Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
806 http://sosains.greenvest.co.id
keterlaksanaan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang pelayanan
terpadu sidang keliling mengikat secara sistemik kepada Pengadilan Agama Pulang Pisau
sebagai salah satu the administration of law. Sebagai penerap hukum, Pengadilan Agama
Pulang Pisau dengan sumber daya manusia yang dimiliki memahami secara persis
bagaimana pelayanan terpadu harus dilaksanakan. Hal tersebut berdasarkan hasil
wawancara dengan NF yang menyatakan bahwa:
Bahwasanya kesadaran hukum masyarakat di wilayah hukum Pengadilan Agama
Pulang Pisau bervariasi sehingga peraturan Mahkamah Agung yang mengatur sidang
keliling itu bisa diartikan sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan hukum kepada
masyarakat Pengadilan Agama Pulang Pisau hanya menjalankan peraturan yang ada
sebaik mungkin, soal teknis dilapangan dihadapi bersama-sama yang lain.
Ketiga, budaya hukum. Budaya hukum ini berkaitan dengan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya itsbat nikah, buku nikah, dan akta kelahiran. Pemahaman
tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling
di Pengadilan Agama Pulang Pisau. Secara teori, Friedman menyebutkan bahwa sikap
manusia terhadap hukum lahir melaui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya yang berkembang menjadi satu didalamnya. Kultur hukum menjadi suasana
pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari, atau disalahgunakan. Soekanto menjelaskan budaya hukum sebagai berikut:
Konsep tentang budaya hukum memiliki makna dengan ruang lingkup yang lebih
luas dari ajaran-ajaran tentang kesadaran hukum sebagaimana yang sering
diperbincangkan orang karena konsep mengenai budaya hukum adalah juga mencakup
tentang kesadaran hukum. Jadi disamping kesadaran hukum masih banyak lagi aspek-
aspek lainnya yang dapat dimasukkan dalam komponen budaya hukum ini.
Sedangkan kondisi pemahaman masyarakat Pulang Pisau terkait pentingnya isbat
nikah, buku nikah dan akta kelahiran tercermin dari beberapa hasil wawancara dengan
para pihak yang berperkara sebagai berikut: HI, tempat tanggal lahir Tahai Jaya, 26
September 1991 pendidikan SLTP, memiliki 1 orang anak. HI menyatakan bahwa
awalnya tidak tahu bahwa sanya ada sidang keliling yang di laksanakan oleh pengadilan
agama, akan tetapi setelah mendapatkan informasi dari petugas Pengadilan maka HI
mencoba mendaftar isbat nikah karena HI tidak memiliki akta nikah, dan pernikahan HI
belum dicatatkan di KUA. HI beranggapan hal tersebut tidak bermasalah akan tetapi anak
HI butuh akta lahir untuk daftar sekolah. Jadi HI baru mengetahui pentingnya buku nikah
tersebut. AM Tempat tanggal lahir Gandang, 29 Agustus 1984 Menyatakan bahwa
awalnya tidak mempunyai uang yang cukup untuk mencatatkan pernikahan ke KUA
setempat, sehingga dengan adanya sidang keliling tersebut sangat memudahkan
masyarakat seperti yang tidak memiliki uang seperti beliau. Beliau juga menjelaskan
bahwa pencatatatan nikah itu sangat penting hal tersebut beliau peroleh setelah mngikuti
sidang keliling, sekarang beliau sudah mendapatkan Penetapan sebagai bukti yang dapat
dijadikan alasan untuk mendapat akta nikah di KUA, dan akta kelahiran anak beliau juga
dapat diurus. Sebagaimana kutipan wawancara berikut, Berdasarkan wawancara terhadap
dua warga yang mengikuti sidang keliling di atas, didapatkan bahwa kesadaran hukum
masyarakat sudah cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dari motif utama untuk mengikuti
sidang keliling yaitu mendapatkan akta nikah dan akta kelahiran anak, sedangkan untuk
kepengurusan akta kelahiran di Disdukcapil salah satu syaratnya adanya buku nikah.
Namun, secara umum masih belum memahami detail dari maksud Perma Nomor 1 Tahun
2015.
Sistem hukum terkait dengan pelayanan terpadu sidang keliling dengan melihat
deskripsi diatas sudah memungkinkan dalam pelaksanaan Perma Nomor 1 Tahun 2015.
Dari mulai substansi hukum berupa Perma Nomor 1 Tahun 2015, Pengadilan Agama