Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1170 http://sosains.greenvest.co.id
ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDEPRESAN PADA
PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT SWASTA BANDUNG
JANUARI - JUNI 2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani
Politeknik Piksi Ganesha Bandung
E-mail: Yuliantiriska10@gmail.com dan 91ariyulinar@gmail.com
Diterima:
20 September
2021
Direvisi:
07 Oktober 2021
Disetujui:
15 Oktober 2021
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi
interaksi obat golongan antidepresan pada pasien
skizofrenia di RS Swasta di Bandung. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif. penelitian ini menggunakan desain lintang
(cross-sectional) dan untuk pengambilan data diambil
secara retrospektif menggunakan data sekuder yang di
peroleh dari rekam medis dan resep pasien skizofrenia
periode Januari 2021 - Juni 2021. Sampel yang di ambil
pada penelitian ini adalah lembar resep pasien rawat jalan
yang menderita penyakit skizofrenia dan mendapatkan
terapi kombinasi obat antidepresan. Dari hasil penelitian
ini didapatkan hasil 100% polifarmasi minor yaitu 2-4
jenis resep obat diresepkan, berdasarkan data sampel yang
di analisis dari 44 resep, ditemuken adanya 79 kombinasi
interaksi obat. Dan interaksi yang paling banyak terjadi
adalah interaksi farmakodinamik sebanyak 65 kasus (
83%). Jenis interaksi obat yang paling umum adalah
risperidone dan Trihexyphenidyl sebanyak 19 kasus
(24,05%). Kuatnya interaksi berdasarkan signifikansi yaitu
minor 5 kasus (9,6%) moderat 43 kasus (82,6%) dan severe
4 kasus (7,6%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
"Tingginya tingkat interaksi obat pada peresepan
antidepresan memerlukan pemantauan ketat, dikarenakan
dampak negatif yang dihasilkan lebih besar daripada
dampak positif.
Kata kunci: Rumah sakit, Interaksi Obat, Antidepresan dan
Skizofrenia
Abstract
This study aims to analyze the potential interactions of
antidepressant drugs in schizophrenic patients at a private
hospital in Bandung. The method used in this research is
descriptive qualitative analysis. This study used a cross-
sectional design and for data collection was taken
retrospectively using secondary data obtained from
medical records and prescriptions for schizophrenia
patients for the period January 2021 - June 2021. The
samples taken in this study were prescription sheets for
Analisis Potensi Interaksi Obat Antidepresan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021
2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani 1171
outpatients suffering from schizophrenia. schizophrenia
and receiving antidepressant drug combination therapy.
From the results of this study, 100% of minor
polypharmacy results, namely 2-4 types of prescription
drug prescriptions, based on sample data analyzed from 44
prescriptions, it was found that there were 79 combinations
of drug interactions. And the most frequent interactions
were pharmacodynamic interactions as many as 65 cases
(83%). The most common types of drug interactions were
risperidone and Trihexyphenidyl in 19 cases (24.05%). The
strength of the interaction was based on significance,
namely minor 5 cases (9.6%), moderate 43 cases (82.6%)
and severe 4 cases (7.6%). The conclusion of this study is
"The high level of drug interactions in antidepressant
prescribing requires close monitoring, because the
negative effects outweigh the positive effects.
Keywords: Hospital, Drug Interactions, Antidepressant and
Skizofrenia
Pendahuluan
Skizofrenia adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan
ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan
berpikir dan perubahan perilaku (Rahmawati, 2019). Gejala tersebut merupakan gejala
dari psikosis, yaitu kondisi dimana penderitanya kesulitan membedakan kenyataan
dengan pikirannya sendiri. Skizofrenia sering disamakan dengan psikosis, padahal
keduanya berbeda. Psikosis hanya salah satu gejala dari beberapa gangguan mental,
diantaranya skizofrenia. Terlebih lagi dalam masa pendemi Covid-19, pemasukan,
aktivitas menjadi semakin menyusut, kendala kejiwaan juga terus menjadi bertambah,
sebagian pengidap terdiri dari bermacam sosial ekonomi baik atas, menengah, ataupun
golongan dasar. Permasalahan kendala jiwa bisa terus bertambah bila tidak di tindak
lanjuti (Putri, Sos, & Suwadnyana, 2020).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa kronis yang ditandai dengan adanya gejala
positif dan negatif, serta gangguan afek (Sovitriana & Psi, 2019). Antipsikotik merupakan
terapi utama dalam mengatasi skizofrenia yang terdiri dari golongan generasi
pertama/tipikal dan generasi kedua/atipikal (Purwandityo, Febrianti, Sari, Ningrum, &
Sugiyarto, 2018)
. Keduanya merupakan penghambat reseptor dopamin dengan
karakteristik yang berbeda. Berdasarkan pedoman terapinya, penggunaan antipsikotik
atipikal tunggal pada pasien skizofrenia sangat direkomendasikan karena efek sindrom
ekstrapiramidal yang minimal. Antipsikotik atipikal ini akan menghambat reseptor
serotonin (5HT) dan dopamin (DA). Hal ini menyebabkan atipikal menimbulkan
ekstrapiramidal lebih minimal dibandingkan dengan golongan tipikal. Strategi kombinasi
antipsikotik marak digunakan, namun masih menjadi kontroversi di kalangan praktisi
karena belum cukup bukti tentang efikasi dan keamanannya (Dwi Aulia, Sri Adi, Melisa
Intan, Dika Pramita, & Ice Laila, 2018).
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1172 http://sosains.greenvest.co.id
Kesehatan jiwa saat ini merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang
menjadi perhatian utama di dunia. Depresi, gangguan bipolar, skizofrenia dan demensia
merupakan prevalensi gangguan jiwa terbesar dari 10 masalah kesehatan yang
menimbulkan disabilitas (Organization, 2016). Gangguan jiwa yang menjadi salah satu
masalah di negara berkembang seperti Indonesia adalah skizofrenia. Menurut data WHO
(2016), terdapat sekitar 21 juta orang di dunia terkena skizofrenia. Menurut Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 di Indonesia prevalensi gangguan jiwa berat seperti
skizofrenia adalah 0,17% penduduk atau sekitar 400.000 jiwa (Puspitasari & Angeline,
2019).
Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan
berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Hampir 70%
penderita di Indonesia mengalami penyakit skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-
2% dari seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka. Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk yang banyak dapat memiliki prevalensi
skizofrenia yang tinggi (Wahyudi, 2020). Namun sangat disayangkan data prevalensi
skizofrenia tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian
skizofrenia secara komprehensif agar pencegahan penyakit skizofrenia dapat dilakukan
dengan baik (Zahnia & Sumekar, 2016).
Terapi utama yang diberikan kepada pasien skizofrenia adalah antipsikotik dan
antidepresan. Kombinasi terapi ini bermanfaat tidak hanya mengobati gejala positif dan
gejala negatif yang terjadi pada pasien skizofrenia, tetapi juga dapat meningkatkan
fungsionalitas dan kualitas hidup pada individu dengan skizofrenia (Saputri, Sulistyawati,
& Untari, 2019). Akan tetapi, terapi kombinasi antidepresan berpotensi dapat
menimbulkan adanya interaksi obat yang dapat menimbulkan kerugian ataupun
keuntungan kepada pasien. Saat ini di salah satu rumah sakit swasta di Bandung untuk
pemberian terapi pasien sakizofrenia adalah obat antipsikotik dan obat antidepresan yang
berpotensi dapat menimbulkan adanya interaksi obat. Hal ini mendorong peneliti untuk
mengkaji mengenai potensi interaksi obat golongan antidepresan pada pasien skizofrenia.
Interaksi obat dapat menimbulkan kerugian ataupun keuntungan untuk pasien
(Utomo, 2019). Dimana interaksi obat pada umumnya terjadi adalah sinergisme yaitu
antara dua obat yang bekerja sama pada sistem,organ,sel atau enzim yang sama dengan
efek farmakologi yang sama. Sebaliknya antagonism terjadi bila obat yang berinteraksi
memiliki efek farmakologi yang berlawanan sehingga mengakibatkan pengurangan hasil
yang di inginkan dari satu atau lebih obat (Bintarizki, 2016). Berdasarkan latar belakang
di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait analisis potensi interaksi obat
golongan antidepresan pada pasien skizofrenia di RS Swasta di Bandung.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemecahan
permasalahan pada analisis potensi interaksi obat golongan antidepresan pada pasien
skizofrenia di rumah sakit swasta di Bandung periode Januari 2021 sampai dengan Juni
2021. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi
masyarakat tentang penggunaan obat secara rasional khususnya pada pasien Skizofrenia.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif.
Analisis deskriktif yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan, menjabarkan
suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk
menjawab masalah secara aktual. penelitian ini menggunakan desain lintang (cross-
sectional) dan untuk pengambilan data diambil secara retrospektif menggunakan data
Analisis Potensi Interaksi Obat Antidepresan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021
2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani 1173
sekunder yang di peroleh dari rekam medis dan resep pasien skizofrenia periode Januari
2021 - Juni 2021. Sampel yang di ambil pada penelitian ini adalah lembar resep pasien
rawat jalan yang menderita penyakit skizofrenia dan mendapatkan terapi kombinasi obat
antidepresan.
Hasil dan Pembahasan
Penggunaan Obat Antidepresan Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Swasta
Bandung
Data dalam penelitian ini di ambil dari pasien yang menderita penyakit skizofrenia
dan diberikan obat antidepresan, resep yang di ambil 44 resep dari 27 pasien, penelitian
ini menggunakan metode sampling jenuh dimana data diambil keseluruhan.
Tabel 1. Karakteristik Sampel
Karakteristik pasien
N
%
Umur
Remaja ( Adolescents 11-19 Tahun)
4
14,8
Dewasa ( Adult 20-60 Tahun)
22
81,5
Lanjut Usia ( Diatas 60 thn)
1
3,7
Total
27
100
Jenis Kelamin
Perempuan
7
25,9
Laki-Laki
20
74,1
27
100
Sumber : Penulis, 2021
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sebagian besar pasien yang menderita
penyakit skizofrenia adalah pasien laki–laki sebanyak 20 pasien (74,1%), sedangkan
jumlah pasien perempuan adalah 7 orang (25,9%). Berdasarkan rentang usia, penderita
yang paling banyak mengalami penyakit skizofrenia adalah usia dewasa (20-60 tahun)
yaitu sebanyak 22 orang (81,5%), usia remaja (11-19 tahun) sebanyak 4 orang ( 14,8%)
dan usia lanjutan 1 orang (3,7%).
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1174 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 2. Tingkat Polifarmasi yang diresepkan
N
%
44
100
0
0
0
0
44
100
Sumber : Penulis, 2021
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa pasien yang menderita penyakit skizofrenia
keseluruhan diresepkan obat dengan tingkatan Minor (2-4 macam obat) dengan
persentase sebanyak 100%.
Tabel 3. Jenis Obat yang di resepkan
Jenis Obat
N
%
Golongan SSRI
Escitaloprams
0
0
Fluoxetine
0
0
Flovoxamine
0
0
Sertraline
10
9,2
Golongan (TCAs)
Amitriptilin
1
1
Doxepam
0
0
Clomipramine
0
0
Golongan SNRIs
Duloxetine
0
0
Ventafaxine
0
0
Golongan MAOIs
Isocarboxazid
0
0
Phenelzine
0
0
Tranylcypromine
0
0
Seleginile
0
0
Golongan Lain-lain
Bupropin
0
0
Analisis Potensi Interaksi Obat Antidepresan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021
2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani 1175
Mirtazapin
0
0
Obat yang diresepkan selain
golongan
Antidepresan
Risperidon
36
33
Depakot
3
2,75
Clozapine
12
11
Lorazepam
12
11
Haloperidol
8
7,4
Trifluoprazine hcl
1
1
Triheksilphenidyl hcl
25
22,93
Diazepam
1
1
Total
109
100
Sumber : Penulis, 2021
Sumber: Penulis, 2021
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1176 http://sosains.greenvest.co.id
Terlihat dari diagram di atas bahwa obat yang sering digunakan oleh pasien
skizofrenia di rumah sakit swasta Bandung adalah Risperidon dengan tingkat persentasi
sebanyak (33%), Trihexyphenidyl sebanyak 22,93%, Clozapine dan Lorazepam dengan
presentase yang sama yaitu 11%.
Tabel 4. Hasil Analisis Interaksi Obat
Kombinasi Obat
Jumlah Kombinasi
%
Clozapine + Trifluoperazine
Clozapine + Risperidone Clozapine +
Trihexyphenidyl Clozapine +
Haloperidol Haloperidol + Risperidon
Haloperidol + Trihexyphenidyl
Lorazepam + Haloperidol Lorazepam
+ Clobazam Lorazepam + Risperidon
Risperidone + Amitriptyline
Risperidone + Trihexyphenidyl
Setraline + Clozapine
Setraline + Risperidone Trifluoperazine
+Trihexyphenidyl Diazepam +
Risperidone
2
4
5
10
2
7
1
1
15
1
19
1
9
1
1
2.53
5.06
6.33
12.66
2.53
8.86
1.27
1.27
18.99
1.27
24.05
1.27
11.39
1.27
1.27
Total
79
100
Sumber: Penulis,2021
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kombinasi antara Risperidone dengan
Trihexyphenidyl adalah kombinasi yang paling banyak diresepkan oleh dokter dengan
jumlah sebanyak 19 kombinasi (24,05%). Selanjutnya ada Lorazepam dengan
Risperidone sebanyak 15 kombinasi (18,99%) dan Clozapine dengan Haloperidol
sebanyak 10 kombinasi (12,66%). Demikian juga dengan kombinasi obat lainnya dapat
dilihat sesuai tabel di atas.
Hasil analisis berdasarkan jumlah kombinasi obat, dapat disimpulkan bahwa dari
44 resep yang di analisa, terdapat 79 kombinasi obat yang dapat berpotensi menimbulkan
interaksi obat.
Permasalahan Interaksi Obat Golongan Antidepresan Pada Pasien Skizofrenia Di
Rumah sakit swasta bandung
Tabel 5. Karakteristik Potensi Interaksi Obat
Karakteristik
Jumlah
% persentase
Jenis Interaksi Obat
Farmakokinetik
Farmakodinamik
Farmakokinetik /
Farmakodinamik
10
67
2
12,6
84,9
2,53
Total
79
100
Analisis Potensi Interaksi Obat Antidepresan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021
2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani 1177
Tingkat Signifikansi
Minor (minor )
Moderat (monitor closely)
Severe (seriouse)
5
43
4
9,6
82.6
7.6
Total
52
100
Sumber: Penulis,2021
interaksi obat merupakan efek suatu obat yang disebabkan apabila dua obat atau
lebih berinteraksi dan dapat memengaruhi respon tubuh, hasilnya berupa peningkatan
atau penurunan efek yang dapat memengaruhi outcome terapi pasien (Agustina, Annisa,
& Prabowo, 2015). Pada tabel 5 terdapat interaksi obat farmakokinetik dan
farmakodinamik. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jenis interaksi obat
yang terjadi pada pasien skizofrenia terbanyak adalah interaksi farmakodinamik dimana
terjadi sinergisme antara dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda namun
mengarah ke efek yang sama. Interaksi farmakodinamik dengan total 67 interaksi (84,9%)
, interaksi farmakokinetik dengan total 10 interaksi (12,6%) dan interaksi gabungan
antara farmakokinetik dan farmakodinamik dengan total 2 interaksi (2,5%).
Interaksi obat dapat menimbulkan efek yang tidak di harapkan, oleh karena itu
diperlukan adanya perhatian dan pemantauan terhadap beberapa jenis obat yang akan
menimbulkan efek serius (Rikomah, 2018). Dalam tabel di atas juga di tampilkan bahwa
sebagian besar pasien skizofrenia juga mengalami tingkat signifikansi yang
membutuhkan pemantauan efek samping obat yaitu tingkat moderat sebanyak 43 (82,6%)
dan tingkat signifikansi severe sebanyak 4 (7,6%) sedangkan tingkat signifikansi minor
hanyak di jumpai 5 (9,6%). Hasil analisis di atas terdapat masalah yaitu dimana terdapat
banyak interaksi yang terjadi kepada pasien yang akan menyebabkan peningkatan atau
penurunan efek obat.
Permasalahan Pada Analisis Potensi Interaksi Obat Golongan Antidepresan Pada
pasien Skizofrenia di rumah sakit swasta bandung
Berdasarkan permasalahan di atas upaya penulis dan rumah sakit dalam
memecahkan masalah untuk meminimalisir adanya interaksi obat yaitu dengan dokter,
apoteker ,asisten apoteker dan tenaga kesehatan lainnya banyak belajar lagi terkait
interksi obat atau bisa dengan mengunduh aplikasi-aplikasi yang bisa mendeteksi
interaksi yang valid seperti medscape, drugs.com, IBM Micromedex Drug Interactions
dan masih banyak lagi aplikasi yang lain.
Pembahasan atas Masalah Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa yang paling banyak menderita
penyakit skizofrenia berdasarkan karakteristik pasien adalah laki-laki dengan jumlah 20
orang (74,1%) dari total 27 pasien dengan rentang usia dewasa (20-60 tahun) yaitu
sebanyak 22 orang (81,5%). Obat yang paling sering digunakan adalah Risperidon
dengan tingkat persentasi sebanyak (33%), Trihexyphenidyl sebanyak 22,93%, Clozapine
dan Lorazepam dengan persentase yang sama yaitu 11% dengan tingkat polifarmasi
minor (2-4 macam obat) sebanyak 100%.
Hasil analisis resep dari penelitian ini berdasarkan jumlah resep yaitu 44 resep
ditemukan adanya 79 kombinasi interaksi obat. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 65 kasus (83%) dimana terjadi sinergisme
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1178 http://sosains.greenvest.co.id
antara dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda namun mengarah ke efek
yang sama. Berdasarkan jumlah kasus interaksi farmakodinamika tersebut penggunaan
Risperidone dengan trihexyphenidil ditemukan paling banyak dengan jumlah 19 kasus.
Interaksi yang terjadi adalah dimana Risperidone meningkatkan efek trihexyphenidyl
dengan sinergisme farmakodinamik. Kombinasi obat ini juga berpotensi menghasilkan
efek antikolinergik aditif. Hal ini mengakibatkan penggunaan kedua obat ini perlu
mendapatkan perhatian. Selanjutnya ada kombinasi antara Risperidone dengan
Lorazepam sebanyak 15 kasus, dimana interaksi yang terjadi yaitu lorazepam dan
risperidon keduanya meningkatkan efek sedasi dimana penggunaan tersebut harus
mendapat perhatian.
Selanjutnya ada interaksi farmakokinetika yang terjadi akibat penggunaan
kombinasi obat Sertraline dengan Risperidone dimana Sertraline akan meningkatkan
kadar atau efek Risperidon dengan memengaruhi metabolisme enzim CYP2D6 di hati,
maka penggunaannya diperlukan perhatian khusus dengan tingkat signifikansi moderat.
Kombinasi obat tersebut adalah kombinasi dengan efek farmakokinetika yang paling
banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu sebanyak 9 kasus. Lalu ditemukan juga 1
kasus interaksi obat dengan efek farmakokinetika serupa yaitu antara Sertraline dengan
Clozapine. Sertraline meningkatkan kadar clozapine dengan mempengaruhi metabolisme
enzim hati CYP2D6. Kadar clozapine dalam plasma dapat meningkat, mengakibatkan
peningkatan efek farmakologis dan toksik, maka penggunaannya sangat hati-hati dan
diperlukan monitoring dan perhatian khusus (Suhadi, Virginia, Setiawan, Hendra, &
Wijoyo, 2020).
Hasil penelitian ini, yang menjadi perhatian khusus adalah ditemukannya interaksi
obat dengan tingkat signifikansi berat (severe) sebanyak 4 kasus (7,6%). Walaupun
jumlahnya tidak banyak, tetapi efek yang ditimbulkan cukup berat sehingga perlu
dilakukan upaya agar kombinasi obat pada masa mendatang tidak menimbulkan efek
buruk terhadap pasien penderita skizofrenia.
Kesimpulan
Penggunaan obat di rumah sakit swasta bandung yaitu polimerasi yang di resepkan
100 % minor 2-4 macam obat dalam satu resep, dimana obat tersebut terdiri dari berbagai
macam golongan obat seperti golongan antidepresan, golongan antipsikotik dan pasien
terbanyak yang menderita penyakit skizofrenia diderita oleh pasien laki-laki yaitu sekitar
(74,1 %) dan berusia dewasa 20-60 tahun dengan tinkat persentase (81,5 %). Hasil
penelitian ini terdapat analisis potensi interaksi obat antara golongan anti depresan pada
pasien skizofrenia, obat golongan antidepresan yang sering di resepkan pada pasien
skizofenia yaitu sertraline sebanyak 9,2 % dan amitriptilin sebanyak 1 % kemudian obat
yang paling banyak diresepkan selain obat golongan antidepresan adalah Risperidon
dengan tingkat persentasi sebanyak (33%), dan obat lain yang di resepkan yaitu terdiri
dari obat antipsikotik,antimuskarinik. Berdasarkan penelitian ini terdapat interaksi obat
antidepresan pada pasien skizofrenia yang terdiri dari interaksi farmakokinetik,
farmakodinamik, dan gabungan antara farmakokinetik dan farmakodinamik, sampel resep
yang di ambil yaitu 44 resep dengan total 79 interaksi obat. Permasalah yang terjadi pada
penelitian ini adalah adanya interaksi yang dapat meningkatkan atau menurun efektivitas
obat dalam tubuh. Hal ini terjadi akibat kurangnya mutu pelayanan informasi yang di
peroleh kepada pasien. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan pada penelitian ini
adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan dengan cara petugas kesehatan harus
belajar lagi obat, terutama tetang interaksi obat atau bisa menggunakan alat bantu seperti
aplikasi medscape, drugs.com, IBM Micromedex Drug Interactions dan masih banyak
lagi aplikasi lainnya.
Analisis Potensi Interaksi Obat Antidepresan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021
2021
Riska Yulyanti dan Ari Yulinar Ramdiani 1179
Bibliografi.
Agustina, Risna, Annisa, Nurul, & Prabowo, Wisnu Cahyo. (2015). Potensi Interaksi
Obat Resep Pasien Hipertensi Di Salah Satu Rumah Sakit Pemerintah Di Kota
Samarinda. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 1(4), 208–213.
Bintarizki, Lila. (2016). Pengaruh Rekonsiliasi Obat (Medication Reconciliation)
Terhadap Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Rawat Inap Di Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Dwi Aulia, Ramdini, Sri Adi, Sumiwi, Melisa Intan, Barliana, Dika Pramita, Destiani, &
Ice Laila, Nur. (2018). Potensi Interaksi Obat pada Pasien Skizofrenia di Salah Satu
Rumah Sakit Jiwa di Provinsi Jawa Barat. Potensi Interaksi Obat Pada Pasien
Skizofrenia Di Salah Satu Rumah Sakit Jiwa Di Provinsi Jawa Barat, 7(4), 280–
293.
Organization, World Health. (2016). World health statistics 2016: monitoring health for
the SDGs sustainable development goals. Swiss: World Health Organization.
Purwandityo, Ayuningtyas G., Febrianti, Yosi, Sari, Chynthia P., Ningrum, Vitarani D.
A., & Sugiyarto, Okky P. (2018). Pengaruh antipiskotik terhadap penurunan skor
the positive and negative syndrome scale-excited component. Indones J Clin Pharm,
7(1), 19–29.
Puspitasari, Atika Wahyu, & Angeline, Loranda. (2019). Analisis Potensi Interaksi Obat
Golongan Antidepresan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Tahun 2016. Pharmaceutical Sciences & Research, 6(1), 2.
Putri, I. Dewa Ayu Hendrawathy, Sos, S., & Suwadnyana, I. Wayan. (2020). Komunikasi
Terapeutik: Strategi Pemulihan Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) Berdasarkan
Perspektif Ajaran Agama Hindu di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Bandung:
Nilacakra.
Rahmawati, Ety Diah. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Residual
Dengan Masalah Harga Diri Rendah Kronik Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif
Zainudin Surakarta. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Rikomah, Setya Enti. (2018). Farmasi Klinik. Yogyakarta: Deepublish.
Saputri, Rika Paramitha, Sulistyawati, Elina Endang, & Untari, Meta Kartika. (2019).
Analisis Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia di Instalasi
Rawat Inap RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Tahun 2016. Pharmacon:
Jurnal Farmasi Indonesia, 15(1), 19–28.
Sovitriana, Rilla, & Psi, M. Si. (2019). Dinamika Psikologis Kasus Penderita Skizofrenia.
Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Suhadi, Rita, Virginia, Maria, Setiawan, Christianus Heru, Hendra, Phebe, & Wijoyo,
Yosef. (2020). Seluk Beluk Hipertensi: Peningkatan Kompetensi Klinis untuk
Pelayanan Kefarmasian. Sanata Dharma University Press.
Utomo, Budi. (2019). Hubungan Sistem Unit Dose Dispensing dengan Kepuasan Pasien
di Rumah Sakit Muhammadiah Babat Kabupaten Lamongan. Jurnal Surya, 11(02),
38–45.
Wahyudi, Sigit Hendra. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Keperawatan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Tak Terinci (F 20. 3).
Surabaya: Universitas Airlangga.
Zahnia, Siti, & Sumekar, Dyah Wulan. (2016). Kajian epidemiologis skizofrenia. Jurnal
Majority, 5(4), 160–166.
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1180 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.