Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Emosi Remaja
Yutika Irfani Lindawati dan Niessa Ridho Utami 847
Pendahuluan
Remaja merupakan fase transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Fase
remaja ini mencerminkan cara berpikir remaja yang masih dalam koridor berpikir
konkret, kondisi ini disebabkan pada masa ini terjadi suatu proses pendewasaan pada diri
remaja. Pada fase ini juga remaja mengalami perkembangan secara fisik, mental, sosial
dan emosional (Firdaus & Mahargia, 2018). Pengendalian emosi pada remaja masih
belum sempurna meskipun dari perubahan fisik mereka sudah seperti orang dewasa
(Zahara, 2018).
Remaja dihadapi oleh tuntutan dan harapan dari keluarga, demikian juga mereka
dihadapkan oleh bahaya dan godaan yang muncul lebih banyak dibandingkan dengan
anak-anak. Perkembangan fisik yang sekain nyata membuat remaja mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi (Diananda, 2019).
Akibatnya, mereka cenderung menyendiri sehingga mereka merasa asing dalam
lingkungannya, merasa kurang mendapat perhatian dari orang lain, bahkan mereka
merasa tidak ada satu orang pun yang memperdulikannya. Kontrol terhadap dirinya
sendiri sangat sulit sehingga mereka cepat marah serta emosi dalam menghadapi
masalahnya sendiri (Saputro, 2018). Kecemasan yang terjadi pada remaja dapat
menampilkan perilaku yang menunjukan bahwa remaja tidak dapat mengontrol emosinya
dengan baik (Azmi, 2016).
Emosi adalah suatu keadaan yang kompleks dari organisme seperti terbangkitnya
perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam organ tubuh yang sifatnya
luas, biasanya ditambahi dengan perasaan kuat yang mengarah ke suatu bentuk tingkah
laku atau perilaku tertentu (Ristianti, 2018). Kematangan emosi sebagai suatu kondisi
mencapai perkembangan pada diri individu di mana individu mampu mengarahkan dan
mengendalikan emosi yang kuat agar dapat diterima oleh diri sendiri maupun orang lain
(Fellasari & Lestari, 2017). Pembentukan kematangan emosi remaja tidak lepas dari
peranan pola asuh orangtua, karena orangtua merupakan sekolah pertama bagi seorang
anak. Selain itu pembentukan kematangan emosi pada remaja juga dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Masalah emosi yang terjadi terhadap remaja dapat diakibatkan
oleh pola asuh orangtua (Safitri & Hidayati, 2013).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara
kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan asuh berarti menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) dan memimpin
(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Pola asuh sebagai pola
sikap atau perlakuan orangtua terhadap remaja yang masing-masing mempunyai
pengaruh tersendiri terhadap perilaku remaja antara lain terhadap kompetensi emosional,
sosial dan intelektual (Ayun, 2017). Pola orangtua terhadap anak dimana masing-masing
dari pola asuh ini memiliki kontribusi yang penting dalam pembentukan karakter anak
(Rakhmawati, 2015). Pola asuh tersebut yaitu: pola asuh authoritative, pola asuh
authoritarian dan pola asuh permissive.
Pola asuh authoritative yang diterapkan orangtua akan berdampak kepada
kematangan emosi remaja yang baik (Fatchurahman, 2012). Hal ini dikarenakan remaja
yang diasuh menggunakan pola asuh authoritative ini memiliki kemampuan untuk
menghindari permusuhan. Sebab pola asuh orangtua authoritative menjelaskan mengenai
dampat perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh anak, remaja mampu mengalirkan
cinta dan kasih sayang karena sikap responsif yang diterimanya dari orangtua, serta
remaja mampu berpikir positif mengenai pribadinya (Wisadirana, 2019).
Pola asuh authotitarian yang diterapkan orangtua akan berdampak kurang baik
pada kemampuan seorang remaja dalam melakukan kontrol emosinya (Zahara, 2018). Hal