Volume 1, Nomor 9, September 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1048 http://sosains.greenvest.co.id
mata siswa. Sebagian besar siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang
sulit dan menakutkan, “Pengalaman belajar matematika adalah seperti mimpi
buruk,suasananya selalu mencekam, mencemaskan dan tertekan.” (Setiawan, 2016).
“Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang
tidak disenangi kalau bukan pelajaran yang dibenci.” (Ompusunggu, 2013).
Dampak dari citra negatif tersebut adalah hasil belajar siswa dalam matematika
sampai saat ini belum memuaskan, rata-rata nilai ulangan harian siswa masih rendah.
Pemahaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan seorang siswa
(Sundari, 2019). Siswa yang pemahamannya lebih tinggi akan meraih prestasi yang
gemilang. Namun sebagian besar siswa saat ini pemahaman belajar masih rendah
sehingga hasil yang mereka raih sampai saat ini belum memuaskan (Istiqomah, 2020).
Upaya untuk memperbaiki hasil belajar matematika siswa merupakan tanggung
jawab semua pihak baik itu guru, pemerintah dan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan
pengajar siswa di sekolah tidak hanya dituntut untuk memilih cara atau teknik
pembelajaran yang tepat dituntut juga untuk menciptakan situasi belajar yang nyaman
agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal yang akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar (Achdiyat & Andriyani, 2016). Dalam mengajarkan
matematika di kelas II, guru seyogyanya memperhatikan fakta perkembangan mental fikir
berfikir anak (Mintarjo, 2018). Periode operasional konkret, dari umur 7 atau 8 tahun
sampai 11 atau 12 tahun dan tahap pengerjaan logis dapat dilakukan dengan bantuan
benda-benda konkrit atau dalam keadaan tertentu (Ariandari, 2015). Hal ini bertujuan
agar siswa lebih mengerti dan paham tentang konsep yang diberikan.
Operasi hitung merupakan suatu istilah yang dibuat secara umum dari keseluruhan
pengerjaan hitung baik terhadap penjumlahan, pengurangan, perkalian maupun
pembagian (Pertiwi, 2019). Data hasil belajar matematika pada semester 1 dan 2 dengan
menggunakan metode ceramah melalui pendekatan yang konvesional tidak menunjukkan
adanya perubahan yang berarti terhadap siswa kelas II SDN Pondok Kacang Timur 03
Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Seiring dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang terus berkembang, sejalan dengan itu pula berkembanglah berbagai
pembelajaran dengan berbagai pendekatan yang digunakanya salah satu pendekatan
misalnya Realistic Mathematics Education yang dikembangkan di negara Belanda sejak
tahun 1970-an pendekatan ini menekankan pada suatu aktivitas manusia (Junaedi, 2017).
Matematika dalam hal ini bukan dipandang sebagai “ilmu pengetahuan yang ketat”,
melainkan sudah dipertimbangkan bahwa matematika adalah aktivitas kehidupan manusia
(a human activity ) (Sinaulan, 2021).
Pendekatan realitik menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks
sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas
mengorganisasikan masalah dan mengidentifikasikan aspek masalah yang ada pada
masalah tersebut (Febriyanti & Irawan, 2017).
Dengan pembelajaran realistik diharapkan prestasi dan minat siswa kelas II SDN
Pondok Kacang Timur 03 Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan dapat
meningkat selain itu manfaat yang dapat diraih adalah kuatnya konsep perkalian sehingga
memungkinkan untuk menerima materi yang lebih kompleks di tingkat yang selanjutnya.
Asumsi mereka terhadap matematika sebagai pelajaran yang sulit untuk dimengerti dan
dipahami dapat diminimalkan dengan bangkitnya kembali semangat siswa dalam belajar
matematika. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah tentang penggunaan pendekatan
realistik dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman pada
perkalian siswa kelas II SDN Pondok Aren 04 Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemahaman siswa
terhadap pekalian bilangan cacah dengan menggunakan pendekatan realistik kelas II SDN