Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
821 http://sosains.greenvest.co.id
Salah satu daerah yang mengalami permasalahan akan kebutuhan air bersih adalah
masyarakat Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur. Penyebab utama terjadinya permasalahan akan kebutuhan air bersih di
Desa Saliki adalah faktor geografis dan juga industri pertambangan (Hadna, 2013). Proses
pertambangan ini akan berdampak terhadap perubahan bentang alam, sifat fisik, kimia,
dan biologis tanah, serta secara umum menimbulkan kerusakan pada permukaan bumi.
Dampak ini secara otomatis akan mengganggu ekosistem diatasnya, termasuk tata air
(Sekarjannah, 2019). Permasalahan lingkungan dalam aktivitas pertambangan batubara
umumnya terkait dengan Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD).
Air tersebut terbentuk sebagai hasil oksidasi mineral sulfida tertentu yang terkandung
dalam batuan oleh oksigen di udara pada lingkungan berair (Rukmana, 2017).
Menurut (Maharani, Purwanto, & Hidayat, 2019) pengupasan tanah penutup
(overburden), penggalian batubaranya sendiri, serta waste material menyebabkan
tersingkapnya tanah/batuan yang mengandung mineral sulfida, antara lain berupa Pirit
(Pyrite) dan Markasit (Marcasite). Mineral sulfida tersebut selanjutnya bereaksi dengan
oksidan dan air membentuk air asam tambang. Air asam tambang ini akan mengikis tanah
dan batuan yang berakibat pada larutnya berbagai logam seperti besi (Fe), cadmium (Cd),
mangan (Mn) dan seng (Zn). Dengan demikian, selain dicirikan oleh pH yang rendah, air
asam tambang juga akan mengandung logam-logam dengan konsentrasi tinggi, sehingga
dapat berakibat buruk pada kesehatan lingkungan maupun manusia (Wahab, 2020).
Permasalahan ini menjadi serius karena berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat
setempat. Maraknya penyakit diare hingga penyakit kulit gatal-gatal menyebabkan
tingkat kesehatan yang terjadi di Desa Saliki menurun. Hal ini juga mengganggu aktivitas
masyarakat setempat.
Kesehatan masyarakat tidak hanya mempengaruhi kegiatan perekonomian, saat
terjadi pada anak sekolah hal ini juga memberikan dampak buruk bagi kegiatan
pendidikan anak (Wiresti, 2020). Permasalahan lain juga disebabkan karena distribusi air
belum merata, tidak tersedianya PDAM di lingkungan setempat menyebabkan
masyarakat sulit mengakses air bersih yang terjangkau untuk kebutuhan sehari-hari. Data
menunjukkan dari sebaran 15 unit PDAM Tirta Mahakam yang tersebar di wilayah
pedesaan belum menjangkau Desa Saliki (PDAM Tirta Mahakam, 2019). Sedangkan
masyarakat pun tidak bisa mengandalkan air sumur tanah karena letaknya yang
berdekatan dengan air laut menyebabkan air di lingkungan sekitar menjadi air payau dan
juga banyak mengandung zat besi (Fe) yang cukup tinggi, yang ditandai dengan airnya
berwarna, berbau seperti telur busuk dan menimbulkan rasa yang tidak enak. Hal ini
terlihat nyata dari kondisi sebagian besar baju seragam anak sekolah yang berwarna
kekuningan dan body kendaraan bermotor yang cepat berkarat.
Paparan permasalahan di atas mendorong munculnya program Water Supply
System (WSS) yang diinisiasi oleh masyarakat setempat khususnya anggota BUMDES
Mekar Sejati bersama dengan tim CSR PT. Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) untuk
bersama-sama mengelola program pemenuhan kebutuhan air bersih berbasis masyarakat.
Secara umum, program ini dibentuk sebagai salah satu program pemberdayaan
masyarakat. Sehingga keuntungan program pun akan dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan bersama. Program ini bertujuan untuk menyediakan kemudahan akses bagi
masyarakat desa Saliki dalam mendapatkan kebutuhan air bersih, menumbuhkan
kesadaran masyarakat atas pentingnya pola hidup sehat, serta juga dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa. Program ini juga
mendukung dan bersinergi dengan Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat, atau dikenal dengan sebutan PAMSIMAS melalui Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, yang merupakan