Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1144 http://sosains.greenvest.co.id
(Sari, 2020). Ibu adalah sosok utama lawan bicara seorang anak. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa Ibu menjadi salah satu penyebab baik atau buruknya cara berkomunikasi dan
keluasan bahasa yang dimiliki seorang anak. Peran aktif ibu dalam membimbing dan
mendidik anaknya dengan bahasa yang baik akan menjadi momok keberhasilan
tercapainya bahasa yang baik yang dimiliki anak (Oktavia, 2019).
Anak yang dapat berbicara dengan bahasa yang baik akan tercermin sikap sopan
dan santun dari anak tersebut. Selain itu, dengan bahasa yang baik akan terbentuk
kepribadian yang santun dan menghargai orang lain. Penggunaan bahasa yang baik
seperti bahasa jawa krama akan membentuk karakter santun yang dimiliki anak (Yulianti
et al., 2018).
Cara berbicara menggunakan bahasa yang baik patut diterapkan sejak usia dini.
Karena pada usia tersebut, anak hanya terpengaruh oleh lingkungan keluarga dan
sekitarnya (Widianto, 2015). Pada usia sekolah dasar yakni antara 6 sampai 13 tahun,
cara berkomunikasi dan berbahasa anak akan terlihat sesuai dengan apa yang ia dapatkan
dari lingkungan keluarganya. Anak yang sejak usia dini telah diarahkan atau di didik
untuk berkomunikasi dengan bahasa yang baik maka ia akan berbicara/berkomunikasi
dengan bahasa yang baik, dan begitu juga sebaliknya (Sari, 2019).
Berdasarkan hasil observasi di SDN 4 Jekulo dijumpai perbedaan cara
berkomunikasi antara anak satu dengan yang lain. Perbedaan ini terlihat sangat mencolok,
salah satu anak dari beberapa anak yang sedang bermain terdengar sering menggunakan
bahasa santun yaitu bahasa krama ketika berkomunikasi dengan lawan bicara yang lebih
tua dan juga tidak berbicara menggunakan bahasa yang kasar ketika berkomunikasi
dengan teman sebayanya (Faiza & Firda, 2018). Hal ini sangat berbeda dengan teman-
teman seusianya yang lain. Terdapat 3 bahasa yang digunakan oleh anak anak tersebut,
yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Krama, dan Bahasa Jawa Ngoko. Bukan hanya
menggunakan bahasa jawa ngoko, terdapat anak yang beberapa kali menggunakan bahasa
kasar (misuh).
Perbedaan cara berbahasa tesebut juga tampak pada kosakata dan cara bicara antara
anak satu dengan yang lain (Madyawati, 2016). Terdapat anak yang menggunakan
kosakata rumit dan dapat menempatkannya pada kalimat-kalimat dengan jelas. Ada pula
anak yang masih agak terbata-bata dalam menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat
yang terstruktur. Hal tersebut dipengaruhi beberapa hal dan salah satunya adalah peran
ibu yang membimbing perkembangan bahasa anaknya. Hal ini terdapat pada penelitian
yang telah dilakukan Latifatun Najah pada tahun 2017, dari hasil penelitiannya diketahui
bahwa Ibu dalam proses perkembangan bahasa anak berperan sebagai pendamping
sekaligus pembimbing. Ibu mendampingi anak saat melakukan proses pemerolehan
bahasa serta membimbing anak dengan memberikan stimulus-stimulus yang berfungsi
untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak (Lubis, 2018).
Peran ibu merupakan faktor utama yang mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa anak, karena anak pertama kali mengenal bahasa melalui
ucapan ibu yang berbicara setiap harinya. Ibu merupakan role model pertama bagi anak
(Kurniati, Alfaeni, & Andriani, 2020). Perilaku apapun yang dilakukan ibu dalam
aktivitas sehari-hari akan menjadi contoh untuk anak, termasuk penggnaan bahasa. Ibu
yang berinteraksi maupun berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik seperti bahasa
jawa krama, maka anak akan mencontoh hal yang sama. Begitu pula dengan bahasa yang
lain. Tidak hanya sebagai role model, ibu juga menjadi partner pertama bagi anak. Ketika
ibu sering memberikan waktu untuk berkomunikasi dengan anak, maka semakin banyak
kosa kata yang dipelajari sang anak (Zahro, Noermanzah, & Syafryadin, 2020). Anakpun
dapat mempelajari struktur kalimat sehingga dapat merangkai kata ke dalam kalimat yang
terstruktur. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peran Ibu dalam