Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
892 http://sosains.greenvest.co.id
KERAHASIAAN BANK SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN DATA
NASABAH (KASUS PADA PT. BANK CIMB NIAGA TBK)
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana
Universitas Nusa Cendana, Indonesia
Diterima:
22 Juli 2021
Direvisi:
11 Agustus 2021
Disetujui:
15 Agustus 2021
Abstrak
Perbedaan tafsiran antara PT.Bank CIMB Niaga TBK dengan
instansi penegak hukum terkait ketentuan pembukaan rahasia
bank. Di satu sisi PT. Bank CIMB Niaga TBK sebagai sebuah
lembaga perbankan harus menjaga kepercayaan dari nasabah,
sementara di sisi yang lain instansi penegak hukum
mempertimbangkan bahwa hal ini adalah kendala di dalam
penegakan hukum, dikarenakan sangat sukar untuk memberikan
deskripsi mengenai informasi mana yang merupakan rahasia
bank dan informasi mana yang bukan merupakan rahasia bank.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
penerapan rahasia bank di Indonesia dan untuk mengetahui dan
menganalisis masalah pengungkapan rahasia bank yang
dilakukan secara seimbang. Metode penelitian yang
dipergunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian
menunjukan (1) Penerapan rahasia bank sebagai bentuk
perlindungan hukum kepada nasabah terdiri dari perlindungan
hukum preventif dan represif; (2) Problematika pengungkapan
rahasia bank antara kepentingan negara dan perlindungan
kepada nasabah harus dilakukan secara seimbang agar tidak
timbul opini publik bahwa seolah-olah rahasia bank sudah tidak
relevan lagi keberadaannya. Kesimpulannya adalah penerapan
rahasia bank dilakukan dengan dua bentuk yaitu perlindungan
hukum secara preventif yang diberikan dalam bentuk penjelasan
atau informasi lisan dari pihak bank dan perlindungan represif
yang dilakukan dengan menjatuhkan sanksi ganti kerugian, dan
sebagai bentuk keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum diatur dalam pasal 41, pasal 41 ayat, Pasal
42, Pasal 43, pasal 44 dan Pasal 44 A sebagai bentuk dari
kepastian hukum atas perlindungan data nasabah.
Kata kunci: Kepercayaan, Perlindungan Data Nasabah,
Rahasia Bank
Abstract
Differences in interpretation between PT. Bank CIMB Niaga
TBK with law enforcement agencies related to the provisions of
the opening of bank secrets. On the one hand PT. Bank CIMB
Niaga TBK as a banking institution must maintain the trust of
customers, while on the other hand law enforcement agencies
consider that this is an obstacle in law enforcement, because it is
very difficult to provide a description of which information is
bank confidential and which information is not a bank secret.
The purpose of this research is to know and analyze the
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 893
application of bank secrets in Indonesia and to know and
analyze the problem of bank secret disclosure conducted in a
balanced manner. The research method used is normative
juridical. The results showed (1) The application of bank secrets
as a form of legal protection to customers consists of preventive
and repressive legal protection; (2) The problem of disclosure of
bank secrets between state interests and protection to customers
must be done in a balanced manner so as not to arise public
opinion that as if the bank's secrets are no longer relevant. The
conclusion is that the application of bank secrets is carried out
in two forms, namely preventive legal protection provided in the
form of explanation or oral information from the bank and
repressive protection carried out by imposing sanctions
indemnity, and as a form of balance between the interests of
individuals and the public interest is stipulated in article 41,
article 41 paragraph, Article 42, Article 43, article 44 and
Article 44 A as a form of legal certainty over the protection of
customer data.
Keywords: Trust, Customer Data Protection, Bank Secrets
Pendahuluan
Kerahasiaan bank merupakan jiwa dari sistem perbankan yang didasarkan pada
kelaziman dalam praktik perbankan, perjanjian kontrak antara bank dengan nasabah, serta
peraturan tertulis yang ditetapkan oleh negara, sehingga sampai saat ini, rahasia bank
tetap diterapkan oleh perbankan dalam menjalankan usahanya. Suatu kelaziman atau
disamakan dengan kebiasaan adalah sebuah peristiwa sama ataupun terjadi secara
bersamaan yang terus menerus dalam kegiatan tertentu, sehingga perlu dipahami bahwa
kebiasaan bukanlah merupakan hukum, tetapi suatu kebiasaan dapat menjadi sebuah
hukum memerlukan dua unsur yaitu pola tindak yang berulang dan masyarakat menerima
pola tindakan tersebut sebagai sesuatu yang harus mereka patuhi dan diterima sebagai
aturan yang mengikat (opinion iurus necessitates), berdasarkan teori rahasia bank yang
bersifat mutlak maka bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau
keterangan keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan
usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar
biasa. Teori ini sangat menunjukkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara
dan masyarakat sering terabaikan. Penganut teori ini berpendirian, bahwa semua hal yang
bersangkutan dengan orang, mutlak harus di rahasiakan tanpa pengecualian. Teori ini
sangat bersifat individualistis di mana sangat bertentangan dan tidak menghargai akan
kepentingan umum.
Kemudian, berkembanglah teori rahasia bank yang bersifat relatif atau nisbi di
mana menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan
mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk
kepentingan negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di
banyak negara di dunia sehingga dengan adanya pengecualian di dalam ketentuan rahasia
bank memungkinkan untuk kepentingan tertentu suatu badan atau Instansi diperbolehkan
meminta keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
898 http://sosains.greenvest.co.id
Bagi Indonesia, ketentuan terkait rahasia bank menjadi suatu problematika dalam
penegakan hukum khususnya terkait dengan tindak pidana yang menggunakan bank
sebagai suatu lembaga untuk menyimpan dana dari hasil tindak pidana tersebut.
Ketentuan terkait rahasia bank tersebut seringkali menimbulkan suatu kesan bagi
masyarakat, bahwa bank mempunyai kepentingan dalam menjalankan usahanya sehingga
dengan sengaja menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah atau
debitur, baik orang perseorangan atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan
masyarakat. Dengan perkataan lain bahwa perbankan bersembunyi di balik ketentuan
rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar dengan
tujuan untuk tetap menjalankan usaha perbankan tersebut guna memperoleh keuntungan
semata. Akan tetapi di satu sisi yang lain, maka bank akan dianggap sebagai lembaga
kepercayaan oleh nasabah karena bank yang mempunyai tugas sepatutnya dan seharusnya
melindungi serta merasakan terkait dengan nasabah nya apabila nasabah tersebut yang
jujur dan bersih.
Hal tersebut mengakibatkan bank di Indonesia berada di dalam dua sisi yang
sangat sulit, di mana ada kemungkinan apabila bank tetap menjaga kerahasiaan bank yang
ketat menganut teori rahasia bank mutlak tidak tertutup kemungkinan industri perbankan
muncul sebagai tempat penyimpanan hasil tindak pidana seperti hasil tindak pidana
korupsi, penggelapan uang, pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Oleh karena itu,
hal yang harus dipahami adalah bahwa rahasia bank sangat erat hubungannya dengan
perlindungan data dari nasabah, baik perlindungan data tersebut dari pihak eksternal
maupun dari pihak internal bank itu sendiri akan tetapi perlindungan data tersebut juga
harus berimbang dengan kebutuhan dari masyarakat atau negara guna penegakan hukum
di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan mendefenisikan
bank sebagai badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Qamar &
Djanggih, 2017). Awal terbentuknya hubungan nasabah dengan lembaga perbankan
didasarkan adanya kepercayaan bahwa bank akan memberikan keuntungan kepada
nasabah, baik berupa bunga atas simpanannya ataupun rasa aman bahwa uang yang
disimpan berada pada lembaga yang aman. Kondisi demikian inilah maka perbanakan
mendapat julukan sebagai lembaga kepercayaan (agent of trust). Untuk rahasia bank di
Indonesia diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang menyatakan: Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa bank di Indonesia wajib
menerapkan rahasia bank, dimana rahasia bank yang diterapkan sebatas dan terbatas pada
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, sehingga keterangan selain
terkait dengan nasabah penyimpan dan simpanannya bukan merupakan rahasia bank,
misalnya keterangan mengenai debitur dan pinjamannya. Akan tetapi rahasia bank
tersebut tidak diterapkan secara mutlak karena ada beberapa pengecualian yakni untuk
kepentingan pajak, kepentingan peradilan pidana, kepentingan peradilan perdata antara
bank dengan nasabah penyimpannya, tukar menukar informasi antar bank, badan urusan
piutang dan lelang negara atau panitia urusan piutang negara dan pihak yang ditunjuk
oleh nasabah penyimpan panitia urusan piutang (Sarapi, 2013).
Disamping itu, dalam pengecualian terhadap rahasia bank juga diatur secara
terpisah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 895 889
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 72 ayat 1 yang
menyatakan bahwa Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana
Pencucian Uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta Pihak
Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari:
a.
Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik;
b.
Tersangka; atau
c.
Terdakwa.
Hal ini dipertegas pada Pasal 72 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam meminta
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, bagi penyidik, penuntut umum atau
hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia
bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lain. Oleh karena itu, mengacu kepada Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut maka bank di Indonesia tidak
boleh menerapkan rahasia bank terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang (Jailani,
2019).
Salah satu contoh kasus yang terjadi terkait dengan pembukaan rahasia bank
adalah dalam putusan Nomor 57/PID.SUS/2019/PT.DKI dengan terdakwa atas nama
Devy Yuliana yang merupakan pemilik dari PT. Prima Sakti Sentosa dan PT. Untung
Jaya Sejahtera beserta anak perusahaannya. Perusahan ini bergerak dalam bidang
supplier, trading dan investasi akan tetapi kegiatan yang dilakukan oleh semua
perusahaan hanya tukar valas sepeti halnya money changer dan dalam melakukan
transaksi keuangan terdakwa menggunkan dan menguasai banyak rekening bank atas
nama sendiri dan juga atas nama beberapa karyawan terdakwa serta atas nama
perusahaan, yang selanjutnya digunakan untuk menerima pentransferan uang dari pelaku-
pelaku jaringan narkotika agar tidak dapat diketahui oleh aparat penegak hukum, dengan
tujuan agar transaksi yang dilakukan tidak terlihat asal usulnya dari hasil tindak pidana
dalam kurun waktu antara 2010 sampai dengan 2017. Terdakwa akhirnya dijatuhi
hukuman pidana selama 18 tahun penjara dengan denda 1 Miliar Subsider 6 bulan penjara
serta beberapa barang bukti dirampas untuk negara dan adapula yang dikembalikan.
Faktanya, seluruh permintaan untuk pembukaan rahasia bank yang disampaikan
kepada PT. Bank CIMB Niaga Tbk tidak dapat terpenuhi seluruhnya, hal ini dikarenakan
ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan PT. Bank CIMB Niaga Tbk untuk
menjaga rahasia bank walaupun di dalam peraturan perundang-undangan ada
pengecualian. Akan tetapi hal ini yang kurang dipahami adanya pengecualian tersebut
dapat dipenuhi apabila permintaan pembukaan rahasia bank tersebut dilakukan sesuai
dengan tata cara yang telah ditetapkan peraturan perundang- undangan, selama hal
tersebut tidak dilakukan oleh pihak ketiga yang meminta dibukanya rahasia bank, maka
hal tersebut tidak dapat dilakukan. Hal ini karena adanya ketidakjelasan informasi di
dalam permohonan untuk pembukaan rahasia bank.
Hal di atas yang mengakibatkan PT. Bank CIMB Niaga Tbk sering dianggap oleh
instansi penegak hukum sebagai sebuah lembaga yang sangat sulit ditembus untuk
memperoleh data guna kepentingan penegakan hukum. Selain itu, perkembangan praktek
perbankan yang sudah berkembang khususnya di PT. Bank CIMB Niaga Tbk dimana
tidak tertutup kemungkinan bahwa nasabah juga merupakan debitur, sehingga sangat
susah untuk memberikan batasan-batasan mengenai keterangan mana yang merupakan
rahasia bank dan keterangan mana yang tidak merupakan rahasia bank. Hal ini perlu
dipahami karena bagaimanapun juga rahasia bank merupakan suatu hal yang lazim
diterapkan di dalam perbankan dikarenakan pada dasarnya rahasia bank merupakan
perlindungan bank atas data-data nasabah yang telah diberikan kepada bank berdasarkan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
896 http://sosains.greenvest.co.id 889
kepercayaan, sedangkan disatu sisi lain instansi penegak hukum memandang bahwa hal
ini adalah hambatan di dalam penegakan hukum.
Perbedaan pandangan antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan instansi penegak
hukum ini yang telah lama terjadi dan merupakan sumber permasalahan sehingga dapat
mengganggu perkembangan industri perbankan maupun penegakan hukum di Indonesia.
Perbedaan pandangan tersebut terjadi dikarenakan ketidakjelasan dan ketidakpahaman
baik instansi perbankan maupun penegak hukum terhadap ketentuan pembukaan rahasia
bank. Di satu sisi PT. Bank CIMB Niaga Tbk sebagai sebuah bank harus menjaga
kepercayaan dari nasabah penyimpan sehingga tidak bisa dengan mudah memberikan
data-data nasabah yang merupakan rahasia bank apabila tidak didukung dengan
permintaan yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Walaupun demikian,
perlu juga menjadi perhatian bagi bank guna mempermudah khususnya pemahaman dan
pengetahuan dari seluruh pihak di PT. Bank CIMB Niaga Tbk maka sebaiknya hal terkait
dengan rahasia bank yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan tersebut
dituangkan di dalam kebijakan internal dari PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Oleh karena itu,
perbedaan pandangan yang bertolak belakang tersebutlah yang menjadi latar belakang
penelitian ini dilakukan, dimana penelitian ini dilakukan dengan judul “Kerahasiaan Bank
Sebagai Bentuk Perlindungan Data Nasabah (Kasus Pada PT. Bank CIMB Niaga Tbk)”.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis penerapan rahasia bank pada
perbankan di Indonesia, untuk mengetahui dan menganalisis problematika pengungkapan
rahasia bank antara kepentingan negara dan kepentingan perlindungan kepada nasabah
yang dilakukan secara seimbang. Manfaat Penelitian sebagai bahan masukan atau
pertimbangan atau acuan bagi perbankan di Indonesia dalam pengaturan rahasia bank
tersebut dengan perlindungan data nasabah yang diberikan nasabah kepada bank
berdasarkan prinsip kepercayaan kepada bank, sebagai bahan masukan atau pertimbangan
atau acuan bagi nasabah dari perbanakan Indonesia untuk mengetahui batasan terkait
dengan rahasia bank dan perlindungan data nasabah sehingga dapat memastikan bahwa
tindakan yang dilakukan perbankan terkait dengan rahasia bank dan perlindungan data
nasabah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai bahan masukan atau acuan
bagi instansi pemerintah terkait dengan pengaturan rahasia bank dan perlindungan data
nasabah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode yuridis normatif, dimana peneliti memeriksa
materi hukum sekunder. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer dilapangan
untuk menjawab permaslahan. Penelitian normatif, mengharuskan dilakukannya
pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan pendekatan kasus (case
approach). Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan. Hasil penelitian yang akan
menjawab permasalahan setidak-tidaknya dalam menganalisis masalah harus tampak
jelas jawaban berupa true, appropriate, inappropriate atau wrong. Penelitian ini akan
mengulas mengenai asas dan teori hukum untuk menganalisis permasalahan hukum yang
ada.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan Rahsia Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah
Bank sebagai suatu lembaga keuangan mempunyai kewajiban untuk
merahasiakan data nasabah menjadi sangat penting bagi bank itu sendiri terlebih lagi
didalam bank menjalankan usahanya, dimana usahanya tersebut dilakukan berdasarkan
kepercayaan masyarakat. Hal ini dikarenakan, masyarakat hanya akan menyimpan
uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank dapat memberikan
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 897
kepercayaan dan jaminan bahwa atas hal-hal yang diketahui bank terkait dengan
penyimpan dan simpanannya serta informasi lainnya tentang nasabah tidak
disalahgunakan. Hal tersebut berakibat munculnya suatu hak yaitu nasabah dapat
meminta bank untuk merahasiakan keterangan tentang dirinya dan keadaan keuangannya.
Oleh karena itu, sangat jelas bahwa keberadaan ketentuan rahasia bank adalah untuk
kepentingan industri perbankan, yang sekaligus untuk kepentingan umum (Tulenen,
2016). Karena sebagaimana diketahui, industri perbankan merupakan suatu unsur yang
sangat penting dari sistem keuangan dan perekonomian suatu negara. Di beberapa negara
ketentuan tentang rahasia bank ini menjadi dan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia sehingga manusia,
berdasarkan harkat kemanusiaannya, bukan karena masyarakat atau negara memberikan
kepada manusia sehingga ketentuan rahasia bank itu sendiri pada beberapa negara lahir
dari konsep hak asasi manusia antara lain Amerika Serikat, Belanda, Jerman dan Korea
Selatan. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang
terdiri dari 37 Pasal yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang asli sebelum
adanya perubahan tidak memberikan dasar yang eksplisit seperti di beberapa negara
tersebut untuk pengaturan masalah rahasia bank (SP, 2014). Hal ini jika ditinjau dari segi
sejarah mungkin disebabkan karena Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 dibuat dalam situasi yang mendesak dan terlebih lagi pada saat itu jumlah bank
yang ada di Indonesia hanya beberapa saja dan masalah rahasia bank pada waktu itu
dianggap bukanlah sebagai masalah Hak Asasi Manusia dan tidak mendesak untuk diatur
sehingga tidak diatur didalam Undang-Undang Dasar. Walaupun setelah itu jumlah bank
di Indonesia terus berkembang, Hal mengenai ketentuan rahasia bank di Indonesia tidak
diatur sebagai Hak Asasi Manusia, hal ini terbukti dengan setelah keluarnya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
mana undang-undang ini dikeluarkan sebagai suatu tonggak sejarah penegakkan Hak
Asasi Manusia di Indonesia tetap juga tidak mengatur masalah rahasia bank secara
khusus ataupun financial privacy secara eksplisit. Walaupun demikian, apabila dilihat
secara umum maka ada salah satu pasal yang dapat dikatakan mendekati masalah ini,
yaitu Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang berbunyi bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya. Berdasarkan pasal tersebut
maka perlindungan diri pribadi dan hak miliknya dapat dikatakan sebagai perlindungan
atas kekayaan yang merupakan milik dari orang tersebut dimana jika dikaji lebih luas
maka kekayaan tersebut bisa juga termasuk berupa simpanan yang ada di bank.
Pada dasarnya hubungan antara bank dan nasabah adalah bersifat perdata. Dasar
dari hubungan bank dan nasabah muncul dan dilandaskan pada suatu perjanjian atau
kontrak yang dibuat antara keduanya. Pembuatan perjanjian atau kontrak ini didasarkan
pada asas kebebasan berkontrak dari masing-masing pihak (Vediani, 2016). Perjanjian
atau kontrak inilah yang melahirkan adanya hubungan antara bank dan nasabah didalam
melakukan transaksi perbankan. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu prinsip dalam
hukum perjanjian adalah perjanjian wajib dilaksanakan dengan itikad baik, dimana itikad
baik dari para pihak tersebut mengakibatkan munculnya kewajiban bank untuk menjaga
rahasia bank dengan tujuan utama adalah memberikan perlindungan nasabah yang mana
dalam hal ini kewajiban tersebut timbul dari hubungan kontraktual tersebut walaupun hal
itu dimungkinkan ditetapkan oleh suatu peraturan perundang-undangan dengan tujuan
yang sama akan tetapi apabila diatur dengan peraturan perundang-undangan maka
dimungkinkan terjadi pergeseran dimana tadinya hanya merupakan hubungan perdata
mengakibatkan adanya unsur pidana yang memungkinkan dapat diterapkan pada
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
898 http://sosains.greenvest.co.id
hubungan kontraktual tersebut, sehingga ketentuan mengenai rahasia bank menjadi
diperketat (Yasin, 2019). Walaupun demikian, perlu menjadi perhatian bahwa atas rahasia
bank harus juga diberikan pengecualian dengan tujuan untuk kepentingan dari para pihak
yang membuat perjanjian ataupun kepentingan umum khususnya didalam penegakan
hukum. Oleh karena itu, dalam hal bagaimana kerahasiaan itu dapat dibuka, juga dapat
diatur dalam suatu perjanjian atau kontrak yang dibuat tersebut. Akan tetapi apabila diatur
didalam perjanjian atau kontrak maka dapat menimbulkan penerapannya yang berbeda-
beda perjanjian atau kontrak yang satu dengan yang lain. Hal tersebut akan berbeda
apabila diatur didalam peraturan perundangan-undangan maka penerapannya wajib
mengikuti peraturan perundang-undangan tersebut.
Hubungan principal dan agen terjadi dalam hal nasabah memberi mandat kepada
bank untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu terhadap rekening miliknya yang ada
pada bank, misalnya didalam hal bank menagihkan cek atau bilyet giro milik nasabahnya
atau bank menjalankan kuasa dari nasabah dalam pembayaran tagihan nasabah kepada
pihak ketiga. Bentuk-bentuk hubungan ini membawa dampak terhadap kewajiban yang
menjadi tanggungjawab oleh bank terhadap nasabahnya (Monica, Murwadji, &
Suwandono, 2019). Dalam hal hubungan antara bank dan nasabahnya adalah hubungan
kepercayaan (fiduciaty relationship) maka bank memiliki kewajiban bertindak untuk
kepentingan terbaik dari nasabahnya. Perkembangan bentuk hubungan tersebut terjadi
karena luasnya jasa perbankan, sehingga banyak pelayanan yang dinikmati oleh nasabah
dan banyak juga keterangan mengenai nasabah yang disimpan dibank seperti keterangan
nasabah dengan menggunakan cek atau bilyet giro atau kartu kredit, pembayaran
berkaitan dengan transaksi-transaksi pribadi yang dilakukan nasabah, dimana hal tersebut
seringkali bersifat rahasia dan tidak ingin diketahui oleh pihak lain dikarenakan dari
keterangan yang ada dibank maka dapat diketahui kegiatan seseorang dalam hal ini
nasabah, dimana saja dia berada pada waktu tertentu, pola konsumsinya, besar
pemasukkan dan pengeluaran, organsisasi yang dimasukinya atau disumbangnya dan
lain-lain.
Perlindungan terhadap nasabah ini diperlukan terutama terhadap kemungkinan
adanya campur tangan pemerintah yang mempunyai kekuasaan yang besar untuk
mengakses informasi nasabah tersebut. Apabila perlindungan tersebut tidak ada, maka
akan sangat mudah bagi penguasa atau pemerintah untuk melakukan tindakan sewenang-
wenang terhadap nasabah bank yang merupakan rakyatnya sendiri sehingga berakibat
nasabah merasa tidak mempunyai keamanan dan kenyamanan dalam transaksi perbankan
(Fahrurrozi, Murwadji, & Rukmini, 2020). Hal ini tampaknya sudah disadari oleh semua
pihak bahwa perlu adanya kerahasiaan dan perlindungan atas hal tersebut, dimana
kesadaran itu juga dirasakan termasuk oleh bank yang menjalankan usaha berdasarkan
kepercayaan nasabahnya. Perlindungan demikian semakin dipandang perlu di dalam
kemajuan teknologi komputer dewasa ini dan dalam suasana kehidupan masyarakat yang
serba kompleks dan sibuk dimana menjadi sangat mudah untuk melakukan pengumpulan
dan penyebarluasan informasi khususnya terkait dengan nasabah. Disamping itu,
perlindungan ini semakin diperlukan dengan semakin gencarnya usaha-usaha pemasaran
yang seringkali menimbulkan pertukaran informasi mengenai nasabah antara satu
lembaga dengan lembaga lain atau antara satu bank dengan bank lain.
Apabila ada perjanjian antara bank dan nasabah, maka rahasia bank bersifat
kontraktual, sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang keadaan keuangan
nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi atau
cidera janji. Apabila tidak ada perjanjian, kewajiban bank mempertahankan rahasia bank
didasarkan pada peraturan perundang- undangan atau konsep hukum lainnya, seperti
konsep perbuatan melawan hukum. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
899 http://sosains.greenvest.co.id 889
tentang nasabahnya yang merugikan nasabah bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan
alasan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini nasabah harus membuktikan kerugian
yang dialaminya karena pembocoran rahasia bank tersebut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan menunjukkan ada perubahan yang dilakukan
atas pengaturan mengenai rahasia bank secara parsial dan prinsipil. Salah satu perubahan
dan penyempurnaan terhadap ketentuan rahasia bank yang dilakukan itu dinilai telah
mengakomodir kebutuhan dari tuntutan yang luas mengenai perlunya perubahan
ketentuan rahasia bank. Beberapa perubahan yang mendasar pada ketentuan rahasia bank
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagai berikut:
1. Ruang lingkup rahasia bank dipersempit hanya meliputi nasabah penyimpan
dana dan simpanannya saja. Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan
yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan
keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.
Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank menurut Undang-Undang.
Sebelum terjadinya perubahan, ruang lingkup kerahasiaan itu sendiri sangat
luas, yaitu meliputi nasabah penyimpan dana, nasabah peminjam dana dari bank
(debitur) dan nasabah pengguna jasa bank.
2. Dalam pengecualian ketentuan rahasia bank ditambahkan beberapa hal, yaitu:
a) Dimungkinkannya Ketua Badan Urusan Piutang dan Lelang negara untuk
meminta keterangan tentang keadaan keuangan penyimpan dana.
b) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah dapat
membuka rahasia bank.
c) Ahli waris berhak untuk mengetahui keadaan keuangan dari orang yang
diwariskan.
d) Dimungkinkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa bank, apabila
bank tersebut mengelola keuangan negara.
e) Perizinan untuk memberikan pengecualian rahasia bank diberikan oleh
Pimpinan Bank Indonesia. Izin akan diberikan sepanjang permintaan
tersebut telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemberian izin oleh Bank
Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap.
f) Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank diperberat.
Pihak- pihak yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
keterangan yang bersifat rahasia bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama empat tahun serta
denga sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar Rupiah)
dna paling banyak Rp.200.000.000.000,- (dua ratus milyar Rupiah).
Sementara untuk anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank dan
pihak terafiliasi yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
thun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.4.000.000.000,- (empat miliar Rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,- (delapan miliar Rupiah).
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
900 http://sosains.greenvest.co.id
dalam rangka meningkatkan kontrol sosial terhadap lembaga perbankan, ketentuan
mengenai rahasia bank yang selama ini sangat tertutup harus ditinjau ulang. Rahasia bank
dimaksud merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, tetapi tidak seluruh
aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal yang dirahasiakan (Simanjuntak, 2020).
Selanjunya pada tanggal 31 Desember 1998 Bank Indonesia mengeluarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/182/KEP/DIR tentang Persyaratan dan
Tatacara Pemberian Izin atau Perintah Membuka Rahasia Bank sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Perbankan. Rincian lebih lanjut dari Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia tersebut diantarkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/20/UPPB
tanggal 31 Desember 1998. Kemudian dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi, Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia tersebut digantikan dan dicabut oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/19/PBI/2000 tanggal 7 September 2000. Walaupun Surat Keputusan Direksi dan
Peraturan Bank Indonesia tersebut merupakan peraturan pelaksanaan saja, tetapi
tampaknya mengatur sesuatu yang baru yang tidak terkait langsung dengan izin rahasia
bank yang sebelumnya belum jelas pengaturannya, yaitu:
1. Pasal 10 ayat 1 Surat Keputusan tersebut menyatakan bahwa pemblokiran
dan/atau penyitaan Simpanan atas nama tersangka atau terdakwa dapat
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
tanpa memerlukan izin dari pimpinan Bank Indonesia. Hal ini diatur
kembali dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000.
2. Pasal 11 ayat 2 SK Direksi tersebut menyatakan bahwa pemberian
keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan dana diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan bank dengan memperhatikan adanya
kaitan yang erat antara keterangan yang diminta dengan peminta
keterangan serta kepentingan penegakan hukum yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum. Masalah ini tidak diatur didalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, karena pengaturan semacam itu dianggap
telah mengatur masalah baru yang tidak diatur oleh Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998.
Untuk rahasia bank di Indonesia diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam Pasal 41,
Pasal 41 A, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A. Dimana pasal-pasal tersebut adalah
pengecualian dari diterapkannya rahasia bank seperti untuk kepentingan pajak,
kepentingan peradilan perdata antara bank dengan nasabah, tukar menukar informasi
antar bank, kepentingan peradilan pidana, badan urusan piutang dan lelang negara atau
panitia urusan piutang negara dan pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan panitia
urusan piutang, dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah dapat
membuka rahasia bank (Christian, Nasution, Suhaidi, & Siregar, 2016). Bank sebagai
suatu lembaga keuangan mempunyai kewajiban untuk merahasiakan data nasabah
menjadi sangat penting bagi bank itu sendiri terlebih lagi didalam bank menjalankan
usahanya, dimana usahanya tersebut dilakukan berdasarkan kepercayaan masyarakat. Hal
ini dikarenakan, masyarakat hanya akan menyimpan uangnya pada bank atau
memanfaatkan jasa bank apabila bank dapat memberikan kepercayaan dan jaminan
bahwa atas hal-hal yang diketahui bank terkait dengan penyimpan dan simpanannya serta
informasi lainnya tentang nasabah tidak disalahgunakan.
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 901
Berdasarkan hal tersebut, maka dasar ketentuan rahasia bank dalam prakteknya
dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu Ketentuan Rahasia Bank merupakan kelaziman
dalam industri perbankan Menjalankan usaha bank berbeda dengan usaha perdagangan.
Bank adalah badan usaha yang menjalankan usaha berdasarkan kepercayaan masyarakat,
Ketentuan Rahasia Bank didasarkan pada perjanjian antara bank dan nasabah Dasar dari
adanya kewajiban bank untuk memegang teguh rahasia bank seringkali didasarkan pada
perjanjian atau kontrak antara bank dan nasabah, dan Pengaturan masalah rahasia bank
dalam Undang-Undang dapat bersifat perdata, dengan ancaman hukuman denda perdata
(civil penalties) atas pelanggarannya dan dapat juga bersifat pidana dengan ancaman
hukuman pidana berupa hukuman badan dan/atau denda, ada juga yang
mengkombinasikan kedua hal tersebut, yaitu pelanggaran rahasia bank diancam dengan
sanksi pidana disamping sanksi perdata.
Penerapan dari rahasia bank itu sendiri hanya terbatas pada nasabah penyimpan
dan simpanannya, sehingga keterangan lain selain terkait nasabah dan simpanannya
adalah bukan rahasia bank seperti keterangan mengenai debitur dan pinjamannya, tetapi
dalam praktek sulit untuk memberikan batasan mengenai keterangan mana yang
merupakan rahasia bank dan keterngan mana yang bukan merupakan rahasia bank.
Subekti berpendapat, bahwa asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menerangkan bahwa segala
perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari
pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak (Subekti, 1995).
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri,
sebab apabila nasabah penyimpan tidak mempercayai bank dimana ia menyimpan
simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya (Wahyudi, 2019).
Dengan begitu, walaupun dalam perjanjian tidak diatur secara eksplisit, tetapi
berlandaskan itikad baik, maka perjanjian antara bank dengan nasabah dianggap
mencantumkan secara diam-diam kewajiban merahasiakan tentang nasabah dan
simpanannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa salah satu kewajiban
pelaku usaha adalah beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha. Walaupun segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah debitur dan
pinjamannya tidak wajib dirahasiakan menurut undang-undang, tetapi bukan berarti
keterangan mengenai debitur tersebut dapat saja diberikan ole hank kepada siapa saja.
Apabila bank tidak merahasiakan keterangan tentang debiturnya, maka tidak tertutup
kemungkinan bank digugat oleh nasabahnya secara perdata dengan alasan cidera janji
(wanprestasi) atau perbuatan melawan hukum. bank dapat dianggap cidera janji apabila
kewajiban merahasiakan itu terdapat didalam perjanjian antara bank dan nasabah baik
secara eksplisit maupun implisit. Bank dapat digugat karena melakukan perbuatan
melawan hukum apabila tindakan bank membeberkan keterangan tentang debitur
menimbulkan kerugian bagi debiturnya. Sudah tentu kerugian ini harus dibuktikan oleh
debitur yang ditugikan di pengadilan.
Perlu juga disadari bahwa korelasi antara pengaturan dunia perbankan dengan
kegiatan perbankan itu sendiri sangatlah erat. Ingo Walter dalam High Performance
Financial System: Blueprint for Development mengatakan bahwa a small changes in
financial regulation can bring about truly massive changes in financial activity. Untuk itu
pembuatan (drafting) atau perbaikan (revision) peraturan perundangan- undangan di
sektor perbankan serta penegakannnya harus dilakukan secara hati-hati dengan
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
902 http://sosains.greenvest.co.id 889
memperhatikan akibat ekonominya serta dalam rangka melindungi fungsi perbankan
dalam perekonomian negara dan upaya untuk memantapkan kepercayaan masyarakat
pada industri perbankan (Juwana, 2002).
Tujuan menjaga keamanan bank dibutuhkan agar kegiatan industri perbankan
tidak mudah colaps berhubung kegiatan industri perbankan sangat rentan terhadap
ketidakpercayaan masyarakat. Rahasia bank merupakan jaminan bagi nasabah didalam
memperoleh perlindungan atas data nasabah, dimana hal ini muncul sebagai sebab akibat
dari hubungan bank dengan nasabah yang berdasarkan prinsip kepercayaan. Didalam
penerapan rahasia bank di Indonesia diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan selain diatur mengenai definisi, kewajiban bank untuk
melaksanakan rahasia bank dan pengecualian atas rahasia bank maka diatur juga terkait
dengan hukuman apabila ada pelanggaran atas rahasia bank tersebut (Hamzah & Rahayu,
1983).
Di Indonesia perkembangan rezim anti pencucian uang tidak dapat dilepaskan
dari fakta, bahwa pada bulan Juni 2001 Indonesia dimasukkan dalam daftar NCCTs (Non
Cooperative Countries And Territories) oleh FATF. Faktor lain yang mendukung hal
tersebut adalah kesadaran bahwa berkembangnya aktifitas pencucian uang sangat
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya berbagai tindak pidana asal (predicate crime)
seperti korupsi, perdagangan gelap, narkotika, penyelundupan, pembalakan liar (illegal
logging), kejahatan di bidang perbankan dan berbagai kejahatan lainnya. Kejahatan-
kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan uang atau asset (proceeds of
crime) yang jumlahnya sangat besar. pergerakan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
keadaan dan kualitas perbankan yang sehat, dengan tetap memperhatikan unsur sebagai
agen pembangunan serta sebagai lembaga perantara (intermediary) keuangan yang dapat
dipercaya oleh masyarakat dan harus menjauhkan diri dari sikap-sikap yang bersifat
spekulatif dikarenakan perbankan harus berorientasi kepada sifat yang berjangka panjang,
berkesinambungan dan mendasarkan seluruh kebijakan- kebijakan dan arah usaha dari
bank pada kepercayaan masyarakat. adanya kepercayaan bahwa bank akan memberikan
keuntungan kepada nasabah baik berupa materi yaitu melalui bunga atau margin ataupun
hal-hal lain yang bersifat materi dan non-materi yaitu rasa aman dan nyaman bahwa
seluruh informasi terkait dengan nasabah termasuk dana yang disimpan tidak akan
disalahgunakan oleh bank.
Walaupun berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan ketentuan rahasia bank sudah diperlonggar dan ada ruang lingkupnya
tidak meliputi kredit, tetapi keterbukaan untuk nasabah bukan penyimpan dana belum
terjamin dengan baik. Hal ini terjadi karena bank cenderung memiliki karakter tidak mau
membuka diri apabila tidak diwajibkan. Bank masih memiliki alasan untuk
merahasiakannya berdasarkan perjanjian antara bank dan nasabah, peraturan perusahaan
atau rahasia jabatan masing-masing pejabat bank sehingga kurang mendukung untuk
keterbukaan dibidang perkreditan. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah bank
diwajibkan untuk mengumumkan keadaan keuangannya dan pengelolaannya yang
mengandung resiko.
Bank Indonesia dalam melaksanakan hubungan perbankan dengan bank
pelaksana dan nasabah bank harus dilandasi oleh prinsip pengayom dan hubungan
perbankan antara bank pelaksana dengan nasabah bank harus dilandasi prinsip kemitraan
(kesejajaran) yaitu dijabarkan lebih lanjut melalui prinsip kepercayaan (fiduciary
principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), dan prinsip mengenal nasabah
(know your customer dan customer due diligent principle). Pelaksanaan prinsip kemitraan
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 903
antara bank pelaksana dengan nasabah bank dilakukan dalam rangka terciptanya sistem
perbankan yang sehat dan pruden dan serta berkemampuan melindungi secara baik dana
yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta memiliki kemampuan dalam menyalurkan
dana masyarakat ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan
dibidang ekonomi.
Di Indonesia pengaturan rahasia bank lebih dititikberatkan pada alasan untuk
kepentingan bank, seperti terlihat dalam penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa kerahasiaan ini
diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat
yang menyimpan uangnya dibank. Perbedaan titik tolak didalam mengatur rahasia bank
ini disebabkan karena adanya perbedaan budaya dan filosofi diantara berbagai negara
tersebut. Pada negara yang mempunyai budaya yang sangat menghargai individualisme,
maka ketentuan rahasia bank pada negara itu cenderung dibuat untuk melindungi
kepentingan nasabah sehingga sangat sulit untuk diakses atau diketahui oleh pihak ketiga
lainnya. Sedangkan di negara yang mempunyai budaya yang mengutamakan kepentingan
umum atau kolektifitas seperti Indonesia maka didalam pengaturan rahasia bank
kepentingan nasabah tetap diutamakan walaupun dimungkinkan adanya pengecualian-
pengecualian dengan alasan untuk kepentingan umum.
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja
dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga
setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat pada bank, semata-mata dilandasi oleh
kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang
diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila
kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup
kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang disimpannya. Berbagai faktor dapat
menyebabkan ketidakpercayaan nasabah terhadap suatu bank.
Oleh karena itu, prinsip kepercayaan yang merupakan salah satu dari prinsip yang
diterapkan perbankan di Indonesia dan merupakan prinsip perbankan di dunia
internasional, adalah dasar didalam hubungan yang terjadi antara nasabah dan bank
khususnya ketika nasabah menggunakan jasa dari bank sebagai tempat untuk menyimpan
dana dari nasabah sehingga salah satu akibat dari penerapan prinsip kepercayaan tersebut
adalah munculnya kewajiban dari bank untuk memberikan perlindungan kepada nasabah
guna menciptakan rasa aman dan nyaman dimana hal tersebut dapat terwujud apabila ada
perlindungan data nasabah yang tersimpan pada bank yang mana bentuk konkrit dari
perlindungan tersebut adalah adanya aturan mengenai rahasia bank. Oleh karena itu,
sangat jelas bahwa adanya rahasia bank sebagai bentuk dari perlindungan kepada nasabah
termasuk tetapi tidak terbatas pada data nasabah, dimana data nasabah yang diberikan
nasabah kepada bank merupakan suatu cerminan prinsip kepercayaan yang merupakan
jiwa dari perbankan itu sendiri didalam menjalankan usahanya.
Prinsip kepercayaan berada pada 2 (dua) sisi yang saling berhubungan, yaitu
sebagai pihak yang diberikan kepercayaan oleh nasabah didalam menyimpan dananya
dan sebagai pihak yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat secara luas bahwa bank
bukan merupakan suatu lembaga yang dapat dimanfaatkan untuk suatu kejahatan. Hal ini
menjadi menarik untuk diperhatikan dikarenakan apabila tidak dilakukan dengan
bijaksana maka dapat berakibat buruk bagi perekonomian suatu negara yang mana dapat
mengakibat pada tutupnya perbankan di Indonesia. Berdasarkan hal yang telah
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
902 http://sosains.greenvest.co.id 889
disampaikan didalam pembahasan sebelumnya jelas bahwa rahasia bank muncul untuk
memberikan perlindungan kepada nasabah salah satunya adalah data dari nasabah,
dimana hal ini dikarenakan bank memperoleh data tersebut dari nasabah berdasarkan
prinsip kepercayaan. Akan tetapi harus menjadi perhatian bahwa di Indonesia dimana
kepentingan umum sangat dijunjung tinggi daripada kepentingan pribadi maka sudah
selayaknya rahasia bank tersebut tidak dilakukan secara mutlak dalam artian tanpa
pengecualian apapun. Oleh karena itu, pengaturan rahasia bank di Indonesia lebih
dititikberatkan pada alasan kepentingan bank dimana hal tersebut terlihat didalam
penjelasan Pasal 40 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang secara garis besar menyebutkan bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk
kepentingan bank sendiri sebagai sebuah lembaga yang memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnnya di bank. Hal ini sangat berbeda dengan negara
barat seperti Amerika Serikat dan Belanda yang mempunyai budaya yang sangat
menghargai hak- hak pribadi (individualistisme), sehingga ketentuan rahasia bank dibuat
dengan tujuan utama adalah untuk melindungi kepentingan dari nasabah.
Oleh karena itu, perlunya pengaturan rahasia bank yang seksama, sehingga tujuan
untuk perlindungan data nasabah dapat terwujud dan prinsip kepercayaan dapat
diterapkan. Apabila dilihat dari sudut sifatnya maka didalam pengaturan rahasia bank ini
harus melihat pada struktur kaidah hukum dimana struktur kaidah hukum dapat
dibedakan atas hukum imperatif (hukum memaksa atau dwingend recht) dan hukum
fakultatif (hukum mengatur atau hukum pelengkap (regelend recht atau aanvullend
recht)). Pembedaan ini didasarkan pada kekuatan sanksinya. Hukum memaksa itu hukum
yang dalam keadaan konkret tidak dapat dikesampingkan (disisihkan) oleh perjanjian
(kontrak) yang dibuat oleh kedua belah pihak sendiri. Dengan kata lain, hukum yang
dalam keadaan bagaimanapun juga harus ditaati, hukum yang mempunyai paksaan
mutlak (absolut). Apabila dihubungan dengan sifat pengaturan rahasia bank pada hukum
perbankan maka rahasia bank merupakan hukum memaksa, artinya bank dalam
menjalankan kegiatan usaha harus tunduk dan patuh terhadap rahasia bank yang telah
ditetapkan dalam undang-undang.
Pengaturan kegiatan industri perbankan nasional tidak hanya dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan umum, dalam hal ini kepentingan negara, melainkan harus lebih
banyak memberikan perlindungan kepada kepentingan sosial masyarakat banyak pada
umumnya, dan kepentingan masyarakat pribadi, dalam hal ini nasabah bank dari
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat banyak dan kegiatan industri
perbankan nasional itu sendiri. Tujuan utama pengaturan secara normatif kegiatan
industri perbankan nasional tersebut dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan
bank dengan baik serta sekaligus kesehatan dan sistem keuangan nasional secara
keseluruhan, sehingga kegiatan industri perbankan nasional diharapkan akan dapat
melaksanakan praktik- praktik perbankan yang sehat dan mampu bersaing secara sehat di
antara sesama dalam kegiatan industri perbankan nasional. Industri perbankan
mempunyai karakteristik usaha yang berbeda apabila dibandingkan dengan industri non
perbankan pada umumnya. Perbedaan yang mendasar terutama terlihat dari dua aspek,
yaitu: pertama eksistensi lembaga keuangan sangat bergantung pada unsur kepercayaan
dan kedua hubungan bentuk, masyarakat dan pemerintah merupakan wujud ikatan sosial
dalam artian bahwa masyarakat mengharapkan agar pemerintah dapat melindungi hak
milik individu. Tujuan menjaga keamanan bank dibutuhkan agar kegiatan industri
perbankan tidak mudah colaps berhubung kegiatan industri perbankan sangat rentan
terhadap ketidakpercayaan masyarakat.
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 903
Problematika Pengungkapan Rahasia Bank Antara Kepentingan Negara dan
Perlindungan Kepada Nasabah
Terkait dengan kasus yang terjadi dengan pembukaan rahasia bank dalam putusan
Nomor 57/PID.SUS/2019/PT.DKI dengan terdakwa atas nama Devy Yuliana yang
merupakan pemilik dari PT. Prima Sakti Sentosa dan PT. Untung Jaya Sejahtera beserta
anak perusahaannya. Perusahan ini bergerak dalam bidang supplier, trading dan investasi
akan tetapi kegiatan yang dilakukan oleh semua perusahaan hanya tukar valas sepeti
halnya money changer dan dalam melakukan transaksi keuangan terdakwa menggunkan
dan menguasai banyak rekening bank atas nama sendiri dan juga atas nama beberapa
karyawan terdakwa serta atas nama perusahaan, yang selanjutnya digunakan untuk
menerima pentransferan uang dari pelaku-pelaku jaringan narkotika agar tidak dapat
diketahui oleh aparat penegak hukum, dengan tujuan agar transaksi yang dilakukan tidak
terlihat asal usulnya dari hasil tindak pidana dalam kurun waktu antara 2010 sampai
dengan 2017. Terdakwa akhirnya dijatuhi hukuman pidana selama 18 tahun penjara
dengan denda 1 Miliar Subsider 6 bulan penjara serta beberapa barang bukti dirampas
untuk negara dan adapula yang dikembalikan, maka mengacu pada ketentuan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut maka bank di Indonesia tidak
boleh menerapkan rahasia bank terkait dengan tindak pidana pencucian uang dikarenakan
adanya pengecualian dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44
A. Kejahatan rahasia bank adalah perbuatan memberikan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya secara melawan hukum atau tanpa persetujuan nasabah
penyimpan yang bersngkutan (Sjamsuddin, 2015). Hukuman atas pelanggaran terhadap
ketentuan rahasia bank didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diatur
sebagai berikut:
1. Berdasarkan Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yaitu barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin
dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak
terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar Rupiah) dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,- (dua ratus milyar Rupiah).
2. Berdasarkan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yaitu anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau
pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang
wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar Rupiah) dan
paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar Rupiah).
3. Berdasarkan Pasal 47A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu anggota dewan komisaris,
direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
904 http://sosains.greenvest.co.id 889
dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.4.000.000.000,- (empat milyar Rupiah) dan paling banyak
Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah).
4. 4. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Perintah
Atas Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank yaitu dengan tidak mengurangi
ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan Pasal 47 A
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi administratif
terhadap Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 7 dan Pasal 8.
Ancaman pidana tindak pidana pencucian uang ini cukup berat sehingga bank
harus melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam menjaga rahasia bank. Sedangkan pada
sisi lain dalam berbagai proses hukum pihak aparat hukum kepolisian maupun kejaksaan
sering kali tidak memahami sepenuhnya mengenai rahasia bank ini (Lestari, 2019). Bank
di dalam menjalankan fungsinya wajib menjalankan beberapa prinsip, yakni prinsip
kepercayaan, prinsip kehati-hatian dan prinsip menjaga rahasia bank (Yohana, Syahrin,
Hamdan, & Siregar, 2014). Penggunaan agen sejatinya sudah sesuai dengan prinsip-
prinsip diatas, namun berkaitan dengan prinsip rahasia bank, agen bukanlah termasuk
orang ataupun pihak yang mempunyai kewajiban untuk menjaga rahasia bank (Mubarok,
Santoso, & Njatrijani, 2017). Berlandaskan hal yang telah dipaparkan diatas , maka lebih
terlihat dan tegas bahwa rahasia bank merupakan hal yang perlu menjadi perhatian
khusus bagi seluruh bank, hal ini menjadi faktor bahwa apabila rahasia bank tidak
dilakukan dengan tepat dan hati-hati, maka sepatutnya untuk diancam dengan hukuman
pidana bahkan hukuman tersebut diperberat dengan adanya denda terlebih lagi didalam
peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, mana
tahu bank dikenakan sanksi administratif. Adapun tujuan dasarnya adalah memberikan
kepastian kepada nasabah. bahwa rahasia bank merupakan hal yang harus dijunjung
tinggi. Bahwa berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka makin jelas dan tegas
bahwa rahasia bank merupakan hal yang perlu menjadi perhatian khusus bagi seluruh
bank, hal ini dikarenakan bahwa apabila rahasia bank tidak dilakukan dengan tepat dan
hati-hati, maka dimungkinkan untuk diancam dengan hukuman pidana bahkan hukuman
tersebut diperberat dengan adanya denda terlebih lagi didalam peraturan pelaksananya
yaitu Peraturan Bank Indonesia, dimungkinkan bank dikenakan sanksi administratif.
Adapun tujuan dasarnya adalah memberikan kepastian kepada nasabah bahwa rahasia
bank merupakan hal yang harus dijunjung tinggi. Maka dapat disimpulkan, bahwa rahasia
bank memang ditujukan untuk perlindungan nasabah salah satunya data nasabah, dimana
hal ini merupakan sebab akibat dari penerapan prinsip kepercayaan didalam hubungan
nasabah dengan bank, disamping itu rahasia bank tersebut muncul awal mulanya dengan
tujuan yang baik, yaitu melindungi nasabah bank dari tindakan sewenang-wenang
pemerintah ataupun penguasa. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi, maka jenis kejahatan makin beragam dan bank sering digunakan
sebagai tempat untuk menyimpan hasil kejahatan, apabila hal ini tidak disikapi maka
perbankan sendiri tidak akan tumbuh dengan baik karena kemungkinan sebagian besar
dananya merupakan hasil kejahatan sedangkan disatu sisi tingkat kejahatan dengan
menggunakan jasa bank untuk menyimpan hasil kejahatan akan semakin besar. Maka
untuk menjembatani antara penerapan rahasia bank, perlindungan data nasabah,
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 905
penerapan prinsip kepercayaan dan penegakan hukum, maka didalam rahasia bank diatur
mengenai pencgecualian dimana pengecualian ini diatur berdasarkan tingkat kebutuhan
dan kesesuaian untuk mendukung penegakan hukum tetapi tidak mengurangi esensi dari
rahasia bank.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, bahwa yang menjadi problematika dalam
pelaksanaan AEOI dengan terbitnya Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang
Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra adalah terkait pengaturan rahasia bank. Isi dari POJK ini sebagai wujud
sinkronisasi hukum dalam mewadahi dilaksanakannya Automatic Exchange of
Information (AEOI). AEOI merupakan tindak lanjut dari Penandatanganan Multilateral
Competent Authority Agreement (MCAA) oleh Meneteri Keuangan Republik Indonesia
yang mana merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya
meningkatkan akses data pihak ketiga, khususnya data perbankan untuk kepentingan
perpajakan. Dalam hal ini apakah ketentuan rahasia bank hukum etnis, hukum adat
istiadat, maupun hukum kemasyarakatan yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri
dan diakui secara sah, sehingga legitimasi dianggap sangat penting di dalam kehidupan
masyarakat luas. Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat sebagai
konsekuensi perkembangan peradaban manusia merupakan salah satu contoh yang
melatarbelakangi pergeseran dari legitimasi. Dalam rangka mengatasi problematika
legitimasi hukum rahasia perbankan pasca berlakunya Peraturan OJK Nomor
25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan
kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Isi dari POJK ini adalah mengatur penerapan
perjanjian Pertukaran Informasi secara Otomatis, LJK wajib menyampaikan laporan
kepada otoritas pajak Indonesia berupa informasi Nasabah Asing terkait perpajakan untuk
diteruskan kepada otoritas pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Laporan ini
merupakan laporan mengenai informasi Nasabah Asing yang memiliki saldo rekening
atau nilai rekening paling sedikit sesuai dengan perjanjian Pertukaran Informasi secara
Otomatis.
Pertukaran Informasi secara Otomatis yaitu pertukaran informasi keuangan
nasabah LJK yang merupakan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang
berada di Indonesia untuk disampaikan kepada otoritas pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra dimaksud, dan dapat berlaku sebaliknya bagi wajib pajak Indonesia
yang merupakan nasabah LJK di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang akan
disampaikan informasi keuangannya kepada Otoritas Pajak di Indonesia. Dengan
demikian inti dari Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tersebut di atas untuk
melaksanakan pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan (AEOI), OJK
melakukan langkah progresif untuk mengatasi kendala hukum tersebut. OJK menyiapkan
sejumlah peraturan di sektor jasa keuangan untuk mendukung pelaksanaan AEOI yang
akan mulai diimplementasikan pada September 2018. Salah satu wujud dari dukungan
tersebut adalah dengan menyiapkan peraturan bagi lembaga jasa keuangan agar dapat
menyampaikan data nasabah untuk dipertukarkan informasinya dalam rangka pajak
dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Terkait dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka
28 dan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan yang mengatur kerahasiaan bank, OJK berniat
untuk menyelesaikan kendala tersebut. Dalam hal ini akan dilakukan revisi atas ketentuan
dalam UU Perbankan yang saat ini sudah masuk dalam salah satu program legislasi di
DPR. Di dalam Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian
Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
disebutkan bahwa informasi nasabah yang dipertukarkan secara otomatis untuk
kepentingan perpajakan paling sedikit meliputi informasi nasabah dan informasi
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
906 http://sosains.greenvest.co.id
keuangan nasabah. Dari rumusan Pasal tersebut telah mengacu dan memenuhi rumusan
pengertian rahasia bank yang termuat dalam Undang-Undang Perbankan beserta
penafsiran resminya sebagaimana termuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Adanya
kekhawatiran menabrak Pasal kerahasiaan bank yang menimbulkan problematika
pengungkapan rahasia bank antara kepentingan negara dan perlindungan kepada nasabah
sebenarnya tidak beralasan karena ketika nasabah bersedia untuk memberikan kuasa
membuka rekeningnya maka pasal kerahasian bank menjadi tidak berlaku. Demikian pula
ketakutan adanya pelarian dana ke luar negeri tidak relevan lagi karena negara tujuan
pelarian dana tersebut sebagian besar juga telah berkomitmen untuk saling memberikan
informasi perbankan secara otomatis. Berkaitan dengan penerobosan rahasia bank sebagai
dampak AEOI, bahwa penerapan AEOI memang tersebut harus dihapuskan sehingga
tidak legitimate atau tidak ada lagi ketentuan mengenai rahasia bank, ataukah ketentuan
mengenai rahasia bank ini tetap legitimate namun perlu ada pengaturan khusus yang
mengaturnya sehingga pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis (AEOI) akan
benar-benar siap dilaksanakan pada tahun 2018 dan memiliki legitimasi hukum yang
jelas.
Legitimasi hukum merupakan pengakuan hukum di mata masyarakat serta
merupakan bagian dari suatu tindakan perbuatan hukum yang berlaku dan juga
perundang-undangan yang sah, di mana hal ini mencakup peraturan hukum formal, akan
memunculkan konsekuensi tidak adanya lagi kerahasiaan bank untuk kepentingan
perpajakan. Hal yang menimbulkan problematika dalam pelaksanaan AEOI dengan
terbitnya Peraturan OJK Nomor adalah terkait pengaturan rahasia bank. Dalam hal ini
apakah ketentuan rahasia bank tersebut harus dihapuskan sehingga tidak legitimate atau
tidak ada lagi ketentuan mengenai rahasia bank, ataukah ketentuan mengenai rahasia
bank ini tetap legitimate namun perlu ada pengaturan khusus yang mengaturnya sehingga
pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis (AEOI) akan benar-benar siap
dilaksanakan pada tahun 2018 dan memiliki legitimasi hukum yang jelas.
OJK dan Dirjen Pajak menandatangani Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama
dalam Bidang Pengaturan, Pengawasan dan Penegakan Hukum serta Perlindungan
Konsumen di Sektor Jasa Keuangan yang ruang lingkupnya meliputi Penerapan
Pembukaan Rahasia Nasabah Bank. Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Nota
Kesepahaman tersebut, diresmikan peluncuran bersama sistem izin pembukaan rahasia
nasabah penyimpan untuk tujuan perpajakan. Sistem ini terdiri dari dua aplikasi yaitu
Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA) bagi internal Kementerian Keuangan dan
Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB) bagi internal OJK. Pasca berlakunya Peraturan
OJK No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait
Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra, seperti yang telah dijelaskan
dalam pembahasan sebelumnya bahwa ketentuan rahasia bank masih legitimate namun
ada pengaturan lebih lanjut yang telah disediakan baik oleh OJK maupun Kementerian
Keuangan dalam membuka rahasia bank untuk kepentingan pertukaran informasi secara
otomatis di bidang perpajakan (AEOI). Dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa salah satu tujuan
dibentuknya OJK adalah agar dapat melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat
dalam di sektor jasa keuangan. Perlindungan ini dimaksudkan agar dapat memberikan
rasa aman terhadap konsumen sebagai pengguna jasa keuangan.
Nasabah bank sebagai konsumen pengguna jasa perbankan, memiliki hak untuk
mendapatkan perlindungan atas data pribadi yang ada pada bank tempat mereka
menyimpan dana. Hubungan kontraktual antara bank dan nasabah sebagai konsumen
pengguna jasa perbankan dalam penyimpanan dana, berakibat hukum bahwa bank harus
melindungi kepentingan nasabah. OJK sebagai lembaga pengawas di sektor jasa
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 907 889
keuangan sangat melindungi hak- hak setiap nasabah setiap lembaga jasa keuangan.
Sebenarnya perlindungan OJK terhadap kerahasiaan bank sudah dilaksanakan sebelum
Indonesia meratifikasi MCAA untuk melaksanakan AEOI. Jika AEOI pada tahun 2018
nanti mulai diterapkan, maka OJK menjadi garda terdepan dalam mengawasi pelaksanaan
pembukaan rahasia bank melalui Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA) bagi
internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB) bagi internal
OJK supaya tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan.
Kerahasiaan bank merupakan hal mendasar yang dibutuhkan dalam setiap sistem
perbankan yang sehat. Hal ini berawal dari hubungan antara bank dan nasabahnya yang
mewajibkan bank tersebut untuk merahasiakan semua informasi yang dimiliki oleh
nasabahnya. Oleh karena seorang nasabah tidak mungkin mempercayakan dana serta
urusan keuangan mereka pada bank apabila lembaga tersebut tidak menjamin kerahasiaan
data-data yang dimiliki oleh nasabah tersebut. Untuk itu, sistem ini memainkan peranan
penting dalam melindungi kerahasiaan perbankan yang dimiliki oleh suatu individu atau
entitas tertentu. Rahasia bank atau bank secrecy dilaksanakan dimanapun di dunia ini, hal
ini berarti setiap lembaga keuangan bank mempunyai rahasia bank. Rahasia bank
merupakan prinsip etis yang umum dan hampir semua negara mempunyai peraturan
hukum yang mengatur rahasia bank. Relasi antara nasabah dan bank merupakan relasi
kepercayaan. Bank tentu tidak berlaku etis bila memberitahu kepada pihak lain tentang
kekayaan seseorang atau badan hukum yang dititipkan kepadanya. Kewajiban menjaga
rahasia bank tersebut tentunya mengenal batas, karena kepentingan banyak nasabah yang
harus diperhatikan.
Kerahasiaan bank dapat berpotensi menimbulkan kegiatan menyembunyikan
penghasilan secara ilegal untuk menghindari kewajiban membayar pajak.Untuk
menanggulanginya, pihak otoritas pajak memerlukan akses untuk mnganalisis catatan
transaksi keuangan wajib pajak agar dapat mendeteksi celah-celah kebocoran pajak dan
melakukan upaya penegakan hukum. Sebelum Indonesia meratifikasi MCAA untuk
melaksanakan AEOI, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap rahasia bank,
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK untuk melindungi konsumen di sektor jasa
keuangan. Menerbitkan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Surat Edaran OJK Nomor
14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/ atau Informasi Pribadi
Konsumen.
Terkait dengan sampai batas mana OJK melindungi rahasia bank, bahwa OJK
melindungi ketentuan rahasia bank sampai pada batas yang ditentukan oleh Undang-
Undang, karena dalam hal ini OJK tidak boleh bertindak di luar kewenangan yang
diberikan Undang-Undang. OJK tetap menjaga komitmennya sebagai lembaga pengawas
sektor jasa keuangan yaitu mengatur, mengawasi, dan melindungi namun tetap pada batas
kewenangannya sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang. Berkaitan dengan
teori hukum yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch yaitu tujuan hukum yang meliputi
kemanfaatan, kepastian dan keadilan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini ialah
menjawab tentang penerapan rahasia bank sebagai bentuk perlindungan data nasabah
dimana kemanfaatan yang diperoleh dari penerapan rahasia bank ini adalah adanya rasa
aman dan terlindungi dari penerapan rahasia bank, untuk kepastian hukum dan keadilan
sendiri terjamin karena dalam Pasal 40 Undang-Undang Tentang Perbankan sendiri
menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan mengenai nasabah dan simpanannya
sehingga adanya kepastian dimana tidak sembarang orang dapat mengakses informasi-
informasi terkait nasabah dan simpanannya sedangkan untuk keadilan sendiri ialah
adanya pengecualian dalan penerapan rahasia bank sehingga instansi penegak hukum
tidak kesulitan untuk mengakses informasi-informasi yang dibutuhkan apabila nasabah
Volume 1, Nomor 8, Agustus 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
908 http://sosains.greenvest.co.id
yang bersangkutan terlibat dalam suatu tindak pidana maupun seperti dalam hal
pengecualian seperti pada Pasal 40 Undang-Undang Perbankan.
Kesimpulan
Penerapan rahasia bank sebagai bentuk perlindungan hukum kepada nasabah terdiri
dari perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif yang
secara tidak langsung diberikan yaitu dalam bentuk penjelasan atau informasi lisan dari
pihak bank mengenai penggunaan data pribadi nasabah melalui klausula yang tercantum
dalam formulir data nasabah. Sedangkan perlindungan hukum represif dilakukan dengan
menjatuhkan sanksi ganti kerugian yang merupakan bentuk perlindungan reprensif secara
perdata, sementara itu adanya sanksi pidana penjara paling sedikit 2 tahun dan paling
lama 4 tahun serta denda paling sedikit Rp. 4 miliar dan paling banyak Rp. 8 miliar
merupakan bentuk perlindungan reprensif secara pidana.
Terkait kasus pembukaan rahasia bank dalam putusan Nomor
57/PID.SUS/2019/PT.DKI maka diatur pengecualian atas rahasia bank, maka mengacu
pada ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 41, Pasal 41
A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A. Dimana hal ini sebagai bentuk
keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum. Akan tetapi,
dengan adanya pengecualian tersebut tidak mengakibatkan hilangnya perlindungan data
dan dana nasabah. Oleh karena itu, sebagai bentuk dari kepastian hukum atas
perlindungan data nasabah, maka diatur hukuman atas pelanggaran dari rahasia bank,
dimana hukuman yang diberikan berupa pidana kurungan, denda dan/atau sanksi
administratif.
Bibliografi.
Christian, John Bert, Nasution, Bismar, Suhaidi, Suhaidi, & Siregar, Mahmul. (2016).
Analisis Hukum Atas Penerapan Rahasia Bank Di Indonesia Terkait Dengan
Perlindungan Data Nasabah Berdasarkan Prinsip Kepercayaan Kepada Bank (Studi
Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk Cabang Medan). USU Law Journal, 4(4), 164935.
Fahrurrozi, Rizky, Murwadji, Tarsisius, & Rukmini, Mien. (2020). Problematika
Pengungkapan Rahasia Bank Antara Kepentingan Negara Dan Perlindungan
Kepada Nasabah. Esensi Hukum, 2(1), 7796.
Jailani, Ahmad. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Terkait Dengan Rahasia
Bank. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 25(2).
Lestari, Tiara Ayu. (2019). Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam
Pengecualian Kerahasiaan Bank. Supremasi Hukum, 15(1), 6371.
Monica, Amanda Savira, Murwadji, Tarsisius, & Suwandono, Agus. (2019).
Implementasi Prinsip Keterbukaan Informasi Publik Terkait Pembukaan Rahasia
Bank Dalam Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu
Hukum Kenotariatan, 3(1), 4357.
Mubarok, Rizki, Santoso, Budi, & Njatrijani, Rinitami. (2017). Pertanggungjawaban
Agen Branchless Banking terhadap Nasabah Branchless Banking (Hubungan
Hukum Antara Agen-Prinsipal dan Konsumen). Diponegoro Law Journal, 6(2), 1
12.
Qamar, Nurul, & Djanggih, Hardianto. (2017). Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan
Norma Perundang-undangan. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 11(3), 337347.
Sarapi, Nancy. (2013). Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank Dalam Rangka Perlindungan
Terhadap Nasabah. Lex Et Societatis, 1(4).
Kerahasiaan Bank Sebagai Bentuk Perlindungan Data
Nasabah (Kasus Pada Pt. Bank Cimb Niaga Tbk)
2021
Stefanus Don Rade, Dhey W. Tadeus dan Frans Gana 909 889
Simanjuntak, Ika Khairunnisa. (2020). Pengecualian Rahasia Perbankan untuk
Kepentingan Perpajakan di Indonesia. Pena Justisia: Media Komunikasi Dan
Kajian Hukum, 19(1).
Sjamsuddin, Rezza Muhammad. (2015). Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam
Bentuk Rahasia Bank. Lex Privatum, 3(4).
SP, Bambang Catur. (2014). Mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank. SALAM:
Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 1(1).
Vediani, Ilmi. (2016). Analisis Hukum Penerapan Anti Pencucian Uang Terhadap
Kebijakan Rahasia Bank. Veritas et Justitia, 2(1), 177203.
Wahyudi, Moh Hairul. (2019). Tinjauan Hukum Tentang Kerahasiaan Bank Terkait Data
Nasabah Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. An-Nawazil: Jurnal Hukum
Dan Syariah Kontemporer, 1(1), 6886.
Yasin, Akhmad. (2019). Keterkaitan Kerahasiaan Bank dan Pajak: Antara Kepentingan
Negara dan Pribadi. Jurnal Konstitusi, 16(2), 212234.
Yohana, Yohana, Syahrin, Alvi, Hamdan, Muhammad, & Siregar, Mahmul. (2014).
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan Perbankan. USU Law Journal, 2(3),
221237.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.