Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
800 http://sosains.greenvest.co.id
IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
PELAYANAN TERPADU SIDANG KELILING PENGADILAN AGAMA
PULANG PISAU
Muhammad Sidik
Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya, Indonesia
E-mail: sidik3584@gmail.com
Diterima:
22 Juli 2021
Direvisi:
11 Agustus 2021
Disetujui:
15 Agustus 2021
Abstrak
Penelitian ini di latar belakangi antara ketidak sesuaian
pelaksanaan perma di PERMA Nomor 1 Tahun 2015 dimana
penetapan PA dan pencatatan perkawinan yang seyogyanya
selesai pada hari itu, sehingga masyarakat harus datang lagi pada
hari yang lain ke Kantor Disdukcapil untuk mendapatkan akta
kelahiran bagi anak-anaknya, tentu memerlukan tambahan biaya
dan waktu untuk mendapatkan tiga dokumen kependudukan
tersebut, apalagi bagi masyarakat yang berdomisili jauh atau di
daerah terpencil. Penelitian ini merupakan penelitian normatif
empiris atau yang lebih dikenal dengan socio-legal research,
yang dilakukan di Pengadilan Agama Pulang Pisau, dengan
Ketua Pengadilan Agama, Hakim PA Pulang Pisau, Kepala
KUA dan Kepala Disdukcapil sedangkan informan Panitera, staf
dan penerima manfaat pelayanan terpadu sidang keliling di
Pengadilan Agama Pulang Pisau. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi,
kemudian teknik analisis data dilakukan dengan empat tahap
yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi data sedangkan teknik pengabsahan data dilakukan
dengan Teknik triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian
ini adalah Implementasi pelayanan terpadu sidang keliling
secara substantif sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2015
hanya saja, Perma Nomor 1 Tahun 2015 belum dicantumkan
dalam SK KPA Pulang Pisau sebagai dasar hukum pelaksanaan
pelayanan terpadu sidang keliling. Solusi hukum terhadap
problematika Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015 adalah
harus menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) antara
Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama
untuk membuat standar operasional prosedur yang jelas sebagai
acuan dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling.
Kata kunci: Implementasi, Pelayanan Terpadu, Sidang
Keliling
Abstract
This research is based on the discrepancy between the
implementation of the regulation in PERMA Number 1 of 2015
where the determination of the PA and the registration of
marriages should be completed on that day, so that people have
to come again on another day at the Disdukcapil Office to get
birth certificates for children, of course. requires additional cost
and time to obtain the three population documents, especially for
people who live far away or in remote areas. This research is an
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 801
empirical normative research or better known as socio-legal
research, which was carried out at the Pulang Pisau Religious
Court, with the Head of the Religious Court, the Pulang Pisau
PA Judge, the Head of KUA and the Head of Disdukcapil while
the Registrar informants, staff and recipients of integrated
mobile court services at the Pulang Pisau Religious Court. The
data collection technique used observation, interview and
documentation techniques, then data analysis was carried out in
four stages, namely data collection, data reduction, data
presentation, and data archiving carried out by source and
method triangulation techniques. The results of this study are: 1)
The implementation of integrated services for mobile courts is
substantively in accordance with Perma Number 1 of 2015 only,
Perma Number 1 of 2015 has not been included in the SK KPA
Pulang Pisau as the legal basis for implementing integrated
services for mobile courts. 2) The problem with the
implementation of Perma Number 1 of 2015 is the weakness of
the binding legal force on the Population and Civil Registry
Office and the Office of Religious Affairs in implementing
integrated services for mobile courts other than the Pulang
Pisau Religious Court. 3) The legal solution to the problem of
implementing Perma Number 1 of 2015 is to issue a joint
decision letter (SKB) between the Supreme Court, the Minister of
Home Affairs and the Minister of Religion and make clear
standard procedures as implementation in the implementation of
integrated circuit court services.
Keywords: Implementation, Integrated Service, Circuit Court
Pendahuluan
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah
dalam rangka penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta Kelahiran, bermula dari
PERMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi
Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan. PERMA tersebut merupakan terobosan luar
biasa dari Mahkamah Agung dalam rangka membantu program pemerintah secara
nasional guna mengentaskan dan menanggulangi masalah kependudukan, terutama dalam
mengentaskan identitas pribadi dan identitas hukum sebagaimana amanat Undang-
Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan (Shalihah, 2018). Implementasi PERMA Nomor 1
Tahun 2014 tersebut ternyata tidak sepenuhya menyelesaikan masalah identitas pribadi
dan identitas hukum masyarakat, karena tidak secara spesifik mengatur proses penerbitan
buku nikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA) dan akta kelahiran oleh Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) (Fajri, 2018). Saat ini, Pengadilan Agama
(PA), KUA dan Disdukcapil bekerjasama dengan Australia Indonesia Partners For Justice
(AIPJ), Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA UI)
menggagas sebuah program pelayanan identitas hukum terpadu yaitu Itsbat Nikah
Terpadu (BAB, 2020).
Program kerjasama ini melibatkan berbagai Kementerian / lembaga terkait,
terutama Mahkamah Agung (MA) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
802 http://sosains.greenvest.co.id
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Ridwan (2014) menyebut bahwa
program ini memberikan dampak (impact) yang sangat besar terutama dalam
meningkatkan kepemilikan identitas hukum bagi masyarakat miskin, masyarakat
pedesaan, perempuan dan anak-anak (Fahmi, 2019).
Masyarakat sangat mengharapkan adanya pelayanan terpadu, sebab sangat
membantu memudahkan masyarakat. Berdasarkan implementasi program layanan terpadu
tersebut (Aminnolah, 2014), MA kemudian menerbitkan PERMA Nomor 1 Tahun 2015
tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta
Kelahiran. PERMA ini secara spesifik menjelaskan mengenai mekanisme kerjasama antar
berbagai instansi yaitu PA, KUA dan Disdukcapil. Program ini bertujuan agar masyarakat
dapat dengan mudah dan cepat dalam mengurus identitas hukumnya berupa akta
perkawinan, buku nikah dan akta kelahiran (Al Haq, 2019). Adanya pelayanan terpadu,
masyarakat tidak akan banyak menghabiskan waktu dan biaya. Pelayanan terpadu
dilaksanakan dengan sistem sidang dan layanan keliling sehingga masyarakat tidak harus
mendatangi Kantor PA atau Kantor Disdukcapil yang berpusat di ibukota Kabupaten
(Zahrah, 2019). Masyarakat yang memerlukan pelayanan cukup datang ke ibukota
Kecamatan atau bahkan ke Kantor Kelurahan atau Desa.
Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2015 dalam praktek di lapangan berbeda
antara daerah satu dengan daerah lainnya. Berdasarkan hasil observasi, bahwa PA Pulang
Pisau, yang berdiri tanggal 22 Oktober 2018, sejak tanggal 28 Oktober 2018 telah
memulai melaksanakan PERMA Nomor 1 Tahun 2015, namun dalam realita banyak
ditemukan problem seperti terbatasnya SDM (Hakim yang bertugas) dan sarana dan
prasarana.
Data yang diperoleh, terdapat 40 perkara Permohonan Isbat Nikah, hakim yang
bertugas hanya 3 (tiga) orang dan dibantu 2 (dua) orang Panitera Pengganti, sehingga
terjadi keterlambatan dalam menyerahkan salinan penetapan PA dan pencatatan
perkawinan yang seyogyanya selesai pada hari itu, sehingga masyarakat harus datang lagi
pada hari yang lain ke Kantor Disdukcapil untuk mendapatkan akta kelahiran bagi anak-
anaknya, tentu memerlukan tambahan biaya dan waktu untuk mendapatkan tiga dokumen
kependudukan tersebut, apalagi bagi masyarakat yang berdomisili jauh atau di daerah
terpencil.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris yaitu penelitian langsung
mendalam yang dikenal dengan istilah lain penelitian socio-legal (Benuf & Azhar, 2020).
Penelitian ini akan dilaksanankan di Pengadilan Agama Pulang Pisau, yang beralamat di
Jalan Tingang Menteng No. 51 Pulang Pisau, Kabupaten Pulang Pisau. Data yang diambil
dari penelitian ini adalah data yang relevan dengan fokus penelitian yakni problem
implementasi peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang praktek
pelayanan terpadu sidang keliling di Pengadilan Agama Pulang Pisau. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi,
kemudian teknik analisis data dilakukan dengan empat tahap yaitu pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data sedangkan teknik pengabsahan data
dilakukan dengan Teknik triangulasi sumber dan metode.
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 803
Hasil dan Pembahasan
Pengadilan Agama Pulang Pisau mewilayahi Kabupaten Pulang Pisau. Wilayah
yurisdiksi tersebut dampak dari pemekaran Kabupaten Kapuas menjadi dua Kabupaten
berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur. sehingga wilayah hukum
Pengadilan Agama Pulang Pisau total berjumlah 8 kecamatan, 99 Kelurahan dan Desa
dengan mayoritas penduduk muslim berjumlah 78,17%, untuk kelancaran pelaksanaan
tugas dan penyelesaian perkara serta adanya kepastian hukum guna terciptanya
transparansi publik bagi pencari keadilan dalam lingkup perkara perdata, maka
Pengadilan Agama Pulang Pisau perlu menentukan biaya panggilan/ pemberitahuan,
ditetapkan biaya panggilan dan atau pemberitahuan yang pemungutannya disesuaian
dengan radius per desa/kelurahan dalam wilayah hukum pada Pengadilan Agama Pulang
Pisau yang jarak tempuhnya ditentukan berdasarkan surat Keputusan Kepala Dinas
Perhubungan Kabupaten Pulang Pisau tanggal 06 November 2018 Nomor
094/117/Dishub-PP/XI/2018 tentang daftar tabel Data Jarak Ibu Kota Pulang Pisau
dengan Kecamatan dan Desa, Selanjutnya dituangkan dalam surat keputusan bersama
antara Ketua Pengadilan Negeri Pulang Pisau nomor: W16-U11/45/HK.02/XI/2018
tanggal 07 Nopember 2008 dan Wakil Ketua Pengadilan Agama Pulang Pisau Nomor
W16-A12/60/HK.05/XI/2018.
Selanjutnya guna penyempurnaan data dan untuk lebih meningkatkan pelayanan
informasi terkait biaya perkara kepada masyarakat, Ketua Pengadilan Agama Pulang
Pisau melakukan perubahan, dengan menerbitkan surat Keputusan Ketua Pengadilan
Agama Pulang Nomor:W16-A12/38/HK.05/I/2021 tanggal 04 Januari 2021 tentang
Penetapan Biaya Panggilan/Pemberitahuan Dalam Wilayah Hukum Pengadilan Agama
Pulang Pisau.
Pengadilan Agama Pulang Pisau merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat,
hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam
pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam melaksanakan tugasnya tersebut,
pada tahun 2018 Pengadilan Agama Pulang Pisau memiliki pegawai berjumlah 8 orang
dan 3 tenaga honorer. Pada tahun 2019. Pengadilan Agama Pulang Pisau memiliki 8
orang pegawai dan 4 tenaga honorer. Berikut data lengkap dari tenaga fungsional Hakim,
Kepaniteraan, dan Kejurusitaan Pengadilan Agama Pulang Pisau.
Tabel 1 Daftar Tenaga Fungsional Hakim
No
Nama
Gol/ Ruang
1
Sri Roslinda, S.Ag., M.H.
IV/a
2
Mohammad Anton Dwi Putra,
S.H., M.H.
III/c
3
Mulyadi, Lc., M.H.I.
III/c
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
804 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 2 Daftar Tenaga Fungsional Kepaniteraan
No
Nama
Gol/Ruang
Jabatan
1
H. Abdussahid, S.Ag
III/d
Panitera
2
Hj. Mardiana Indah, S.Ag
III/d
Panitera Muda Hukum
3
Ali Maungga, S.H.
III/b
Panitera Pengganti
Tabel 3 Daftar Tenaga Fungsional Kejurusitaan
No
Nama
Gol/Ruang
Jabatan
1
Nilam Ma’unatunni’mah
II/c
Juru Sita
Semua tenaga fungsional diatas bertugas dalam pelaksanaan layanan terpadu
sidang keliling yang dilaksanakan Pengadilan Agama Pulang Pisau sesuai dengan Surat
Keputusan Wakil ketua Pengadilan Agama Pulang Pisau Nomor W16-
A12/70/HK.05/XI/2018 tanggal 22 November 2018 Tentang Tim sidang diluar gedung
Pengadilan Agama Pulang Pisau di Desa Bahaur Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten
Pulang Pisau. Selanjutnya pada tahun 2020 telah terjadi mutasi pegawai dan pergantian
pimpinan, serta pengisian jabatan punsional di kepaniteraan, yakni Ketua, wakil Ketua,
Panitera, Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan dan Panitera Muda
Hukum;
Tabel 4 Daftar Tenaga Fungsional Hakim
No
Nama
Gol/
Ruang
Jabatan
1
Erpan, S.H., M.H.
IV/a
Ketua Pengadilan
2
Nur Izzah, S.H.I.
III/c
Wakil Ketua Pengadilan
3
Nida Farhanah, S.Sy.
III/c
Hakim Pratama Madya
Tabel 5 Daftar Tenaga Fungsional Kepaniteraan
No
Nama
Gol/Ruang
Jabatan
1
H. Muhammad Sidik, S.H.
III/d
Panitera
2
Aristyawan Akrom
Masykuri, SAg, M.Hum.
IV/A
Panitera Muda Hukum
3
Kartini, S.H.I.
III/b
Panitera Muda Gugatan
Hj. Norbaiti, S.H.I.
III/c
Panitera Muda Permohonan
Tabel 6 Daftar Tenaga Fungsional Kejurusitaan
No
Nama
Gol/Ruang
Jabatan
1
-
-
-
Pasal tersebut sudah sangat jelas bahwa tujuan pelayanan terpadu ini dilaksanakan
untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan hukum dan secara praktis
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 805
agar masyarakat dapat dengan mudah dan cepat mendapatkan hak atas pengesahan
perkawinan/isbat nikah, buku nikah dan akta kelahiran. Pengadilan Agama Pulang Pisau
memahami layanan terpadu sidang keliling ini sebagai salah satu program yang bertujuan
untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan identitas hukum seperti buku nikah
dan akta kelahiran melalui itsbat nikah (Hotijah, 2020). Selain itu, pelayanan terpadu
sidang keliling ini juga tidak lepas dari misi yang telah di usung oleh Pengadilan Agama
Pulang Pisau. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan Erpan bahwa layanan
terpadu sidang keliling menjadi salah satu program yang dilaksanakan berdasar pada
salah satu misi Pengadilan Agama Pulang Pisau yaitu mewujudkan peradilan yang
sederhana, cepat, biaya ringan dan transparasi (Pratiwi, 2019). Artinya, pelayanan terpadu
sidang keliling tidak terlepas dari misi Pengadilan Agama Pulang Pisau.
Budaya hukum merupakan kajian yang sangat luas mencakup segala perilaku
masyarakat yang berbentuk nilai, norma dan lainnya (Adi, 2012). Perilaku tersebut telah
melampaui aturan hukum yang berlaku atau dalam istilah yang lebih singkat aturan
hukum yang telah menyatu dengan perilaku masyarakat. Budaya hukum tidak bisa
dilepaskan dari kesadaran hukum suatu masyarakat (Hartanto, 2015). Sedangkan budaya
hukum menjadi salah satu dari sistem hukum yang berjalan di suatu masyarakat. Budaya
dan kesadaran hukum masyarakat Pulang Pisau dijelaskan peneliti dalam kerangka sistem
hukum yang berkaitan dengan pelayanan terpadu sidang keliling.
Pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling tidak terlepas dari sistem hukum
yang ada di Pengadilan Agama Pulang Pisau. Seperti yang dijelaskan Friedman bahwa
suatu hukum dapat berfungsi dan difungsikan ketika telah memenuhi unsur-unsur dari
sistem hukum yaitu berupa substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal
structure), dan budaya hukum (legal culture). Pelaksanaan pelayanan terpadu sidang
keliling juga berjalan berdasarkan sistem hukum yang ada di Pengadilan Agama Pulang
Pisau (Abubakar & Rahman, 2020). Pertama, substansi hukum yang mengatur pelayanan
terpadu sidang keliling terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2015. Berdasarkan peraturan tersebut, pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling di
Pengadilan Agama memiliki aturan hukum yang jelas. Tujuan utamanya adalah
peningkatan akses terhadap pelayanan di bidang hukum dan membantu masyarakat
terutama yang tidak mampu dalam memperoleh hak atas akta perkawinan, buku nikah,
dan akta kelahiran yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Substansi
hukum menurut Friedman mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan
yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Hukum yang hidup di masyarakat
dapat dijadikan acuan dalam membangun hukum yang berkeadilan. Erpan berkaitan
dengan Perma Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan:
Perma Nomor 1 Tahun 2015 sangat fundamental untuk menciptakan keadilan bagi
masyarakat yang sulit mengakses hukum, meskipun terkadang dalam praktiknya masih
menemui banyak kesulitan agar sesuai dengan amanah dalam peraturan tersebut. Namun,
saya menganggap peraturan ini berangkat dari pemahaman perumus hukum atas kondisi
nyata masyarakat.
Kedua, struktur hukum. Secara kelembagaan, Pengadilan Agama Pulang Pisau
berposisi sebagai salah satu struktur hukum dalam sistem hukum terkait dengan
pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling. Seperti yang dijelaskan oleh Jimly
Asshiddiqie yang memaknai struktur hukum sebagai suatu struktur internal dalam sistem
hukum yang mencakup pengertian aspek kelembagaan sistem hukum, yaitu berkaitan
dengan proses pelembagaan fungsi-fungsi hukum dan mekanisme hubungan antara
lembaga dan antar fungsi-fungsi hukum, yang dalam arti luas mencakup mulai dari fungsi
pembuatan hukum (law and rule making), Implementasi hukum (the administration of
law), sampai ke penegakan hukum dan keadilan (law enforcement). Artinya,
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
806 http://sosains.greenvest.co.id
keterlaksanaan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang pelayanan
terpadu sidang keliling mengikat secara sistemik kepada Pengadilan Agama Pulang Pisau
sebagai salah satu the administration of law. Sebagai penerap hukum, Pengadilan Agama
Pulang Pisau dengan sumber daya manusia yang dimiliki memahami secara persis
bagaimana pelayanan terpadu harus dilaksanakan. Hal tersebut berdasarkan hasil
wawancara dengan NF yang menyatakan bahwa:
Bahwasanya kesadaran hukum masyarakat di wilayah hukum Pengadilan Agama
Pulang Pisau bervariasi sehingga peraturan Mahkamah Agung yang mengatur sidang
keliling itu bisa diartikan sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan hukum kepada
masyarakat Pengadilan Agama Pulang Pisau hanya menjalankan peraturan yang ada
sebaik mungkin, soal teknis dilapangan dihadapi bersama-sama yang lain.
Ketiga, budaya hukum. Budaya hukum ini berkaitan dengan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya itsbat nikah, buku nikah, dan akta kelahiran. Pemahaman
tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling
di Pengadilan Agama Pulang Pisau. Secara teori, Friedman menyebutkan bahwa sikap
manusia terhadap hukum lahir melaui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya yang berkembang menjadi satu didalamnya. Kultur hukum menjadi suasana
pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari, atau disalahgunakan. Soekanto menjelaskan budaya hukum sebagai berikut:
Konsep tentang budaya hukum memiliki makna dengan ruang lingkup yang lebih
luas dari ajaran-ajaran tentang kesadaran hukum sebagaimana yang sering
diperbincangkan orang karena konsep mengenai budaya hukum adalah juga mencakup
tentang kesadaran hukum. Jadi disamping kesadaran hukum masih banyak lagi aspek-
aspek lainnya yang dapat dimasukkan dalam komponen budaya hukum ini.
Sedangkan kondisi pemahaman masyarakat Pulang Pisau terkait pentingnya isbat
nikah, buku nikah dan akta kelahiran tercermin dari beberapa hasil wawancara dengan
para pihak yang berperkara sebagai berikut: HI, tempat tanggal lahir Tahai Jaya, 26
September 1991 pendidikan SLTP, memiliki 1 orang anak. HI menyatakan bahwa
awalnya tidak tahu bahwa sanya ada sidang keliling yang di laksanakan oleh pengadilan
agama, akan tetapi setelah mendapatkan informasi dari petugas Pengadilan maka HI
mencoba mendaftar isbat nikah karena HI tidak memiliki akta nikah, dan pernikahan HI
belum dicatatkan di KUA. HI beranggapan hal tersebut tidak bermasalah akan tetapi anak
HI butuh akta lahir untuk daftar sekolah. Jadi HI baru mengetahui pentingnya buku nikah
tersebut. AM Tempat tanggal lahir Gandang, 29 Agustus 1984 Menyatakan bahwa
awalnya tidak mempunyai uang yang cukup untuk mencatatkan pernikahan ke KUA
setempat, sehingga dengan adanya sidang keliling tersebut sangat memudahkan
masyarakat seperti yang tidak memiliki uang seperti beliau. Beliau juga menjelaskan
bahwa pencatatatan nikah itu sangat penting hal tersebut beliau peroleh setelah mngikuti
sidang keliling, sekarang beliau sudah mendapatkan Penetapan sebagai bukti yang dapat
dijadikan alasan untuk mendapat akta nikah di KUA, dan akta kelahiran anak beliau juga
dapat diurus. Sebagaimana kutipan wawancara berikut, Berdasarkan wawancara terhadap
dua warga yang mengikuti sidang keliling di atas, didapatkan bahwa kesadaran hukum
masyarakat sudah cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dari motif utama untuk mengikuti
sidang keliling yaitu mendapatkan akta nikah dan akta kelahiran anak, sedangkan untuk
kepengurusan akta kelahiran di Disdukcapil salah satu syaratnya adanya buku nikah.
Namun, secara umum masih belum memahami detail dari maksud Perma Nomor 1 Tahun
2015.
Sistem hukum terkait dengan pelayanan terpadu sidang keliling dengan melihat
deskripsi diatas sudah memungkinkan dalam pelaksanaan Perma Nomor 1 Tahun 2015.
Dari mulai substansi hukum berupa Perma Nomor 1 Tahun 2015, Pengadilan Agama
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 807
Pulang Pisau sebagai penerap hukum dalam struktur hukum dan budaya hukum berupa
pemahaman masyarakat terkait pentingnya akta nikah dan akta kelahiran anak.
Budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat Pulang Pisau jika melihat sistem
hukum yang dijelaskan tersebut ditumbuhkan oleh baik penegak hukum atau antar warga
masyarakat. Penegak hukum berperan dalam memberi pemahaman terkait manfaat dari
hukum yang telah dibuat, sedangkan warga masyarakat yang lebih memahami hukum
memberi informasi kepada warga lain (Purba, 2017). Dari kedua peran tersebut,
kesadaran masyarakat Pulang Pisau semakin tumbuh sehingga terbentuklah budaya
hukum yang baik dalam diri masyarakat Pulang Pisau. Budaya hukum dan kesadaran
hukum tersebut menjadi hal penting dalam Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015
tentang praktik pelayanan terpadu sidang keliling. Artinya, jika kesadaran hukum
masyarakat Pulang Pisau baik, maka pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling akan
lebih mudah dan tercapai tujuan-tujuannya.
Potret pelaksanaan pelayanan terpadu di Pengadilan Agama Pulang Pisau
dinarasikan peneliti dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.
Argumentasinya adalah Perma Nomor 1 Tahun 2015 sebagai produk hukum yang hendak
dianalisa peneliti merupakan produk hukum yang diberlakukan mulai tahun 2018
sehingga peneliti berupaya menggali data pelaksanaan pelayanan terpadu di Pengadilan
Agama Pulang Pisau dari tahun 2018. Meskipun demikian, dalam pembahasan sub-bab
ini peneliti akan memfokuskan pada beberapa pelaksanaan pelayanan terpadu sidang
keliling agar didapatkan gambaran yang utuh mengenai bagaimana pelaksanaan
pelayanan terpadu sidang keliling sesuai dengan kondisi di lapangan yaitu pelaksanaan
pelayanan terpadu sidang keliling di Desa Bahaur Kecamatan Kahayan Kuala
Kabupaten Pulang Pisau pada tanggal 28 November 2018, selanjutnya di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau pada hari Kamis tanggal 25
Februari 2021 dan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau,
pada hari Rabu 21 April 2021. Berikut deskripsi lengkap mengenai pelaksanaan
pelayanan terpadu sidang keliling di Pengadilan Agama Pulang Pisau.
Pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan
Agama Pulang Pisau berlokasi di luar gedung Pengadilan yang biasanya mengambil
tempat seperti di aula kantor Urusan Agama atau gedung sekitar. Hal tersebut memang
dilakukan untuk meringkas jarak dari lokasi para pencari keadilan dengan Pengadilan
Agama. Oleh karena itu, secara teknis Pengadilan Agama Pulang Pisau mendatangi lokasi
yang telah disiapkan untuk pelaksanaan sidang. Sedangkan jarak tempuh dari Pengadilan
Agama Pulang Pisau ke lokasi pelaksanaan sidang bervariasi. Jarak tempuh tersebut
terkadang menjadi problematika teknis dalam proses pelaksanaan pelayanan terpadu
sidang keliling.
Tercatat dari tahun 2018 sampai dengan 2021, Pengadilan Agama Pulang Pisau
telah melaksanakan pelayanan terpadu sidang keliling di tiga Kecamatan yaitu
Kecamatan Kahayan Kuala, Kecamatan Jabiren Raya dan Kecamatan Maliku wilayah
yurisdiksi dari Pengadilan Agama Pulang Pisau yang semuanya berjumlah 8 Kecamatan 4
Kelurahan dan 95 Desa. Berdasarkan dokumen laporan pelaksanaan sidang keliling,
terdapat 5 Kecamatan yang belum menjadi lokasi sidang yaitu Kecamatan Kahayan Hilr,
Kecamatan Pandih Batu, Kecamatan Banama Tingang, Kecamatan Kahayan Tengah, dan
Kecamatan Sebangau Kuala. Pelayanan terpadu sidang keliling melibatkan tiga pihak
dalam pelaksanaannya yaitu Pengadilan Agama Pulang Pisau, Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kabupaten Pulang Pisau dan Kantor Urusan Agama Kecamatan di
Kabupaten Pulang Pisau.
Pengadilan Agama Pulang Pisau dalam proses persiapan pelaksanaan pelayanan
terpadu sidang keliling khusnya diwilayah Kecamatan Kahayan Kuala telah berkordinasi
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
808 http://sosains.greenvest.co.id
dengan pihak terkait yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pulang
Pisau dan Kantor Urusan Agama Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau. Sedangkan
untuk dua wilayah lain yakni Kecamatan Jabiren Raya dan Kecamatan Maliku hanya
berkordinasi dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, hal ini terkendala tidak
adanya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau Berdasarkan
data yang ada.
Masalah berikutnya yang muncul tidak keluarnya akta nikah pada hari itu juga,
karena terkendala masalah jaringan internet karena tidak semua wilayah Kecamatan bisa
dijangkau internet dan juga SDM dijajaran KUA tidak sama. PPN/Kepala KUA yang
inovatif telah menerapkan Sistem Informasi Nikah (SIMKAH), namun ada juga yang
belum menerapkan SIMKAH. Jumlah pegawai di KUA juga terbatas dengan semangat
yang berbeda-beda. Begitu pula halnya dengan Dinas Kependudukan dan catatan sipil
mereka baru tahu istilah sidang terpadu setelah Pengadilan Agama Pulang Pisau
berkordinasi dengan pihak Dinas Kependudukan dan catatan sipil, masalah yang muncul
tidak keluarnya akta kelahiran pada hari itu juga walaupun mereka sudah memiliki Sistem
Informasi Akta Kelahiran (SIAK) sebagaimana Sistem Informasi Penelusuran Perkara
(SIPP) pada Pengadilan Agama. Didalam pelaksanaanya Pengadilan Agama Pulang Pisau
sering berkordinasi dengan Kantor Urusan Agama setempat karena KUA dikecamatan
lebih dekat dan memahami keadaan masyarakat setempat, sedangkan dengan Dinas
Kependudukan dan catatan sipil Pengadilan Agama jarang melakukan kordinasi karena
berkedudukan di Kabupaten dan tidak bisa terhubung langsung dengan masyarakat yang
ada dikecamatan ataupun pedesaan. Artinya, koordinasi antar pihak dalam pelaksanaan
pelayanan terpadu sidang keliling masih menjadi problem yang perlu dicarikan solusi
lebih lanjut.
Tim layanan terpadu sidang keliling dibentuk melalui surat keputusan ketua
Pengadilan Agama Pulang Pisau. Masing-masing tim terdiri dari 7 orang yaitu satu orang
ketua majelis hakim, dua orang hakim anggota, didapingi oleh dua orang panitera
pengganti, jurusita dan staf. Dalam pelaksanaan pelayanan terpadu yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama Pulang Pisau, tim layanan terpadu dibentuk dengan melihat jumlah
perkara yang akan disidangkan. Artinya penerimaan perkara untuk sidang keliling
disesuaikan dengan jumlah hakim yang ada, gunanya agar perkara yang diputus bisa
maksimal hasilnya karena putusan adalah mahkota hakim, mahkota hakim harus terhindar
dari kecacatan dan kekeliruan. Berdasarkan data yang ada seperti tertulis dalam surat
keputusan ketua Pengadilan Agama Pulang Pisau, tim layanan terpadu sidang keliling
rata-rata berjumlah 7 sampai 10 orang dalam satu kali pelaksanaan sidang keliling. Hal
ini tentunya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus disidangkan seperti pada
contoh siding pada tahun 2018 yang di adakan di Desa Bahaur, Kecamatan Kahayan
Kuala, Kabupaten Pulang Pisau jumlah perkara yang harus disidangkan sebanyak 40
perkara, dengan jumlah petugas hanya sebanyak 7 sampai 10 orang tentu siding yang
dilaksanakan menjadi tidak efektif. Hal ini juga di ungkapkan oleh AAM Panitera Muda
Hukum Pengadilan Agama Pulang Pisau yang menyatakan bahwa:
Selain kendala-kendala yang saya ungkapkan tadi salah satu kendala lain yang
kadang muncul adalah mengenai jumlah personil siding keliling dimana ada satu ketika
jumlah perkara yang di sidangkakn tidak sebanding dengna jumlah petugas sehingga
siding yang dilakukan tidak maksimal ada beberapa langkah siding yang harus dipercepat
sehingga ada beberapa perkara yang penyelesaianya terburu-buru. Berdasarkan uraian di
atas maka tim pelaksana siding keliling menjadi salah satu kendala yang dapat
menghambat terlaksananya secara optimal siding keliling yang di lakukan oleh
pengadilan agama pulang pisau.
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 809
Biaya operasional pelayanan terpadu sidang keliling menjadi salah satu faktor
penting agar pelaksanaan pelayanan terpadu dapat berjalan dengan baik (Lilik, 2020).
Kebutuhan seperti transportasi, alat tulis kantor, sewa gedung, honorarium dan lain-lain
berpengaruh terhadap jalannya pelaksanaan sidang. Seluruh kebutuhan operasional
tersebut dibebankan kepada penyelenggara dikarenakan penerima manfaat hanya
membayar untuk biaya perkara. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 5 Poin 1 sampai Poin
3 Perma Nomor 1 Tahun 2015 yaitu, Komponen biaya pelayanan terpadu terdiri dari:
Biaya perkara; dan Biaya perjalanan dan operasional untuk layanan sidang keliling. Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibebankan kepada penerima manfaat
Pelayanan Terpadu.
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibebankan kepada APBN, APBD
Provinsi atau APBD Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan memegang prinsip sederhana, cepat dan biaya ringan.
Praktiknya, biaya operasional pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling
dianggarkan dari DIPA Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau seperti halnya sidang
terpadu diwilayah Kecamtan Kahayan Kuala pada tanggal 28 November 2018. Akan
tetapi untuk selebihnya untuk dua kecamatan, yakni Kecamatan Jabiren Raya dan
Kecamatan Maliku menggunakan anggaran DIPA Pengadilan Agama Pulang Pisau. Hal
tersebut berdasarkan data dari laporan sidang keliling dan juga tercantum dalam surat
keputusan ketua Pengadilan Agama Pulang Pisau tentang tim sidang keliling.
Penganggaran tersebut bertujuan untuk optimalisasi fungsi pelaksanaan pelayanan
terpadu sidang keliling, untuk menjangkau segenap lapisan masyarakat yang masuk
kedalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Pulang Pisau. Hal ini tentunya menjadi
sebuah permasalahan di mana, anggaran yang semestinya di keluarkan oleh PEMDA
akan tetapi tidak dikeluarkan sehingga pelaksanaan menjadi terhambat tak sampai disitu
bahwakan bias jadi siding keliling tidak dapat di adakan danengan demikian artinya,
faktor anggaran operasional dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling
dianggap hal yang sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan sidang terpadu.
Sejalan dengan hasil penelusuran penulis tersebut AAM mengungkapkan bahwa
anggaran merupakan salah satu faktor penghambat terlaksananya siding keliling di mana
untuk duatahun terakhir pihaknya mengadakan siding keliling dari anggaran DIPA
pengadilan agama sendiri sehingga pelaksanaanya sedikit memerlukan pertimbangan-
pertimbangan dan penentuan sekala prioritas.
Sependapat dengan AAM, HNB menyatakan bahwa anggaran akhir-akhir ini
menjadi kendala bagi kami tidak seperti tahun 2018 yang semuanya di tanggung oleh
PEMDA sekarang kami harus mengeluarkan anggaran dari pihak pengadilan agama
sendiri untuk melaksanakan siding keliling, hal ini tentunya bertentangan dengan Perma
Nomor 1 Tahun 2015 yaitu biaya dibebankan kepada APBN, APBD Provinsi atau APBD
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
memegang prinsip sederhana, cepat dan biaya ringan. Berdasarkan uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan salah saru factor penentu keberhasilan
terlaksananya siding keliling di kabupaten pung pisau sehingga dapat di pahami bahwa
anggaran atau biaya merupakan salah satu factor penghambat terlaksananya siding
keliling di kabupaten pulang pisau. Pengertian pelayanan terpadu sidang keliling dengan
mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 adalah sebagai berikut
pelayanan Terpadu Sidang Keliling yang selanjutnya disebut Pelayanan Terpadu adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan terkoordinasi dalam satu
waktu dan tempat tertentu antara Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iyah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota, Kantor Urusan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
810 http://sosains.greenvest.co.id
Agama Kecamatan, dalam layanan keliling untuk memberikan pelayanan pengesahan
perkawinan atau layanan perkara lainnya sesuai dengan kewenangan Pengadilan Negeri
dan isbat nikah sesuai dengan kewenangan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dan
untuk memenuhi pencatatan perkawinan dan pencatatan kelahiran.
Berdasarkan temuan data di lapangan terkait pelaksanaan pelayanan terpadu sidang
keliling di Pengadilan Agama Pulang Pisau dalam kurun waktu antara tahun 2018 sampai
dengan 2021, pelaksanaan sidang keliling yang masuk kategori pelayanan terpadu dengan
mendasarkan pada pengertian yang dijelaskan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015 adalah
pelaksanaan sidang keliling pada hari Rabu 28 November 2018 di Desa Bahaur
Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau. Disebut sebagai pelayanan terpadu
karena dalam pelaksanaan sidang keliling tersebut tidak hanya Pengadilan Agama Pulang
Pisau yang melaksanakan kegiatan. Pengadilan Agama Pulang Pisau berkoordinasi
dengan Disdukcapil dan KUA Kecamatan Kahayan Kuala untuk melayani masyarakat
dan pembiayaan pelayanan terpadu sidang keliling tersebut dibebankan kepada DIPA
Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau.
Meskipun sudah dapat disebut pelayanan terpadu karena kehadiran dari pihak
Disdukcapil Kabupaten Pulang Pisau dan KUA Kecamatan Kahayan Kuala, namun para
Pemohon yang mengajukan buku nikah dan akta kelahiran tidak langsung mendapatkan
dokumennya secara langsung pada hari pelaksanaan sidang. Data tersebut berdasarkan
wawancara peneliti dengan AAM bahwa masyarakat pada hari sidang hanya bisa secara
langsung mengajukan permohonan buku nikah dan akta kelahiran anak, namun
dokumennya tidak dapat diambil lansung pada hari itu. Hal tersebut memberatkan
masyarakat karena masih harus mendatangi Disdukcapil dan KUA. Mengacu pada
pelaksanaan tersebut, Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015 di Pengadilan Agama
Pulang Pisau masih perlu diperbaiki.
Pada Tahun 2018, Pengadilan Agama Pulang Pisau pernah melaksanakan
pelayanan terpadu sidang keliling bekerja sama dengan Disdukcapil Kabupaten Pulang
Pisau dan Kementrian Agama Kabupaten Pulang Pisau di satu tempat yaitu di Desa
Bahaur Kecamatan Kahayan Kuala di aula Kantor Kecamatan Kahayan Kuala. Data
tersebut menunjukkan bahwa secara substantif, Perma Nomor 1 Tahun 2015 telah
diterapkan oleh Pengadilan Agama Pulang Pisau. Hal ini, mengacu pada wawancara
dengan Er bahwa “sidang keliling pelayanan terpadu, yang dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama Pulang Pisau dengan Disdukcapil dan KUA sudah memiliki MoU dan berjalan
apa adanya”.
Mencermati dari kutipan pernyataan Erpan diatas bahwa kondisi pelayanaan
terpadu sidang keliling berjalan natural sebagaimana pelaksanaan sidang keliling di Desa
Bahaur pada tanggal 28 November 2018 tidak semuanya mengacu pada Implementasi
Perma Nomor 1 Tahun 2015, hal tersebut karena dalam pelaksanaannya masih saja ada
kendala, meskipun sudah ada koordinasi dengan Disdukcapil Kabupaten Pulang Pisau
dan pihak KUA Kecamatan Kahayan Kuala. Masyarakat Desa Bahaur hanya
mendapatkan pelayanan Penetapan permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama Pulang Pisau, sedangkan untuk mendapatkan buku nikah dan akta
kelahiran harus mendatangi Disdukcapil Kabupaten Pulang Pisau dan KUA Kecamatan
Kahayan Kuala. Padahal dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015 dijelaskan bahwa pelayanan
terpadu merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pengadilan Agama, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama dengan masing-masing
kewenangannya melayani masyarakat dan dilakukan pada satu waktu dan satu tempat.
Jika dicermati praktek sidang keliling sebagaimana dipaparkan diatas yakni berjalan
natural seakan-akan Perma Nomor 1 Tahun 2015 belum berlaku secara maksimal
sebagaimana temuan data dilapangan, hal ini sebagaimana hasil penelitian ini dilakukan
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 811
ternyata oleh pihak pelaksana pada awalnya berjalan dengan apa adanya serta belum
tekoordinasi dengan baik, dimana seharusnya instansi terkait baik Pengadilan Agama,
Disdukcapil dan KUA harus saling besinergi dalam pelaksanaan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2015. Sebagaimana pernyataan J.J.H Bruginz dalam teori
keberlakuan hukum menyatakan ada tiga bagian untuk bisa menerapkan suatu hukum
yaitu keberlakuan faktual atau empiris kaidah hukum, keberlakuan normatif atau formal
kaidah hukum, keberlakuan evaluatif kaidah hukum. Jika menyimak pemikiran Bruginz
bahwa keberlakuan faktual atau empiris dapat diukur dengan menggunakan dua kategori
yaitu manakala perilaku warga dalam suatu masyarakat secara umum mengacu pada
kaidah hukum maka dapat dikatakan bahwa hukum itu berlaku secara faktual dan
manakala para pejabat hukum telah menerapkan dan menegakkan kaidah hukum, namun
senyatanya dalam melakukan beberapa kali sidang keliling oleh Pengadilan Agama
Pulang Pisau ke beberapa wilayah Kecamatan dan Desa-Desa lainnya lebih banyak secara
natural, yaitu manakala Pengadilan Agama Pulang Pisau ingin menerapkan Perma Nomor
1 tahun 2015 meskipun tanpa ada koordinasi sebelumnya, namun para petugas
menggunakan kreativitas melobi untuk menyampaikan keinginan melakukan sidang
keliling kepada pihak terkait yaitu Disdukcapil dan KUA Kecamatan. Selanjutnya lobi
dari Pengadilan Agama disambut positif dari KUA Kecamatan. Inilah gambaran fakta
yang terjadi di lapangan manakala pejabat hukum Pengadilan Agama berupaya
menerapkan dan menegakan kaidah hukum yang telah diberikan oleh Mahkamah Agung
untuk menjalankan Perma Nomor 1 Tahun 2015.
Bedasarkan kenyataan tersebut, menurut peneliti bahwa jika Perma Nomor 1
Tahun 2015 itu merupakan bagian dari suatu sistem kaidah hukum tertentu yang
didalamnya kaidah-kaidah hukum itu saling menunjuk yang satu terhadap yang lainnya,
maka secara tidak langsung apa yang dilakukan oleh tim Pengadilan Agama Pulang Pisau
telah melaksanakan tugas dan perannya untuk memberlakukan ketentuan yang dibuat
oleh Mahkamah Agung untuk menjalankan sidang keliling dalam memberikan kebutuhan
masyarakat terhadap identitas hukum menjadi bagian dari persoalaan yang harus
diselesaikan oleh berbagai institusi.
Menurut peneliti Perma Nomor 1 Tahun 2015, keberlakuannya sama dengan
Peraturan atau perundang-undang lainnya yaitu memiliki kekuatan berlaku yuridis apabila
persyaratan formal terbentuknya Perma itu telah terpenuhi. Selain itu, penetapan Perma
tersebut didasarkan atas kaedah hukum yang lebih tinggi tingkatannya. Artinya, peraturan
tersebut memiliki hirarki yang jelas seperti peraturan pemerintah harus didasarkan pada
undang-undang, peraturan menteri harus didasarkan pada peraturan pemerintah dan
seterusnya.
Selanjutnya keberlakuan sosiologis tidak melihat apakah hukum itu telah
memenuhi persyaratan formal atau tidak, melainkan melihat keberlakuan kaidah hukum
dalam masyarakat. Terdapat dua macam kekuatan berlakunya hukum didalam masyarakat
yaitu hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh
penguasa (teori kekuatan) dan hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila
diterima dan diakui oleh warga masyarakat (teori pengakuan).
Mencermati dari Implementasi Perma Nomor 1 tahun 2015 dihubungkan dengan
kebutuhan masyarakat dalam mencari keadilaan dan kepastian hukum, maka praktek
sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Pulang Pisau, filosofis
pelaksanaan sidang keliling yang diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2015 yaitu
terbatasnya sarana prasarana, jarak tempuh yang jauh dan sulit untuk dilalui, tingginya
biaya transportasi bagi para pencari keadilan dalam mencapai gedung pengadilan dan
problematika di Masyarakat, banyak pasangan yang sudah menikah tetapi tidak
dicatatkan baik di Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Kantor Catatan Sipil.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
812 http://sosains.greenvest.co.id
Pernikahan mereka harus disahkan oleh Pengadilan. Bagi masyarakat Muslim di
Indonesia, mekanisme pengesahan pernikahan yang tidak tercatat harus dilakukan oleh
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah
Berdasarkan pemaahaman filosofis dari fakta empiris tersebut dihubungkan dengan
keberlakuan filosofis hukum, telah terjalin sinergitas antara Pengadilan Agama,
Disdukcapil, KUA dan masyarakat pencari keadilan telah sesuai dengan kaidah dan cita-
cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi misalnya peraturan hukum sesuai dengan
cita-cita hukum berupa masyarakat adil dan makmur yang merupakan penjabaran dari sila
kelima dari Pancasila. Implementasi Perma Nomor 1 tahun 2015 memiliki makna
mempunyai kekuatan baik dari segi keberlakuan yuridis, sosiologis maupun filosofis.
Berdasarkan data diatas, Implementasi sidang keliling di Pengadilan Agama Pulang
Pisau dapat dibagi menjadi tiga yaitu sidang keliling yang hanya dilakukan oleh
Pengadilan Agama Pulang Pisau, sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan Agama
Pulang Pisau bekerjasama dengan KUA setempat dan sidang keliling dalam pelayanan
terpadu dengan bekerjasama dengan Disdukcapil dan Kementrian Agama dalam hal ini
KUA. Sedangkan berkaitan dengan Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015,
Pengadilan Agama Pulang Pisau secara substantif termasuk telah melaksanakan
pelayanan terpadu sesuai dengan peraturan tersebut, namun secara yuridis belum
ditemukan bukti terkait dengan Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015.
Berbicara tentang problematika Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015
berdasarkan analisa peneliti terhadap data yang ditemukan, ada 3 problematika, pertama
problema kekuatan hukum, kedua problema kelembagaan dan ketiga problema teknis
dilapangan. Yang dimaksud dengan problematika kekuatan hukum yang ada pada Perma
Nomor 1 Tahun 2015 kewenangannya hanya terfokus dan mengikat kepada Pengadilan
Agama saja. Padahal, dalam Implementasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang pelayanan
terpadu sidang keliling tersebut memiliki keterkaitaan dan kerjasama dengan lembaga
lain dalam lingkup pemerintahan yaitu Disdukcapil dan KUA dibawah Kemenag.
Menganalisa problema Implementasi Perma tersebut, peneliti menghubungkan
dengan pemikiran Lawrence fridman yang membagi sistem hukum kepada tiga hal terdiri
dari substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya
hukum (legal culture). Selanjutnya substansi hukum menentukan bisa atau tidaknya
sebuah hukum dapat dilaksanakan. Terkait dengan substansi hukum dalam penelitian ini
yang dimaksud adalah isi Perma Nomor 1 Tahun 2015 memiliki kesesuaian dengan
hukum yang hidup dimasyrakat hal ini peneliti tegaskaan karena pada saat sidang keliling
dilakukan rentang waktu tahun 2018-2021 minat masyarakat untuk mendapat
penyelesaian masalah yang terkait dalam hukum keluarga sangat antusias artinya mereka
menginginkan adanya hukum yang dapat mengatasi dan meemberikan jawaban atas
ketidakpastian penyelesaian masalah hukum keluarga yang hidup dan berkembang
dimasyarakat pedesaan antara lain Itsbat nikah, penetapan ahli waris, sengketa perceraian,
persoalan pembagiaan waris dan lainnya yang tumbuh dan berkembang dilingkungan
masyarakat, sebelum adanya kebijaakan peraturan Mahkamah Agung tentang sidang
keliling.
Selanjutnya dari fenomena hukum yang hidup didalam masyarakat tersebut
dihubungkan dengan perma Nomor 1 tahun 2015 dalam Implementasinya menurut
peneliti memiliki problema, yaitu dalam pelaksanaannya Pengadilan Agama tidak bisa
berdiri sendiri melainkan ada keterkaitan dengan lembaga lain yang dibutuhkan
masyarakat antara lain lembaga KUA untuk dimudahkan akses buku nikah dan
Disdukcapil untuk mendapatkan akta kelahiran anak. Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015
memposisikan Disdukcapil dan Kantor Urusan Agama sebagai pihak yang dikordinasikan
dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling. Selain itu, Perma Nomor 1 Tahun
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 813
2015 belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas sehingga menjadi
problem tersendiri bagi lembaga pelaksana peraturan tersebut.
Problema Kedua adalah masalah kelembagaan, dalam hal ini. Kekuatan hukum
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015 berdampak pada lembaga penegak hukum sebagai
pelaksananya. Lembaga tersebut adalah Pengadilan Agama Pulang Pisau, Disdukcapil
dan Kementerian Agama Kabupaten Pulang Pisau. Masing-masing lembaga tersebut
memiliki persepsi yang berbeda terkait dengan Implementasi Perma Nomor 1 Tahun
2015. Pengadilan Agama Pulang Pisau sudah jelas posisinya yaitu harus melaksanakan
Perma Nomor 1 Tahun 2015 karena secara struktural Pengadilan Agama Pulang Pisau
berada dibawah kewenangan Mahkamah Agung. Sedangkan terhadap Disdukcapil dan
kementerian Agama Kabupaten Pulang Pisau, Perma Nomor 1 Tahun 2015 belum
mengikat kuat secara hukum. Namun, berdasarkan pelaksanaan sidang keliling
Pengadilan Agama Pulang Pisau, Kementrian Agama dan Disdukcapil secara aktif
mengadakan kerjasama dengan Pengadilan Agama Pulang Pisau.
Terkait dengan lembaga Peradilan Agama Pulang Pisau dihubungkan dengaan
pemikiran Lawrence fridman maka lembaga ini termasuk dalam struktur hukum dibidang
yudikatif yang oleh Jimly Asshiddiqie memaknainya sebagai suatu struktur internal
dalam sistem hukum yang mencakup pengertian aspek kelembagaan sistem hukum, yaitu
berkaitan dengan proses pelembagaan fungsi-fungsi hukum dan mekanisme hubungan
antara lembaga dan antar fungsi-fungsi hukum, yang dalam arti luas mencakup mulai dari
fungsi pembuatan hukum, Implementasi hukum, sampai ke penegakan hukum dan
keadilan. Berdasarkan pemikiran Lawrence dan jimly diatas peneliti mengambil suatu
pemahaman bahwa struktur hukum itu dimulai dari para pembuat hukum, pelaksana
hukum dan para penegak hukum. Konteks penelitian ini maka Pengadilan
Agama/Pengadilan Negeri, Kantor Urusan Agama dan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil merupakan bagian dari struktur hukum. Pengadilan Agama merupakan pengadilan
tingkat pertama yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Konteks penelitian ini, Pengadilan Agama bertugas untuk menyelesaikan perkara
perkawinan yang belum tercatat dengan menerbitkan isbat nikah, maka harus memiliki
sinergitas atau kerjasama minimal ditingkat provinsi yaitu Pengadilan Tinggi Agama,
Disdukcapil Propinsi dan Kantor Wilayaah Kementrian Agama provinsi untuk saling
mendukung dalam pelaksanan perma nomor 1 tahun 2015. Artinya, Pengadilan Agama
sebagai bagian dari struktur hukum diposisikan sebagai penegak hukum sekaligus
penerap hukum dari Perma Nomor 1 Tahun 2015. Penegak hukum karena Pengadilan
Agama yang memutuskan seseorang untuk diberi atau tidaknya isbat nikah. Sedangkan
Kantor Urusan Agama adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas kantor
Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya di bidang urusan agama
Islam dalam wilayah kecamatan. Mengapa demikian ?, karena Kantor Urusan Agama
adalah unit kerja terdepan yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang
agama Islam. Lingkup kerja KUA adalah berada di wilayah tingkat Kecamatan, hal ini
sebagaimana ketentuan pasal 1 (1) PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah
menyebutkan bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA
adalah instansi Departemen Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota di Bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah
Kecamatan.
Kantor Urusan Agama merupakan salah satu bentuk struktur hukum yang memiliki
fungsi sebagai penerap atau pelaksana dari suatu hukum. Secara hirarkis, Kantor Urusan
Agama melaksanakan tugas dari Kementerian Agama. Sedangkan dalam konteks
penelitian ini, Kantor Urusan Agama adalah pelaksana dari Perma Nomor 1 Tahun 2015
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
814 http://sosains.greenvest.co.id
yang bekerja sama dengan Pengadilan Agama dalam pengurusan Pelayanan Terpadu
Sidang Keliling. Secara spesifik, Kantor Urusan Agama dalam konteks pelayanan terpadu
bertugas menerbitkan buku nikah seseorang yang telah mendapatkan isbat nikah.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksana Pemerintah
Daerah di bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang dipimpin oleh Kepala Dinas
dan berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris
Daerah. Tugasnya adalah melaksanakan urusan rumah tangga Pemerintah Daerah dan
tugas pembantuan di bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dalam konteks sistem
hukum, Disdukcapil merupakan bagian dari struktur hukum yang berperan sebagai
pelaksana atau penerap hukum terutama peraturan atau hukum baik yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah maupun kementerian dalam negeri. Sedangkan dalam konteks
penelitian ini, Disdukcapil menjadi mitra kerja dari Pengadilan Agama dan Kantor
Urusan Agama yang bertugas untuk pencatatan sipil berupa akta kelahiran. Tugas
tersebut tertulis dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015, dalam pencermatan peneliti
sekaligus sebagai praktisi yang melakukan sidang keliling bahwa dalam kehidupan
masyarakat pada saat melaksanakan tugas sidang keliling dibeberapa Desa rentang waktu
antara tahun 2018-2021 dalam kasus pencatatan perkawinan, ada tradisi masyarakat yang
sengaja menghindari nikah melalui pegawai pencatat nikah, dalam perkembangannya
dimasyarakaat pedesaan ketika pada kepentingan tertentu seperti mau berangkat haji,
umrah dan pembuatan akta kelahiran anak ternyata diperlukan buku nikah, dalam kondisi
dan situasi tersebut maka budaya hukum masyarakat yang sering melakukan nikah yang
tidak tercatat menjadi problema tersendiri bagi masyrakat pedesaan sehingga Pengadilan
Agama yang melakukan sidang keliling memiliki peran yang sangat penting dalam
menjawab dan memecahkan problema hukum bagi masyarakat pencari keadilan.
Problem ketiga adalah problem teknis di lapangan. Implementasi Perma Nomor 1
Tahun 2015 di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Hal tersebut dikarenakan
Pengadilan Agama Pulang Pisau memiliki wilayah hukum yang meliputi 8 Kecamatan 4
Kelurahan dan 95 Desa. Sedangkan jarak antara daerah satu dengan daerah lainnya sangat
jauh. Selain faktor jarak, dalam kepengurusan berkas perkara agar pemohon dapat secara
langsung mendapatkan salinan ketetapan nikahnya perlu ketelitian yang tinggi untuk
meminimalisir kesalahan teknis. Menyikapi tentang problema ini peneliti cenderung pada
pemikiran Lawrence friedman khusus terkait dengan struktur kelembagaan Pengadilan
Agama yang ada dikabupaten.
Mengingat adanya problematika keberlakuan hukum Perma Nomor 1 Tahun 2015
yang terjadi pada pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling Pengadilan Agama
Pulang Pisau diperlukan solusi hukum yang berbasis pada hasil riset, yang peneliti
tawarkan solusi yang diberikan berdasarkan temuan di lapangan dalam konteks penelitian
ini adalah diperlukaan adanya sinergitas tiga kelembagaan yaitu PA, Disdukcapil dan
KUA, untuk bisa bergaandengan tangan dalam pelaksanaan Perma Nomor 1 Tahun 2015,
maka setidaknya ketiga lembaga tersebut memiliki Memorandum of Understanding
(MoU) ditingkat Provinsi.
Selanjutnya untuk lebih memperkuat Implementasi perma tersebut maka ditingkat
pusat solusi hukum yang tepat perlu dibuat surat keputusan bersama yaitu surat keputusan
yang dirumuskan peraturannya antara Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Agama. SKB tiga menteri tersebut dapat memperkuat substansi hukum yang
terdapat dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015 yang mengikat pada tiga lembaga
dibawahnya sekaligus yaitu Pengadilan Agama dibawah wewenang Mahkamah Agung,
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di bawah Kementerian Dalam Negeri dan Kantor
Urusan Agama dibawah Kementerian Agama. Sehingga pelaksanaan pelayanan terpadu
sidang keliling secara kelembagaan harus dilaksanakan oleh masing-masing lembaga. Hal
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 815
tersebut penting untuk diupayakan mengingat nilai kebermanfaatan yang diperoleh
masyarakat dalam pelayanan terpadu sidang keliling ini.
Solusi hukum dengan menerbitkan surat keputusan bersama tiga menteri secara
normatif berdampak pada substansi hukum tentang pelayanan terpadu sidang keliling,
dalam surat keputusan tersebut dirumuskan secara spesifik dalam bahasa undang-undang
terkait dengan tugas masing-masing institusi dalam pelayanan terpadu sidang keliling.
Jika demikian, setiap institusi dapat mengambil langkah yang jelas tanpa harus menunggu
koordinasi dari institusi lain. Bahkan, masing-masing institusi karena terikat dengan surat
keputusan bersama tersebut secara aktif harus berkoordinasi dengan pihak lain karena
kekuatan hukum secara struktural yang ada dalam surat keputusan bersama. Sedangkan
dasar dari perlunya surat keputusan bersama tiga menteri adalah urgensitas terkait
kepentingan masyarakat dalam mendapatkan indentitas hukumnya. Hal tersebut akan
semakin memperkuat database kependudukan sekaligus mengurangi pernikahan
masyarakat yang tidak dicatat di Kantor Urusan Agama.
Solusi hukum lainnya, untuk mengatasi problem teknis di lapangan adalah dengan
segera menerbitkan standar operasional prosedur (SOP) yang dirumuskan secara bersama
antara Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama. SOP
tersebut akan memperjelas tugas, wewenang dan fungsi dari setiap lembaga yang terlibat
dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling. Sehingga problem teknis yang
muncul di lapangan dapat dievaluasi bersama-sama dan dapat dilakukan perbaikan pada
setiap lembaga yang terlibat.
Standar operasional prosedur seharusnya sudah dibuat dengan koordinasi antara
Mahkamah Agung, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Namun,
berdasarkan penelusuran peneliti tidak ditemukan dokumen tersebut sehingga sangat
wajar jika dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling mengalami berbagai
kendala teknis baik soal koordinasi antar lembaga maupun dalam pelaksanaan sidang
keliling di lapangan, dalam pengalaman pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling di
Pengadilan Agama Pulang Pisau, koordinasi antar lembaga seperti dengan Disdukcapil
atau Kantor Urusan Agama menjadi salah satu problem yang perlu diberi solusi. Sidang
keliling hanya dijalankan oleh Pengadilan Agama Pulang Pisau. Oleh karena itu, standar
operasional prosedur pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling memiliki
argumentasi yang cukup untuk segera dirumuskan oleh para pengambil kebijakan.
Adapun dasar pemikiran dari beberapa tawaran solusi diatas gunanya adalah untuk
mengefektifkan ketiga lembaga Pengadilan Agama, Disdukcapil dan KUA dibawah
Kementrian Agama agar bisa bekerjasama dalam mendukung Perma Nomor 1 Tahun
2015. Terkait dengan mengefektifkan ketiga lembaga tersebut dalam melaksanakan
keberlakuan hukum dimaksud dihubungkan dengan teori efektifitas hukum
Teori efektivitas hukum secara spesifik digunakan peneliti untuk melihat seberapa
jauh efektifitas dari diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2015.
Secara spesifik, Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015 di Pengadilan Agama Pulang
Pisau hendak dianalisa dari segi efektivitas hukum yang telah dilaksanakan sekaligus
kemungkinan untuk memberi rekomendasi-rekomendasi demi terwujudnya efektivitas
hukum.
Efektivitas sendiri mengandung arti kefektifan pengaruh efek keberhasilan atau
kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari
penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait yaitu: karakteristik/dimensi dari
obyek sasaran yang dipergunakan. Menurut Soerjono Soekanto, efektivitas adalah taraf
yang sejauh mana suatu kelompok menggapai tujuannya. Efektivitas hukum menyoroti
mengenai bagaimana suatu peraturan yang dibentuk dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
816 http://sosains.greenvest.co.id
Bedasarkan teori efektiviatas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto, efektif
atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh beberapa indikator antara lain indikator
hukum, indikator penegak hukum, indikator sarana prasarana dan indikator masyarakat.
Bagaimana hukum dapat berdampak positif. Artinya norma hukum tersebut dapat
dijadikan pedoman untuk mencapai tujuannya, sehingga efektif. Norma-norma hukum
yang mengatur tentang sidang keliling akan dikatakan efektif bila norma tersebut mampu
menjadi landasan operasional yang lengkap dan jelas bagi sidang keliling sehingga dapat
mencapai tujuannya secara efektif untuk memudahkan para pihak berperkara baik dari
segi biaya, transportasi dan jarak tempuh ke Pengadilan Agama.
Penegak Hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
Di Pengadilan Agama peran penegak hukum dipegang oleh Hakim. Agar sebuah norma
hukum dapat dikatakan efektif, maka hakim harus mampu menjalankan perannya
sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang
digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas hukum. Sehubungan dengan sarana
dan prasarana yang dikatakan dengan fasilitas ini Soerjono Soekanto memprediksi
patokan efektivitas elemen-elemen tertentu dari prasarana dimana prasarana tersebut
harus secara jelas memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi kelancaran tugas
tugas aparat ditempat atau lokasi kerjanya yang mencakup peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup dan seterusnya. Sarana atau fasilitas dalam sidang keliling meliputi
anggaran pelaksanaan sidang keliling yang mencukupi baik bersumber dari dana DIPA
Pengadilan atau dari pemerintah daerah dan ruang persidangan yang memenuhi standar
dekorum ruang persidangan demi menjaga martabat peradilan.
Masyarakat merupakan lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan, dalam hal ini menyangkut pada pendapat-pendapat masyarakat terhadap
norma hukum yang ada. Pelaksanaan sidang keliling, masyarakat sebagai objek penerima
bantuan hukum adalah masyarakat miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.
Idealnya harus tepat sasaran, sehingga berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya sidang
keliling yang diselenggarakan oleh Pengadilan Agama.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa
implementasi pelayanan terpadu sidang keliling pada Pengadilan Agama Pulang Pisau
secara substantif sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana yang
dilaksanakan di Tamiang Layang pada tanggal 12 April 2016 hanya saja, Perma Nomor 1
Tahun 2015 belum dicantumkan dalam SK KPA Pulang Pisau sebagai dasar hukum
pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling. Problematika Implementasi Perma Nomor
1 Tahun 2015 adalah lemahnya kekuatan hukum dalam Perma Nomor 1 Tahun 2015 yang
mengikat pada Dinas Kependudukaan dan Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama yang
bertugas dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling selain Pengadilan Agama
Pulang Pisau. Problem tersebut berdampak pada sulitnya koordinasi antar lembaga dalam
pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling. Solusi hukum terhadap problematika
Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2015 tentang praktik pelayanan terpadu sidang
keliling adalah harus menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) antara Mahkamah
Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dan membuat standar operasional
prosedur yang jelas sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan terpadu sidang keliling
Implementasi Perma 1 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Agama Pulang Pisau
2021
Muhammad Sidik 817
baik bagi Pengadilan Agama, Dinas Kependudukaan dan Catatan Sipil maupun Kantor
Urusan Agama.
Bibliografi
Abubakar, Mardiana, & Rahman, Gazali. (2020). Efektivitas Sidang Keliling dalam
Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat di Pengadilan Agama Tilamuta. AS-
SYAMS, 1(1), 72104.
Adi, Rianto. (2012). Sosiologi hukum: kajian hukum secara sosiologis. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Al Haq, Mu’tashim. (2019). Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Sidang Isbat Nikah
Terpadu Oleh Pengadilan Agama Sampang. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Aminnolah, E. (2014). Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan pada Kantor
Pelayanan Terpadu Kabupaten Ketapang. kalimantan barat: Tanjungpura
University.
Bab, V. (2020). Perlindungan Preventif Dalam Perkawinan. Hukum Perkawinan Dan
Itsbat Nikah: Antara Perlindungan Dan Kepastian Hukum, 113.
Benuf, Kornelius, & Azhar, Muhamad. (2020). Metodologi Penelitian Hukum sebagai
Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20
33.
Fahmi, Zulfikar. (2019). Efektivitas resolusi konflik Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) DKI Jakarta dalam menjaga kerukunan umat beragama di Jakarta.
Yogyakarta.
Fajri, Aswadi. (2018). Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Itsbat Nikah Terpadu Perspektif Maslahah Mursalah (Studi Pada
Pengadilan Agama Kelas IIA. Manna). Qiyas: Jurnal Hukum Islam Dan Peradilan,
3(2), 142153.
Hartanto, Wenda. (2015). Kesadaran Hukum Sebagai Aspek Dasar Politik Hukum
Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Hukum Nasional, 4(3), 469483.
Hotijah, Siti. (2020). Implementasi Perma no. 1 tahun 2015 tentang pelayanan terpadu
sidang keliling pengadilan negeri dan pengadilan agama/mahkamah Syar’iyah
dalam rangka penerbitan akta perkawinan, buku nikah dan akta kelahiran di
Pengadilan Agama Banyuwangi. Jawa Timur: Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Lilik, Mufidah. (2020). Problematika Penunjukan Hakim Pemeriksa Perkara Sebagai
Mediator Pada Sidang Keliling (Studi Kasus Pengadilan Agama Banjarnegara
Kelas IA). Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Pratiwi, Novia Adelia. (2019). Efektivitas Sidang Keliling Sebagai Bentuk Penerapan
Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan (Studi Pada Pengadilan Agama
Watampone). Sulawesi Selatan: IAIN Bone.
Purba, Iman Pasu. (2017). Penguatan budaya hukum masyarakat untuk menghasilkan
kewarganegaraan transformatif. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan,
14(2), 146153.
Shalihah, Septiana Anifatus. (2018). Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung Dalam
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia (Studi Tentang
Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Di Pengadilan Negeri Kabupaten
Gr.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
818 http://sosains.greenvest.co.id
Zahrah, Fatimah. (2019). Realisasi I Nikah Pada Pelaksanaan Sidang Terpadu di
Pengadilan Agama Kendari Kelas IA. makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.