Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
978 http://sosains.greenvest.co.id
ISBAT NIKAH SOLUSI BAGI NIKAH SIRI
Ahmad Fauzi
IAIN Palangkaraya, Indonesia
E-mail: ahmad_fauzi1978@yahoo.co.id
Diterima:
19 Agustus 2021
Direvisi:
05 September
2021
Disetujui:
15 September
2021
Abstrak
Pelaksanaan nika siri mata hukum positif di Indonesia dianggap
tidak sah, sehingga akan berpengaruh terhadap kekuatan hukum
suami istri terhadap haknya. Misalnya terhadap anak yang
dilahirkan dalam pernikahan siri menurut undang-undang
berdampak negatif bagi status anak, yakni dianggap anak tidak
sah, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap
nikah siri perlukan isbat nikah yang diajukan ke Pengadilan
Agama sebagai solusinya. Hakim diberikan kewenangan yang
dilindungi oleh undang-undang dalam mempertimbangkan
putusannya terkait dengan perkara isbat nikah sehingga para
pihak akan mendapatkan haknya sebagai warga negara
Indonesia serta mampu melindungi kepentingan dan keadilan
pihak lain, sehingga kemaslahatan akan diterima oleh pasangan
suami istri yang nikah sirri selama persyaratannya terpenuhi.
Kata kunci: Isbat Nikah, Solusi, Nikah Siri
Abstract
The implementation of sirri marriage in the eyes of positive laws
in Indonesia is considered invalid, so it will affect the legal
power of husband and wife against their rights. For example, a
child born in a sirri marriage under the law negatively affects
the status of the child, i.e. considered an illegitimate child, so to
obtain legal certainty against marriage sirii required isbat nikah
submitted to the Court of Religion as the solution. Judges are
given the authority protected by the law in considering their
decisions related to the case of marriage isbat so that the parties
will get their rights as Indonesian citizens and be able to protect
the interests and justice of other parties, so that the benefits will
be received by married couples sirri as long as the requirements
are met.
Keywords : Isbat Nikah, Solution, Siri Marriage
Isbat Nikah Solusi Bagi Nikah Sirri
2021
Ahmad Fauzi 979
Pendahuluan
Isbat nikah merupakan penetapan atas perkawinan suami istri yang telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama Islam dengan terpenuhinya syarat dan rukun
nikah, namun pernikahannya tersebut belum atau tidak dicatatkan ke pejabat yang
berwenang yaitu pejabat Kantor Urusan Agama, dalam hal ini Pegawai Pencatat Nikah
(Sanusi, 2016).
Isbat nikah yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama mempunyai andil dan
kontribusi yang sangat besar dalam upaya memberikan rasa keadilan serta kepastian
hukum terhadap pasangan suami istri ang belum mempunyai buku nikah sebagai bukti
autentik atau pasangan suami istri yang melaksanakan nikah siri (Zaidah, 2014). Dengan
penetapan isbat nikah maka suami isteri akan mendapatkan haknya sebagai warga negara
secara utuh termasuk pengakuan terhadap anak-anaknya (Yusriyah, 2020).
Perkawinan di negara hukum seperti Indonesia yang harus mendapatkan
pengakuan negara dan kepastian hukum demi terciptanya tertib hukum dan perlindungan
hukum bagi warganya (Suryamizon, 2017). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) yang mengharuskan pencatatan
perkawinan, karena sebelum itu, banyak perkawinan yang tidak dicatatkan, namun dapat
diajukan isbat nikahnya kepada Pengadilan Agama (Sururie, 2017).
Kewenangan Pengadilan Agama dalam menetapkan perkara isbat nikah adalah
sebagai solusi terhadap perkawinan siri yang dilakukan sebalum berlakunya undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 yang termuat dalam pasal 64 yang menyebutkan bahwa
perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang tersebut berlaku dan dijalankan
menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah (Oelangan, 2013). Sedangkan dalam pasal
7 ayat (3) bahwa isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan adanya perkawinan yang terjadi sebelum
berlakunya undang-undang No. 1 tahun 1974. Namun kenyataan di lapangan bahwa para
pemohon isbat nikah dalam pengajuannya terhadap perkawinan yang dilaksanakan
sesudah tahun 1974 (Nurlaelawati, 2013). Sehingga hakim harus menggunakan rasio legis
dalam mencari alas hukum untuk membolehkan Pengadilan Agama menerima perkara
isbat nikah, walaupun perkawinan yang dimohonkan isbat nikah tersebut terjadi setelah
berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (Yakin, 2015).
Pengadilan merupakan penyelenggara peradilan atau dengan perkataan lain,
pengadilan adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk
menegakkan hukum dan keadilan (Suherman, 2019). Peradilan Agama dapat dirumuskan
sebagai kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili,memutus dan
menyelesaikan perkara (Ramadhan, 2020).
Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus dapat
mempertimbangkan suatu perkara yang belum pernah diputuskan atau sudah pernah
diputuskan dan tidak boleh menolak perkara yang diajukan, sehingga akan menghasilkan
putusan yang sesuai dengan asas keadilan serta kepastian hukum (Aziz, 2018).
Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif
(legal research), yaitu untuk menemukan kebenaran koherensi, yang mana aturan hukum
sesuai norma hukum dan prinsip hukum, serta sesuai tindakan (Tappangan, 2019). Sifat
penelitian ini adalah deksriptif analitis yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan (menggambarkan) tentang fakta dan kondisi atau gejala yang menjadi
objek penelitian, setelah itu dilakukan telaah secara kritis (Sihombing, 2013). kemudian
di analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dinamakan metode
post positivistik karena berlandaskan pada filsafat post positivisme yaitu sebagai
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
980 http://sosains.greenvest.co.id
paradigma interpretif dan konstruktif, memandang realitas sosial sebagai suatu yang
holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna (Suryani, 2017). Metode ini disebut juga
sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola)dan
disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan
interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Metode ini disebut juga sebagai
metode konstruktif karena dengan metode kualitatif dapat ditemukan data-data yang
berserakan selanjutnya dikonstruksikan dalam suatu tema yang lebih bermakna dan
mudah dipahami untuk menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau prilaku yang diamati dan selanjutnya dikuatkan dengan sumber data
primer dan sumber data sekunder.
Hasil dan Pembahasan
Isbat nikah berasal dari bahasa Arab yang terdiri isbat dan nikah, kata isbat berasal
dari bahasa Arab yaitu

yang berarti penetapan, penyungguhan, penentuan.
Sedangkan nikah secara bahasa berarti

artinya "bersenggama atau bercampur”.
Para ulama’ ahli fikih berbeda pendapat tentang makna nikah, namun secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa nikah menurut ahli fikih yaitu akad nikah yang ditetapkan oleh
syara’ sehingga seorang suami dapat memanfaatkan dan bersenang-senang dengan
kehormatan seorang istri serta seluruh tubuhnya. Sedang nikah menurut hukum positif
yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi, pada dasarnya isbat nikah adalah penetapan atas perkawinan seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri yang sudah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan agama Islam dengan terpenuhinya syarat dan rukun nikah (Huda, 2014). Tetapi
pernikahan tetapi tidak dicatatkan ke pejabat yang berwenang, dalam hal ini pejabat KUA
(Kantor Urusan Agama) yaitu Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Syarat isbat nikah ini tidak dijelaskan dalam kitab Fikih klasik maupun
kontemporer. Akan tetapi syarat Isbat nikah ini dapat dianalogikan dengan syarat
pernikahan. Hal ini karena isbat nikah (penetapan nikah) pada dasarnya adalah penetapan
suatu perkawinan yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
syariat Islam. Bahwa perkawinan ini telah dilakukan dengan sah yaitu telah sesuai dengan
syarat dan rukun nikah akan tetapi pernikahan ini belum dicatatkan ke pejabat yang
berwenang yaitu Pegawai Pencatatan Nikah (PPN). Maka untuk mendapatkan penetapan
harus mengajukan terlebih dahulu perkara permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama.
Dasar hukum isbat nikah merupakan kewenangan dari Pengadilan Agama yang
diperuntukkan bagi mereka yang melakukan nikah siri sebelum diberlakukannya Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Juncto (Jo) Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 (penjelasan pasal 49 ayat (2), Jo. Pasal 64 UU No. 1 tahun 1974). Namun
kewenangan ini berkembang dan diperluas dengan merujuk kepada ketentuan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal 7 (2 dan 3), yaitu bahwa perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan buku nikah, dapat diajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama.” Sedangkan
ayat(3) berbunyi: isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan a) adanya perkawinan dalam rangka
penyelesaian perceraian. b) hilangnya Akta Nikah. c) aanya keraguan tentang sah atau
tidaknya salah satu syarat perkawinan. d) adanya perkawinan yang terjadi sebelum
berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, perkawina yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974. Melihat uraian dari
pasal 7 ayat (2 dan 3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut, berarti bahwa KHI telah
Isbat Nikah Solusi Bagi Nikah Sirri
2021
Ahmad Fauzi 981
memberikan kewenangan lebih dari yang diberikan oleh undang-undang, baik oleh
Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 beserta penjelasannya menentukan bahwa
adanya kewenangan suatu peradilan untuk menyelesaikan perkara yang tidak
mengandung unsur sengketa dengan syarat apabila dikehendaki (adanya
ketentuan/penunjukan) oleh Undang-Undang. Isbat nikah dalam PMA No. 3 Tahun 1975
dalam pasal 39 (4) menentukan bahwa jika Kantor Urusan Agama tidak bisa
membuatkan duplikat akta nikah karena catatannya telah rusak atau hilang atau karena
sebab lain, maka untuk menentukan adanya nikah, talak, cerai, atau rujuk, harus
ditentukan dengan Keputusan Pengadilan Agama, tetapi hal ini berkaitan dengan
pernikahan yang dilakukan sebelum UU No. 1 tahun 1974 bukan terhadap perkawinan
yang terjadi sesudahnya. Sedangkan pasal 7 ayat (3) huruf (b) adalah dalam hal hilangnya
kutipan akta nikah bisa dimintakan duplikat ke Kantor Urusan Agama sebagai tindakan
preventif atau kehati-hatian akan memungkinkan hilangnya buku catatan akta yang asli,
maka pasal 13 ayat 1 PP No. 9 tahun 1975 telah menentukan bahwa helai kedua dari akta
perkawinan itu harus disimpan (dikirim oleh PPN) kepada panitera pengadilan dalam
wilayah kantor pencatatan perkawinan itu berada.
Ketentuan pasal 7 ayat (3) huruf (c), yaitu adanya keraguan tentang sah atau
tidaknya salah satu syarat perkawinan, hal ini justru mengarahkan kepada apa yang
termasuk dalam perkara pembatalan nikah, bukan perkara isbat nikah, sebab biasanya
orang yang melakukan perkawinan melalui kiai/ustadz adalah telah sah dan sesuai dengan
syariat secara etimologi nikah sirri artinya nikah rahasia, sembunyi-sembunyi ada juga
nikah di bawah tangan walupun nikah di bawah tangan punya pengertian tersendiri.
Nikah siri adalah suatu proses pernikahan sesuai dengan syarat-syarat hukum laki-laki
dan perempuan dengan sengaja tidak memberitahukan orang tua atau wali sesuai dengan
ketentuan hukum Islam dan ditambah lagi tanpa restu dan izin orangtua kedua belah
pihak. Nikah siri merupakan pernikahan dua orang laki-laki dan perempuan yang
dilaksanakan tanpa sepengetahuan orang tua atau wali yang memang berhak secara
hukum Islam. Pernikhannya tidak dicatatkan di lembaga yang berwenang yaitu Kantor
Urusan Agama bagi yang beragama Islam, sedangkan bagi yang tidak beragama Islam
dicatatkan di Catatan Sipil. Nikah dibawah tangan merupakan proses pelaksanaan nikah
liar atau ilegal wedding.
A. Nikah Siri Menurut Hukum Islam
Imam madzhab semuanya melarang nikah siri, bahkan madzhab Maliki
berpendapat bahwa pernikahannya dapat dibatalkan dan kedua orang pelakunya dikenai
had berupa cambuk dan rajam. Sedangkan madzhab Syafii dan hanafi juga melarang
nikah siri hal ini didasarkan pada pendapat Umar bin Khatab yang mengancam pelaku
nikah siri dengan hukuman had.
B. Nikah Siri Menurut Hukum Positif di Indonesia
Hukum posisitif di Indonesia tidak mengenal istilah nikah siri dan semacamnya
dan tidak ada regulasi secara implisit terhadap nikah yang tidak dicatat oleh pejabat yang
berwenang serta menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (2) dan Kompilasi Hukum
Islam Pasal 4. Hal ini menjadikan nikah sirri dianggap tidak ada oleh hukum positif di
Indonesia
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
982 http://sosains.greenvest.co.id
C. Akibat Hukum Nikah Siri
Nikah siri walaupun hanya bersifat administrasi, tetapi secara yuridis berpengaruh
sangat besar terhadap hukum status pernikahannya. Apabila pernikahannya telah dicatat
oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Kantor Urusan Agama Kecamatan bagi yang
beragama Islam dan Catatan Sipil bagi non Muslim serta telah di terbitkankan akta
nikahnya sebagai bukti autentik.
Pelaksanaan nikah siri dimata hukum positif di Indonesia bahwa pernikahannya
dianggap tidak sah, sehingga akan berpengaruh terhadap kekuatan hukum suami istri
terhadap haknya. Misalnya terhadap anak yang dilahirkan dalam pernikahan siri menurut
undang-undang berdampak negatif bagi status anak, yakni dianggap anak tidak sah.
Konsekuensi logisnya, anak hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya.
Hal ini sesuai dengan Undang-Uandang Perkawinapasal 42 dan 43 serta Kompilasi
Hukum Islam, pasal 100. Yaitu berpengaruh terhadap akta lahir yang hanya
mencatumkan nama ibu.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa hukum tidak hanya bersifat
tertulis dalam Undang-Undang, namun mengikuti perkembangan dalam masyarakat,
sehingga menuntut hakim harus mencari dan menggali serta mempertimbangkan putusan
yang berdampak kepada keadilan bagi masyarakat yang berperkara sebagai tujuan dalam
penegakan keadilan. Pengadilan Agama dalam menerima dan menetapkan putusan isbat
nikah terdapat 2 (dua) alasan yaitu :
1. Isbat nikah merupakan dengan asas ius curia novit yakni hakim dianggap
mengetahui hukum isbat nikah dan asas kewenangan hakim dalam
menggali serta menemukan hukum terhadap perkara yang tidak terdapat
peraturan hukumnya (rechtvacuum).
2. Pendekatan sosiologis sehingga mendorong hakim untuk menganalisis
suatu perkara dengan pendekatan sosiologi hukum dan melakukan
penafsiran terhadap peraturan lain yang ada hubungannya dengan masalah
yang sedang ditangani supaya hukum tidak kaku, melainkan berkembang
mengikuti perkembangan masyarakat atau sesuai dengan hukum yang
hidup dan berkembang (living law) di masyarakat, langkah ini lah
kemudian dikenal dengan istilah penemuan hukum atau rechtvinding.
Pada dasarnya hakim harus menerapkan hukum yang ada dalam peraturan
perundangan-perundangan. Adanya hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan
perundangan-perundangan sebagai wujud dari asas legalitas, memang lebih menjamin
adanya kepastian hukum. Tetapi undang-undang sebagai produk politik, tidak mudah
untuk diubah dengan cepat mengikuti perubahan masyarakat. Namun disisi lain dalam
kehidupan modern yang komplek serta dinamis seperti sekarang ini, masalah-masalah
hukum yang dihadapi masyarakat semakin banyak dan beragam menuntut pemecahan
yang segera.
Hakim diberikan kewenangan yang dilindungi oleh undang-undang dalam
mempertimbangkan putusannya dalam perkara isbat nikah sehingga para pihak akan
mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia serta mampu melindungi
kepentingan dan keadilan pihak lain, seperti melindungi hak anak hasil kawin sirri,
melindungi status hukum jika pasangan isbat masih terikat perkawinan dengan pasangan
lama sehingga kemaslahatan akan diterima oleh pasangan suami yang nikah sirri selama
persyaratannya terpenuhi.
Kesimpulan
Isbat Nikah Solusi Bagi Nikah Sirri
2021
Ahmad Fauzi 983
Isbat nikah merupakan bagian dari sebuah solusi dalam penetapan nikah sirri,
walaupun pernikahannya dilakukan setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 untuk mendapatkan kepastian hukum yang tercatat dalam
Kompilasi hukum Islam yang saat ini sebagai rujukan Pengadilan Agma di Indonesia.
Bibliografi
Aziz, Rahmat Abdul. (2018). Pandangan hakim terhadap pemberian Nafkah
Iddah bagi wanita cerai gugat pasca putusan Mahkamah Agung nomor
137/k/ag/2007: studi di pengadilan Agama Tulungagung. Malang:
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Huda, Mahmud. (2014). Yurisprudensi Isbat Nikah Dalam Pasal 7 Kompilasi
Hukum Islam. Religi: Jurnal Studi Islam, 5(1), 4371.
Nurlaelawati, Euis. (2013). Pernikahan Tanpa Pencatatan: Isbat Nikah Sebuah
Solusi? Musãwa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 12(2), 261277.
Oelangan, Meita Djohan. (2013). Isbat Nikah Dalam Hukum Islam Dan
Perundang-Undangan Di Indonesia. Pranata Hukum, 8(2).
Ramadhan, Yanuar Cahaya. (2020). Tinjauan Hukum Keluarga Islam terhadap
Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung Nomor 0004/Pdt. G/2018/PTA.
Bdg tentang nafkah iddah cerai talak. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Sanusi, Ahmad. (2016). Pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama
Pandeglang. AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah, 16(1).
Sihombing, Eka N. A. M. (2013). Mendorong Pembentukan Peraturan Daerah
Tentang Bantuan Hukum Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Rechts
Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 2(1), 8193.
Suherman, Andi. (2019). Implementasi Independensi Hakim dalam Pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman. SIGn Jurnal Hukum, 1(1), 4251.
Sururie, Ramdani Wahyu. (2017). Polemik Di Seputar Hukum Isbat Nikah Dalam
Sistem Hukum Perkawinan Indonesia. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum
Islam, 11(2), 233246.
Suryamizon, Anggun Lestari. (2017). Perlindungan Hukum Preventif Terhadap
Kekerasan Perempuan Dan Anak Dalam Perspektif Hukum Hak Asasi
Manusia. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama Dan Jender, 16(2), 112126.
Suryani, Irma. (2017). Penggunaan Model Inquiry Learning Untuk Meningkatkan
Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Tema 9 Makananku Sehat Dan
Bergizi (Penelitian Tindakan Kelas pada Subtema 3 Kebiasaan Makanku di
Kelas IV SD Plus Alfatwa Kecamatan Regol Kota Bandung). Bandung: FKIP
Unpas.
Tappangan, Louis Sleyvent Eliezer. (2019). Penangkapan dan Penahanan Terduga
Pelaku Tindak Pidana Terorisme Berdasarkan Peraturan Hukum Indonesia.
Justitia Jurnal Hukum, 3(2).
Yakin, Muhammad Khusnul. (2015). Ratio Decidendi Penetapan Pengesahan
(Itsbat) Nikah Di Pengadilan Agama. Yuridika, 30(2), 254277.
Yusriyah, Yusriyah. (2020). Melegalkan Perkawinan Siri dan Perkawinan
Campuran Melalui Isbat Nikah (Studi di Kabupaten Banyumas). Alhamra:
Jurnal Studi Islam, 6980.
Zaidah, Yusna. (2014). Isbat Nikah dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
984 http://sosains.greenvest.co.id
Hubungannya dengan Kewenangan Peradilan Agama. Syariah: Jurnal Hukum
Dan Pemikiran, 13(1).