Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
562 http://sosains.greenvest.co.id
ANALISIS ANGGARAN RESPONSIF GENDER DI SEKTOR
KESEHATAN PADA APBD PROVINSI DKI JAKARTA
TAHUN 2017-2019
Icha Maria Yeselin, Chusnul Mar’iyah
Universitas Indonesia
E-mail: ichamaria13@gmail.com, cmariyah2004@yahoo.com
Diterima:
18 Juni 2021
Direvisi:
28 Juni 2021
Disetujui:
15 Juli 2021
Abstrak
Kebijakan publik merupakan arena penting bagi perjuangan
dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Komitmen
pemerintah terhadap hal tersebut salah satunya dapat dilihat
melalui Anggaran Responsif Gender. Anggaran responsif gender
merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan suatu program
untuk mencapai kesetaraan gender dan keadilan gender melalui
intervensi anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
anggaran responsif gender pada sektor Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta. Sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional memiliki dampak terhadap perencanaan dan
implementasi kebijakan publik di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian
analisis kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam dan studi kepustakaan, termasuk
dokumen APBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komitmen dan pelaksanaan anggaran responsif gender masih
lemah. Alokasi belanja Provinsi DKI Jakarta di sektor kesehatan
sudah menggunakan anggaran responsif gender, namun masih
kecil dan belum memenuhi standar Undang-Undang Kesehatan.
Kata Kunci: Anggaran Responsif Gender, Kebijakan
Publik, Kesehatan Perempuan, Provinsi DKI
Jakarta
Abstract
Public policy is an important arena for the struggle to realize
gender equality and justice. One of the government’s
commitments to this matter can be seen through Gender
Responsive Budgeting. Gender responsive budgeting is an
approach to integrate a kind of program for achieving gender
equity and gender equality by budget intervention. This study
aims to analyze gender responsive budgeting in health sector at
DKI Jakarta Province. As Presidential Instruction (Inpres) No. 9
of 2000 about Gender Mainstreaming is a mechanism to in
National Development has impacts on the planning and
implementation of public policy in Indonesia. This study uses a
qualitative method with a qualitative analysis research
approach. Data collection is carried out by in-depth interviews
and literature studies, including the Indonesian Budget and
Regional Government Budget documents. The results of the study
show that commitment and implementing gender responsive
budgeting is still low. DKI Jakarta Province’s expenditure
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 563
allocations in health sector already use gender responsive
budgeting, but the allocation still very small than the other
sectors and not qualify the Health’s Law standard.
Keywords: Gender-Responsive Budget, Public Policy, Women
Health, DKI Jakarta Region
Pendahuluan
Secara sosial, kedudukan perempuan tidak lebih rendah dari laki-laki dan
perempuan bukanlah warga negara kelas dua. Perempuan berhak untuk mendapatkan
kesempatan yang setara dengan laki-laki dalam hal apapun. Terutama untuk mengakses
kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan dan bekerja di luar sektor domestik
(Sahban, 2016). Hal ini yang menjadikan pentingnya kebijakan yang pro gender.
Kesetaraan gender khususnya di Indonesia dapat dikatakan sangat penting dibahas
mengingat begitu banyaknya persoalan perempuan di Indonesia yang masih belum selesai
(Eko Setiawan, 2019). Jika melihat dengan kacamata gender, dikatakan bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama untuk diperlakukan secara adil. Penjaminan hak tersebut
dapat dilihat dari berbagai bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh negara. Salah satunya
ialah dengan adanya kebijakan yang pro gender. Pro gender berarti kebijakan tersebut
memiliki kesadaran akan kesetaraan gender. Kesetaraan gender sendiri berarti suatu
keadaan dimana laki-laki dan perempuan mendapatkan pengakuan hak, penghargaan atas
harkat dan martabat, serta partisipasi yang sama dalam semua aspek kehidupan, baik di
sektor publik maupun di sektor domestik (Krisnalita, 2018).
Indonesia memiliki target untuk menurunkan acute kidney injury (AKI), namun
hingga saat ini belum terpenuhi. Dari perspektif gender, angka kematian ibu, perlu adanya
tindak lanjut karena menggambarkan risiko tinggi yang dihadapi perempuan Indonesia
apabila ia hamil dan melahirkan. Risiko ini sudah dihadapi perempuan Indonesia selama
lebih dari 30 tahun (Juwita, 2015). AKI yang masih diatas 300 per 100.000 kelahiran
hidup berarti di Indonesia setiap dua jam diperkirakan satu perempuan meninggal karena
melahirkan atau mengalami komplikasi dalam menjalani kehamilannya. Suatu indikator
tentang rendahnya status kesehatan perempuan Indonesia. Melihat hal ini, pemerintah
sudah semestinya meninjau kembali kebijakan tentang kesehatan maternal. Pemenuhan
hak reproduksi perempuan adalah mutlak (Emilia & Prabandari, 2019).
Berdasarkan hal tersebut, penting adanya kebijakan program kesehatan berbasis
gender. Salah satu bidang dimana perempuan harus menjadi fokus utama adalah
peningkatan pelayanan secara efektif dari perempuan ke perempuan dalam bidang
kesehatan ibu dan anak (Marwah, 2019). Untuk mencapai itu perlu diperjuangkan dan
memengaruhi para pengambil kebijakan dalam upaya memenuhi keadilan terhadap
berbagai masalah dibidang kesehatan. Pada dasarnya kebijakan kesehatan menurut Buse,
May dan Walt (2005) melibatkan persoalan hidup dan mati manusia (Mikrajab &
Rachmawati, 2016). Kebijakan terkait kesehatan adalah tujuan dan sasaran sebagai
instrumen, proses bahkan gaya dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk
implementasi serta penilaian. Menurut Leppo, kebijakan kesehatan adalah bagian dari
institusi, kekuatan dari aspek politik yang memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal,
nasional dan dunia (Darmawati, 2016).
Terkait kesehatan, menurut Acheson, Doyal dan Pennel dikatakan masih banyak
bukti yang menunjukkan bahwa determinan kesehatan paling kuat dalam kehidupan
modern kependudukan ini adalah faktor sosial, budaya dan ekonomi (Palutturi, 2013).
Faktor-faktor ini berasal dari berbagai sumber yang diakui oleh pemerintah dan badan-
badan internasional. Adanya ketimpangan dalam sosial ekonomi dan gender secara tidak
langsung menurut Moss memengaruhi kesehatan perempuan. Moss juga menyebutkan
Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
564 http://sosains.greenvest.co.id
bahwa perbedaan mendasar dalam kesehatan di antara perempuan dan laki-laki
pada pengaturan ekonomi, politik, sejarah dan sosial yang membentuk bagaimana
kehidupan perempuan. Sementara itu, ketidaksetaraan kesehatan ini terus berlanjut dalam
sebuah negara misalnya perbedaan kelas sosial ekonomi, gender dan kelompok etnik di
antara mereka. Donkn, Goldblatt dan Lynch berpendapat masih terjadi ketimpangan
masalah kemakmuran, kesejahteraan dan sumber daya (Palutturi, 2013). Ini merupakan
bukti bahwa adanya ketidakseimbangan kesehatan merupakan isu yang penting (Efendi &
Kurniati, 2017).
Adanya ketidakseimbangan khususnya dalam perbedaan gender, menurut Fikree
berdasarkan kajian fenomena gender dan kesehatan di Asia Selatan mendapatkan
disparitas status kesehatan perempuan dan laki-laki yang disebabkan adanya keterbatasan
aksesibilitas perempuan terhadap pelayanan kesehatan. Belum terpenuhinya hak
kesehatan bagi perempuan tercermin dengan jelas dari peringkat Human Development
Index (HDI) dan Gender Related Developmen Index (GDI). Salah satu indikasinya adalah
tingginya AKI serta meningkatnya angka kematian bayi. Di Indonesia sendiri, tingkat
AKI sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara berkembang di Asia Tenggara (Agus Setiawan,
2017). Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan kependudukan dan kesehatan
hingga saat ini. AKI, perkawinan usia dini, serta angka fertilitas total (Total Fertility Rate
atau TFR) merupakan sebagian indikator yang menunjukkan pentingnya peran kebijakan
kesehatan reproduksi. Berbagai studi dan literatur menunjukkan kompleksitas
permasalahan kependudukan di Indonesia. Hasil kajian menyebutkan bahwa kesehatan
ibu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial penentu kesehatan, seperti kemiskinan,
pendidikan, pekerjaan, akses keperawatan kesehatan, status kesehatan, dan
ketidaksetaraan gender akibat nilai-nilai sosial budaya di masyarakat (Fadila &
Kurniawati, 2018). Oleh sebab itu, penting untuk menyadari bahwa adanya
ketidaksetaraan gender terutama ketika merancang kebijakan terkait kesehatan (Mulasari,
2015).
Berdasarkan literatur-literatur yang telah disebutkan di atas, penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis mengambil fokus pada anggaran responsif gender pada sektor
kesehatan. Hal ini dikarenakan sektor kesehatan merupakan salah satu sektor penting bagi
pemerintah untuk memberikan akses dan melakukan pemberdayaan kepada kelompok
rentan (Ayuningtyas & Rayhani, 2018). Dengan adanya anggaran responsif gender maka
perbaikan situasi perempuan dan anak perempuan dapat dimungkinkan. Dengan demikian
diharapkan dapat juga mengarusutamakan kebutuhan dan kepentingan perempuan dalam
penganggaran, yang kemudian berdampak pada program-program kesehatan yang adil
gender. Penelitian ini merupakan analisis terhadap anggaran responsif gender (ARG)
pada sektor kesehatan di Provinsi DKI Jakarta untuk melihat komitmen pemerintah
daerah dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan akademik terhadap studi ilmu politik dari
perspektif gender dengan melihat kondisi kesehatan perempuan serta kebijakan publik
dalam hal ini anggaran responsif gender yang mengaturnya di Indonesia.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan penelitian analisis kualitatif. Pendekatan analisis kualitatif dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan mendalam tentang hal-hal yang
ingin diteliti. Sedangkan untuk pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode
wawancara dan studi dokumen. Teknik wawancara dilakukan untuk mendapatkan data
primer, yaitu data utama dalam penelitian. Neuman dalam bukunya menjelaskan bahwa
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 565
data primer adalah data langsung yang diperoleh dari sumber data pertama di lokasi
penelitian (Nabila, 2020).
Penelitian ini menganalisis dokumen anggaran yang sudah jadi, dalam hal ini
adalah menganalisis anggaran pada program perlindungan di Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta pada APBD Tahun 2017-2019 berdasarkan kategori-kategori anggaran
responsif gender yaitu kategori alokasi anggaran yang spesifik gender, kategori tindakan
afirmatif (affirmative action) dan kategori mainstreaming gender. Sehingga peneliti tidak
melihat atau menganalisa sejak proses perencanaan anggaran dan mengapa anggaran
tersebut dialokasikan. Pengkategorian akan dilakukan berdasarkan nama program atau
kegiatan, tujuan dan sasaran program dan kegiatan tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan perspektif gender dalam dekade terakhir pada penelitian dan program
kesehatan dan pembangunan serta kerangka kerja hukum baru untuk melindungi hak-hak
perempuan mengalami suatu kemajuan besar, dimana hal ini dimulai dari diadakannya
The Platform for Action of the Fourth World Conference on Women di Beijing (1995)
yang menekankan pendekatan menyeluruh dan siklus hidup untuk kesehatan perempuan.
Selain menangani masalah yang disebabkan oleh kebijakan sosial dan ekonomi yang
berbahaya, Platform Beijing tersebut juga menargetkan diskriminasi dan ketidaksetaraan
gender yang mendasari kesehatan perempuan. Begitu pula dengan adanya Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang menjadi
kerangka hukum untuk promosi kesetaraan gender dalam kesehatan dan reproduksi, serta
dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Akan tetapi pada kenyataannya seringkali ada kesenjangan antara pernyataan
politik tersebut dibandingkan dengan bagaimana pemerintahannya mengelola anggaran
(Elson, 2006: 15). Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa anggaran merupakan
ungkapan kebijakan yang paling solid dan konkret. Berbagai kebijakan yang telah
dirumuskan akan diperhitungkan bagaimana alokasi sumber daya untuk mendukung
perwujudannya dalam anggaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa anggaran merupakan
rumusan kebijakan di tingkat yang paling akhir. Di dalam anggaran dapat dilihat
komitmen-komitmen kunci dalam pembangunan, termasuk dalam hal penyelesaian
ketimpangan gender.
Anggaran sebagai sebuah kebijakan bukan hanya menjadi urusan administrasi
dan pengelolaan yang sering dirangkai dengan ilmu akuntansi. Penyusunan anggaran
mengandung pilihan ideologi yang sarat dengan keputusan politik. Pilihan posisi ideologi
jelas akan menjadi pandu arah kebijakan anggaran, yakni keberpihakan kepada siapa
fungsi anggaran berupa alokasi, distribusi dan stabilisasi diberikan. Berbagai pihak yang
terlibat dalam penyusunan anggaran tentunya akan memperjuangkan kepentingannya
masing-masing. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah pemerintah melalui instansinya
yang berwenang, parlemen, pengusaha, partai politik, organisasi kemasyarakatan dan
rakyat. Penting untuk diperhatikan bahwa kelompok masyarakat yang terpinggirkan pada
umumnya tidak memiliki kekuasaan yang setara dengan pihak lainnya dalam hal
mengakses anggaran. Kesulitan tersebut yang pada akhirnya membuat mereka tidak
cukup kuat dalam memperjuangkan kepentingannya.
Anggaran merupakan alat kebijakan yang paling penting bagi pemerintah
karena tanpa uang atau anggaran maka pemerintah tidak akan berhasil
mengimplementasikan kebijakan apapun yang dibuatnya. Demikian pula kebijakan
Pengarusutamaan Gender tidak akan bermakna apapun tanpa diikuti oleh adanya
pengalokasian anggaran berperspektif gender atau Anggaran Responsif Gender (ARG).
Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
566 http://sosains.greenvest.co.id
Anggaran Responsif Gender merupakan inovasi fiskal, yaitu suatu cara
mentransformasikan komitmen gender ke dalam komitmen fiskal.
Konsep anggaran responsif gender tidak dimaksudkan untuk membuat anggaran
yang terpisah bagi perempuan. Melainkan bermaksud untuk menganalisa berbagai bentuk
metode pertambahan atau belanja publik dari perspektif gender. Konsep ini menunjukkan
seberapa besar anggaran yang telah disusun membawa pengaruh terhadap perempuan.
Konsep ini tidak hanya mengandalkan satu cara untuk menjalankannya, melainkan dapat
digunakan berbagai instrumen dalam melakukan analisa.
Penerapan gagasan anggaran responsif gender secara rinci pada dasarnya
haruslah disesuaikan dengan kondisi politik, ekonomi dan moneter suatu negara. Namun
ada dua prinsip umum yang akan selalu menjadi pegangan dalam menerapkan gagasan
anggaran responsif gender. Kedua prinsip tersebut ialah perlunya menyatukan dua cabang
pengetahuan yang biasanya selalu dipisahkan, yaitu pengetahuan mengenai ketimpangan
gender dan pengetahuan mengenai keuangan publik. Prinsip lainnya adalah pengetahuan
mengenai program-program pada sektor publik.
Budlender (2003) menyebutkan bahwa anggaran pemerintah adalah perwujudan
kebijakan keuangan yang menggambarkan potensi pendapatan dan belanja pemerintah
dalam satu periode tertentu, biasanya selama satu tahun. Anggaran berperan sebagai
pedoman pengelolaan sumber daya bagi pemerintah, terutama perencanaan program dan
pengelolaan keuangan untuk satu periode. Memahami anggaran dan proses
pembuatannya memungkinkan untuk turut mengawasi penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan. Sebagai sebuah produk politik yang memberikan konsekuensi kepada
publik, anggaran merupakan instrumen bagi publik untuk dapat mengontrol penggunaan
uang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan angggaran belanja pemerintah
pusat. Peraturan perundang-undangan tersebut mengamanatkan tiga pilar dalam
penganggaran belanja negara, yaitu meliputi (1) penganggaran terpadu; (2) penganggaran
berbasis kinerja; dan (3) kerangka pengeluaran jangka menengah. Ini menunjukkan
bahwa penyusunan anggaran dilakukan secara terintegrasi antar program atau antar
kegiatan dan jenis belanja pada kementerian negara atau lembaga beserta seluruh satuan
kerja yang bertanggungjawab terhadap aset dan kewjiban yang dimilikinya. Dengan
demikian satuan kerja ditempatkan sebagai business unit yang menjadi titik sentral dari
seluruh proses siklus anggaran (budget cycle). Penganggaran berbasis kinerja menuntut
keterkaitan antara pendanaan (input) dengan keluaran (output) dan/atau hasil yang
diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dengan
demikian anggaran negara bukanlah sekedar instrumen teknis yang mengumpulkan dan
melaporkan rencana pendapatan dan belanja negara. Akan tetapi merupakan pernyataan
politik yang penting oleh pemerintah. Anggaran selalu menjadi hal yang penting karena
berupaya mempertemukan antara kebutuhan dengan sumber daya yang tersedia.
Aspek yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat dalam proses
penganggaran. Kontrol publik adalah hal yang sangat penting karena akan menjadi
saluran bagi masyarakat, termasuk perempuan Indonesia untuk mempengaruhi bagaimana
belanja anggaran ditentukan. Partisipasi warga negara dalam perencanaan dan
penganggaran menjadi cara untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan terhadap
rakyatnya, sebab perencanaan dan penganggaran adalah proses yang menentukan ke arah
mana anggaran publik telah memihak kepentingan rakyatnya.
Partisipasi warga yang sungguh-sungguh dalam perencanaan penganggaran
memerlukan cara pandang, yakni tidak lagi memandang warga negara sebagai obyek dar
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 567
pembangunan.
Permasalahannya, pada tataran praktis, partisipasi warga negara belumlah
dijadikan arus utama dalam perencanan penganggaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kendala, seperti prosedur, komitmen, kemauan politik dari pemerintah, serta kapasitas
warga negara sendiri. Melibatkan perempuan untuk berpartisipasi dalam perencanaan
penganggaran jelas lebih menantang. Budaya patrairkhi membuat perempuan tidak bisa
mengambil peran dalam pembuatan keputusan penting dalam masyarakat dan
pemerintahan.
Kebijakan Alokasi Anggaran Responsif Gender di Sektor Kesehatan di Indonesia
Alokasi anggaran pemerintah adalah elemen penting untuk menelusuri
implementasi suatu kebijakan sosial. Anggaran menentukan program yang harus
bertambah, berkurang, perlu dihilangkan, perlu dikembangkan, bahkan perlu diperluas
jangkauannya. Tinjauan terhadap mata anggaran dan membandingkan dengan mata
anggaran lain yang serumpun dalam kebijakan sosial, dalam hal ini perlindungan sosial,
dapat membantu proses advokasi atau intervensi kebijakan agar tepat sasaran. Hal yang
terpenting dalam analisis anggaran dalam kebijakan sosial bukan hanya melihat besaran
biaya, tetapi juga efisiensi alokasi. Perbedaan gender berpengaruh besar terhadap
perbedaan kebutuhan, kepentingan dan prioritas antara laki-laki dan perempuan.
Pendekatan yang sensitif gender mempertimbangkan dan mengakomodasi perbedaan-
perbedaan tersebut sehingga keduanya mendapat manfaat yang setara. Anggaran
merupakan instrumen negara yang sangat penting, dan mencerminkan prioritas kebijakan
negara, baik di bidang ekonomi maupun sosial. Anggaran dapat menjadi tolok ukur
komitmen pemerintah dalam isu tertentu. Dengan demikian, negara yang berkomitmen
terhadap kesetaraan gender cenderung menunjukkan komitmen tersebut dalam bentuk
anggaran yang sensitif gender. Anggaran negara tidaklah netral gender. Anggaran
memiliki dampak yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan, dapat mencerminkan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat, serta kesenjangan sosial ekonomi.
Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
568 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 1 Tren Belanja APBN 2017-2019
Sumber: LKPP APBN 2017-2019, Kementerian Keuangan, diolah.
Alokasi anggaran untuk Fungsi Kesehatan mencapai Rp71,01 triliun. Jumlah
tersebut secara nominal meningkat Rp9,32 triliun dibanding besaran realisasi anggaran
untuk Fungsi Kesehatan dalam APBN 2018 atau naik Rp13,79 triliun dibanding APBN
2017 untuk fungsi yang sama. Namun bila persentasenya dibandingkan dengan Total
Belanja APBN, Belanja untuk Fungsi Perlindungan Sosial turun dari, dari 97,44 persen
pada tahun 2017, menjadi 95,08 persen pada tahun 2018, dan naik kembali pada tahun
2019 menjadi 113,14 persen.
Anggaran responsif gender bukan berarti adanya anggaran tersendiri untuk
perempuan atau sekadar meningkatkan alokasi anggaran untuk perempuan, tetapi
penganggaran yang didasarkan analisis mendalam terhadap kebijakan yang memajukan
hak-hak perempuan. Anggaran responsif gender menganalisis kebutuhan yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan, dan memastikan sistem penganggaran mengakomodasi
perbedaan tersebut, termasuk untuk mengatasi diskriminasi. ARG merupakan bagian dari
pengarusutamaan gender (gender mainstreaming), yang merupakan upaya untuk
memastikan bahwa perspektif gender dan kesetaraan gender menjadi bagian dalam semua
kebijakan. Agar tepat sasaran dan merata, program kesehatan yang menyasar kelompok
rentan ekonomi, pendidikan dan kesehatan membutuhkan sistem pendataan yang
komprehensi
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 569
Analisis Anggaran Responsif Gender pada Dokumen APBD Provinsi DKI
JakartaProvinsi DKI Jakarta mengelola APBD rata-rata dalam rentang 2017-2019 sebesar
Rp67,3 triliun. Untuk nilai pertumbuhan pendapatan dan belanja tidak begitu mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Ini menunjukan bahwa besaran pendapatan dan belanja
dalam APBD Provinsi DKI Jakarta relatif stagnan. Berikut adalah grafik APBD Provinsi
DKI Jakarta sebagai lokasi penelitian.
Grafik 1
Tren Pendapatan, Belanja, dan Pertumbuhan APBD Provinsi DKI Jakarta
Tahun Anggaran 2017-2019
Sumber: APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2019, diolah.
Pemerintah daerah kemudian mengalokasikan anggaran berdasarkan urusan,
organisasi perangkat daerah (OPD), dan program atau kegiatan. Anggaran untuk program
perlindungan sosial menyebar melalui program dan kegiatan yang dikelola oleh berbagai
OPD. Anggaran kesehatan di Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi mandat Undang-
Undang Kesehatan pasal 171 Ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni
besaran minimal 10% dari total Belanja Daerah, di luar gaji pegawai. Adapun alokasi
anggaran untuk urusan kesehatan rata-rata hanya 8,2 persen dalam rentang tahun 2017-
2019. Pada 2017, anggatan untuk kesehatan Provinsi DKI Jakarta dipatok Rp4,86 triliun
atau 7,8 persen dari total belanja daerah. Pada 2018, anggaran tersebut naik menjadi
Rp8,05 triliun atau 10,7 persen namun kembali turun pada tahun 2019 yang hanya
mencapai Rp4,84 triliun atau 6,2 persen dari total belanja daerah.
Besaran anggaran di atas digunakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
untuk membiayai berbagai kegiatan, antara lain: pelayanan kesehatan ibu, remaja dan usia
lanjut; pelayanan kesehatan bayi dan anak; pencegahan dan penanggulangan masalah
gizi; kemitraan asuransi kesehatan masyarakat; pelayanan kesehatan penduduk miskin;
penyelenggaraan kesehatan remaja dan lansia; serta penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil
dari keluarga kurang mampu. Dalam situs Jakarta Smart City disebutkan bahwa
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk sebuah program yang dianggap dapat
mengurai permasalahan kesehatan yang kompleks di Jakarta. Program tersebut ialah
“Ketuk Pintu Layani Dengan Hati” (KLPDH). Hal ini didasarkan pada data Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang mana telah terjadi peningkatan jumlah warga yang
berobat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di seluruh wilayah ibu kota pasca
63.612
75.093
77.857
62.517
65.809
74.997
0,08
-0,33
0,29
-3
5,22
-5
0
5
10
15
20
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2017 2018 2019
Milyar Rupiah
Provinsi DKI Jakarta
Belanja Pendapatan
% Pertumbuhan Pendapatan %Pertumbuhan Belanja
Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
570 http://sosains.greenvest.co.id
diterapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam program KPLDH ini disebutkan
bahwa akan disiapkan petugas kesehatan yang bekerja secara tim yang terdiri dari
seorang dokter, perawat dan bidan yang akan bertanggung jawab pada satu wilayah
tertentu yang sudah ditetapkan. Satu tim KPLDH akan bertanggung jawab pada sekitar
lima ribu jiwa dari wilayah yang telah ditetapkan. Tugas utama tim KPLDH adalah
melakukan tindakan preventif (pencegahan) dan promotif (pemeliharaan dan
peningkatan), dengan tetap melakukan tindakan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif bila
diperlukan sebagai tindakan awal. Dengan adanya program ini diharapkan dapat
menjangkau warga DKI Jakarta yang membutuhkan petugas Kesehatan dengan mudah.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan dr. Muhammad Fahrisal Arief dari Bidang
Kesehatan Masyarakat, Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta, bahwa meskipun secara umum di Provinsi DKI Jakarta Jaminan Kesehatan
Nasional sudah terealisasi 99% namun masih terdapat berbagai kendala. Salah satu
kendala dalam pelaksanaan program kesehatan yang menyasar kelompok rentan
khususnya perempuan ialah dalam hal pendataan, seperti sulitnya pencatatan berbasis
individual dan kesulitan dalam perekaman data kontiunitas. Selain itu masih banyak
fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta yang belum terkoordinasi. Oleh sebab itu, perlu
menjadi perhatian oleh pemerintah agar program-program yang sudah direncanakan dapat
terealisasi dengan baik dan tepat sasaran.
Kategorisasi Anggaran Belanja Pada Sektor Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta
Debbie Budlender dan Guy Hewitt dalam Engendering Budgets: A Practitioners’ Guide
to Understanding and Implementing Gender-Responsive Budgets (2003) menjelaskan ada
dua kerangka dasar yang menjadi acuan analisis anggaran responsif gender, yaitu
kategorisasi tiga langkah anggaran belanja dan pendekatan lima langkah. Metode tersebut
dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis anggaran. Pada kajian ini penulis
menggunakan kategori tiga langkah untuk menganalisis anggaran responsif gender pada
program perlindungan sosial di tiga wilayah. Kategorisasi tersebut ialah (1) gender-
specific (alokasi anggaran untuk spesifik gender). Ciri dari kategori gender spesifik ialah
adanya alokasi khusus yang ditargetkan berdasarkan jenis kelamin dengan
mempertimbangkan aspek afirmasi, kondisi yang marginal dan kebutuhan yang khusus,
contohnya adalah program kesehatan perempuan dan pendidikan yang spesifik untuk
perempuan. (2) affirmative action (alokasi anggaran untuk meningkatkan kesempatan
setara dalam pekerjaan). Adapun ciri dari affirmative action ialah alokasi anggaran untuk
menciptakan peluang yang setara dalam mengakses pekerjaan. Contohnya adalah
pelatihan untuk manajer perempuan dan pelatihan gender untuk pejabat publik. Dalam
sektor ketenagakerjaan ada dua hal yang dapat diukur, yaitu gaji atau pendapatan dan
representasi perempuan dalam posisi pengambil keputusan; (3) mainstream gender
(alokasi anggaran yang umum). Ciri dari mainstream budget ialah alokasi anggaran
umum yang bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Misalnya,
mempertanyakan apakah alokasi belanja di dinas pendidikan telah menciptakan akses
yang setara bagi anak perempuan dan laki-laki, penyandang disabilitas dan kelompok
rentan. Dalam menggunakan analisis ini diperlukan ketelitian, karena pada dasarnya
anggaran responsif gender tidak sama dengan anggaran khusus perempuan, mengingat
anggaran ini memberikan akses yang sama dan adil bagi perempuan, laki-laki, anak,
lansia, penyandang disabilitas dengan mempertimbangkan perbedaan dan kebutuhan yang
kh
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 571
Tabel 2
Kategori Analisis Anggaran Belanja
Institusi
Kegiatan atau Program Sektor
Kesehatan
Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta
Pelayanan kesehatan ibu,
remaja dan usia lanjut.
Pelayanan kesehatan bayi
dan anak.
Pencegahan dan
penanggulangan masalah
gizi.
Penyelenggaraan kesehatan
remaja dan lansia.
Penyuluhan kesehatan bagi
ibu hamil dari keluarga
kurang mampu.
KPLDH (Ketuk Pintu
Layani Dengan Hati)
Sumber: diolah dari hasil riset penulis
Tabel di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan banyak program untuk
meningkatkan kesehatan di Provinsi DKI Jakarta sekalipun sudah terdapat beberapa
program atau kegiatan yang spesifik gender. Dengan demikian, implementasi ARG tidak
berhenti pada jumlah atau kertas kebijakan, tetapi dapat mendekatkan perempuan pada
akses atas penghidupan kesehatan yang layak.
Kesimpulan
Sebagai salah satu negara yang meratifikasi CEDAW, Indonesia dituntut untuk
mampu melindungi perempuan dari berbagai praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap
perempuan. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah membuat berbagai
kebijakan yang menghapuskan ketimpangan gender. Untuk itu ada beberapa solusi,
seperti meningkatkan kuota perempuan di parlemen atau menggalakkan pengarusutamaan
gender dalam pembangunan. Solusi lainnya adalah menerapkan anggaran responsif
gender yang sudah terbukti keberhasilannya di beberapa negara. Oleh karena,
pengintegrasian anggaran responsif gender ke dalam APBN dan APBD sangat diperlukan
mengingat anggaran memiliki fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Anggaran responsif gender yang meliputi perencanaan, alokasi anggaran,
restrukturisasi pendapatan dan pengeluaran sangat diperlukan guna mencapai kesetaraan
dan kesejahteraan melalui pemenuhan hak-hak dasar bagi perempuan dan laki-laki.
Dengan mengintegrasikan anggaran responsif gender ke dalam APBN dan APBD
diharapkan kesenjangan dan ketidakadilan gender yang masih terjadi sampai saat ini
dapat berkurang. Dari hasil analisis alokasi anggaran pada sektor kesehatan menunjukkan
bahwa Provinsi DKI Jakarta belum sepenuhnya mengalokasikan anggaran responsif
gender sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 171 Ayat (2), yakni besaran minimal 10% dari total Belanja Daerah, di
luar gaji pegawai. Besaran anggaran yang dialokasikan belum mencerminkan
transformasi komitmen gender ke dalam komitmen anggaran. Hal ini ditujukan dengan
Volume 1, Nomor 7, Juli 2021
p-ISSN 2774-7018; e-ISSN 2774-700X
572 http://sosains.greenvest.co.id
menurunnya alokasi anggaran untuk program-program yang sesungguhnya sangat
penting untuk merealisasikan kesetaraan. Pentingnya keberadaan data juga diperlukan
untuk menentukan perencanaan alokasi anggaran responsif gender tidak hanya di sektor
kesehatan namun juga di sektor-sektor lainnya yang dapat memastikan bahwa perempuan
dan laki-laki akan memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses program
kesehatan maupun program di bidang lainnya.
Bibliografi
Ayuningtyas, Dumilah, & Rayhani, Marisa. (2018). Analisis situasi kesehatan mental
pada masyarakat di Indonesia dan strategi penanggulangannya. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 9(1), 110.
Darmawati, Darmawati. (2016). Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Kota
Makassar Tahun 2016. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Efendi, Ferry, & Kurniati, Anna. (2017). Review Sistematis Peningkatan Retensi Tenaga
Kesehatan di Daerah Tertinggal. Surabaya: Surabaya.
Emilia, Ova, & Prabandari, Yayi Suryo. (2019). Promosi kesehatan dalam lingkup
kesehatan reproduksi. Yogyakarta: UGM PRESS.
Fadila, Ila, & Kurniawati, Heny. (2018). Upaya Pencegahan Anemia pada Remaja Puteri
sebagai Pilar Menuju Peningkatan Kesehatan Ibu. Prosiding Seminar Nasional
FMIPA-UT, 7889. Jakarta.
Juwita, Septiana. (2015). Pengambilan keputusan rujukan ke rumah sakit pada ibu hamil
berisiko tinggi dalam perspektif gender. Solo: UNS (Sebelas Maret University).
Krisnalita, Louisa Yesami. (2018). Perempuan, Ham dan Permasalahannya di Indonesia.
Binamulia Hukum, 7(1), 7181.
Marwah, Sofa. (2019). PEMBENTUKAN MODEL PENYUSUNAN PROGRAM
KERJA MUSLIMAT NU BERBASIS ISU DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
GENDER DAERAH. Prosiding, 8(1).
Mikrajab, Muhammad Agus, & Rachmawati, Tety. (2016). Policy Analysis of Integrated
Antenatal Care implementation at Public Health Centers in Blitar City. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 19(1), 4153.
Mulasari, Frestiana Dyah. (2015). Peran gender perempuan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012. Economics Development
Analysis Journal, 4(3), 254263.
Nabila, Nida Aulia. (2020). ANALISIS PENGARUH MODEL PROBLEM BASED
LEARNING (PBL) TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK (Penelitian
Analisis Deskriptif Kualitatif dengan Teknik Studi Pustaka). FKIP UNPAS.
Palutturi, Sukri. (2013). Pentingnya Politik Bidang Kesehatan. Jurnal Administrasi Dan
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2(03), 8228.
Sahban, Hernita. (2016). Peran Kepemimpinan Perempuan dalam Pengambilan
Keputusan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Bongaya, 5671.
Setiawan, Agus. (2017). Politik Hukum Perlindungan HAM di Indonesia (Studi Hak-Hak
Perempuan di Bidang Kesehatan). Jurnal Mahkamah: Kajian Ilmu Hukum Dan
Hukum Islam, 2(1), 77102.
Setiawan, Eko. (2019). Studi Pemikiran Fatima Mernissi Tentang Kesetaraan Gender.
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 14(2), 221244.
Analisis Anggaran Responsif Gender Di Sektor Kesehatan Pada
Apbd Provinsi Dki Jakartatahun 2017-2019
2021
Icha Maria Yeselin 573
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.