Kamijan 765
Negara hukum Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman ini diatur dalam Peraturan
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Di dalam
Undang-undang tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) ditentukan bahwa: Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan, kehakiman
menjelaskan bahwa setiap hakim sebelum memutuskan wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa
(Wijayanta & Firmansyah, 2018). Hal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sebuah putusan yang dihasilkan dari lembaga peradilan dan ketentuan ini diatur di dalam
Pasal 14 yang menyatakan, “Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang
diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan” (Hutagaol, 2018).
Hakim Pengadilan Agama Muara Teweh dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman khususnya dalam memeriksa, mengadili serta memutuskan
perkara dispesnsasi kawin berpedoman kepada Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, sebagaimana yang disampaikan oleh
Hakim pengadilan Agama Muara Teweh Bapak. Ama’ Khisbul Maulana, S.H.I., Ama’
mengatakan, “Kembali lagi saya jelaskan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
Mahkamah Agung yaitu kita harus memedomani Perma Nomor 5 tahun 2019 bahwasanya
Hakim harus mempertimbangkan banyak hal dalam memutus perkara dispensasi kawin
termasuk salah satunya adalah pertimbangan yang paling penting harus sesuai dengan
kepentingan terbaik anak yaitu the best interests of the child itu sesuai dengan yang ada
dalam Undang-Undang perlindungan anak jadi dalam memutus apakah dikabulkan atau
ditolak Hakim harus mempertimbangkan banyak hal dari segi kesehatan anak (Jahar,
2013). dari segi lingkungan anak, pendidikan anak dan ekonomi anak apakah nantinya
bisa manfaat apakah tidak ketika Hakim menolak atau mengabulkan”.
Menimbang, bahwa isi dan maksud Pemohon sebagaimana telah terurai dan
Menimbang, bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaiman diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dalam Pasal 49 dan Penjelasannya Huruf
a angka 3 menentukan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam meliputi bidang perkawinan, sedangkan yang dimaksud bidang
perkawinan antara lain dispensasi kawin, sehingga perkara berada dalam lingkup
kewenangan Pengadilan Agama.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang ditetapkan, Pemohon telah datang
menghadap di persidangan, yang pada pokoknya mendalilkan anak Pemohon akan
melaksanakan perkawinan yang akan dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatatan Nikah
Kantor Agama Kecamatan Teweh Tengah, namun terjadi penolakan karena anak
Pemohon belum mencapai umur 19 tahun, sedangkan perkawinan tersebut sangat
mendesak karena hubungan anak Pemohon dan calon suami anak Pemohon telah
menjalin hubungan cinta kasih kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu dan hubungan
keduanya sudah sedemikian erat, sehingga pemohon sangat khawatir akan terjadi
perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera dinikahkan,
Menimbang, bahwa terkait keberadaan isteri Pemohon, Pemohon menyatakan bahwa
Isteri Pemohon saat ini ada di Murung Raya beda desa dengan Pemohon, dan Isteri
Pemohon menyerahkan pengurusan permohonan dispensasi kawin kepada Pemohon dan