Evaluasi Sistem Penyimpanan Obat Psikotropika Dan
Narkotika Guna Menunjang Kualitas Obat Di UPTD
Puskesmas Ciranjang
Windri Fauziah dan Emylia Fiskasari 1186
Indikator kualitas obat
1) Pengaturan tata ruang, pengaturan tata ruang itu mengatur dalam keefiktivitasan
dan efesiensi dalam segi pelayana farmasi, dan harus diatur sesuai standar yang
berlaku agar sehingga efektivitas dalam pelayanan tidak terganggu.
2) Penyusunan obat, Indikator penyusunan ini dilakukan untuk membedakan
sediaan obat, disusun secara alfabetis dan FIFO untuk mutasi obat golongan
psikotropika dan narkotika, sedangkan untuk obat sediaan lain digunakan sistem
FIFO dan FEFO.
3) Pengamatan mutu obat, indikator ini digunakan untuk mengetahui kualitas obat
yang ada di puskesmas sehingga menghindari terjadinya kerusakan secara fisik
dan kimianya, pengamatan mutu ini dilakukan agar kualitas obat dari golongan
psikotropika dan narkotika tetap terjaga dan terkontrol dari identitas kemasannya
tidak berubah atau pudar, kemurnian dan stabilitasnya tidak berubah, potensi dari
obat sesuai dalam kadungan yang tertera pada label, keseragaman dari bentuk,
fisik nya dan konsistensi nya terjaga.
Kesimpulan
Penyimpanan obat di UPTD Puskesmas Rawat Inap Ciranjang 75% termasuk ke
dalam kategori baik, untuk sistem obat golongan psikotropika dan narkotika sendiri
menggunakan sistem alafabet, FIFO (First In First Out) dan tidak menggunakan sistem
LASA (Look Alike Sound Alike). Cara pengelolaan obat psikotropika dan narkotika sudah
baik sesuai dengan standar, hanya saja dalam pencatatan pelaporan masih diperlukan lagi
ketelitian. Ruang penyimpanan pun sangat berperan penting untuk menjaga kualitas obat
agar tidak terjadi kerukasan fisik, kimia dan kerusakan akibat terkena cahaya dan
kelembaban. Permasalahan yang ditemukan dalam gudang penyimpanan diantaranya
kurang tersedianya ruang yang cukup untuk bergerak sehingga menghambat morbilitas
pegawai farmasi dalam melakukan permintaan barang, rak penyimpanan yang tidak
sebanding dengan jumlah barang atau obat sehingga mengakibatkan penumpukan barang
atau obat di ruang penyimpanan.
Upaya pemecahan masalanya sendiri perlu adanya perluasan area agar tidak
mengganggu aktivitas pegawai, dan efektivitas pelayanan tidak terganggu serta untuk
pendokumentasian peresepan obat golongan psikotropika dan narkotika perlu adanya
tempat khusus dan beri tanda ketika nanti dalam pencatatan pelaporan tidak sesuai
dengan nilai akhir stok bisa dilihat kemabali dari jumlah resep yang ada.
Bibliografi.
Aswar, Muhamad. (2019). Peran perawat dalam pelaksanaan akreditasi puskesmas
untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan di kabupaten morowali. Semarang:
Unika Soegijapranata Semarang.
Asyikin, Asyhari. (2018). Studi Implementasi Sistem Penyimpanan Obat Berdasarkan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Sejati Farma Makassar. Media Farmasi,
14(1), 85–90.
Fadhli, Wendi M. U. H. (2015). Tanggungjawab Hukum Dokter Dan Apoteker Atas
Permintaan Tertulis Oleh Dokter (Resep) Kepada Apoteker Dalam Pelayanan
Kefarmasian. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Fathurrahmi,Guswani, Guswani. (2016). Analisis Pengelolaan Manajemen Logistik Obat
di Instalasi Farmasi RSUD Lanto Daeng Pasewang Kabupaten Jeneponto Tahun
2016. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin MAkassar.