Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
881 http://sosains.greenvest.co.id
UJI ORGANOLEPTIK PEMANFAATAN GARAM DAN ABU DAPUR
TERHADAP DETOKSIFIKASI UMBI GADUNG (Dioscorea Hispida
Dennst) DALAM PEMBUATAN TEPUNG
Siska Erinda
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Indonesia
Diterima:
24 Juli 2021
Direvisi:
10 Agustus 2021
Disetujui:
15 Agustus 2021
Abstrak
Sianida merupakan senyawa anti nutrisi yang banyak terkandung
pada beberapa jenis tumbuhan, seperti ketela pohon, gadung,
rebung, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui uji
organoleptik pemanfaatan garam dan abu dapur terhadap
detoksifikasi umbi gadung (Dioscorea Hispida Dennst) dalam
pembuatan tepung. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain eksperimental menggunakan
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan berdasarkan
tekstur, warna dan sifat. Detoksifikasi umbi gadung (Dioscorea
hispida dennst) pada air garam teridentifikasi hari ke 5 pada
warna putih segar, sifat kandungan HCN dan Diskorin sudah
dikatakan hilang, serta tekstur berubah menjadi sangat lembut.
Pada abu dapur teridentifikasi hari ke 5 pada warna putih segar,
sifat pada pencucian terakhir air terlihat bersih serta tekstur
sangat lembut. Tepung umbi gadung pada air garam
karakteristik warna putih susu, tekstur halus, aroma pada gadung
dapat dimaknai semakin lama perendaman menyebabkan
perubahan aroma yang dihasilkan oleh gadung dan pada abu
dapur karakteristik warna putih sedikit kecoklatan, aroma pada
gadung dapat dimaknai semakin lama perendaman
menyebabkan perubahan aroma yang dihasilkan oleh gadung.
Penelitian ini laksanakan pada tanggal 15-20 Oktober 2020 di
Desa Sidang Emas Kabupaten Banyuasin III Kecamatan
Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kata kunci: Sianida, Umbi Gadung, Detoksifikasi, Garam,
Abu dapur
Abstract
Cynide is an anti-nutritional compound that is widely contained
in several types of plants, such as cassava, gadung, bamboo
shoots, etc. Purpose of this study was to determine the
organoleptic test of the use of salt and kitche ash on the
detoxification of gadung tubers in the manufacture of flour. The
type of research used in this study is an experimental design
using organoleptics which is a test of materials based on texture,
color and properties. Detoxification of gadung tubers
(Dioscorea Hispida) in salt water was identified on the 5th day
of fresh white color, the properties of HCN and Discorine
content were said to have disappeared, and the texture became
very soft. Gadung tuber flour in salt water has a characteristic
milky white color, smooth texture, the aroma of the gadung can
be interpreted the longer it is soaking it causes changes in the
Uji Organoleptik Pemanfaatan Garam Dan Abu Dapur
Terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea
Hispida Dennst) Dalam Pembuatan Tepung
2021
Siska Erinda 882
aroma produced by gadung and the characteristic color of
kitchen ash is slightly brownish white, the aroma in gadung can
be interpreted the longer it is soaking causes changes in aroma
produced by gadung. This research was conducted on 15-20
October 2020 in Sidang Emas Village, Banyuasin III Regency,
Banyuasin District, South Sumatera.
Keywords: Cynide, Gadung Tubers, Detoxicification, Salt,
Kitchen ash
Pendahuluan
Sianida merupakan senyawa anti nutrisi yang banyak terkandung pada beberapa
jenis tumbuhan, seperti ketela pohon, gadung, rebung, dan lain-lain. Berdasarkan kajian
medis diketahui bahwa sianida dapat mengganggu kesehatan, terutama sistem
pernapasan, karena oksigen di dalam darah terikat oleh senyawa beracun tersebut. Gejala
keracunan akibat mengonsumsi sianida yang terkandung dalam makanan antara lain
radang kerongkongan, pusing, lemas, muntah-muntah, pingsan, dan kejang perut
(Ardiansari, 2012).
Sianida dapat juga menjadi penyebab penyakit-penyakit neurologis dan dapat
merusak asam amino esensial seperti metionin dan sistein (Rohmah, 2018). Salah satu
bahan makanan yang mengandung tinggi sianida yaitu umbi gadung. Gadung (Dioscorea
hispida Dennst.) adalah salah satu anggota umbi yang tersedia di hampir semua bagian
kepulauan Indonesia. Umbi tanaman ini merupakan sumber karbohidrat yang digunakan
sebagai sumber energi alternatif. Selain itu, telah digunakan sebagai makanan pokok,
terutama oleh orang di daerah tropis dan sub tropis. Kandungan sianida dalam gadung
bervariasi. Secara teori, kandungan sianida umbi gadung segar yaitu 50-400 mg/kg.
Sedangkan kandungan sianida pada gadung berdasarkan penelitian yaitu 120 mg/kg.
Kemudian kandungan sianida gadung berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
(Rahayu, 2018) yaitu 469 mg/kg.
Gadung (Dioscore hispida Dennst) merupakan tanaman umbi-umbian yang belum
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Selama ini gadung
dimanfaatkan oleh masyarakat terbatas hanya diolah sebagai kerupuk. Sementara potensi
gadung cukup prospektif untuk dikembangkan karena mengadung karbohidrat yang
cukup tinggi. Hal ini terutama terkendala karena umbi gadung mengandung senyawa
toksid yang racun bagi manusia kalau tidak ditangani dengan baik (Sopian dan Nedi,
2014). Pada umumnya gadung segar mengandung kadar sianida sekitar 469 ppm, namun
dengan pengolahan yang dilakukan pada gadung akan menurunkan kadar sianida dalam
bahan hingga batas yang aman untuk dikonsumsi. Kadar sianida dalam bahan sebesar 50
ppm/seluruh bahan bahan sudah aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Gadung dapat
diolah dengan cara seperti umbi diiris tipis-tipis, dicuci dengan air segar atau direbus
beberapa kali dengan air garam, atau direndam dalam air mengalir (Putri Agustina, 2014).
Umbinya dapat diekstrak menjadi tepung dan digunakan untuk berbagai keperluan
industri dan masakan. Seringkali ekstrak umbinya digunakan untuk racun binatang
(antara lain ikan), atau pengusir hama pada tanaman. Kadar sianida gadung harus
dikurangi atau dihilangkan agar gadung aman dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut
(Sari, 2019) agar gadung aman untuk dikonsumsi, sebaiknya lebih dahulu dilakukan
pengecilan ukuran, pencucian, perendaman, pemanasan, dan penjemuran. Pemanasan
dapat mengurangi kadar sianida umbi.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
883 http://sosains.greenvest.co.id
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui secara langsung identifikasi air
garam dan abu terhadap detoksifikasi umbi gadung dalam pembuatan tepung. Mengetahui
warna, tekstur dan sifat dari umbi gadung terhadap rendaman air garam dan abu dapur.
Mengetahui cara pembuatan tepung dari umbi gadung.
Umbi gadung mengandung kalori dan karbohidrat yang cukup tinggi. Gadung
mengandung kalori, lemak, dan karbohidrat lebih rendah daripada singkong. Namun,
kandungan protein gadung lebih tinggi dari singkong. Untuk kandungan zat gizi mikro,
kandungan kalsium dan besi lebih rendah dari singkong. Sedangkan kandungan posphor,
vitamin B dan air lebih tinggi daripada singkong. Kandungan utama umbi gadung yang
berupa karbohidrat memberikan kontribusi positif, bahwa umbi gadung merupakan bahan
pangan sebagai sumber karbohidrat. Umbi gadung dijadikan sebagai pangan alternatif
pada saat musim kemarau tiba. Selain itu, dengan komponen utama karbohidrat, umbi ini
berpotensi dijadikan sebagai bahan industri pengolahan tepung dan produk lainnya
(Claudia, Estiasih, Ningtyas, & Widyastuti, 2015).
Selain mengandung zat gizi, umbi gadung juga mengandung alkaloid
dioskorin, yaitu suatu substansi yang bersifat relatif basa, mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, dan seringkali bersifat toksik (Faizah, 2016). Umbi gadung juga
mengandung diosgenin yang juga termasuk golongan alkaloid, dioskorin bersifat lebih
toksik dibanding dengan diosgenin, namun keduanya sering menyebabkan keracunan
apabila gadung dikonsumsi (Estiasih, Putri, & Waziiroh, 2017).
Dalam protein umbi gadung terdapat asam amino glutamat yang jumlahnya
signifikan. Sebagaimana diketahui, asam amino tersebut bersifat umami (gurih) apabila
dikonsumsi. Oleh sebab itu, makanan olahan umbi gadung memberikan rasa lebih gurih
dari pada makanan olahan yang dibuat dari umbi-umbian lainnya. Selain mengandung zat
gizi, umbi gadung juga mengandung alkaloid dioskorin, yaitu suatu substansi yang
bersifat relatif basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, dan seringkali bersifat
toksik (Ningsih, 2013).
Secara teori, kandungan sianida umbi gadung segar yaitu 50─400 mg/kg.
Sedangkan kandungan asam sianida pada gadung berdasarkan penelitian yaitu 120 mg/kg.
Kemudian kandungan sianida gadung berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu 469
mg/kg. Berdasarkan standar SNI, asam sianida hanya boleh terdapat dalam produk
pangan secara alami atau sebagai akibat dari penambahan perisa alami. Batas sianida
dalam produk pangan (makanan) maksimal 1 ppm (Arianti, 2019).
Sianida dalam bentuk bebas berupa asam sianida (HCN), sedangkan dalam
bentuk terikat berupa senyawa glikosida yakni linamarin dan lotausralin. Asam sianida ini
merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis senyawa glukosida sianogenik
seperti linamarin, lotaustralin, dan durin. Sebagai sumber karbohidrat alternatif pada saat
paceklik, sebenarnya produk olahan gadung aman untuk dikonsumsi, walaupun
kandungan karbohidratnya lebih rendah dibandingkan dengan beras. Oleh karena itu,
umbi gadung harus dibudidayakan, dengan menanam satu buah umbi gadung dari setiap
pohonnya tanpa disiram dan dipupuk, gadung dapat tumbuh. Umbi gadung memiliki
karbohidrat (pati) yang cukup tinggi. Dalam 100 g bagian yang dapat dimakan,
mengandung 101 Kalori, 2,1 g protein, 0,2 g lemak, dan 23,2 g karbohidrat.
Gadung dapat diolah dengan cara seperti umbi diiris tipis-tipis, dicuci dengan
air segar atau direbus beberapa kali dengan air garam, atau direndam dalam air mengalir.
Umbinya dapat diekstrak menjadi tepung dan digunakan untuk berbagai keperluan
industri dan masakan. Seringkali ekstrak umbinya digunakan untuk racun binatang
(antara lain ikan), atau pengusir hama pada tanaman. Kadangkala tumbukan umbinya
digunakan secara eksternal sebagai antiseptik dan air rebusannya dan dapat diolah
menjadi alkohol. Umbi gadung yang dikonsumsi masyarakat dikelompokkan menjadi dua
Uji Organoleptik Pemanfaatan Garam Dan Abu Dapur
Terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea
Hispida Dennst) Dalam Pembuatan Tepung
2021
Siska Erinda 884 878
yaitu gadung yang berdaging umbi putih yang dikenal sebagai gadung punel atau gadung
ketan atau gadung suntil dan gadung berdaging umbi kuning yang dikenal sebagai gadung
kuning, gadung kunyit, atau gadung padi (Handayani, Khaidir, & Wirda, 2017).
Hidrogen sianida mudah hilang pada proses perebusan. Umbi gadung
(Discorea hispida dennst.) merupakan sumber pangan kaya karbohidrat yang mudah
dijumpai di wilayah Indonesia pada musim kemarau. Namun, adanya senyawa antinutrisi
seperti dioskorin, histamin, saponin, dan glukosida sianogenik yang terkandung di
dalamnya menyebabkan bahan pangan ini kurang diminati masyarakat. Glukosa dalam
glikosida sianogenik dapat mengalami hidrolisis dengan katalis enzim atau asam,
sehingga asam sianida (HCN) dapat terlepas dari senyawa kompleks tersebut.
Aktivitas enzim linamarase menyebabkan linamarin mengalami hidrolisis
menjadi glukosa dan sianohidrin. Sianohidrin lebih lanjut dapat dipecah menjadi HCN
dan aseton. Linamarase merupakan enzim ekstraseluler dan bila terjadi perusakan dinding
sel maka linamarin dalam sel dapat kontak dengan linamarase sehingga peristiwa
hidrolisis berlangsung.
Umbi gadung bisa dijadikan berbagai makanan namun syaratnya adalah jika umbi
gadung telah mengalami proses penghilangan racun. Umbi gadung biasanya direbus,
disawut, dikripik bahkan dapat dijadikan aneka camilan kering. Untuk menghasilkan
olahan berkualitas maka harus memperhatikan teknik mulai dari penyimpanan sampai
pada pengolahannnya (Ardiansari, 2012).
Setelah dipanen, umbi gadung harus disimpan dalam bentuk segar. Sebelum
disimpan, umbi segar dipanaskan pada suhu 29 32°C. Untuk memproses umbi gadung
ini tidak bisa langsung diolah menjadi makanan seperti umbi-umbi yang lain, diperlukan
proses penghilangan racun dengan seksama, karena gadung mengandung HCN (asam
sianida) yang melarutkan emas (Au) yang dapat menimbulkan rasa pusing bahkan
muntah-muntah saat mengonsumsinya. Agar aman dikonsumsi, sebaiknya lebih dulu
dilakukan pengecilan ukuran, pencucian, perendaman, pemanasan, dan penjemuran.
Metode lain adalah menumpuk umbi gadung, lalu dikeringkan. Kedua cara ini efektif
mengurangi racun sianida sampai 85 %. Beberapa tehnik penghilang racun dari umbi
gadung bervariasi yaitu menggunakan perendaman air garam, air kapur, perendaman
dengan zat kimia, fermentasi, perendaman dengan abu dapur, abu sekam padi dan air
mengalir.
Mekanisme penyerapan cairan oleh karbon aktif (abu) terjadi melalui tiga tahap
:tahap pertama, substan dalam hal ini molekul air ditarik keluar dari bahan oleh granula
karbon, tahap kedua molekul air berpindah ke dalam pori-pori karbon dan akhirnya tahap
ketiga molekul karbon air akan diserap ke dinding bagian dalam karbon. Sehingga cairan
(getah beracun berwarna putih yang keluar pada saat mengiris gadung) berpindah dari
gadung ke karbon aktif (abu) membuat kadar racun menurun.
Glikosida yang masuk ke dalam tubuh terhidrolisis dengan cepat sehingga ion
CN-nya lepas. Kemudian melalui sirkulasi beredar ke jaringan-jaringan (bila ke pulmo
sebagian dapat dieliminasi), tetapi bila sampai ke sel-sel saraf maka zat tersebut akan
menghambat respirasi sel-sel tersebut sehingga mengganggu fungsi sel. Mekanisme
penghambatan respirasi sel adalah dengan adanya penghambatan terhadap reaksi
reversibel pada enzim-enzim yang mengandung Fe3+ di dalam sel.
Enzim yang sangat peka terhadap inhibisi sianida adalah sitokrom oksidase.
Jika di dalam sel terjadi kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan
terblok, sehingga sel kekurangan oksigen. Jika HCN bereaksi dengan hemoglobin akan
membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa oksigen.
Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
885 http://sosains.greenvest.co.id 878
diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah yang menyebabkan
histotoxix-anoxia dengan gejala klinis antara lain respirasi cepat dan dalam.
Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena tidak semua SCN-
(tiosianat) terbuang bersama urin, walaupun SCN- dapat melewati glomerulus dengan
baik, tetapi sesampainya di tubuh sebagian akan diserap ulang, seperti klorida. Selain itu,
meski sistem peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah SCN- menjadi sulfat dan
sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap berenang dalam konsentrasi sianida yang
melebihi batas toleransi tubuh. Sianida dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-
asam amino yang mengandung sulfur, seperti metionin, sistein, vitamin B12, zat besi,
tembaga, yodium, dan produksi tiroksin, orang-orang yang konsumsi iodiumnya rendah,
asam sianida dapat mendorong timbulnya penyakit gondok dan kekerdilan. Sianida dapat
juga menjadi penyebab penyakit-penyakit neurologis dan dapat merusak asam amino
esensial yang mengandung sulfur seperti metionin dan sistein. Konsumsi produk gadung
yang masih mengandung residu HCN akan mengganggu kesehatan tubuh karena dua hal,
menyebabkan KI (Kurang Iodium) dan KKP (Kurang Kalori Protein), yang justru
merupakan dua masalah gizi utama di Indonesia yang harus diatasi. Senyawa HCN dalam
tubuh yang masuk melalui makanan berupa gadung akan bereaksi dengan sulfur
membentuk senyawa tiosianat (SCN-). Sulfur yang digunakan berasal dari asam amino
esensial yang mengandung S yaitu metionin dan sistin. Akibatnya, dalam tubuh akan
kekurangan protein atau asam amino tersebut, yang dapat menyebabkan KKP (Kurang
Kalori Protein).
Umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan salah satu umbi-umbian lokal
yang masih terbatas pemanfaatannya. Saat ini, umbi gadung hanya diolah menjadi keripik
atau dikukus. Umbi gadung memiliki banyak keunggulan karena kandungan gizinya yang
tinggi yaitu karbohidrat 23,2 %; protein 2,1 %; lemak 0,2 %; air 73,5 % serta kalsium
20,0 mg/100g, fosfor 69,0 mg/100g, dan besi 0,6 mg/100g. Selain mengandung senyawa
bioaktif dioskorin, umbi gadung mengandung senyawa beracun yaitu glukosida
sianogenik yang merupakan prekusor sianida. Senyawa ini jika terpecah sempurna akan
menjadi sianida bebas yang berbahaya, yang mengakibatkan pemanfaatan umbi gadung
dalam bidang pangan masih kurang. Karena itu perlu adanya pengembangan dalam
pengolahan umbi gadung, agar kadar sianida dalam umbi gadung sesuai dengan batasan
aman untuk dikonsumsi. Proses fermentasi dapat menurunkan kadar sianida pada umbi
gadung. Pengolahan menjadi produk tepung disamping dapat memperpanjang umur
simpan karena rendahnya kadar air juga memberikan keuntungan lainnya yaitu mudah
dalam pengemasan, memperluas pemasaran serta dapat meningkatkan nilai ekonomisnya.
Tepung merupakan salah satu alternatif pengolahan umbi gadung yang mempunyai
beberapa kelebihan daripada pengolahan lainnya. Kelebihannya antara lain disamping
lebih tahan lama, juga bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk makanan dan dapat
juga sebagai sumber bahan alternatif untuk substitusi tepung terigu dan bahan baku
industri lainnya (non pangan).
Gambar 1. Umbi Gadung yang sudah
Uji Organoleptik Pemanfaatan Garam Dan Abu Dapur
Terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea
Hispida Dennst) Dalam Pembuatan Tepung
2021
Siska Erinda 886
dikupas dan diiris tipis
Proses pembuatan tepung gadung pertama-tama yaitu umbi gadung dikupas
kemudian umbi yang telah dikupas dicuci terlebih dahulu sebelum diiris dengan ketebalan
12 mm, selanjutnya irisan umbi gadung di lumuri dengan garam dapur hingga merata.
Proses pelumuran dilakukan selama kurang lebih 24 jam. Proses selanjutnya adalah irisan
gadung dibilas hingga bersih, kemudian irisan gadung di rendam dalam bak plastik berisi
air selama lebih kurang 72 jam. Proses selanjutnya adalah pengeringan didalam
pengering kabinet otomatis dengan suhu 55oC selama 12 jam sampai diperoleh chips
gadung kering. Chips gadung yang telah kering kemudian digiling dengan menggunakan
blender hingga halus. Serbuk gadung kemudian diayak dengan menggunakan ayakan
dengan ukuran 80 mesh dan didapatkan tepung gadung.
Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Gadung
dengan cara penumbukan
Studi penelitian mengenai tumbuhan umbi gadung sudah banyak dilakukan
diberbagai tempat yang ada di Indonesia, misalnya seperti di Jawa Timur (Siwi,2015),
dalam pembuatan Umbi Gadung (Dioscorea Hispida Dennst) Sebagai Bahan Pangan
Mengandung Senyawa Bioaktif, Detoksifikasi Sianida Umbi Gadung (Dioscorea Hispida
Dennst.) Dengan Kombinasi Perendaman Dalam Abu Sekam Dan Perebusan (Asti,
2017), di kawasan Kalimantan (Rudito, 2017) dalam Karakteristik tumbuh gadung Dayak
Kalimantan (Dioscorea hispida) dan teknik detoksifikasinya sebagai pangan alternatif, di
kawasan Jawa Tengah (Zulhaq, 2017) dalam Pengurangan Kadar HCN pada Umbi
Gadung Menggunakan Variasi Abu Gosok dan Air Kapur, di kawasan Yogyakarta
(Emmita, 2020) dalam Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung (Dioscorea Hispida Dennst)
Sebagai Bahan Subtitusi Dalam Pembuatan Cake. Hal ini di karenakan potensi gadung di
Indonesia sangat besar sehingga perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatn umbi
gadung sebagai bahan tambahan pangan serta dapat menambah penghasilan masyarakat
yang mengelola.
Desa Sidang Emas merupakan desa yang masih banyak ditemukannya tumbuhan
gadung dan banyak masyarakat yang mengelolanya sebagai bahan dasar tepung, maka
dari itulah pentingnya penelitian ini dilakukan agar dapat memberitahukan kepada
masyarakt bagaimana menguji secara sederhana tentang racun yang ada di umbi gadung
sehingga tidak akan menimbulkan kesalahan dalam perendaman dan racun gadung pun
akan menghilang.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
887 http://sosains.greenvest.co.id 878
Metode Penelitian
Penelitian ini laksanakan pada tanggal 15-20 Oktober 2020 di Desa Sidang Emas
Kabupaten Banyuasin III Kecamatan Banyuasin, Sumatera Selatan. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental menggunakan Organoleptik
merupakan pengujian terhadap bahan berdasarkan tekstur, warna dan sifat. Metode
detoksifikasi pada umbi gadung menggunakan perendaman dengan Air garam dan Abu
dapur selama 5 hari. Dalam 5 hari dilihat perubahan warna, tekstur, dan sifat pada
masing-masing perendaman.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Air Garam dan Abu Dapur terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung
Percobaan
Umbi Gadung
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Air
Garam
100%
Warna
Kuning
Cerah
Kuning
Pucat
Kuning
Pucat
Putih
Kekuningan
Putih
Segar
Tekstur
Keras
Keras
Menyusut
menjadi
sedikit
lembut
Menyusut
menjadi
sedikit
lembut
Tekstur
berubah
menjadi
sangat
lembut
Sifat
Masih
banyak
mengadung
HCN dan
Diskorin
Masih
banyak
mengadung
HCN dan
Diskorin
Masih
banyak
mengadung
HCN dan
Diskorin
Kandungan
HCN dan
Diskorin
mulai
menghilang
Kandungan
HCN dan
Diskorin
sudah
dikatakan
hilang
Abu
Dapur
100%
Warna
Kuning
Cerah
Kuning
Cerah
Kuning
sedikit
pucat
Putih
kekuningan
Putih segar
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Sedikit
lembut
Sangat
lembut
Sifat
Masih
banyak
mengadung
HCN dan
Diskorin
Masih
banyak
mengadung
HCN dan
Diskorin
Pada
pencucian
air tampak
tidak begitu
keruh
Pada
pencucian
air tidak
sekeruh air
pencucian
hari
terdahulu
Pada
pencucian
terakhir air
terlihat
bersih
Uji Organoleptik Pemanfaatan Garam Dan Abu Dapur
Terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea
Hispida Dennst) Dalam Pembuatan Tepung
2021
Siska Erinda 888
Tabel 2. Hasil Tepung Umbi Gadung pada Air Garam dan Abu dapur
Air Garam
Karakteristik Tepung Umbi Gadug
Warna
Tekstur
Aroma
Putih Susu
Halus
Aroma pada gadung
dapat dimaknai
semakin lama
perendaman
menyebabkan
perubahan aroma
yang dihasil oleh
gadung.
Abu Dapur
Putih sedikit
Kecoklatan
Halus
Aroma pada gadung
dapat dimaknai
semakin lama
perendaman
menyebabkan
perubahan aroma
yang dihasil oleh
gadung.
Pada hasil yang didapat pada perendaman menggunakan air garam pada
perendaman hari pertama. Tekstur gadung masih terlihat keras. Warna dari gadung pun
terlihat berwarna kuning cerah. Pada saat pencucian air masih sangat keruh dikarenakan
kandungan HCN dan Discorine pada gadung mengalami pengeluaran dari pori-pori
gadung. Pada perendaman hari kedua menggunakan air garam. Tekstur gadung masih
sangat keras. Warna terlihat kuning sedikit pucat. Pada saat pencucian air masih sangat
keruh dikarenakan kandungan HCN dan Discorine dari umbi gadung mengalami
pengeluaran dari pori-pori gadung. Pada perendaman hari ketiga menggunakan air garam.
Tekstur gadung mengalami penyusutan dari bentuk. Warna terlihat kuning pucat. Pada
saat pencucian air masih sangat keruh dikarenakan kandungan HCN dan Discorine dari
umbi gadung mengalami pengeluaran dari pori-pori gadung. Pada perendaman hari
keempat menggunakan air garam. Tekstur gadung mengalami penyusutan yang cukup
signifikan terlihat dari bentuk dan juga warna terlihat putih kekuningan. Pada saat
pencucian air masih tampak tidak sekeruh air pencucian di hari pertama, kedua dan
ketiga. Pada perendaman hari kelima menggunakan air garam. Tekstur gadung
mengalami penyusutan yang cukup cepat terlihat dari bentuk yang awal nya keras
menjadi lembut. Warna berubah menjadi putih segar. Pada saat pencucian air bisa
dikatakan tidak keruh lagi.
Pada hasil yang didapat pada perendaman menggunakan abu dapur. Pada
perendaman hari pertama menggunakan abu dapur. Tekstur gadung masih terlihat keras.
Warna dari gadung pun terlihat berwarna kuning cerah. Pada saat pencucian air masih
sangat keruh dikarenakan kandungan HCN pada gadung mengalami pengeluaran dari
pori-pori gadung. Pada perendaman hari kedua menggunakan abu dapur. Tekstur gadung
masih sangat keras. Warna kuning cerah. Pada saat pencucian air masih sangat keruh
dikarenakan kandungan HCN dari umbi gadung mengalami pengeluaran dari pori-pori
gadung. Pada perendaman hari ketiga menggunakan abu dapur. Tekstur gadung masih
sangat keras. Warna terlihat kuning sedikit pucat. Pada saat pencucian air tampak tidak
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
889 http://sosains.greenvest.co.id
begitu keruh. Pada perendaman hari keempat menggunakan abu dapur. Tekstur gadung
sedikit lembut. Warna terlihat putih kekuningan. Pada saat pencucian air tidak sekeruh
pada saat pencucian di hari ketiga. Pada perendaman hari kelima menggunakan abu
dapur. Tekstur gadung sangat lembut warna putih segar. Pada saat pencucian air bias
dikatakan sudah bersih dan tidak tampak kekeruhan saat pencucian umbi gadung.
Pada hasil tabel 2 menunjukkan hasil observasi karakteristik dari tepung gadung
yaitu terlihat pada warna, tesktur dan aroma tepung gadung itu sendiri. Hasil analisis pada
warna tepung gadung dapat diartikan semakin lama perendaman, tepung yang dihasilkan
cenderung semakin putih. Perlakuan dengan perendaman dapat mempengaruhi penilaian
panelis terhadap warna tepung gadung (Agustawa, 2012). Warna putih ini juga dihasilkan
akibat adanya pigmen karotenoid pada bahan yang terlarut, sedangkan pada perlakuan 0
jam warna tepung yang dihasilkan cenderung kuning, hal ini dikarenakan adanya proses
browning dimana terjadi aktivasi enzim pada umbi gadung yang bereaksi dengan udara
saat proses pengirisan. Perendaman selama 96 jam menghasilkan warna tepung yang
putih hal ini dikarenakan adanya proses fermentasi yang mengandung mikroorganisme
yang mampu merubah warna produk fermentasi (Wulandari, Hersoelistyorini, &
Nurhidajah, 2017).
Efisiensi dalam menghilangkan racun dari umbi gadung itu terdapat pada
perendeman menggunakan air garam. Garam yang digunakan dalam perendeman sesuai
dengan pemakaian umbi gadung. Garam yang penulis gunakan pada perendaman umbi
gadung pada hari pertama sebanyak 100 gram dan air sebanyak 1 liter serta umbi gadung
yang di pakai sebanyak 1 kg. perendamaan dilakukan selama 5 hari dan pergantian air
garam selama 5 hari. Hasil yang di dapat cukup efisin walaupun banyak menyita waktu
dalam proses perendaman selama 5 hari tersebut. Kadar racun dari umbi gadung bisa
terlihat dari warna gadung itu sendiri dari yang berwarna kuning segar dan apabila racun
nya sudah menyusut dan hilang warna nya pada saat pencucian berwarna putih tak
berlendir.
Menurut hasil penelitian Suroto, Sakiman & Sriningsih (1995) menunjukkan,
dengan merendam irisan umbi kedalam larutan garam 15% selama 24 jam kadar HCN
turun menjadi 19,42 ppm. Hasil tersebut menunjukkan perendaman dengan NaCl dapat
menurunkan kandungan asam sianida (HCN). Penurunan HCN dengan metode
perendaman ini sesuai dengan pernyataan Suryani dan Wesniati (2000), bahwa pada
umumnya asam sianida dapat dihilangkan dengan perendaman, sebab sianida mempunyai
sifat fisik mudah larut dalam air. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Winarno (2004)
bahwa perendaman dengan air dapat merombak atau menguraikan HCN dari ikatan
glikosida sianogenik, sehingga HCN banyak yang larut dan terbawa oleh air. Pada saat
perendaman air juga terjadi proses difusi dan osmosis. Difusi pada saat perendaman
terjadi dengan larutnya sisa zat yang ada pada buah. Hal ini ditandai dengan kondisi air
yang berubah warna atau berbuih. Hal ini juga didukung oleh Harjo (2005) bahwa bila
perendaman semakin lama dengan demikian kadar HCN yang terlarut dalam air akan
keluar makin banyak.
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan diatas didapat kesimpulan dimana detoksifikasi umbi
gadung (Dioscorea hispida dennst) pada air garam teridentifikasi hari ke 5 pada warna
putih segar, sifat kandungan HCN dan Diskorin sudah dikatakan hilang, serta tekstur
berubah menjadi sangat lembut. Pada abu dapur teridentifikasi hari ke 5 pada warna
putih segar, sifat pada pencucian terakhir air terlihat bersih serta tekstur sangat lembut.
Tepung umbi gadung pada air garam karakteristik warna putih susu, tekstur halus, aroma
pada gadung dapat dimaknai semakin lama perendaman menyebabkan perubahan aroma
Uji Organoleptik Pemanfaatan Garam Dan Abu Dapur
Terhadap Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea
Hispida Dennst) Dalam Pembuatan Tepung
2021
Siska Erinda 890 884 878
yang dihasil oleh gadung dan pada abu dapur karakteristik warna putih sedikit kecoklatan,
aroma pada gadung dapat dimaknai semakin lama perendaman menyebabkan perubahan
aroma yang dihasil oleh gadung.
Bibliografi.
Ardiansari, Yasinta Marta. (2012). Pengaruh jenis gadung dan lama perebusan terhadap
kadar sianida gadung. Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.
Arianti, Miranti D. W. I. (2019). Perbandingan Kadar Sianida Menggunakan Metode
Asam Pikrat Dan Ninhidrin Pada Umbi Gadung Yang Direbus. Surabaya: Poltekkes
Kemenkes Surabaya.
Agustawa, R. 2012. Modifikasi Pati Ubi Jalar Putih (Ipomea Batatas L) Varietas Sukuh
dengan Proses Fermentasi dan Metode Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap
Karakteristik Fisik dan Kimia Pati. Skripsi. Jurusan teknologi Hasil Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Claudia, Ricca, Estiasih, Teti, Ningtyas, Dian Widya, & Widyastuti, Endrika. (2015).
Pengembangan Biskuit Dari Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea Batatas L.) Dan
Tepung Jagung (Zea Mays) Fermentasi: Kajian Pustaka [In Press September 2015].
Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 3(4).
Estiasih, Teti, Putri, Widya Dwi Rukmi, & Waziiroh, Elok. (2017). Umbi-umbian dan
Pengolahannya. Jawa Timur: Universitas Brawijaya Press.
Faizah, Nur. (2016). Toksisitas Campuran Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L.) Dan
Ubi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) Pada Mortalitas Larva Nyamuk Aedes
aegypti L.
Handayani, Puri, Khaidir, Khaidir, & Wirda, Zurrahmi. (2017). Pengaruh Jenis Umbi
Gadung (Dioscorea hispidaDennst.) Terhadap Kadar Bioetanol pada Proses
Fermentasi Menggunakan Ragi Roti. Agrium, 14(2), 4558.
Hardjo muljo. 2005. Tepung Gadung (Dioscorea Hispida Dennst) Bebas Sianida Dengan
Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. Jurnal matematika, Sains dan
Teknologi 6 (2):92-99.
Ningsih, T. R. I. Utami UTAMI. (2013). Pengaruh filtrat umbi gadung, daun sirsak dan
herba anting-anting terhadap mortalitas larva Spodoptera litura. LenteraBio:
Berkala Ilmiah Biologi, 2(1), 3336.
Putri Agustina, Serly. (2014). Pembuatan Plastik Biodegradable Menggunakan Pati Dari
Umbi Gadung. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
Rahayu, Kharisma Dwi Istin. (2018). Efektivitas Perasan Umbi Gadung (Dioscorea
hispidia Dennst) Terhadap Lama Waktu Kematian Kecoa Amerika (Periplaneta
americana). Surabaya: Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Rohmah, Ni’matur. (2018). Penentuan performansi analitik sensor stik pendeteksi
Sianida dengan pereaksi Ninhidrin dan aplikasinya pada umbi Gadung. Jawa
Timur: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Sari, Fitri Dian Nila. (2019). Uji Daya Terima Bolu Kukus dari Tepung Kulit Singkong.
Jurnal Dunia Gizi, 2(1), 111.
Suroto, Sakiman dan Sriningsih, E. (1995). Pemanfaatan gadung untuk berbagai produk
bahan pangan. Laporan penelitian. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri.
Banjar baru.
Sopian, I dan Nedi, S. 2014. Pemanfaatan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst)
Untuk Industri Makanan Keripik di Desa Malompong Kecamatan Maja Kabupaten
Majalengka. Skripsi. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.
Siwi Ratna Sumunar, 2015. Umbi Gadung Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
891 http://sosains.greenvest.co.id
Bioaktif Sumunar, dkk. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 1 p.108-112,
Januari 2015.
Wulandari, Catur Ayu, Hersoelistyorini, Wikanastri, & Nurhidajah, Nurhidajah. (2017).
Pembuatan Tepung Gadung (Dioscorea Hispidia Dennst) Melalui Proses
Perendaman Menggunakan Ekstrak Kubis Fermentasi. Prosiding Seminar Nasional
& Internasional, 1(1). Jakarta Pusat.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.