Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
883 http://sosains.greenvest.co.id
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui secara langsung identifikasi air
garam dan abu terhadap detoksifikasi umbi gadung dalam pembuatan tepung. Mengetahui
warna, tekstur dan sifat dari umbi gadung terhadap rendaman air garam dan abu dapur.
Mengetahui cara pembuatan tepung dari umbi gadung.
Umbi gadung mengandung kalori dan karbohidrat yang cukup tinggi. Gadung
mengandung kalori, lemak, dan karbohidrat lebih rendah daripada singkong. Namun,
kandungan protein gadung lebih tinggi dari singkong. Untuk kandungan zat gizi mikro,
kandungan kalsium dan besi lebih rendah dari singkong. Sedangkan kandungan posphor,
vitamin B dan air lebih tinggi daripada singkong. Kandungan utama umbi gadung yang
berupa karbohidrat memberikan kontribusi positif, bahwa umbi gadung merupakan bahan
pangan sebagai sumber karbohidrat. Umbi gadung dijadikan sebagai pangan alternatif
pada saat musim kemarau tiba. Selain itu, dengan komponen utama karbohidrat, umbi ini
berpotensi dijadikan sebagai bahan industri pengolahan tepung dan produk lainnya
(Claudia, Estiasih, Ningtyas, & Widyastuti, 2015).
Selain mengandung zat gizi, umbi gadung juga mengandung alkaloid
dioskorin, yaitu suatu substansi yang bersifat relatif basa, mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, dan seringkali bersifat toksik (Faizah, 2016). Umbi gadung juga
mengandung diosgenin yang juga termasuk golongan alkaloid, dioskorin bersifat lebih
toksik dibanding dengan diosgenin, namun keduanya sering menyebabkan keracunan
apabila gadung dikonsumsi (Estiasih, Putri, & Waziiroh, 2017).
Dalam protein umbi gadung terdapat asam amino glutamat yang jumlahnya
signifikan. Sebagaimana diketahui, asam amino tersebut bersifat umami (gurih) apabila
dikonsumsi. Oleh sebab itu, makanan olahan umbi gadung memberikan rasa lebih gurih
dari pada makanan olahan yang dibuat dari umbi-umbian lainnya. Selain mengandung zat
gizi, umbi gadung juga mengandung alkaloid dioskorin, yaitu suatu substansi yang
bersifat relatif basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, dan seringkali bersifat
toksik (Ningsih, 2013).
Secara teori, kandungan sianida umbi gadung segar yaitu 50─400 mg/kg.
Sedangkan kandungan asam sianida pada gadung berdasarkan penelitian yaitu 120 mg/kg.
Kemudian kandungan sianida gadung berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu 469
mg/kg. Berdasarkan standar SNI, asam sianida hanya boleh terdapat dalam produk
pangan secara alami atau sebagai akibat dari penambahan perisa alami. Batas sianida
dalam produk pangan (makanan) maksimal 1 ppm (Arianti, 2019).
Sianida dalam bentuk bebas berupa asam sianida (HCN), sedangkan dalam
bentuk terikat berupa senyawa glikosida yakni linamarin dan lotausralin. Asam sianida ini
merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis senyawa glukosida sianogenik
seperti linamarin, lotaustralin, dan durin. Sebagai sumber karbohidrat alternatif pada saat
paceklik, sebenarnya produk olahan gadung aman untuk dikonsumsi, walaupun
kandungan karbohidratnya lebih rendah dibandingkan dengan beras. Oleh karena itu,
umbi gadung harus dibudidayakan, dengan menanam satu buah umbi gadung dari setiap
pohonnya tanpa disiram dan dipupuk, gadung dapat tumbuh. Umbi gadung memiliki
karbohidrat (pati) yang cukup tinggi. Dalam 100 g bagian yang dapat dimakan,
mengandung 101 Kalori, 2,1 g protein, 0,2 g lemak, dan 23,2 g karbohidrat.
Gadung dapat diolah dengan cara seperti umbi diiris tipis-tipis, dicuci dengan
air segar atau direbus beberapa kali dengan air garam, atau direndam dalam air mengalir.
Umbinya dapat diekstrak menjadi tepung dan digunakan untuk berbagai keperluan
industri dan masakan. Seringkali ekstrak umbinya digunakan untuk racun binatang
(antara lain ikan), atau pengusir hama pada tanaman. Kadangkala tumbukan umbinya
digunakan secara eksternal sebagai antiseptik dan air rebusannya dan dapat diolah
menjadi alkohol. Umbi gadung yang dikonsumsi masyarakat dikelompokkan menjadi dua