Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
758 http://sosains.greenvest.co.id
STUDI KRITIS DITOLAK DAN DITERIMA DISPENSASI KAWIN DI
PENGADILAN AGAMA MUARA TEWEH
Kamijan
Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya, Indonesia
Diterima:
25 Juli 2021
Direvisi:
09 Agustus 2021
Disetujui:
15 Agustus 2021
Abstrak
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
tentang Perkawinan dalam perubahannya adalah batas usia
menikah untuk laki-laki dan perempuan masa 19 tahun bagi-bagi
diri sendiri. Kemudian pernikahannya itu sudah sangat dekat
untuk dilangsungkan sedangkan usia calon mampelai belum
mencapai 19 tahun maka bisa mengajukan dispensasi kawin ke
Pengadilan. Fokus penelitian ini adalah mengemukakan proses
pemeriksaan perkara dispensasi kawin pasca berlakunya
Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perkawinan, pandangan Hakim terhadap Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan dan pertimbangan
Hakim dalam memutuskan perkara permohonan dispensasi
kawin. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum kualitatif
dengan menggunakan pendekatan yuridis-empiris. Adapun
teknik analisis menggunakan analisis deskriftip dengan
menggunakan teori maslahah, teori persamaan hukum, teori
critical legal studies, teori kemanfaatan hukum, teori kepastian
hukum dan teori hukum sebagai rekayasa sosial. Hasil analisis
penelitian ini, yaitu (1) tahapan-tahapan pemeriksaan perkara
dispensasi kawin Pengadilan Agama Muara Teweh melalui dua
tahapan yaitu pendaftran dan persidangan. (2) Hakim Pengadilan
Agama Muara Teweh menyambut dengan baik dan
mengapresiasi terhadap perubahan undang-undang perkawinan
di Indonesia. (3) Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh dalam
proses memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
permohonan dispensasi kawin berpendoman kepada Perma
Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan
Dispensasi Kawin dan mempertimbangkan kepentingan terbaik
bagi anak atau the best interests of the child sesuai dengan
Undang-Undang Perlindungan anak serta mempertimbangkan
fakta-fakta di persidangan.
Kata kunci: Hakim, dispensasi kawin, pengadilan
Abstract
Law No. 1 of 1974 on Marriage which later became Law No. 16
of 2019 on Marriage in its change is the marriage age limit for
men and women of 19 years for themselves. Then the marriage
has been very diedekan to be held while the age of prospective
mampelai has not reached 19 years then can apply for marriage
dispensation to the Court. The focus of this research is to present
the process of examining the case of marital dispensation after
the enactment of Marriage Law No. 16 of 2019 on Marriage, the
Studi Kritis Ditolak Dan Diterima Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Muara Teweh
2021
Kamijan 759
view of the Judge on Law No. 16 of 2019 on Marriage and the
consideration of judges in deciding the case for marriage
dispensation application. This type of research is qualitative
legal research using a juridical-empirical approach. The
analysis techniques use deskriftip analysis using maslahah
theory, legal equation theory, critical legal studies theory, legal
benefit theory, legal certainty theory and legal theory as social
engineering. The results of this research analysis, namely (1) the
stages of examination of the case of marriage dispensation
Muara Teweh Religious Court through two stages, namely
pendaftran and trial. (2) The Judge of Muara Teweh Religious
Court welcomes and appreciates the change in marriage law in
Indonesia. (3) Judges of the Muara Teweh Religious Court in the
process of examining, adjudicating and deciding the case for the
application for the dispensation of marriage berndoman to
Perma No. 5 of 2019 concerning Guidelines for Adjudicating
Applications for Dispensation of Marriage and considering the
best interests of the child in accordance with the Child
Protection Law and considering the facts in the trial.
Keywords : judge, Mating dispensation, court
Pendahuluan
Membentuk sebuah keluarga yang harmonis dan kekal, yang diikat dengan tali
perkawinan untuk mencapai sebuah keluarga yang sakinah mawadah dan rahmah
merupakan hal yang diinginkan oleh setiap pasangan suami-isteri (Siti, 2019). Namun
kenyataanya tidak jarang dan tidak sedikit tujuan tersebut tidak seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu dalam syariat Islam mengenal adanya praktik perceraian. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian adalah kurangnya kesiapan dan
kematangan secara psikis dan kejiwaan pasangan suami-isteri dalam menghadapi
kehidupan berumah tangga yang salah satunya ditandai oleh batas usia pasangan suami-
isteri tersebut (Isnaini, 2013). Terjadinya pernikahan usia dini sebisa mungkin dihindari.
Negara berperan penting dalam upaya pencegahan terjadinya pernikahan usia dini
dimana mereka dianggap masih belum siap dari segi psikis dan kejiwaan (Lubis, 2016).
Upaya nyata yang dilakukan oleh Indonesia dalam mengantisipasi hal tersebut ialah
dengan disahkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan
ketentuan bahwa pernikahan di izinkan apabila calon mampelai laki-laki telah genap
berusia 19 tahun dan mampelai wanita telah genap berusia 16 tahun (Nasution, 2019).
Dalam perjalanannya Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 direvisi Rahmat
Hakim, Hukum Perkawinan Islam: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2000. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 01 tahun 1974 Tentang
Perkawinan. pada tahun 2019 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 tentang Perkawinan.
Pokok perubahan terhadap Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan adalah pada ketentuan Pasal 7 ayat 1 yang menjelaskan bahwa salah satu
syarat untuk dapat dilangsungkannya perkawinan ialah apabila usia calon mempelai pria
mencapai umur 19 tahun dan calon mempelai wanita mencapai usia 16 tahun yang
kemudian diubah ketentuan umur tersebut menjadi 19 bagi keduanya (Istrianty &
Priambada, 2016). Namun di ayat 2 dijelaskan bahwa apabila terdapat penyimpangan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
760 http://sosains.greenvest.co.id
ketentuan pada ayat 1 tersebut maka dapat mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan
oleh kedua orang tua laki-laki atau perempuan yang usiannya belum mencapai 19 tahun.
Perubahan mengenai batas usia tersebut berangkat dari putusan mahkamah
konstitusi nomor 22/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa batas usia perkawinan pada
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah inkonstitusional
bertentangan dengan ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 35 tahun
2014 tentang Perlindungan anak yang menyebutkan bahwa anak adalah individu dengan
usia di bawah 18 tahun dan orang tua wajib untuk mencegah terjadinya pernikahan dini
(Nugraha, Izzaty, & Putri, 2019).
Menindaklanjuti Undang-Undang nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan
Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan peraturan mahkamah agung
(PERMA) nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili permohonan dispensasi
kawin ditetapkan pada tanggal 20 november 2019 dan ditandatangani oleh ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia. PERMA nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman
mengadili permohonan dispensasi kawin terdiri dari 7 Bab dan 21 Pasal. Ada beberapa
hal penting dan aturan baru baik dalam proses pemeriksaan perkara permohonan
dispensasi kawin maupun prosedur pengajuan dan dokumen-dokumen persyaratan.
Pengadilan agama muara teweh yang merupakan salah satu peradilan tingkat
pertama di bawah wilayah hukum pengadilan tinggi agama Palalangkaraya pasca revisi
Undang-Undang perkawinan mengalami peningkatan yang signifikan dalam penangan
perkara-perkara permohonan dispensasi kawin (Chairunisak, 2020). Terhitung sejak
tahun 2019 sampai dengan sekarang Pengadilan Agama Muara Teweh telah menerima
sebanyak 97 perkara permohonan dispensasi kawin. Orang tua calon pengantin yang
bermaksud ingin menikahkan anak mereka dalam keadaan belum memenuhi syarat usia
19 tahun berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perkawinan telah mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama
Muara Teweh namun tidak semua permohonan itu terima dan dikabulkan oleh Hakim
yang menangani perkara tersebut meskipun kebanyakan dari perkara-perkara tersebut
diterima dan dikabulkan namun ada beberapa yang ditolak, dicabut, tidak diterima
ataupun digugurkan (Farida, 2021). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih
lanjut mengenai pemeriksaan perkara-perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama
Muara Teweh.
Berdasarikan uaraian diatas peneliti bermaksud untuk meneliti pemeriksaan
perkara-perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh dengan judul
“Studi Kritis Ditolak dan Diterima Dispensai Kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh
Pasca Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan”.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik (Mekarisce, 2020). Hal
terpenting suatu barang dan jasa yang berupa kejadian, fenomena dan gejala sosial adalah
makna di balik kejadian tersebut sehingga dapat dijadikan pelajaran berharga bagi
pengembangan konsep teori.
Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan
terhitung sejak bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Mei 2021. Sedangkan alokasi
waktu yang digunakan untuk meneliti perkara-perkara dispensasi kawin di Pengadilan
Agama Muara Teweh Pasca Revisi Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perkawinan adalah selama (2 bulan) setelah penyelenggaraan seminar dan
mendapat izin dari Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Keluarga Institut Agama
Studi Kritis Ditolak Dan Diterima Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Muara Teweh
2021
Kamijan 761 759
Islam Negeri Palangkaraya pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
observasi dan wawancara yang mendalam dengan menggunakan pedoman interview
wawancara yang sudah dikembangkan sesuai kondisi di lapangan serta penulis sendirilah
nantinya sebagai instrumen utamanya.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama Muara Teweh yang
beralamatkan di Jalan Yetro Sinseng No. 25, Lanjas, Kecamatan Teweh Tengah,
Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah selama 2 bulan setelah dikeluarkannya surat
izin riset dari Pascasarjana IAIN Palangka Raya. Dalam proses wawancara yang
dilakukan oleh penelitian, peneliti mewawancarai dua orang Hakim Pengadilan Agama
Muara Teweh, Panitera dan Panitera Muda Permohonan.
Tanggal 4 Mei 2021 peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh Bapak. Ama’ Khisbul Maulana, S.H.I.
pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh peneliti yaitu, bagaimana proses pemeriksaan
perkara dispensasi kawin pasca berlakunya Undang-Undang nomor 16 tahun 2019
Tentang Perkawinan di Pengadilan Agama Muara Teweh. Ama’ mengatakan, “Tentu
mengenai pemberlakuan kami merujuk pada Perma Nomor 5 tahun 2019 bahwasanya
proses pemeriksaan dilakukan dengan lebih detail pemeriksaannya dan mencakup lebih
lengkap untuk penggalian faktanya jadi kami melakukan pemeriksaan terhadap apa-apa
yang diserahkan oleh diatur dalam Perma tersebut contohnya seperti pemeriksaan
terhadap orang tua calon suami atau calon pasangan serta yang terutama anak yang
dimohonkan dispensasi kawin tersebut.
Para pemohon itu terdiri dari orang tua baik orang tua bapak ataupun ibu meski
sudah cerai dua-duanya wajib secara bersamasama itu untuk mengajukan dispensasi
kawin terhadap anaknya. Perma nomor 5 tahun 2019 jadi nanti bisa dibaca kembali ada
syarat-syaratnya disitu dan ada prosedunya juga bagaimana Hakim harus memeriksa
karna jika tidak sesua dengan itu maka putusan atau penetapan bisa batal demi hukum.
Kemudian lebih lanjut peneliti bertanya tentang bagaimana pandangan Hakim Pengadilan
Agama Muara Teweh terhadap Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 Tentang
Perkawinan, Ama’ mengatakan, “Tentu kami sangat mengapresiasi terhadap lahirnya
perubahan ini karna ada poin penting yang menjadi titik dari perubahan itu ialah
perubahan umur perempuan dari yang 16 ke 19 tahun artinya sama antara laki-laki dan
perempuan itu sama-sama 19 tahun, itu artinya kita semakin dewasa dalam mentukan
regulasi tentang perlindungan anak. Jadi semakin mengantisipasi bagaimana anak dalam
hal ini khususnya perempuan itu untuk jangan sampai menikah dini jadi dengan adanya
pembatasan itu kita lebih bisa mengontrol pernikahan dini dengan adanya permohonan
dispensasi kawin bagi yang belum mencukupi umur tersebut.
Nomor 5 tahun 2019 bahwasanya Hakim harus mempertimbangkan banyak hal
dalam memutus perkara dispensasi kawin termasuk salah satunya adalah pertimbangan
yang paling penting harus sesuai dengan kepentingan terbaik anak yaitu the best interests
of the child itu sesuai dengan yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan anak jadi
dalam memutus apakah dikabulkan atau ditolak Hakim harus mempertimbangkan banyak
Wawancara dengan Ama’ Khisbul Maulana pada tanggal 04 Mei 2021 pukul 10:00 WIB
di Kantor Pengadilan Agama Muara Teweh yang beralamat di Jalan Yetro Sinseng No.
25, Lanjas, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Terakhir peneliti bertanya tentang dasar hukum yang digunakan Hakim Pengadilan
Agama Muara Teweh dalam menerima atau menolak perkara dispensasi kawin pasca
berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 Perkawinan, Ama’
mengatakan, “Dasar hukum yang kita pake, kita memake dasar hukum undang-undang
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
762 http://sosains.greenvest.co.id
perlindungan anak tentunya karna ini menyangkut anak yang dimohonkan kawin dan juga
kita Perma tentang dispensasi itu sendiri yaitu ada Perma yang nomor 5 tahun 2019 itu
dan juga ada Perma tantang tatacara tentang mengadili perempuan dan anak di
persidangan itu, itu yang juga kita pakai artinya dasar hukum kita tentu hal-hal yang
berkaitan dengan menyangkut kepentingan terbaik anak kita jadikan dasar hukum dan
kita juga tentunya hal-hal itu kita tentukan dengan fakta-fakta di persidangan.
Tanggal 6 Mei 2021 peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh Bapak. Abdurrahman Sidik, S.H.I.
peratanyaan pertama yang ditanyakan oleh peneliti yaitu: bagaimana proses pemeriksaan
perkara dispensasi kawin pasca berlakunya Undang-Undang nomor 16 tahun 2019
Tentang Perkawinan di Pengadilan Agama Muara Teweh?, Sidik mengatakan, “Disini
untuk pemeriksaannya tetap sama, kami berpedoman kepada Perma nomor 5 tahun 2019
tentang pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin, jadi menggunakan Perma
tersebut untuk proses pemeriksaanya karna disini perbedaannya cuma terkait dengan
umur ya, awalnya umur pria itu 19 tahun kemudian wanita itu 16 tahun kemudian di
ubahlah menjadi sama-sama 19 tahun dan proses pemeriksaanya tetap sama, kami
berpedoman kepada Perma nomor 5 tahun 2019. Pada tanggal 05 Mei 2021 peneliti
melakukan wawancara secara langsung kepada Panitera Pengadilan Agama Muara Teweh
Bpk. H. Muslim Arsyad, S.Ag., peratanyaan pertama yang ditanyakan oleh peneliti
yaitu: Bagaimana proses pemeriksaan perkara dispensasi kawin pasca berlakunya
Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019.
Perkawinan di Pengadilan Agama Muara Teweh, Muslim mengatakan: “Sejak
berlakunya Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 akan kami sampaikan sebagai berikut:
bahwa dalam pengajuan dispensasi kawin pihak berperkara mengajukan permohonan
122Wawancara dengan Abdurrahman Sidik pada tanggal 06 Mei 2021 pukul 10:00 WIB
di Kantor Pengadilan Agama Muara Teweh yang beralamat di Jalan. Yetro Sinseng No.
25, Lanjas, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Dispensasi kawin adala orang tua yang bersangkutan, selanjutnya juga akta kelahiran itu
baik pihak laki-lakinya atau calon perempuannya ijazah dan lain sebaginya kemudian
yang terakhir juga dipintakan surat penolakan dari KUA setempat dalam hal ini
dispensasi kawin tadi (Lamatande, 2020). setelah mengajukan datang ke Pengadilan
Agama Muara Teweh akan kami buatkanlah surat permohonan dispensasi kawin tersebut
oleh petugas Posbakum yang ada di Pengadilan Agama Muara Teweh kemudian
menunggu beberapa hari akan disidangkanlah perkara tesebut kemudian di panggil orang
tua yang bersangkutan calon suami calon isteri kemudian kami pintakan pula saksi dua
orang yang benar-benar mengetahui akan hal yang dimaksudkan dispensasi tadi.
Saksi-saksinya lengkap tidak menutup kemungkinan setiap perkara yang diajukan
di Pengadilan Agama Muara Teweh bisa dikabulkan bisa juga ditolak itu berdasarkan
hasil musyawarah majelis Hakim artinya tidak semua dispensasi itu dikabulkan tidak
semua dispensasi itu ditolak jadi setelah pemeriksaan saksi-saksi dan keterangan lainnya
dipersidangan jadi Hakim lah yang berwenang menetapkan memutuskan mengabulan
ataupun menolak suatu dispensasi kawin.
Peneliti akan memaparkan hasil analisis dari data yang telah digali dan didapat dari
serangkaian proses penelitian baik dari hasil observasi, wawancara maupun dokumetasi
yang kemudian dipaparkan secara sistemamtis analisis ini membahas secara berurutan
pada 3 fokus masalah yaitu bagaimana proses pemeriksaan perkara dispensasi kawin
pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 Perkawinan di
Pengadilan Agama Muara Teweh, bagaimana pandangan Hakim Pengadilan Agama
Muara Teweh terhadap Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan dan
Studi Kritis Ditolak Dan Diterima Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Muara Teweh
2021
Kamijan 763
bagaimana pertimbangan Hakim Pengadilan Muara Teweh dalam memutuskan perkara
dispensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh.
Adapun uraian analisis dimaksud sebagai berikut, proses pemeriksaan perkara
dispensasi kawin pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019
Perkawinan di Pengadilan Agama Muara Teweh. Langkah awal yang harus dilalui oleh
para pemohon dalam perkara dipensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh yaitu
harus memenuhi segala bentuk persyaratan administrasi. Dalam wawancara peneliti
dengan Panitera Muda Permohon Pengadilan Agama Muara Teweh Ibu. Hj. Hayani, S.
Ag., dimana beliau adalah orang yang bertanggung jawab atas perkara-perkara
permohonan salah satunya perkara permohonan dispensasi kawin, dalam wawancara
peneliti menanyakan tentang bagaimana prosesnya pendaftaran perkara permohonan
dispensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh proses pemeriksaan perkara
dispensasi kawin pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019
Perkawinan di Pengadilan Agama Muara Teweh.
Proses pemeriksaan perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut, Pendaftaran, Langkah awal yang harus dilalui
oleh para pemohon dalam perkara dipensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh
yaitu harus memenuhi segala bentuk persyaratan administrasi. Dalam wawancara peneliti
dengan Panitera Muda Pemohon Pengadilan Agama Muara Teweh Ibu. Hj. Hayani, S.
Ag., dimana beliau adalah orang yang bertanggung jawab atas perkara-perkara
permohonan salah satunya perkara permohonan dispensasi kawin, dalam wawancara
peneliti menanyakan tentang, hayani mengatakan: “……..pengajuan dispensasi di
peradilan ada itu para pihak yang ingin mengajukan dispensasi kawin harus memenuhi
dulu persyaratan administrasi, apakah persyaratan administrasi yang harus dipenuhi
pemohon tersebut syaratnya yaitu satu adanya surat permohonan dari kedua orang tua
dari calon suami dana tau calon isteri yang belum berusia 19 tahun kemudian syarat
administrasi yang kedua adalah fotocopy kartu penduduk kedua orang tua atau walinya
yang ketiga fotocopy kartu keluarga yang keempat fotocopy kartu penduduk atau kartu
identitas anak atau akta kelahiran anak terus syarat berikutnya fotocopy kartu tanda
penduduk atau kartu identitas anak atau akta kelahiran calon suami atau calon isteri dan
yang terakhir fotocopy ijazah pendidikan terakhir anak atau surat keterangan masih
sekolah dari sekolah anak tersebut….” Dari hasil wawancara diatas dapat kita pahami
bahwa untuk mengajukan perkara permohonan dispensasi kawin para pemohon harus
terlebih dahulu menenuhi syarat-syarat administrasi yang berlaku. Syarat-syarat tersebut
telah diatur dalam Perma Nomor 5 tahun 2019 pasal 5 ayat 1, adapun syarat-syarat
tersebut antara lain sebagai berikut, surat permohonan, fotocopy kartu tanda penduduk
kedua dari tua/wali, fotocopy kartu keluarga, fotocopy kartu tanda penduduk atau kaertu
identitas anak dan/atau akta kelahiran, fotocopy kartu tanda penduduk atau kartu identitas
anak dan/atau akta kelahiran calon suami/isteri, fotocopy ijazah pendidikan terakhir anak
dan/atau surat keterangan masih sekolah dari sekolah anak. Jika persyaratan-persyaratan
diatas tidak dapat terkumpul oleh para pemohon maka dapat diganti dengan dokumen
lain yang menunjukkan atau menjelaskan tentang identitas dan status pendidikan anak
dan identitas orang tua atau wali.
Pemohon mendaftarkan perkara maka akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
Agama Muara Teweh Hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut
kemudian Panitera Pengadilan Agama Muara Teweh akan menetapkan Panitera
Pengganti yang akan mendampingi Hakim dalam proses persidangan dan juga
menetapkan Jurusita Pengganti untuk melakukan proses pemanggilan para pemohon
untuk hadir ke persidangan terakhir Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
764 http://sosains.greenvest.co.id
Muara Teweh untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut akan menetapkan hari
siding, berkaitan dengan hal diatas, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama
Muara Teweh menjelaskan sebagai berikut “…..kemudian perkaranya tersebut akan
ditentukan penetapan hari sidangnya dan Hakim yang menangani perkara tersebut dan
juga Penitera Pengganti yang mendampingi persidangan dan juga Jurusita
Penggantinya….” jika semua telah terpenuhi dan tangggal sidang yang ditetapkan telah
tiba maka proses persidangan akan dilakukan. Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh
Bapak. Ama’ Khisbul Maulana, S.H.I., mengatakan bahwa dalam proses pemeriksaan
pada saat persidangan Hakim berpedoman pada Perma Nomor 5 Tahun 2019. Wawancara
dengan Hayani pada tanggal 07 Mei 2021 pukul 10:00 WIB di Kantor Pengadilan Agama
Muara Teweh yang beralamat di Jalan Yetro Sinseng No. 25, Lanjas, Kecamatan Teweh
Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. tentu mengenai pemberlakuan
kami merujuk pada Perma Nomor 5 tahun 2019 bahwasanya proses pemeriksaan
dilakukan dengan lebih detail pemeriksaannya dan mencakup lebih lengkap untuk
penggalian faktanya jadi kami melakukan pemeriksaan terhadap apa-apa yang diserahkan
dalam Perma tersebut contohnya seperti pemeriksaan terhadap orang tua calon suami atau
calon pasangan serta yang terutama anak yang dimohonkan dispensasi kawin tersebut.
Pemohon itu terdiri dari orang tua baik orang tua bapak ataupun ibu meski sudah
cerai dua-duanya wajib secara bersamasama itu untuk mengajukan dispensasi kawin
terhadap anaknya. Perma nomor 5 tahun 2019 jadi nanti bisa dibaca kembali ada syarat-
syaratnya disitu dan ada prosedunya juga bagaimana Hakim harus memeriksa karna jika
tidak sesua dengan itu maka putusan atau penetapan bisa batal demi hukum Pandangan
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh terhadap Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019
tentang Perkawinan Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh mengatakan bahwa sangat
apresiasi terhadap lahirnya undang-undang tersebut sebagaimana yang dikatakan mereka
dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersama Hakim Pengadilan Agama
Muara Teweh. Bapak. Ama’ Khisbul Maulana, S.H.I., mengatakan: “Tentu kami sangat
mengapresiasi terhadap lahirnya perubahan ini karna ada poin penting yang menjadi titik
dari perubahan itu ialah perubahan umur perempuan dari yang 16 ke 19 tahun artinya
sama antara laki-laki dan perempuan itu sama-sama 19 tahun, itu artinya kita semakin
dewasa dalam menentukan regulasi tentang perlindungan anak jadi semakin
mengantisipasi bagaimana anak dalam hal ini khususnya perempuan itu untuk jangan
sampai menikah dini jadi dengan adanya pembatasan itu kita lebih bisa mengontrol
pernikahan dini dengan adanya permohonan dispensasi kawin bagi yang belum
mencukupi umur tersebut.
Hal serupa juga diungkapakan oleh Hakim lainnya yang diwawancarai oleh peneliti
yaitu Bapak. Abdurrahman Sidik, S.H.I., Sidik mengatakan: “terkait keluarnya edaran ini
kami termasuk apa ya bersyukurlah adanya Undang-Undang ini karna di beberapa waktu
terakhir ini di belakangan sebelum keluarnya undang-undang ini jadi memang sangat
banyak sekali perkawinan di usia muda kemudian perceraianya juga tingkat perceraian di
usia muda juga banyak karna belum siap secara mental, fisik, psikis dan lainnya, seperti
itu jadi dengan adanya ini 19 tahun dianggap pemerintah disini sudah matang dari segi
ekonomi, sosial, budaya masyarakat dan kesehatan dari perempuan tersebut jadi kami
rasa ini sudah bagus dengan adanya Undang-Undang ini.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Muara Teweh dalam memutuskan perkara
dispensasi kawin di Pengadilan Agama Muara Teweh. Peradilan Agama sebagai salah
satu pelaksana kekuasaan kehakiman mempunyai tugas pokok untuk menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
Studi Kritis Ditolak Dan Diterima Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Muara Teweh
2021
Kamijan 765
Negara hukum Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman ini diatur dalam Peraturan
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Di dalam
Undang-undang tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) ditentukan bahwa: Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan, kehakiman
menjelaskan bahwa setiap hakim sebelum memutuskan wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa
(Wijayanta & Firmansyah, 2018). Hal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sebuah putusan yang dihasilkan dari lembaga peradilan dan ketentuan ini diatur di dalam
Pasal 14 yang menyatakan, “Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang
diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan” (Hutagaol, 2018).
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman khususnya dalam memeriksa, mengadili serta memutuskan
perkara dispesnsasi kawin berpedoman kepada Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, sebagaimana yang disampaikan oleh
Hakim pengadilan Agama Muara Teweh Bapak. Ama’ Khisbul Maulana, S.H.I., Ama’
mengatakan, “Kembali lagi saya jelaskan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
Mahkamah Agung yaitu kita harus memedomani Perma Nomor 5 tahun 2019 bahwasanya
Hakim harus mempertimbangkan banyak hal dalam memutus perkara dispensasi kawin
termasuk salah satunya adalah pertimbangan yang paling penting harus sesuai dengan
kepentingan terbaik anak yaitu the best interests of the child itu sesuai dengan yang ada
dalam Undang-Undang perlindungan anak jadi dalam memutus apakah dikabulkan atau
ditolak Hakim harus mempertimbangkan banyak hal dari segi kesehatan anak (Jahar,
2013). dari segi lingkungan anak, pendidikan anak dan ekonomi anak apakah nantinya
bisa manfaat apakah tidak ketika Hakim menolak atau mengabulkan”.
Menimbang, bahwa isi dan maksud Pemohon sebagaimana telah terurai dan
Menimbang, bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaiman diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dalam Pasal 49 dan Penjelasannya Huruf
a angka 3 menentukan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam meliputi bidang perkawinan, sedangkan yang dimaksud bidang
perkawinan antara lain dispensasi kawin, sehingga perkara berada dalam lingkup
kewenangan Pengadilan Agama.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang ditetapkan, Pemohon telah datang
menghadap di persidangan, yang pada pokoknya mendalilkan anak Pemohon akan
melaksanakan perkawinan yang akan dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatatan Nikah
Kantor Agama Kecamatan Teweh Tengah, namun terjadi penolakan karena anak
Pemohon belum mencapai umur 19 tahun, sedangkan perkawinan tersebut sangat
mendesak karena hubungan anak Pemohon dan calon suami anak Pemohon telah
menjalin hubungan cinta kasih kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu dan hubungan
keduanya sudah sedemikian erat, sehingga pemohon sangat khawatir akan terjadi
perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera dinikahkan,
Menimbang, bahwa terkait keberadaan isteri Pemohon, Pemohon menyatakan bahwa
Isteri Pemohon saat ini ada di Murung Raya beda desa dengan Pemohon, dan Isteri
Pemohon menyerahkan pengurusan permohonan dispensasi kawin kepada Pemohon dan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
766 http://sosains.greenvest.co.id
Pemohon menyatakan tidak sanggup untuk mendatangkan Isteri Pemohon dengan alasan
isteri Pemohon lagi sibuk mengurus anaknya dengan suaminya yang baru.
Menimbang bahwa karena Pemohon tidak memasukan Isteri Pemohon sebagai
pihak dalam perkara dispensasi kawin ini istri Pemohon sebagai pihak dalam perkara ini
tidaklah beralasan hukum, maka Hakim Tunggal berpendapat bahwa permohonan
pemohon terdapat cacat formil yaitu kurang pihak / Plurium Litis Consortium, Dalam
proses pemeriksaan di persidangan jika sudah dilaksanakan dengan berpedoman kepada
Perma Nonor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin
tanpa adanya cacat formil dan para pemohon mampu membuktikan dalil-dalil
permohonannya tanpa adanya cacat materil dan tidak ada unsur paksaan terhadap anak
serta tidak ada kesepakatan transaksi jual beli dalam pernikahan tersebut maka perkara
tersebut dapat diterima dengan pertimbangan bahwa hubungan kedua anak yang akan
menikah sudah demikian erat dan dikhawatirkan mereka akan melanggar norma agama,
norma sosial dan norma-norma lainnya (Indra, 2017). Sebaliknya jika dalam proses
Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin
dalam Pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa dalam keadaan orang tua yang telah bercerai
maka tetap diajukan oleh kedua-duanya atau salah satu yang memiliki kuasa asuh
terhadap anaknya berdasarkan putusan Pengadilan. Lihat Perma Nonor 5 Tahun 2019
tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin dalam Pasal 6 ayat 2,
pemeriksaan terdapa cacat formil maupun materil dan terdapat unsur paksaan terhadap si
anak atau lebih parah lagi jika adanya kesepakatan-kesepakatan yang dapat berdampak
buruk bagi si anak maka perkara tersebut akan ditolak oleh Hakim yang memeriksa
perkara tersebut (Hakim, 2017).
Kesimpulan
Proses pemeriksaan perkara dispensasi kawin Pengadilan Agama Muara Teweh
berpedoman kepada Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin. Adapun tahapan-tahapan pemeriksaan sebagai berikut:
Pertama Pendaftaran, dalam proses pendaftaran para pemohon harus memenuhi syarat-
syarat administrasi diantaranya surat permohonan, fotocopy kartu tanda penduduk kedua
oaring tua/wali, fotocopy kartu keluarga, fotocopy kartu tanda penduduk atau kartu
identitas anak dan/atau akta kelahiran, fotocopy kartu tanda penduduk atau kartu identitas
anak dan/atau akta kelahiran calon suami/isteri, fotocopy ijazah pendidikan terakhir anak
dan/atau surat keterangan masih sekolah dari sekolah anak, surat penolakan dari Kantor
Urusan Agama setempat dan surat keterangan berbadan sehat. Kedua Persidangan,
setelah para pemohon mendaftarkan perkara selanjutnya akan ditetapkan atau ditunjuk
Hakim, Panitera Pengganti, Jurusita Pengganti dan hari sidang.
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh menyambut dengan baik dan
mengapresiasi terhadap perubahan undang-undang perkawinan di Indonesia. Lahirnya
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan merupakan bentuk kegagalan
pemerintah dalam mengatasi permasalahan diskriminasi terhadap anak dan perempuan
serta penikahan di usia dini sehingga dengan adanya perubahan terhadap undang-undang
perkawinan di Indonesia diharapkan mampu untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang diakibatkan dari perkawinan di bawah umur. Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia menyatakan bahwa “Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak
atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”. Artinya dengan adanya
perubahan tersebut konstitusi kita telah menyetarakan kedudukan hukum antara laki-laki
dan perempuan sehingga tidak adanya bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman mempunyai
tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
Studi Kritis Ditolak Dan Diterima Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Muara Teweh
2021
Kamijan 767
perkara yang diajukan kepadanya guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Hakim Pengadilan
Agama Muara Teweh dalam proses memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
permohonan dispensasi kawin berpendoman kepada Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin serta dalam pertimbangannya Hakim
Pengadilan Agama Muara Teweh mempertimbangkan pada kepentingan terbaik bagi anak
atau the best interests of the child sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan anak.
Pertimbangan Hakim melonak, tidak menerima atau menggugurkan perkara
permohonan dispensasi kawin dikarena adanya cacat formil dan materil atau salah satu
diantaranya serta amanat dalam Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin tidak terpenuhi.
Bibliografi
Chairunisak, Chairunisak. (2020). Pandangan Hakim Pengadilan Agama Rantauprapat
Mengenai Dampak Pemberlakuan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dalam
Mengadili Perkara Dispensasi Nikah. Sumatera Utara: Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara.
Farida, Istinganah. (2021). Pandangan Tokoh Agama Di Purbalingga Terhadap
Perubahan Batas Usia Perkawinan Pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perkawinan. Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Hakim, Intan Rif’atul. (2017). Pertimbangan hakim terhadap penetapan dispensasi kawin
di pengadilan agama pacitan pada tahun 2016. Jawa Timur: IAIN Ponorogo.
Hutagaol, David. (2018). Sanksi Pidana Terhadap Penganiayaan Yang Menyebabkan
Kematian Menurut Pasal 353 KUHP. Lex Crimen, 7(4).
Indra, Hasbi. (2017). Pendidikan Keluarga Islam Membangun Generasi Unggul.
Yogyakarta: Deepublish.
Isnaini, Jauharotul. (2013). Pengambilan keputusan menikah muda. Malang: Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Istrianty, Annisa, & Priambada, Erwan. (2016). Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan
Yang Dibuat Setelah Perkawinan Berlangsung. Privat Law, 3(2), 164410.
Jahar, Asep Saepudin. (2013). Hukum Keluarga, Pidana & Bisnis. Yogyakarta: Prenada
Media.
Lamatande, Rahli. (2020). Penetapan Wali Anak Hasil Pernikahan Perempuan Hamil Di
Luar Nikah (Studi Kasus Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palasa
Kabupaten Parigi Moutong). Musawa: Journal for Gender Studies, 12(1), 129.
Lubis, Namora Lumongga. (2016). Psikologi Kespro. Wanita dan Perkembangan
Reproduksinya: Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologinya. Yogyakarta: Kencana.
Mekarisce, Arnild Augina. (2020). Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian
Kualitatif di Bidang Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat:
Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(3), 145151.
Nasution, Hotmartua. (2019). Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Tentang Usia
Perkawinan di Indonesia (Studi Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Sumatera Utara: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Nugraha, Xavier, Izzaty, Risdiana, & Putri, Annida Aqiila. (2019). Rekonstruksi Batas
Usia Minimal Perkawinan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap
Perempuan (Analisa Putusan MK No. 22/Puu-Xv/2017). Lex Scientia Law Review,
3(1), 4054.
Siti, Muslifah. (2019). Ketahanan Keluarga Melalui Konseling Pra Nikah Di Kabupaten
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
768 http://sosains.greenvest.co.id
Jember (Analisis Pendekatan Maqasid al-Syari’ah Jamal al-Din Atiyah).
Wijayanta, Tata, & Firmansyah, Hery. (2018). Perbedaan pendapat dalam putusan
pengadilan. Yogyakarta: Media Pressindo.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.