa terserah saja, sudah cape ngurusi dia nakal
bener.”
Berikut ungkapan RD tetangga UT kepada penulis:
“Anaknya nakal sekali , kebetulan anaknya juga satu kelas dengan anak saya, anak
saya sering jahili dan yang parah kemarin udah berbuat yang tidak sopan terhadap anak saya
makanya anak saya mau dipindah saja nanti semester 2 ini.”
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dan observasi dapat penulis pahami bahwa
seharusnya metode yang digunakan UT dalam pola asuh ini metode dengan memberikan
perhatian, seharusnya menurut penulis sebagai orang tua dalam mendidik anak hendaknya
memberikan perhatian yang cukup agar anak merasa dihargai , disayangi dan lebih semangat
belajarnya khusunya pendidikan agama, karena pendidikan agama yang bisa membentuk
anak-anak jadi bermoral.
3. JK
JK dilahirkan di daerah kelahirannya Tumbang Samba Kabupaten Katingan Provinsi
Kalimantan Tengah pada tanggal 11 Maret 1975. JK sekarang bertempat tinggal di Komplek
Bahalap Permai nomor 08 jalan Tjilik Riwut km 16,5 desa Hampalit kecamatan Katingan
Hilir kabupaten Katingan. JK memiliki 2 anak, anak yang pertama berusia 17 tahun yang
sekarang duduk di bangku SMA kelas 12, sedangkan anak yang kedua berusia 9 tahun yang
duduk di bangku kelas 4 SD. JK berprofesi PNS Guru di SDN-3 Telangkah sedangkan
isterinya berprofesi sebagai bidan.
Pola asuh yang digunakan JK terhadap pendidikan agama anak adalah dapat dilihat
pada ungkapan JK kepada penulis berikut ini:
“Anak harus nuruti apa perintah orang tua, tidak boleh melawan , mau sedang main
atau apa kalau orang tuanya nyuruh harus nurut apa yang disuruh”
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 06 Desember 2019 bahwa anak JK harus
mengikuti apa kata orang tua dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan kemauannya.
Adapun pola asuh yang digunakan JK terhadap pendidikan agama anak-anaknya adalah pola
asuh otoriter terlihat dari sikap JK terhadap anaknya.
Sedangkan metode yang digunakan JK terhadap pendidikan agama anak-anaknya
adalah seperti apa yang telah diungkapkan JK kepada penulis berikut:
“Kalau masalah belajar agama ku serahkan ke gurunya , anaknya ku ngajikan tempat
ngaji yang dekat pasar walaupun agak jauh, mau ga mau anaknya harus nurut”.
Berikut ungkapan UN tetangga JK kepada penulis:
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
Siti Maunah
504
“Emang orang tuanya terlalu keras terhadap anaknya, apalagi berbuat kesalahan sedikit
langsung dibentak-bentak anaknya. Apalagi sekarang ditambah anaknya tidak diperbolehkan
main keluar rumah.”
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dan observasi dapat penulis pahami bahwa
metode yang digunakan JK dalam pola asuh ini metode dengan memberikan hukuman,
sehingga menurut penulis akibat pola asuh dan metode yang digunakan orang tua dalam hal
ini akhirnya anak tidak dapat bersosialisasi dan bermain dengan sewajarnya terhadap
temannya, seharusnya sebagai orang tua dalam mendidik anak hendaknya memberikan
perhatian yang cukup agar anak merasa dihargai dan lebih semangat belajarnya.
Sejarah Desa Hambalit
Desa Hampalit terletak persis di jalur ruas poros Kalimantan yaitu jalan Tjilik Riwut
merupakan sebuah desa yang cukup besar dan ramai dengan fasilitas yang cukup memadai.
Sebelum menjadi desa Hampalit hanyalah sebuah tempat usaha pendulangan tradisional suku
daya yang terletak di jalur sungai Hampalit bekas areal PT. Katunen. Kegiatan pendulangan
memang sudah lama dilakukan oleh masyarakat sekitar dan mulai terbuka sejak tahun 1963
yaitu sebanyak 13 buah pondok. Melihat keadaan bertambah ramai maka kepala desa
telangkah membentuk dusun untuk mengatur masyarakat yang bekerja pada saat itu. Kepala
Desa Telangkah dijabat oleh bapak Asna Z. Tundan. Dalam rangka mengatur dusun
diangkatlah kepala dusun yaitu bapak Sanen Saal dan dusun tersebut dinamakan dusun
Kereng Pangi.
Berita tentang tambang emas cepat menyebar luas kemana-mana dari jumlah 13 buah
berkembang pesat menjadi ratusan bahkan ribuan mulai dari tempat di Camp C menyebar ke
21,22,25,27,28, 29, Blauran Panaga, Kapet dan lesu serta Galangan.pada tahun 1984 berita
tambang sampai ke pengusaha tambang di Jakarta dengan masuknya PT. Yunawiti Minning
mengadakan eksplorasi sampai tahun 1986 digantikan oleh PT. Kasongan Bumi Kencana
(KBK). Eksplorasi yang dilakukan mengikuti jejak tambang tradisional.
Pada tahun 1987 perusahaan KBK digantikan oleh PT. Arjuna Ampalit Mas perdana
yang selanjutnya melakukan exploitasi dengan menggunakan kapal kerok karena kandungan
emas yang alluvial (larutan) dan proses dengan jekplat dan gold room PT. Ampalit Mas
Perdana berkantor di Kereng Pangi tepatnya di kantor Polres Katingan sekarang. Berhubung
lokasi pemukiman penambang tradisional termasuk areal yang akan diproduksi, maka pada
tahun 1988 perusahaan PT. Mas Ampalit Perdana melakukan relokasi masyarakat penambang
ke Kereng Pangi ( sekarang Hampalit). Pada tahun 1977 PT. Mas Ampalit Perdana
mengadakan PHK karyawa besar-besaran, hal ini dilakukan karena kandungan emas yang
diproduksi sudah tidak layak lagi meskipun kontrak karyawan perusahaan masih panjang
sampai tahun 2016, sehingga pada tahun 1999 perusahaan menyerahkan asset perusahaan ke
Pemda Kotim.
Dengan berakhirnya PT. Mas Ampalit Perdana masyarakat yang tadinya bekerja secara
tradisional, mengolah emas dengan mesin sedot yang terkenal namanya dong feng yang bisa
menyedot pasir yang mengandung emas beratus meter kubik, selain itu keistimewaannya
walaupun lokasi yang semula telah dikerjakan namun dapat dikerjakan kembali. Dan
perkembangan ekonomi masyarakat berkembang pesat walaupun krisis ekonomi tahun 1998.
Nama Desa Hampalit diambil dari sebuah nama sungai menggantikan nama Kereng Pangi.
Tahun 2000 Kereng Pangi diusulkan menjadi Desa Devinitif bersama 8 desa di
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
505
wilayah Kabupaten Kotim dengan nomor SK. Bupati No. 56 tahun 2000. Perjalanan desa
mulai tahun 2000 sampai tahun 2006 telah mengalami beberapa pergantian Kepala Desa
mulai dari pejabat sementara sampai Kepala Desa Devinitif. Adapun nama-nama Kepala
Desa yang pernah menjabat di desa Hampalit ini antara lain:
1. Pjs. Cornelis, BBA ( tahun 2000- 2001 )
2. Pjs. Ramba W. Condrad ( 2001 - 2002 )
3. Pjs. Cornelis, BBA ( 2002 - 2003 )
4. Pjs. Nusa Paten ( 2003 - 2006 )
5. Fandede S. ( 2006 2012 )
6. Fandede S. ( 2012 2017 )
7. Pjs. Yuskiman, S.Sos. ( 2017 - 2018 )
8. Pjs. Dedi Purwanto, S.Sos. ( 2017 - sekarang )
Luas desa Hampalit ini adalah 25.200 Ha. Jumlah penduduk desa Hampalit 17.609
jiwa ,yang terdiri dari 9.915 laki-laki dan 7.694 perempuan. Desa Hampalit terdiri dari
29 RT, 4.053 kepala keluarga. Sarana dan prasarana ibadah yang terdapat di Desa
Hampalit ini antara lain masjid berjumlah 5 buah dan langgar berjumlah 16 buah, Gereja
berjumlah 5 buah.
1. Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia (Anton Moeliono, tt), bahwa kata pola memiliki arti sebagai berikut; Sistem;
cara kerja, Bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh memiliki arti sebagai
berikut : Menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih
dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri.
Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan
oleh seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini adalah pola asuh yang diberikan
orangtua/ pendidik terhadap anak adalah mengasuh dan mendidiknya penuh pengertian.
Adapun yang mempengaruhi pola asuh orangtua/pendidik adalah lingkungan sosial
internal dan eksternal.
2. Konsepsi Pola Asuh Orang tua sebagai Tugas Pendidikan
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat
berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian
sangatlah besar
Orangtua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah
mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya
yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap
tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra-putrinya.
Peran orang tua adalah dengan membenahi mental higeine anak. Terbentuknya
perilaku keberagamaan anak merupakan modal bagi penyesuaian diri anak dan
lingkungannya, tentunya memberikan dampak bagi kesejahteraan keluarga secara
menyeluruh. Secara umum ada empat jenis pola asuh, digunakan para orang tua dalam
mendidik anak-anak.
1. Otoriter
Pola asuh jenis ini, ada unsur memaksa pada anak untuk mengikuti kehendak orang
tua. Aturan yang diterapkan di rumah, harus dipatuhi tanpa mau tahu perasaan anak. Jika
anak tidak mau patuh, orang tua cenderung memberi hukuman yang keras (biasanya
hukuman fisik). Dampaknya ada jarak pemisah dalam hubungan antara orang tua dan
anak, komunikasi keduanya tidak lancar cenderung kaku atau tidak hangat. Orang tua
selalu merasa paling benar, akibatnya anak akan merasa tertekan, menarik diri dari
pergaulan dan tidak percaya pada orang tuanya apalagi orang lain.Anak dengan pola asuh
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
2021
Siti Maunah
506
otoriter, bisa tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, agresif, berpotensi punya
masalah dalam pergaulan dengan teman sebaya.
Pola asuh otoriter lebih tepat dilakukan pada anak yang memiliki perilaku buruk.
Contohnya bila anak selalu pulang malam, maka pola otoriter ini tepat dilakukakan untuk
anak, alias mengkombinasikan pola asuh. Menurut ahli, dampak pola asuh otoriter akan
membawa pengaruh atas sifat-sifat anak, seperti:
a. Tidak bisa memilih
b. Belum bisa mengambil kesimpulan
c. Kuranya motivasi dari dalam.
d. Tidak punya kekuatan mengatakan tidak bisa
e. Takut mengemukakan pendapat.
f. Takut melakukan kesalahan
2. Permisif (Serba Boleh)
Pola asuh ini memberikan kebebasan untuk anak agar bisa memilih . biasanya
orang tua mengikuti apa yang anak ingin dan orang tua juga biasanya memberikan
kontrol yang sangat minim kepada anak. Bila anak melakukan kesalahan maka orang tua
biasanya membiarkan, tidak mengurus anak tersebut. Menurut ahli menyatakan dampak
pola asuh
Seperti ini akan menghasilakan
a. Tidak suka aturan.
b. Tidak percaya diri
c. Suka mendominasi.kesulitan mengendalikan diri.
d. Kesusahan menentukan arah hidup
Pola asuh ini berbanding terbalik dengan pola asuh otoriter, semua dilonggarkan
nyaris tidak ada aturan. Orang tua tidak menerapkan batasan, cenderung memberi
kebebasan anak mengerjakan apapun semaunya. Hubungan antara anak dan orang tua
sangat hangat, karena tidak ada tuntutan apapun pada anaknya. Sistem reward and
punishment tidak berlaku efektif, karena anak lebih sering mendapat reward dibanding
hukuman.
Pola asuh permisif atau serba boleh, biasanya membuat anak maunya menang
sendiri. Selain itu menjadi anak tidak percaya diri, tumbuh menjadi pribadi kurang
mandiri atau sangat bergantung sama orang lain. Semua sebagai dampak kurangnya
bimbingan dan arahan, sehingga anak kurang dilatih bertanggung jawab. Anak dengan
pola asuh permisif, akan mengalami masalah ketika remaja atau jelang dewasa. Mereka
yang seharusnya bisa menyelesaikan urusan sendiri, tapi masih sangat mengandalkan
orang lain.
3. Demokratis
Pola asuh jenis ini, adalah perpaduan antara pola asuh otoriter dan permisif. Pola
asuh demokratis, adalah pola asuh yang menghargai kepentingan anak, tapi juga memberi
rambu mana boleh dan mana tidak boleh. Hubungan orang tua dan anak cukup hangat,
namun pada saat tertentu orang tua bisa berlaku tegas. Setiap keputusan dibuat atas
kesepakatan bersama, disertai alasan mengapa boleh dan mengapa tidak boleh. Sistem
reward dan punishment bisa berjalan baik, melatih anak bersikap disiplin dan
bertanggung jawab. Pola asuh demokratis, biasanya membuat orang tua terjebak dalam
hal kompromi. Anak yang biasa menyampaikan pendapat, relatif mudah minta toleransi
atas kesalahan dengan argumen versi anak. Kalau sudah begini, biasanya naluri sebagai
orang tua yang muncul. Lebih mudah memaafkan kesalahan, memberi ruang kesempatan
pada anak. Anak dengan pola asuh demokratis, akan memiliki harga diri tinggi, mandiri,
tumbuh rasa percaya diri, bisa mengontrol diri, senang belajar pada lingkungan. Berikut
Volume 1, Nomor 6 , Juni 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
507
dampak pola asuh autoritatif pada anak:
a. Memiliki keterampilan sosial yang baik.
b.Terampil menyelesaikan permasalahan.
c. Mudah bekerjasama dengan orang lain.
d.Lebih percaya diri.
e. Tampak lebih kreatif.
4. Pengabaian.
Pola asuh pengabaian adalah bentuk dari ketidakpedulian orang tua, mereka tidak
mengambil tanggung jawab pengasuhan serta tidak menetapkan aturan - aturan. Anak
tumbuh tanpa keterlibatan ayah dan ibu, sehingga anak meraba raba sendiri apa yang
harus dilakukan. Ketika dewasa anak yang abai akan pengasuhan, berpotensi memiliki
kemampuan tertinggal, muncul sifat rendah diri, tidak percaya diri dan tidak bersemangat.
Mereka bingung mau berbagi perasaan pada siapa, karena ayah dan ibu tidak bisa
dijadikan tempat pelarian. Anak-anak lahir bukan atas keinginan mereka, tetapi keinginan
oleh orang tuanya. Alangkah prihatin jika kehadirannya, justru tidak mendapat perlakuan
sebagaimana mestinya. Anak-anak berhak mendapat yang terbaik, sebagai bekal masa
depan, masa yang tidak ditemui ayah dan ibunya.
Empat jenis pola asuh di atas, pola asuh jenis demokratis yang paling masuk akal.
Namun fungsi kontrol orang tua tetap harus dijalankan, sembari memperhatikan keunikan
setiap anak
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam berarti "usaha usaha yang diajarakan pada anak agar
mereka tumbuh dan berperilaku sesuai ajaran islam ". segi lainnya ajaran agama islam
bukan hanya sekedar teori saja tetapi juga dipraktekkan. Oleh karena itu pendidikan islam
juga pendidikan iman, karena islam berada dilingkungan masyarakat agar menuju
sejahtera bersama,
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan
Islam, diantara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:
1)
Al-Syaibany mengatakan bahwa islam adalah proses mengubah diri pribadi
masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut melalui pendidikan untuk manusia,
asasi dan juga martabat manusia.
2)
Muhammad fadhil al-Jamaly mengartikan islam adalah bahwa dengan melakukan hal
baik dan juga mengajarkannya suatu ahlak yang mulia. Dengan proses tersebut maka
diharapkan bisa mendapatkan seseorang yang memiliki ahlak yang baik pula.
3)
Ahmad D. Marimba mendefinisikan bahwa pendidikan islam adalah suatu proses
dimana proses tersebut dilakukan dengan cara bertahap demi menghasilkan insani
yang berkualitas baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
pendidikan agama Islam adalah usaha untuk melakukan yang terbaik (insan ) menurut
ajaran islam dan berhubunugan pula dengan Allah SWT, sesama manusia, dirinya, sendiri
dan alam sekitarnya.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai bahan evaluasi agar lebih
mudah memaknai kehidupan dan juga agar seseorang mampu meraih tujuan hidup
menjadi lebih mudah. Dari uraian di atas tujuan pendidikan agama islam maka tujuan
hidup terbagi menjadi:
a. Tujuan Umum
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
2021
Siti Maunah
508
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah agar mencapai yang tertulis dalam
dalam Alquran maka harus diterapkan beberapa hal. Peradaban yang maju serta bisa
mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa, memiliki ahlak yang baik dan juga
menjadi manusia yang demokratis.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama tujuan khusus ini berada pada masa
Pendidikan Agama Islam sesuia dengan perkembangan dan level anak sewaktu sekolah.
Contoh tujuan pendidikan agama islam waktu di SD, sudah pasti berbeda dengan tujuan
SMP. khusus ketika SMP juga pasti berbeda pula tujuannya dengan SMA. Tujuan dari
masing masing jenjang pendidikan anak yang berbeda sesuai dengan kemampuan anak.
KESIMPULAN
Pola asuh adalah sistem atau cara yang dilakukan seorang pembimbing untuk
seorang anak. Dalam hal ini pola asuh yang diberikan untuk anak haruslah secara
pengertian dan harus bijaksana karena pendidikan orang tua adalah hal yang paling utama
yang akan membentuk pola pikir dan juga watak pada anak. Terlepas dari pada itu yang
mempengaruhi pola pikir anak salah satu adalah lingkungan teman bermain, setelanjutnya
lingkungan sekolah juga mempengaruhi pola pikir anak selanjutnya bisa dari media masa
dan juga teman kerja. Tetapi dari sekian banyak yang bisa mempengaruhi pola pikir anak
adalah peran dari orang tua karena madrasah pertama kali seorang anak adalah keluarga.
Bibliography
Astuti, Siti Irene. (2011). Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan
Suatu Kajian Teoritis dan Empirik. Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Djaelani, Mohammad Solikodin. (2013). Peran Pendidikan Agama Islam Dalam
Keluarga Dan Masyarakat. Jurnal Ilmiah WIDYA, 100.
Elihami, Elihami, & Syahid, Abdullah. (2018). Penerapan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Pribadi Yang Islami. Edumaspul - Jurnal
Pendidikan, 2(1), 7996. https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.17
Ene, Ionel, & Barna, Iuliana. (2015). Religious Education and Teachers’ Role in
Students’ Formation towards Social Integration. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 180(November 2014), 3035.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.081
Frimayanti, Ade Imelda. (2017). Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan
Agama Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 240.
Kartika, Sinta, Husni, Husni, & Millah, Saepul. (2019). Pengaruh Kualitas Sarana dan
Prasarana terhadap Minat Belajar Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 7(1), 113.
https://doi.org/10.36667/jppi.v7i1.360
Karya, Detri. (2014). Konsep Metode Pembelajaran PA. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Maesaroh, Siti. (2013). Peranan Metode Pembelajaran Terhadap Minat Dan Prestasi
Belajar Pendidikan Agama Islam. Jurnal Kependidikan, 1(1), 150168.
https://doi.org/10.24090/jk.v1i1.536
Mirascieva, Snezana, Petrovski, Vlado, & Gjorgjeva, Emilija Petrova. (2011). Teaching
in the religious education in the Republic of Macedonia today. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 15, 14041409.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.03.302
Muliadi, Erlan. (2012). Urgensi pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
multikultural di sekolah. Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 55.
Volume 1, Nomor 6, Juni 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
https://doi.org/10.14421/jpi.2011.11.55-68
Mulyani Mudis Taruna. (2011). Perbedaan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam.
Jurnal “Analisa,” 18(2), 180196. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/291261276_Kompetensi_Guru_Pendidika
n_Agama_Islam
Nur Ainiyah, Nazar Husain Hadi Pranata Wibawa. (2013). Pembentukan Karakter
Melalui Pendidikan Agama Islam.
Sulaiman, Moh, Al Hamdani, M. Djaswidi, & Aziz, Abdul. (2018). Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,
6(1), 77110.
Tambak, Syahraini. (2016). Metode Bercerita dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 1(1), 126.
https://doi.org/10.25299/althariqah.2016.vol1(1).614
Yulianti, Hesti, Iwan, Cecep Darul, & Millah, Saeful. (2018). Penerapan Metode Giving
Question and Getting Answer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik
pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam, 6(2), 197. https://doi.org/10.36667/jppi.v6i2.297
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Licensed
Pola Asuh Orang Tua pada Pendidikan Agama Anak di
Desa Hampalit, Katingan Hilir, Katingan
2021
Siti Maunah
510
509 http://sosains.greenvest.co.id