Volume 1, Nomor 7 , Juli 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
654 http://sosains.greenvest.co.id
PEMBERDAYAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A PANGKALPINANG
Yesi Gasela, Sujadmi dan Luna Febriani
Universitas Bangka Belitung
E-mail: yesiyesi9925@gmail.com, [email protected] dan
Diterima:
20 Juni 2021
Direvisi:
9 Juli 2021
Disetujui:
14 Juli 2021
Abstrak
Pemberdayaan menekankan pada pemberian pembelajaran,
pengetahuan, keterampilan terhadap pihak yang kurang berdaya
untuk lebih berdaya lagi terhadap hidupnya. Salah satu
masyarakat yang termasuk kurang berdaya yakni narapidana, hal
ini narapidana merupakan masyarakat yang terisolasi dalam
institusi total yakni penjara atau sekarang lebih dikenal dengan
Lembaga Pemasyarakatan. Pemberdayaan narapidana
berlangsung pada salah satu Lembaga Pemasyarakatan, yaitu
Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Pangkalpinang. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk dan proses
pemberdayaan narapidana melalui pengembangan potensi
kemandirian serta mendeskripsikan strategi pemberdayaan
terhadap narapidana. Penelitian ini menggunakan teori
pemberdayaan masyarakat dari Jim Ife. Metode yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil dari
penelitian ini ditemukan bahwa terdapat pemberdayaan
narapidana melalui pembinaan kepribadian dan pembinaan
kemandirian. Selanjutnya terdapat bentuk pemberdayaan
narapidana yakni pemberdayaan di bidang manufaktur, agribisnis
sayuran, dan jasa.
Kata kunci: Pemberdayaan, Narapidana, Kemandirian
Abstract
Empowerment emphasizes providing learning, knowledge, skills
to those who are less empowered to be more empowered in their
lives. One of the people who are less empowered is prisoners, this
is a society that is isolated in a total institution, namely prisons or
now better known as Correctional Institutions. The empowerment
of prisoners takes place at one of the Correctional Institutions,
namely the Class II A Pangkalpinang Correctional Institution.
The purpose of this study is to describe the form and process of
empowering prisoners through the development of potential
independence and to describe empowerment strategies for
prisoners. This study uses the theory of community empowerment
from Jim Ife. The method used is descriptive qualitative research
method. The results of this study found that there was
empowerment of prisoners through personality development and
independence development. Furthermore, there is a form of
empowerment of prisoners, namely empowerment in the fields of
manufacturing, vegetable agribusiness, and services..
Keywords: Empowerment; Prisoners; Independence
Pemberdayaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pangkalpinang
2021
Yesi Gasela, Sujadmi dan Luna Febriani 655
Pendahuluan
Permasalahan sosial merupakan perilaku penyimpangan yang terjadi pada
masyarakat (Setyatmoko & Supriyanto, 2017). Permasalahan sosial salah satunya berupa
tindak kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang menyimpang dari
norma-norma, aturan-aturan serta hukum yang berlaku, biasa di sebut dengan kriminalitas
(Astri, 2014). Tindak kejahatan atau kriminalitas yang dilakukan oleh pelaku kejahatan,
akan mendapatakan ganjaran berupa sanksi secara sosial maupun sanksi secara hukum.
Sanksi sosial yang didapatkan berupa dikucilkan dalam lingkungan masyarakat,
mendapatkan labeling atas tindak kejahatan yang dilakukan dan sebagainya. Sedangkan
sanksi secara hukum berupa hukuman penjara yang di dasarkan kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Sanksi berupa hukuman penjara yang sekarang lebih di kenal dengan lembaga
pemasyarakatan (Lapas). Menurut UU RI nomor 12 tahun 1995 bab 1 pasal 1, Lembaga
Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik
narapidana (Wahidin, 2016).
Proses pembinaan terhadap narapidana dan anak didik di lembaga pemasyarakatan
berlangsung dalam rangka untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya yang menyadari kesalahannya, serta tidak mengulangi perbuatan yang
sama dan bisa di terima kembali dalam lingkungan masyarakat (Jufri & Anisariza, 2017).
Penciptakan warga binaan menjadi manusia seutuhnya adalah dengan melakukan
pemberdayaan terhadap narapidana di Lapas (Saraswaty & Dewi, 2020).
Pemberdayaan merupakan sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan memengaruhi, kejadian-kejadian
serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya (Sururi, 2015). Menurut Parson
dalam (Totok & Poerwoko, 2013), pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh
keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk memengaruhi kehidupannya
dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan diperlukan sebagai
upaya untuk memberikan ilmu baru kepada orang yang diberdayakan.
Berdasarkan pemaparan di atas, pemberdayaan dilakukan terhadap pihak yang
kurang berdaya. Pemberdayaan yang dilakukan terhadap narapidana didasarkan narapidana
sebagai pihak yang tidak berdaya, kebebasan yang dibatasi dan terasingkan dalam
kehidupan masyarakat yang berada di Institusi total yakni lembaga pemasyarakatan.
Narapidana harus mengikuti semua peraturan dan kebijakan yang terdapat di Lapas,
sehingga hal ini lah yang membatasi aspek kebebasan narapidana. Berdasarkan pernyataan
yang dikatakan (Pratiwi, 2016), narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana dan
hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan, merupakan masyarakat yang
mempunyai kedudukan lemah dan tidak mampu dibandingkan dengan masyarakat pada
umumnya yang memiliki kebebasan, karena narapidana akan terampas kemerdekaannya
untuk selama waktu tertentu dan mampunyai ruang gerak yang terbatas oleh tembok
penjara. Melihat hal tersebut, penting dilakukannya pemberdayaan untuk narapidana oleh
pihak Lapas.
Berdasarkan pemaparan diatas, salah satu unit pelaksanaan teknis (UPT)
pemasyarakatan pada jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan
Bangka Belitung yang melaksanakan pemberdayaan terhadap narapidana yaitu Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pangkalpinang. Pemberdayaan yang dilakukan saat ini
yaitu salah satunya berupa pemberdayaan melalui pengembangan potensi kemandirian
yang dimiliki narapidana atau berdasarkan bakat maupun keinginan narapidana (Yani,
2018).
Pemberdayaan yang dilakukan terhadap narapidana melalui pengembangan potensi
kemandirian mengarah kepada bidang ekonomi (Ababil, 2020). Pengembangan potensi
pada bidang ekonomi perlu dilakukan oleh narapidana agar nantinya bisa menjadi bekal
Volume 1, Nomor 7 , Juli 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
656 http://sosains.greenvest.co.id
bagi narapidana setelah keluar dari Lapas. Hal ini dilakukan supaya narapidana setelah
kembali ke lingkungan masyarakat bisa memiliki bekal untuk bisa bersaing dengan
masyarakat pada umumnya dan bisa mensejahterakan hidupnya.
Penelitian dari (Farliana, Setiaji, Murniawaty, & Hardianto, 2020) menunjukan hasil
pemberdayaan narapidana dengan metode literasi keuangan membuat narapidana
memahami tentang cara mengelola keuangan dan memberikan gambaran akan peluang
demi mencapai kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Literasi keuangan
bermanfaat bagi seseorang dalam membuat keputusan terutama yang berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari, seperti saat mengambil keputusan untuk menabung atau investasi serta
untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut
penulis tertarik untuk mengambangkan cara memberdayakan narapidana di Lapas kelas II
A Pangkalpinang dengan menggunakan berbagai bidang agar para narapidana dapat lebih
mempersiapkan diri ketika sudah berakhir masa pidananya. Tujuan dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan bentuk dan proses pemberdayaan narapidana melalui
pengembangan potensi kemandirian serta mendeskripsikan strategi pemberdayaan
terhadap narapidana. Pemberdayaan yang dilakukan sebagai upaya dalam membentuk diri
narapidana lebih baik dari sebelumnya dan bisa di terima kembali dalam lingkungan
masyarakat serta mempunyai bekal sesuai bidangnya terkhusus secara ekonomi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian kualitatif menjadi releven karena peneliti membutuhkan data secara
deskriptif untuk mengkaji permasalahan yang akan diteliti peneliti yakni pemberdayaan
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pangkalpinang.
Peneliti mengumpulkan data dilapangan pada bulan Desember 2020 April 2021.
Penelitian dilakukan di Lapas Kelas II A Pangkalpinang. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan karena terdapat pemberdayaan terhadap narapidana melalui pengembangan
potensi kemandirian dan terdapat program pemberdayaan yang beragam yang disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki narapidana. Berdasarkan alasan diatas, peneliti tertarik
meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pangkalpinang.
Subjek penelitian dalam penelitian ini yakni :
1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pangkalpinang;
2. Pegawai Lapas yang terdiri dari kepala seksi kegiatan kerja (Kasi Giatja) dan Kepala
sub seksi bimbingan kerja dan pengolahan hasil kerja (Kasubsi Bimker dan Lohasker);
3. Narapidana yang terlibat dalam pemberdayaan narapidana melalui pengembangan
potensi kemandirian.
Sumber data dalam penelitian ini yakni terbagi menjadi dua yakni data primer dan
data sekunder. Menurut Lofland dan Lofland dalam (Ibrahim, 2015) data primer
merupakan sumber data utama yang dapat memberikan informasi, fakta dan gambaran
peristiwa yang diinginkan dalam penelitian atau sumber pertama dimana sebuah data di
hasilkan. Menurut Bungin dalam (Ibrahim, 2015) data sekunder adalah segala bentuk
dokumen, baik dalam bentuk tertulis maupun foto atau sumber data kedua sesudah sumber
data primer. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini yakni purposive sampling,
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sumanto, 2014).
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah aktivitas yang dilakukan secara terus-
menerus selama penelitian berlangsung, dilakukan mulai dari pengumpulan data sampai
pada tahap penulisan laporan (Afrizal, 2014). Teknik analisis data yang digunakan peneliti
yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Tahap pertama reduksi data
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
Pemberdayaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pangkalpinang
2021
Yesi Gasela, Sujadmi dan Luna Febriani 657
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Penyajian data adalah
sebuah tahap lanjutan analisis di mana peneliti menyajikan temuan penelitian berupa
kategori atau pengelompokan (Afrizal, 2014). Penarikan kesimpulan adalah interpretasi
peneliti atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen (Afrizal, 2014).
Hasil dan Pembahasan
Pemberdayaan narapidana di lapas dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain :
1. Pembinaan kepribadian
Pembinaan Kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak
narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa dan bertanggung jawab pada
diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Pembinaan kepribadian merupakan pembinaan
yang diarahkan untuk menciptakan diri individu yang disiplin, religius dan lebih
terarah dari sebelumnya. Pembinaan kepribadian dilakukan agar tercipta identitas diri
narapidana yang berbeda dari sebelumnya.
2. Pembinaan kemandirian
Pembinaan kemandirian merupakan pembinaan yang dilakukan untuk membina
keterampilan dan kemampuan pada diri individu, sehingga bisa lebih terasah serta
mampu di maksimalkan. Pembinaan Kemandirian diwujudkan dalam bentuk kegiatan
bimbingan latihan keterampilan kerja (kegiatan pelatihan) dan kegiatan kerja atau
produksi bagi narapidana. Kegiatan pelatihan kerja dan kegiatan produksi bertujuan
membantu narapidana mengembangkan dirinya dan mempersiapkan dirinya untuk
kembali ke masyarakat dengan memberi bekal keterampilan kepada narapidana,
sekaligus merupakan bagian aktivitas narapidana untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan serta penghasilan.
Pemberdayaan narapidana dalam penelitian ini berfokus khususnya pada
pembinaan kemandirian. Keterlibatan narapidana dalam pemberdayaan ini yakni juga
didasari dengan adanya syarat bagi narapidana yang ikut dalam program
pemberdayaan, yakni status bukan intra, berprilakuan baik, dan terhindar dari leter F.
Syarat pertama status bukan intra. Intra merupakan bukan status titipan yang dititipkan
di Lapas. Tahanan termasuk dalam status titipan, sehingga tahanan tidak boleh terlibat
dalam program pemberdayaan pengembangan potensi kemandirian yang dilaksanakan
oleh Lapas. Syarat kedua, yakni narapidana harus berprilaku baik. Pemberdayaan
narapidana tidak dilakukan dengan sembarangan narapidana, karena untuk terlibat
dalam program pemberdayaan yang dirancangkan narapidana salah satunya harus
berprilaku baik selama di Lapas. Syarat terakhir yakni narapidana harus terhindar dari
leter F. Narapidana leter F yakni narapidana yang melanggar aturan di dalam Lapas
sehingga terasingkan dengan ruangan narapidana lainnya, dimana narapidana yang
melanggar tersebut di masukan dalam kurungan sunyi atau kurungan sendiri.
Bentuk pemberdayaan narapidana melalui pengembangan potensi kemandirian ada
beberapa cara, antara lain:
1. Pemberdayaan di bidang manufaktur
Bidang pemberdayaan narapidana di Lapas Kelas II A Pangkalpinang dilakukan
dengan salah satu cara yaitu manufaktur. Manufaktur dalam arti yang paling luas
adalah proses merubah bahan baku menjadi suatu produk. Proses merubah bahan baku
menjadi suatu produk ini meliputi perancangan produk, pemilihan material dan
tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat (Supriyanto, 2020). Bidang
manufaktur yang berlangsung di Lapas Kelas II A Pangkalpinang ini mempunyai
program kegiatan kerja yakni pertukangan kayu memproduksi produk rumah tangga.
Volume 1, Nomor 7 , Juli 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
658 http://sosains.greenvest.co.id
2. Pemberdayaan di bidang agribisnis sayuran
Agribisnis sayuran merupakan salah satu bidang program kemandirian yang
berlangsung di Lapas Kelas II A Pangkalpinang. Agribisnis adalah setiap usaha yang
berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input
pertanian dan atau pengusahaan produksi itu sendiri ataupun juga pengusahaan
pengelolaan hasil pertanian. Pemberdayaan narapidana pada bidang agribisnis sayuran
memiliki program kegiatan kerja yakni produksi awal berupa bercocok tanam.
3. Pemberdayaan di bidang jasa
Bidang jasa adalah satu bidang yang berlangsung di Lapas Kelas II A
Pangkalpinang. Menurut Dharmesta dalam (Yuliana, 2012) menyebutkan bahwa jasa
adalah suatu kegiatan yang dapat berwujud maupun tidak berwujud yang dilakukan
untuk melayani konsumen. Bidang jasa yang terdapat di Lapas Kelas II A
Pangkalpinang yakni kegiatan barber shop atau salon.
Narapidana-narapidana di lapas akan melewati beberapa proses pemberdayaan
narapidana. Proses tersebut antara lain:
1. Pemilihan narapidana melalui sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan)
Sidang TPP yang dilakukan oleh seksi kesatuan pengamanan Lembaga
Pemasyarakatan adalah narapidana di tanya mengenai minat bakat mereka terhadap
perogram kegiatan kerja yang telah dirancangkan pada akhir tahun. Pemilihan
narapidana selanjutnya setelah ditanya mengenai minat bakat serta meilhat apakah
narapidana bisa ikut pemberdayaan dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah
ditetapkan Lapas. Narapidana selanjutnya dikelompokkan berdasarkan bidang
pemberdayaan yang sesuai dengan hasil dalam sidang TPP tersebut.
2. Pelatihan pemberdayaan narapidana
Proses selanjutnya yakni dilakukan pelatihan terhadap narapidana. Pelatihan
merupakan pemberian pembekalan baik berupa pengajaran materi sampai pada
praktek kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya. Narapidana yang terlibat dalam
pelatihan di Lapas, diberikan pembekalan terlebih dahulu sebelum kepada praktek
kegiatan kerja. Pelatihan yang dilakukan terhadap narapidana di Lapas Kelas II A
Pangkalpinang ini dilaksanakan oleh pihak luar (eksternal) atau instansi terkait dengan
bidang pemberdayaan program kegiatan kerja yang akan dilakukan. Pihak luar yang
dimaksudkan seperti Dinas pertanian, Dinas pertenakan, BLK (Balai Latihan Kerja),
dan pihak instansi terkait lainnya, sehingga dengan diberikannya pembekalan pada
pelatihan narapidana saat praktek langsung pada kegiatan tidak mengalami kendala
lagi.
3. Pelaksanaan pemberdayaan narapidana
Narapidana langsung mempraktikan ilmu setelah pelatihan atau pembekalan
pada kegiatan kerja sesuai bidangnya, seperti pada bidang manufaktur, agribisnis
sayuran, dan jasa. Praktik kerja dalam pemberdayaan narapidana merupakan aspek
yang paling penting karena disinilah narapidana bisa menerapkan langsung ilmu yang
sudah mereka dapatkan melaui proses pelatihan sebelumnya serta bisa mengasah skill
atau kemampuan yang memang sebelumnnya sudah dimiliki narapidana. Praktik kerja
dalam hal ini didasarkan pada bidang pemberdayaan narapidana yang dilaksanakan.
Proses pemberdayaan narapidana memerlukan strategi-strategi tertentu agar dapat
berjalan dengan baik dan mudah dimengerti oleh narapidana. Strategi-strategi tersebut
antara lain:
1. Perencanaan dan kebijakan
Perencanaan merupakan pondasi segala macam program yang akan dilakukan
dalam setiap bidang pemberdayaan. Perencanaan yang dilakukan Lapas Kelas II A
Pangkalpinang pada tahap ini dilakukan dengan mengajukan rancangan program
Pemberdayaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pangkalpinang
2021
Yesi Gasela, Sujadmi dan Luna Febriani 659
kegiatan pada akhir tahun yang diusulkan kepada pemerintah. Pengusulan ini
didasarakan pada program-program yang mempunyai potensi untuk diberlanjutkan
pada tahun berikutnya. Penambahan jam waktu kerja juga termasuk dalam pentingnya
perencanaan dan kebijakan dalam pemberdayaan sebagai strategi dalam
pemberdayaan narapidana di Lapas Kelas II A Pangkalpinang. Pihak Lapas bisa
menambah jam waktu kerja dalam program kerja untuk memberikan kesempatan pada
narapidana untuk lebih mengembangkan potensi keamampuan yang dimiliki.
2. Aksi sosial
Strategi pemberdayaan aksi sosial diharapkan dapat berpengaruh pada
masyarakat luas. Tahap aksi sosial yang dilakukan dalam pemberdayaan narapidana
yang berlangsung di Lapas Kelas II A Pangkalpinang adalah narapidana
mempraktikan kegiatan program pemberdayaan yang ada perbidangnya setelah
dilakukannya pelatihan. Bidang kegiatan pemberdayaan dilakukan dengan berbagai
macam program kegiatan dari tahap awal sampai selesai. Bidang manufaktur
dilakukan dengan program kerja pertukangan kayu, narapidana terlibat langsung dari
awal proses pembuatan sampai menjadi barang yang siap digunakan ataupun
diperjualbelikan. Program kerja bercocok tanam dalam bidang agribisnis sayuran,
narapidana yang ikut pada bidang ini terlibat langsung dalam segala macam proses
kegiatan dari awal penanaman sampai pemanenan sayuran. Bidang jasa yang
dilakukan dengan program kerja barber shop atau salon, narapidana yang ikut pada
bidang ini terlibat langsung dalam kegiatannya seperti mencukur rambut serta
kegiatan persalonan yang ada.
3. Peningkatan kesadaran dan pendidikan
Strategi selanjutnya yakni peningkatan kesadaran dan pendidikan. Masyarakat
atau kelompok masyarakat tertentu seringkali tidak menyadari penindasan yang terjadi
pada dirinya. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup
secara ekonomi dan sosial. Peningkatan kesadaran dan pendidikan perlu untuk
diterapkan untuk masalah ini. Narapidana sebagai pihak yang diberdayakan, kurang
menyadari bahwa mereka mempunyai kemampuan atau Skill yang memadai untuk
membantu diri mereka lebih berdaya. Kurangnya kesadaran yang dimiliki diperparah
dengan tidak adanya pendidikan yang dilakukan. Lapas Kelas II A Pangkalpinang
berperan sebagai pihak fasilitaor membantu narapidana untuk menyadari bahwa
mereka mempunyai skill yang memadai untuk membantu diri mereka kedepannya
serta diberikan bekal pendidkan untuk mengasah skill yang dimiliki.
Lapas Kelas II A Pangkalpinang melakukan pemberdayaan terhadap narapidana
melalui proses yang ada salah satunya sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan).
Narapidana ditanya mengenai minat bakat mereka pada sidang TPP, dalam hal ini
Lapas membantu narapidana dalam menyadarkan mereka bahwa mereka bisa
mengasah skill yang dipunya.
Pemberdayaan berbasis modal kemandirian merupakan salah satu cara penguatan
individu untuk menciptakan penguatan kelompok sehingga bisa tercapainya tujuan
pemberdayaan masyarakat dalam pemberdayaan ini penting untuk dilakukan. Perlu adanya
penguatan dalam masyarakat terkhusus pada narapidana. Modal kemandirian yang dimiliki
narapidana akan membantu narapidana saat akan keluar dari Lapas. Pembekalan pada
modal kemandirian seperti yang dilakukan Lapas Kelas II A Pangkalpinang terhadap
narapidana dilakukan dengan pemberdayaan terhadap narapidana. Narapidana mampu
menjadi mandiri saat keluar Lapas dengan bekal berupa pemberdayaan serta pengasahan
skill atau kemampuan yang dimiliki narapidana. Hal ini seperti yang diharapkan Lapas
dalam pelaksanaan pemberdayaan, narapidana setelah keluar Lapas mampu berkerja
Volume 1, Nomor 7 , Juli 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
660 http://sosains.greenvest.co.id
sendiri atau mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun keluarganya. dengan
diberikannnya pembekalan pemberdayaan narapidana tersebut.
Kesimpulan
Keterlibatan narapidana dalam setiap bidang pemberdayaan, khususnya program
pemberdayaan narapidana harus melewati beberapa syarat yaitu narapidana bukan status
intra atau status titipan seperti tahanan, kemudian narapidana harus berperilaku baik atau
tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan di luar peraturan Lapas, terakhir
narapidana tidak dikenakan Leter F atau mendapatkan kurungan sunyi yang artinya
narapidana tidak berada pada kurungan terpisah dengan narapidan lainnya biasanya hal ini
bagi kasus narapidana seperti teroris dan narapidana yang melanggar aturan Lapas.
Narapidana dapat masuk pada tahap pemberdayaan setelah tersmasuk dalam syarat-syarat
yang diterapkan tersebut.
Bentuk pemberdayaan yang berlangsung di Lapas Kelas II A Pangkalpinang yaitu
pengembangan potensi kemandirian atau pembinaan kemandirian antara lain
pemberdayaan di bidang manufaktur, agribisnis sayuran, dan jasa. Pemberdayaan di bidang
manufaktur di Lapas Kelas II A Pangkalpinang dilakukan dengan program kerja
pertukangan kayu memproduksi kursi, meja, lemari yang berbahan baku berupa kayu.
Bidang agribisnis sayuran dilakukan dengan program kerja yang dilakukan bercocok
tanam bagi narapidana yang memiliki bakat dan minat dalam pertanian, sayuran yang
ditanam seperti daun bawang, sawi, dan cabai. Bidang jasa di Lapas Kelas II A
Pangkalpinang dilakukan dengan program kerja barber shop atau salon untuk cukur
rambut narapidana.
Pemberdayaan narapidana yang dilakukan setelah proses terlaksananya program
pemberdayaan narapidana ini adalah pemilihan narapidana melalui sidang TPP (Tim
Pengamat Pemasyarakatan), pelatihan pemberdayaan narapidana, dan terakhir pelaksanaan
pemberdayaan narapidana. Proses pertama pemilihan narapidana adalah melalui sidang
TPP, dimana narapidana ditanya mengenai minat bakat serta telah memenuhi syarat untuk
terlibat dalam pemberdayaan yang kemudian digolongkan pada narapidana yang akan ikut
pada bidang pemberdayaan. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pelatihan oleh pihak Lapas
maupun oleh instansi luar yang berkaitan dengan bidang pemberdayaan yang mengarah
kepada program pemberdayaan yang akan dilakukan. Proses terakhir adalah pelaksanaan
pemberdayaan, pada tahap ini narapidana memperaktekkan langsung segala bentuk
kegiatan kerja yang telah mereka dapatkan ilmunya dari pelatihan oleh pihak Lapas
maupun instansi luar yang berkaitan.
Pemberdayaan narapidana agar mencapai tujuan seperti yang diharapkan, perlu
adanya strategi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan masyarakat dalam hal ini dari Jim
Ife yang digunakan maupun sebagai analisis penelitian. Pertama, perencanaan dan
kebijakan, perencanaan yang dilakukan Lapas Kelas II A Pangkalpinang melakukan usulan
program kegiatan kerja ke pemerintah dan disesuaikan dengan kebijakan Lapas yakni
terdapat syarat bagi narapidana yang terlibat dalam pemberdayaan narapidana. Kedua, aksi
sosial yakni narapidana mempraktekkan langsung program pemberdayaan sesuai
bidangnya. Terakhir, peningkatan kesadaran dan pendidikan, dalam hal ini Lapas Kelas II
A Pangkalpinang memberikan penyadaran kepada narapidana melalui sidang TPP yakni
ditanya mengenai minat bakatnya karena kemudian bisa ikut terlibat pemberdayaan.
Pendidikan yang dilakukan yakni diberikan pelatihan untk mengasah skill atau kemampuan
narapidana pada bidang terkait. Pemberdayaan yang dilakukan berbasis modal kemandirian
narapidana. Narapidana dalam hal ini mendapatkan pengembangan potensi pada bidang
kemandirian. Potensi yang dimiliki narapidana dikembangkan oleh pihak Lapas yang
diharapkan akan membantu narapidana setelah keluar dari Lapas.
Pemberdayaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pangkalpinang
2021
Yesi Gasela, Sujadmi dan Luna Febriani 661
Bibliografi
Ababil, Ryval. (2020). Pemberdayaan Ekonomi Narapidana Dalam Perspektif Islam.
Universitas Airlangga.
Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung penggunaan
penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Astri, Herlina. (2014). Kehidupan anak jalanan di Indonesia: faktor penyebab, tatanan
hidup dan kerentanan berperilaku menyimpang. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah
Sosial, 5(2), 145155.
Farliana, Nina, Setiaji, Khasan, Murniawaty, Indri, & Hardianto, Hanif. (2020).
Optimalisasi Pemberdayaan Narapidana Lembaga Permasyarakatan Terbuka Melalui
Literasi Keuangan. Panrita Abdi-Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 4(1), 1123.
Ibrahim, M. A. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. In Alfabeta. Bandung: Alfabeta.
Jufri, Ely Alawiyah, & Anisariza, Nelly Ulfah. (2017). Pelaksanaan Asimilasi Narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta. ADIL: Jurnal Hukum, 8(1), 126.
Pratiwi, Ayu Octis. (2016). Pembinaan narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan
(studi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kota Metro). Universitas Lampung.
Saraswaty, Rina, & Dewi, Salamiah Sari. (2020). Pemberdayaan napi perempuan di LP
Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia, Medan, Sumatera Utara. Randang Tana-
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(3), 140148.
Setyatmoko, Prarika Fitria, & Supriyanto, Teguh. (2017). Penyimpangan Sosial dalam
Novel Neraka Dunia Karya Nur Sutan Iskandar. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa
Dan Sastra Indonesia, 6(3), 307313.
Sumanto, M. A. (2014). Teori dan aplikasi metode penelitian. In CAPS (Center of
Academic Publishing Service). Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing
Service).
Supriyanto, Erlian. (2020). “Manufaktur “dalam dunia teknik industri. Jurnal Industri
Elektro Dan Penerbangan, 3(3).
Sururi, Ahmad. (2015). Pemberdayaan masyarakat melalui program pembangunan
infrastruktur perdesaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kecamatan
Wanasalam Kabupaten Lebak. Sawala: Jurnal Administrasi Negara, 3(2), 125.
Totok, Mardikanto, & Poerwoko, Soebiato. (2013). Pemberdayaan Masyarakat dalam
Perspektif Kebijakan Publik. In Alfabeta. Bandung: Alfabeta.
Wahidin. (2016). Peran kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan
petasan diwilayah hukum Kepolisian Resort Pangkalpinang ditinjau dari Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Universitas
Bangka Belitung.
Yani, Ahmad Yani. (2018). Pemberdayaan perempuan melalui program sektor non formal
pada pembinaan narapidana perempuan melalui program keterampilan menjahit di
lembaga pemasyarakatan. Transformasi: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Pendidikan Non Formal Informal, 3(2), 113.
Yuliana, Rahmi. (2012). Analisis pengaruh strategi service recovery yang dilakukan
perbankan terhadap kepuasan nasabah di Kota Semarang. Jurnal STIE Semarang
(Edisi Elektronik), 4(2), 3952.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License.