Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1101 http://sosains.greenvest.co.id
URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER BAGI REMAJA DI ERA
DIGITAL
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania
Institut Agama Islam Nusantara Batang Hari, Indonesia
E-mail: Shukatin@gmail.com, alfinmaruf99@gmail.com,
[email protected], dianv9028@gmail.com dan
Diterima:
19 Agustus 2021
Direvisi:
03 September
2021
Disetujui:
15 September
2021
Abstrak
Penelitian ini mendeskripsikan urgensi pendidikan karakter bagi
remaja di era digital dimana pendidikan karakter adalah adalah
usaha yang disengaja untuk mengembangkan karakter yang baik
berdasarkan nilai-nilai inti yang baik untuk individu dan baik
untuk masyarakat, Pendidikan karakter dapat dimanfaatkan
sebagai strategi untuk membentuk identitas yang solid pada
setiap individu. Dewasa ini pada era digital, dimana tidak hanya
dampak positif yang dihasilkan oleh digital, tidak menutup
kemungkinan era digital berdampak negatif bagi pembentukan
karakter anak-anak. Untuk itu peran orang tua dan guru sebagai
pendidik disini sangat dibutuhkan untuk membimbing dan
memantau apa yang digunakan oleh anak pada media digitalnya,
agar tidak terjadi salah kaprah dalam menggunakan media digital
namun dapat memanfaatkan media digital untuk kehidupanya
dan dirinya sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif, sedang pengumpulan data dihimpun melalui studi
kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini
mengungkapkan di zaman serba digital peran orang tua, guru,
serta masyarakat disekitar sangatlah diperlukan guna
meningkatkan karakter remaja sebagai calon penerus bangsa
yang jujur, bertanggung jawab, peduli dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi.
Kata kunci: Pendidikan Karakter, Era Digital, Remaja
Abstract
Character education is a deliberate effort to develop good
character based on core values that are good for individuals and
good for society. Character education can be used as a strategy
to form a solid identity for each individual. In this case, the
purpose of character education is to form attitudes that can
bring individuals to progress, and in accordance with applicable
norms. Character education can also be a medium for
developing individual character so that it can always bring
progress to society. Today in the digital era, where not only the
positive impact generated by digital, does not rule out the
possibility of the digital era having a negative impact on the
formation of children's character. For this reason, the role of
parents and teachers as educators here is needed to guide and
monitor what children use in their digital media, so that there is
no misguided use of digital media but can use digital media for
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1102
their lives and themselves.
Keywords: Character Education, Digital Era
Pendahuluan
Pendidikan karakter sebagai tujuan dari pendidikan nasional tertuang dalam UU
nomor 20 Tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional yang
menyebutkan bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”. Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa
(1930) mengatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak.
Pendidikan adalah usaha sadar dalam proses pembelajaran baik dari segi akademik
maupun non- akademik dengan tujuan para peserta didik mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, sikap dan perilaku menjadi lebih baik (Hudiarini, 2017). Pendidikan
hakikatnya adalah pembentukan karakter pada manusia (Wijaya & Helaluddin, 2018).
Ahmad Tafsir menguraikan bahwa orang Yunani kuno menentukan tiga syarat untuk
disebut manusia. Tiga syarat tersebut yaitu memiliki kemampuan mengendalikan diri,
cinta tanah air dan berpengetahuan. Semua syarat itu adalah karakter yang harus dimiliki
manusia. Hal senada diperkuat oleh Thomas Lickona bahwa pendidikan adalah
membantu manusia memiliki karakter yang baik.
Proses pendidikan karakter perlu dilakukan sejak dini dan sudah harus
dimaksimalkan pada usia sekolah dasar (Annisa, Wiliah, & Rahmawati, 2020). Potensi
yang baik sebenarnya sudah dimiliki manusia sejak lahir, tetapi potensi tersebut harus
terus dibina dan dikembangkan melalui sosialisasi baik dari keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Di era globalisasi ini manusia dengan mudahnya menggunakan teknologi
yang ada bukan hanya orang dewasa namun juga anak-anak (Ameliola & Nugraha, 2013).
Teknologi saat ini digunakan dalam dunia pendidikan karena sangat membantu proses
pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, teknologi juga mampu
digunakan sebagai alat komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Namun,
bagaimanapun juga teknologi mempunyai dampak positif maupun negatif dalam ranah
pendidikan (Muammar & Suhartina, 2018).
Banyaknya kasus cyberbullying, tawuran antar pelajar, kekerasan bahan pelecehan
seksual pada anak merupakan lemahnya karakter bangsa. Karakter bangsa yang baik
harus dibentuk dan dididik sedini mungkin agar masyarakat mampu menanamkan sifat-
sifat dan perilaku yang baik sejak dini sehingga dapat menekan angka kriminal (Annisa et
al., 2020).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library
research) dengan menggunakan berupa artikel jurnal dan buku-buku yang berkaitan
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1103 http://sosains.greenvest.co.id
dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data baik artikel jurnal ataupun buku-buku. Analisis data penelitian
ini menggunakan analisis konten (content analysis).
Hasil dan Pembahasan
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti "to mark (menandai) dan
memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus
dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara seoarang yang berperilaku
jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah
karakter erat kaitanya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila
perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Karakter adalah unsur kepribadian yang ditinjau
dari segi etis dan moral (Cahyaningrum, Sudaryanti, & Purwanto, 2017). Karakter
menurut Suyanto dalam Agus Wibowo dan Sigit Purnama, menyatakan bahwa cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Michael
Novak karakter merupakan “campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang
diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana dan kumpulan orang
berakal sehat yang ada dalam sejarah”.
Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat
(Ruminten & Mastini, 2019). Selanjutnya, Muchlas Samani berpendapat bahwa karakter
dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan
orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari
dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sesuatu yang
terdapat pada individu yang menjadi ciri khas kepribadian individu yang berbeda dengan
orang lain berupa sikap, pikiran dan tindakan. Ciri khas tiap individu tersebut berguna
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara (Santika, 2018).
Term atau istilah pendidikan karakter terdiri dari dua unsur utama yakni,
pendidikan (tarbiyah) dan karakter (akhlaq). Dari dua unsur tersebut akan mendukung
esensi dan tujuan utama dari pendidikan karakter itu sendiri (Fathurrochman & Apriani,
2017). Definisi pendidikan (tarbiyah) dalam bahasa Arab dan definisi Islam sejak dulu.
Kata tarbiyah ini muncul sejak adanya bahasa arab itu sendiri, kata tarbiyah ini tidak
muncul disaat kedatangan islam, tidak pula diadopsi dari bahas asing atau pemikiran
asing, melainkan telah ada sebelumnya. Pendidikan dalam bahasa Arab bisa disebut
dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran dalam
bahasa arab disebut dengan ta’limyang berasal dari kata kerja ‘allama (Rohmah, 2017).
Sehingga istilah Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah.
Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan
yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu
perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan (Dianti, 2014).
Menurut Dafid Elkind dan Freddy Sweet Ph.D, Pendidikan karakter adalah usaha sengaja
(sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli dan melaksanakan nilai-nilai etika
inti. Pendidikan karakter menurut Burke semata-mata merupakan bagian dari
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1102
pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang
baik. Suyanto mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1104
plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan
(action) Sementara itu, Masnur Muslich menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah
suatu sistem pemahaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kami.
Sedangkan penjelasan mengenai pengertian istilah karakter telah dipaparkan pada
pembahasan sebelumnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian
pendidikan karakter adalah sebagai berikut, Pendidikan karakter adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik
yang mengajarkan dan membentuk moral, etika dan rasa berbudaya yang baik serta
berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan.
Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti
yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral dan berkarakter (Mawangir,
2018). Penyair besar Syauqi dalam Muhammad Athiyah Al-Abrasyi pernah menulis:
إ اﻢﻣﻷ اﻼﺧﻷق ﺖﻴﻘﺑﺎﻣ ، ﺈﻓن ذﺖﺒﻫ اﻼﺧ ﻢﻬﻓ ذﻮﺒﺣأ
Artinya:“Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik. Bila akhlak
mereka sudah rusak, sirnalah bangsa itu”. Menurut Dharma Kesuma, tujuan pendidikan
karakter, khususnya dalam setting sekolah, diantaranya sebagai berikut :
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan
perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas
sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi periaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilainilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama
Selain itu, (Said Hamid Hasan, 2012) menyatakan bahwa pendidikan karakter
secara terperinci memiliki ima tujuan yaitu, Pertama, mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-
nilai karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadimanusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan. Kelima,
mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuata (Dignity).
(Jamal Ma’mur Asmani, 2011) berpendapat bahwa tujuan pendidikan karakter
penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih
menghargai kebebasan individu. Senada dengan pendapat tersebut, (Muhammad Takdir
Ilahi, 2012) menyatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan niai-
nilai pendidikan yang berdasarkan pada etika dan moral sehingga kepribadian anak didik
dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya sehari-hari, baik di lingkungan pendidikan,
maupun di luar lingkungan pendidikan, Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1106
karakter adalah untuk membentuk karakter peserta didik yang beradab sehingga nilai-
nilai karakter tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendidikan
karakter, seorang peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas
secara emosi dan spiritual.
Nilai-nilai karakter dan budaya bangsa berasal dari teori-teori pendidikan,
psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945,
dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman
terbaik dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari (Haris, 2017). Salah satu periode
dalam rentang kehidupan individu adalah masa remaja. Fase ini merupakan segmen
kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu dan merupakan masa
transisi yang dapat diarahkan pada perkembangan masa dewasa yang sehat. Masa remaja
atau ‘’adolescence’’ berasal dari bahasa latin ‘’adolescere yang berarti ‘’tumbuh’’
menjadi dewasa’’. Apabila diartikan dalam konteks yang lebih luas, akan mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja menurut (Hurlock, 2001)
diartikan sebagai suatu masa transisi atau peralihan, yaitu periode dimana individu secara
fisik maupun psikis berubah dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Jannah, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dari
anak yang belum matang menuju orang dewasa yang matang, suatu periode transisi
secara biologis, psikologis dan sosial. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan
terkadang tanpa kita sadari. Pemahaman ciri-ciri remaja ini sangatlah penting bagi remaja
yang bersangkutan maupun bagi masalah yang dihadapi oleh remaja. menjelaskan ciri-ciri
dalam masa remaja antara lain:
1) Masa remaja sebagai periode peralihan, artinya bukan lagi masa anak-anak tetapi
berkembang menuju masa dewasa.
2) Masa remaja sebagai periode perubahan, artinya dalam menuju kedewasaan remaja
mengalami perubahan fisik maupun psikis. Perubahan ini akan terjadi terus menerus
sampai individu mendapatkan batas terakhir dari perkembangannya.
3) Masa remaja sebagai usia bermasalah, maksudnya ketika dalam menghadapi suatu
masalah, remaja tidak lagi menyelesaikan masalah itu secara kanak-kanak, tetapi
remaja juga belum mampu untuk bertindak sebagai orang dewasa.
4) Masa remaja sebagai masa mencari identitas, artinya remaja bukan lagi kanak-kanak
tetapi juga belum memperoleh status orang dewasa. Hal ini akan membuat bingung
remaja.
5) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan, artinya masa remaja
merupakan masa yang paling rawan diantara masa- masa yang ada, karena masa
remaja merupakan masa yang mudah terkena pengaruh, baik pengaruh dari keluarga,
sekolah, teman- teman sebaya maupun dari lingkungan dimana remaja itu berada.
6) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, artinya pada masa remaja banyak
khayalan, impian, serta keinginan-keinginan yang belum mampu diwujudkan oleh
remaja. Hal ini terjadi karena remaja membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari
orang tua.
7) Masa remaja sebagai masa usia dewasa, artinya tidak lagi berstatus kanak-kanak
tetapi juga belum sepenuhnya memperolah status dewasa. Walaupun demikian
remaja diharapkan mampu bersikap selayaknya seperti orang dewasa.
Lebih lanjut dikatakan pada masa remaja ditandai dengan ciri-ciri yang
mewujudkan adanya ketidak tenangan jiwa, karena itu membuat mereka mengalami
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1105 http://sosains.greenvest.co.id
kegoncangan, mudah terpengaruh, mudah emosional dan sebagainya. Keadaan yang
demikian ini membuat remaja mengalami gangguan keseimbangan mental, apabila
ditambah dengan seringnya mengalami kegagalan dalam pemahaman kebutuhan-
kebutuhannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja
secara fisik ditandai dengan mulai berfungsinya kelenjar kelamin. Pada masa ini remaja
mengalami masa peralihan, masa perubahan, masa usia bermasalah, masa mencari
identitas, masa yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realitis dan sebagai masa
usia dewasa.
Pada anak masa pubertas banyak para orang tua yang melihat mereka berubah dari
penurut menjadi tidak penurut dan melawan. Banyak orang tua bermasalah dengan anak
remaja mereka karena mereka mengharapkan anaknya menjadi dewasa dalam waktu
singkat, padahal remaja tidak menjadi dewasa dalam waktu singkat. Orang tua yang tahu
bahwa remaja membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi dewasa biasanya
berhadapan dengan remaja yang lebih cakap dan tenang dibandingkan dengan orang tua
yang menginginkan penyesuaian yang cepat terhadap standar orang tua, dalam menjalani
proses perkembangan, remaja memerlukan proses penyesuaian diri menuju kedewasaan,
ada tiga tahap perkembangan remaja :
1. Remaja Awal, seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai
perubahan-perubahan itu. Mereka pengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik
pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja
oleh lawan jenis, ia telah berfantasi erotic. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini
ditambah dengan kurangnya kendali terhadap ego, hal ini dapat menyebabkan para
remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2. Remaja Madya, pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narcistic”, yaitu
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman- teman yang mempunyai sifat yang
sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak
tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak perduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus
membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.
3. Remaja Akhir, tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal di bawah ini:
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dengan
pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat
umum (the public).
Setidaknya terrdapat enam tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh para
remaja. Keenam tugas perkembangan ini pada umumnya dapat dilaksanakan dengan
lancar bila tidak ada rintangan dari lingkungan maupun dari dalam diri remaja sendiri.
Keenam tugas perkembangan tersebut dapat disebutkan satu persatu sebagai berikut :
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1107 http://sosains.greenvest.co.id
1) Menerima Keadaan Fisik, Para remaja harus diberikan pemahaman ajaran agama
tentang perlunya bersyukur dan menerima dengan ikhlas segala karunia yang
diberikan oleh Allah swt kepadanya. Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap diri
manusia diciptakan berbeda-beda. Manakala seseorang menilai keadaan fisiknya tidak
sesuai dengan harapannya, maka orang tersebut akan kecewa berkaitan dengan
keadaan fisik tubuhnya. Akibat lebih jauhnya adalah terjadi masalah psikologis berupa
rendah diri dan mengisolasikan diri dari kehidupan sosialnya. Ini tentunya tidak
diharapkan terjadi mengingat remaja adalah generasi penerus yang akan melanjutkan
keberlangsungan bangsa ini.
2) Memperoleh Keberhasilan Emosional, Kebebasan emosional yang dibimbing oleh
nilai-nilai agama menyebab kan para remaja memiliki kemampuan membedakan
antara yang baik dengan yang buruk, yang patut dan yang tidak patut dilakukan, apa
yang harus dihindari, tujuan mana yang harus dikejar dan tindakan atau keputusan
mana yang sebaiknya diambil. Para remaja akan bergaul dan menjalankan tugas
perkembangan selanjutnya dengan selamat. Namun, jika perkembangan dan
kebebasan emosional tersebut tidak didasarkan pada nilai-nilai agama, maka dengan
mudah dapat terjerumus ke dalam kehidupan yang merugikan masa depannya.
3) Mampu Bergaul, Perasaan malu, perasaan tidak sesuai dengan harapan orang lain,
akan menghambat usahanya dalam melibatkan diri dalam pergaulan dengan orang
lain. Dalam usaha memperluas pergaulan, remaja sering menghadapi berbagai macam
keadaan, mengalami pengaruh lingkungan baik yang mengarahkan, maupun yang
membingungkan atau menyesatkan. Pada masa remaja ini, “bekal” pegangan hidup
dari orang tuanya sering dianggapnya sebagai sesuatu yang sudah using. Dalam
keadaan ini sifat keterbukaan, komunikasi antara orang tua dengan remaja menjadi
sangat penting. Demikian pula nilai-nilai agama sebagai pegangan hidup menjadi hal
yang mutlak dimiliki.
4) Menemukan Model untuk Diteladani, Menurut E.H. Erikson, pada masa remaja harus
menemukan identitas diri. Ia sedang mencari gaya dan pola hidupnya sendiri yang
dapat dikenal dan berlangsung mapan.24 Pada waktu menjalani dan mengalami
perubahan dan pertumbuhan badan dan kematangan seksual yang baru baginya,
remaja mempertanyakan pandangan orang tentang dirinya maupun pandangan dirinya.
Peranan dan kemampuannya memerlukan orientasi baru tertuju pada tuntutan dan
persiapan bagi penempatan suatu posisi dalam masyarakat.
5) Mengetahui dan Menerima Kemampuan Sendiri, Untuk mencegah timbulnya prilaku
yang sangat menghambat perkembangan remaja, maka remaja perlu refleksi diri untuk
mengetahui kemampuannya, sejauh mana jangkauan kesanggupannya bisa mencapai
kemungkinan dan kesempatan yang diperoleh dirinya secara nyata, dan menerima
yang didapatkannya sebagai hasil refleksi. Dalam kaitan ini ajaran agama tentang
bersyukur dan ikhlas menerima anugerah dari Allah dapat ditegakan. Demikian pula
sikap bertawakal, yaitu sikap yang senantiasa berserah diri kepada Allah, serta
menerima segala karunia Nya dengan penuh kerelaan perlu dilakukan. Dengan cara
demikian, para remaja akan terhindar dari sikap putus asa, stress, dan sebagainya.
6) Memperketat Penguasaan Diri Atas Dasar Skala Nilai dan Norma, Skala nilai selain
dapat diperoleh dari ajaran agama yang dianutnya, juga melalui proses identifikasi
dengan orang yang dikaguminya, tokoh masyarakat yang dianggapnya berhasil dalam
kehidupan, dan norma-norma serta pranata yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan
semua nilai dan norma yang telah diperolehnya akan terbentuk sebuah falsafah hidup
sebagai pegangan dalam pengendalian gejolak dorongan dalam diri para remaja.
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1109 http://sosains.greenvest.co.id
Dalam kaitan ini orang tua turut berperan dalam pembentukan nilai dan karakter,
terutama dengan uraian dan keterangan mengenai keyakinan dalam agama yang
dianutnya. Orang tua dapat membantu remaja dengan mengemukakan peranan agama
dalam kehidupan masa dewasa, sehingga penyadaran ini dapat memberi arti yang baru
pada keyakinan agama yang telah diperolehnya.
Pada umumnya, setiap populasi generasi yang muncul dalam kurun waktu setiap
15-18 tahun terakhir memiliki karakteristik demografik yang berbeda dengan generasi
sebelum dan setelahnya. Pengelompokan karakteristik tiap generasi ini disebut sebagai
cohort, generasi net atau Milenial sangat bergantung pada teknologi terutama internet.
Menurut Andriyani generasi Net ini memiliki karakteristik sebagai berikut, pertama
miliki ambisi besar untuk sukses. Anak zaman sekarang cenderung memiliki karakter
yang positif dan optimis dalam menggapai mimpi dalam hidupnya. Anak-anak ini lahir
dalam kondisi dunia yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Orang tua dari generasi
ini mayoritas lebih mapan, mampu memberikan fasilitas dan rasa nyaman kepada anak.
Anak zaman ini memiliki ambisi besar untuk sukses karena semakin banyaknya role
model yang diidolakan dibandingkan generasi sebelumnya. Anak harus memiliki ambisi
atau goal sejak dini. Oleh karena itu, orang tua perlu mendefinisikan goal atau cita-cita
anak dengan jelas dan benar.
Kedua, anak cenderung berpikir praktis dan berperilaku instan (speed). Anak-anak
generasi ini menyukai pemecahan masalah yang praktis dan kurang sabar mengikuti
proses untuk mencermati suatu masalah. Hal ini terjadi karena anak-anak ini lahir dalam
dunia yang serba instan. Realitas ini mengharuskan orang tua untuk mendidik anak
tentang konsep proses, daya tahan (endurance) dan komitmen untuk menjalankan tugas.
Orang tua yang bijak akan membimbing seorang anak untuk menemukan kiat-kiat dan
langkahlangkah praktis dalam menemukan tujuan hidup anaknya.
Ketiga, anak mencintai kebebasan. Generasi Net sangat menyukai kebebasan
berpendapat, berkreasi, berekspresi. Anak generasi ini lahir di dunia yang modern. Suatu
dunia dengan ciri bahwa rezim tirani otoriter tidak memiliki kekuasaan untuk mengontrol
yang lain. Anak-anak generasi ini lebih menyukai pelajaran yang bersifat eksplorasi dan
tidak menyukai pelajaran yang bersifat menghafal. Mereka menghendaki supaya aturan di
rumah harus disertai dengan penjelasan yang logis. Oleh karena itu, orang tua perlu
memberikan penjelasan logis tentang peraturan yang berlaku di rumah. Pendidik (guru
dan orang tua) perlu memberikan konsep kebebasan yang bertanggung jawab kepada
anak-anak. Pendidik tidak boleh membiarkan anak bebas tanpa memahami prinsip sebab
akibat dan konsekuensi dari suatu perbuatan atau peraturan yang diberikan kepada anak.
Keempat, percaya diri. Anak-anak yang lahir pada generasi ini mayoritas memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, memiliki sikap optimis dalam banyak hal. Zaman ini
membutuhkan seorang anak yang bermental positif dan percaya diri. Atas dasar itulah,
orang tua perlu membantu anak supaya sikap optimis dan percaya diri terus bertumbuh
dan berkembang dengan baik. Setiap masukan yang bernuansa nasehat dari orang tua
harus bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Orang tua juga perlu
menyampaikan kepada anak bahwa kunci sukses untuk mencapai tujuan dan cita-cita
dalam hidup adalah menjaga keseimbangan antara kepercayaan diri (self confidence) dan
kompetensi diri (self efficacy) Orang tua perlu menciptakan lingkungan yang kondusif
supaya anak bertumbuh dalam kompetensi dan kepercayaan diri yang tinggi.
Kelima, anak cenderung menyukai hal yang detail. Generasi ini termasuk generasi
yang kritis dalam berpikir. Selain itu, generasi ini sangat detail dalam mencermati suatu
permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam hidup setiap hari. Generasi ini dapat
memperoleh segala informasi dan gambar dengan menulis saja topik yang ingin ditelusuri
melalui google engine. Hal ini tentu berbeda sekali dengan generasi sebelumnya yang
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1108
tanpa bantuan internet harus mencari jawaban atas suatu hal dengan mencari di buku atau
bertanya pada guru atau orang yang berkompeten pada bidangnya. Tereksposnya segala
informasi, dengan ini maka generasi net dapat mengakses semua informasi dan
membangun suatu konsep pola berpikir kritis dari berbagai pendekatan yang disediakan
oleh dunia maya. Kenyataan ini mengharuskan orang tua dan pendidik untuk
menyediakan informasi yang cukup bagi anak. Selain itu, orang tua dan pendidik harus
tetap mempersiapkan dan mengarahkan anak-anak supaya menerima informasi yang
sesuai dengan karakteristik usianya. Orang tua dan pendidik wajib meng-upgrade diri
dengan informasi global terkini mengenai dunia dan tren anak zaman sekarang. Para
pendidik dan orang tua perlu lebih maju satu tingkat di atas atau setidaknya setara dengan
pengetahuan anak, dengan begitu orang tua dan pendidik dapat mengontrol perilaku dan
aktivitas anak dalam menggunakan media digital.
Keenam, anak mempunyai keinginan besar untuk mendapatkan pengakuan. Setiap
orang pada dasarnya memiliki keinginan agar diakui atas kerja keras, usaha, kompetensi
yang telah didedikasikan untuk berbagai epentingan. Generasi ini mempunyai
kecenderungan supaya mendapat pengakuan dalam bentuk reward, pujian, hadiah,
sertifikat, atau penghargaan). Hal ini disebabkan karena generasi ini mempunyai
kemampuan dan eksistensinya sebagai individu yang unik. Pada umumnya suatu generasi
yang merasa diri unik dan istimewa selalu membutuhkan justifikasi sebagai bentuk
pengakuan terhadap apa yang dimilikinya. Orang tua dan pendidik harus berusaha untuk
memberikan reward dalam bentuk hadiah kecil, pujian, pelukan atau kata-kata yang
bersifat memotivasi sebagai bentuk apresiasi atas usaha yang ditunjukkan anak.
Ketujuh, anak mahir menggunakan digital dan teknologi informasi. Generasi Net
ini lahir ketika media digital mulai merambah dan berkembang dengan pesat dalam
segala dimensi kehidupan manusia. Generasi ini sangat mahir menggunakan segala
macam gadget dan aneka media digital lainnya dalam melayani kepentingan dan
kebutuhan setiap hari. Anak-anak ini lebih memilih berkomunikasi melalui dunia maya
atau media sosial daripada berkomunikasi atau berinteraksi langsung (face to face) engan
orang lain. Generasi ini menjadi bagian dari komunitas berskala besar dalam sebuah
jaringan media dan teknologi, tanpa mengenal satu sama lain melalui internet. Generasi
ini cenderung memiliki kemampuan komunikasi publik yang cukup rendah. Para pendidik
dan orang tua perlu mengetahui informasi terkini dalam era digital. Para pendidik dan
orang tua juga tidak boleh memasung anak dalam isolasi lingkungan yang jauh dari
teknologi, tetapi mendampingi atau menemani anak supaya dapat memanfaatkan media
digital dan teknologi secara baik untuk tujuan-tujuan yang positif. Para pendidik dan
orang tua harus memahami bahwa tidak semua aplikasi dalam telepon genggam
berdampak negatif seperti aplikasi Family Locator di android yang dilengkapi dengan
lokasi GPS usernya yang bertujuan untuk membantu orang tua dan anak saling
memonitor aktivitas perjalanan dan lokasi aktivitas setiap hari.
Pada zaman era digital, dimana para remaja sudah tidak asing lagi dengan istilah
digital, di masa ini remaja ingin mendapatkan kebebasan termasuk dalam hal penggunaan
smartphone, remaja di masa ini dimanjakan oleh berbagai kemudahan yang bisa ia
dapatkan melalui teknologi, secara tidak sadar, kecanggihan teknologi membentuk remaja
menjadi pribadi yang tidak mandiri, manja, malas dan tidak sehat dikarenakan segala
sesuatu yang ia inginkan dapat dengan mudah ia dapatkan melalui smartphone nya.
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1110
Era digital dengan beragam kemudahan yang disediakan dewasa ini juga
berdampak pada karakter remaja yang seharusnya pada masa emas remaja, yakni diumur
remaja, mereka memanfaatkan waktu mereka untuk belajar, mengasah kemampuan atau
skill.
Zaman era digital sekarang ini, tren remaja masa kini sudah mengarah kepada
ketergantungan oleh teknologi. Selalu saja ada hal yang dibagikan di media sosial agar
semakin up-to-date, sehingga mereka seperti mempunyai dunia mereka sendiri ketika
memegang gadget mereka. Hubungan sosial nyata, yang menjadi sumber pembentuk
karakter diri pun harus menjadi korbannya. Temperamen, sulit diatur, lebih percaya diri,
bahkan ada juga yang sampai hati membentak orang tua.
Kecanggihan teknologi yang bersifat candu disamping menjadi sebab merosotnya
karakter remaja, kecanggihan teknologi juga mempengaruhi faktor sosial remaja, dimana
para remaja bersifat acuh terhadap sekelilingnya, termasuk kepada orang dewasa,
diantaranya orang tua dan guru, kemerosotan karakter remaja akibat teknologi berupa
tidak menghormati gurunya, tidak lagi mengedepankan adab kepada guru dan orang tua
(Silwi, 2019).
Karakter kepercayaan, kejujuran dan tanggung jawab yang dimliki mampu
menciptakan banyak kesempatan untuk berprestasi lebih baik lagi. Karakter tanggung
jawab mampu meningkatkan prestasi peserta didik menjadi lebih baik sehingga reward
dan kesempatan berprestasi tercipta kembali untuk kesempatan berprestasi berkutnya.
Banyak pihak mengapresiasi prestasinya dengan reward yang beragam mulai funding,
beasiswa bahkan kesempatan berkarya di instansi atau perusahaan tanpa tes masuk HRD.
Disini peran orang tua dan guru sangat penting dalam membimbing, memanatau, serta
mengatur waktu penggunaan media sosial.
Beberapa alasan pentingnya pendidikan karakter di atas dapat menjadi benteng
yang kuat untuk menghadapi tantangan era globalisasi (era digital) dengan banyak celah
yang memengaruhi insan generasi muda terkena dampak negatif globalisai seperti
ketidakjujuran, rendahnya kepedulian, fenomena ketidakadilan, turunnya tanggungjawab
pada tugasnya masing- masing ntuk itu perlunya menerapkan pendidikan karakter sangat
penting agar generasi penerus bangsa mempunyai moral dan akhlak yang baik
Kesimpulan
Dewasa ini, dimana teknologi tidak lagi menjadi hal asing di kalangan para remaja,
sehingga kemudahan yang dihasilkan oleh digital membuat remaja lalai dan terbuai akan
kemudahan yang mereka miliki, kini karakter yang seharusnya dimiliki remaja di usianya,
waktu muda dihabiskan di depan layar gadget yang berakibat mengesampingkan adab dan
akhlak, menjadi pasif terhadap lingungan, tidak peka terhadap keadaan, tidak terbiasa
berfikir dan banyak lagi dampak lainnya, sehingga pendidikan karakter dirasa perlu
diimplementasikan bagi kehidupan remaja saat ini.
Karakter seseorang akan terbentuk bila aktivitas dilakukan berulang-ulang secara
rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu kebiasaan
saja tetapi sudah menjadi suatu karakter. Maka dari itu, pendidikan karakter harus
diterapkan sedini mungkin agar anak mampu menanamkan karakter yang baik sehingga
mereka bisa membawanya hingga usia dewasa.
Indikator keberhasilan pendidikan Karakter adalah jika seseorang telah mengetahui
sesuatu yang baik (knowing the good) bersifat kognitif, kemudian mencintai yang baik
(loving the good) bersifat afektif, dan selanjutnya melakukan yang baik (acting the good)
bersifat psikomotorik.
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja Di Era Digital
2021
Sukatin, Alfin Ma’ruf, Delima Mardani Putri, Dian Giawi Karomah dan
Imraatun Hania 1112
Di zaman serba digital peran orang tua, guru, serta masyarakat disekitar sangatlah
diperlukan guna meningkatkan karakter remaja sebagai calon penerus bangsa yang jujur,
bertanggung jawab, peduli dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Keluarga sebagai
tempat utama dan pertama remaja atau anak-anak menjalani kehidupan dan
pendidikannya hendaklah mengawasi dan membimbing dengan penuh kasih sayang, tegas
dan cermat.
Bibliografi
Ameliola, Syifa, & Nugraha, Hanggara Dwiyudha. (2013). Perkembangan media
informasi dan teknologi terhadap anak dalam era globalisasi. Prosiding In
International Conference On Indonesian Studies" Ethnicity And Globalization.
Annisa, Miftah Nurul, Wiliah, Ade, & Rahmawati, Nia. (2020). Pentingnya pendidikan
karakter pada anak sekolah dasar di zaman serba digital. BINTANG, 2(1), 3548.
Cahyaningrum, Eka Sapti, Sudaryanti, Sudaryanti, & Purwanto, Nurtanio Agus. (2017).
Pengembangan nilai-nilai karakter anak usia dini melalui pembiasaan dan
keteladanan. Jurnal Pendidikan Anak, 6(2), 203213.
Dianti, Puspa. (2014). Integrasi Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk mengembangkan karakter siswa. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, 23(1).
Fathurrochman, Irwan, & Apriani, Eka. (2017). Pendidikan Karakter Prespektif
Pendidikan Islam dalam Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Potensia: Jurnal
Kependidikan Islam, 3(1), 122142.
Haris, Abdul Haris. (2017). Pendidikan karakter dalam perspektif Islam. Al-
Munawwarah: Jurnal Pendidikan Islam, 9(1), 6482.
Hudiarini, Sri. (2017). Penyertaan etika bagi masyarakat akademik di kalangan dunia
pendidikan tinggi. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 113.
Jannah, Miftahul. (2017). Remaja dan tugas-tugas perkembangannya dalam islam.
Psikoislamedia: Jurnal Psikologi, 1(1).
Mawangir, Muh. (2018). Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Perspektif Tafsir Al-Mishbah
Karya Muhammad Quraish Shihab. Tadrib, 4(1), 163182.
Muammar, Muammar, & Suhartina, Suhartina. (2018). Media Pembelajaran Berbasis
Teknologi Informasi Dalam Meningkatkan Minat Belajar Akidah Akhlak.
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 11(2), 176188.
Rohmah, Siti. (2017). Upaya Pembinaan Pendidikan Karakter Melalui Ketauladanan
Guru Pendidikan Agama Islam Di Sdn 2 Tanjungratu Lampung Selatan. UIN Raden
Intan Lampung.
Ruminten, I. Kadek, & Mastini, Gusti Nyoman. (2019). Peningkatan Mutu Pendidikan
Keluarga Pada Era Milenial. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 4(2), 184189.
Santika, Tika. (2018). Peran Keluarga, Guru Dan Masyarakat Dalam Pembentukan
Karakter Anak Usia Dini. Judika (Jurnal Pendidikan Unsika), 6(2), 7785.
Silwi, Violita Syntiya. (2019). Peran guru PAI dalam menginternalisasikan karakter
kepedulian sosial di SMP Islam Al-Amin Malang. Malang: Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Wijaya, Hengki, & Helaluddin, Helaluddin. (2018). Hakikat Pendidikan Karakter.
Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1111 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.