Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1262 http://sosains.greenvest.co.id
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT GANGGUAN SALURAN CERNA
PADA PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN FORMULARIUM
NASIONAL DI FASKES TINGKAT PERTAMA
Egi maulana dan Emylia fiskasari
Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia
E-mail: emaul[email protected] dan emylia.fiskasari@piksi.ac.id
Diterima:
25 September
2021
Direvisi:
12 Oktober 2021
Disetujui:
15 Oktober 2021
Abstrak
Gangguan pencernaan merupakan masalah yang terjadi pada
salah satu organ sistem pencernaan, atau lebih dari satu organ
pencernaan secara bersamaan. Gangguan saluran cerna yang
sering dijumpai di sekitar masyarakat adalah gastroenteritis,
dispepsia, gerd dan diare. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan Indikator
penggunaan obat yaitu tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat
dalam pemilihan obat, tepat dosis, efek samping, interval
pemerian, dan tepat waktu. Penggunaan obat yang tepat harus
disesuaikan dengan formularium yang disusun oleh petugas
fasilitas kesehatan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Terdapat 52,5% tenaga medis yang merasa kurang paham
terhadap formularium nasional karena berbagai faktor dari mulai
rasa ingin tahu yang kurang atau petugas kefarmasian yang tidak
melakukan sosialisasi kepada nakes lainya, dan 30% nakes
menjawab paham terhadap formularium nasional dan 17,5%
menjawab tidak paham. Pengawasan terhadap pasien rawat inap
dengan gangguan saluran cerna di faskes tingkat pertama sangat
baik, petugas kefarmasian menggunakan form ceklis untuk
melihat tingkat kerasionalan penggunaan obat dan indikator
peresapan fornas. Tersedianya obat golongan PPI (proton pump
inhibitor) yaitu omeprazole 40mg cap dan golongan Histamin
H2-receptor antagonist yaitu ranitidin tablet dan ranitidin
sediaan injeksi juga antiemetika sediaan tablet dan sirup yaitu
domperidon dan obat tersebut merupakan obat-obat yang harus
ada di faskes tingkat pertama.
Kata kunci: evaluasi, Penggunaan obat dan formularium
nasional
Abstract
Digestive disorder is a problem that occurs in one organ of the
digestive system, or more than one digestive organ at the same
time. Digestive disorders that are often found around the
community are gastroenteritis, dyspepsia, GERD and diarrhea.
This research uses descriptive qualitative method. Researcher is
using indicators of drug use that are precise diagnosis, exact
indications, appropriate drug selection, the proper dose, side
effects, intervals of assessment, and the right time. The
appropriate use of drugs must be adjusted to the formulary
compiled by health facility workers to maximize health services
to the community. The results showe d that there are 52.5% of
Evaluasi Penggunaan Obat Gangguan Saluran Cerna
Pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan Formularium
Nasional Di Faskes Tingkat Pertama
2021
Egi maulana dan Emylia fiskasari 1263
medical workers who feel lack in understanding of the national
formulary due to various factors from lack of curiosity in
knowing or pharmaceutical officers who does not do
socialization to other health workers, and 30% of medical
workers answered they are aware of the national formulary and
17.5% answered they did not aware of it. Supervision of
inpatients with digestive disorders in first-rate health facilities is
excellent, pharmaceutical officers use the checked form to see
the level of drug use and indicators of national formulary
absorption. The availability of PPI (proton pump inhibitor) class
drugs namely omeprazole 40mg cap and Histamin H2-receptor
antagonist classified which are ranitidine tablets and ranitidine
injection preparations as well as antiemetics preparation tablets
and syrup such as domperidon and the listed drugs are drugs
that must be available in the primary health facilities.
Keywords: Evaluation, Use of drugs and National formulary
Pendahuluan
Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas
adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Faskes). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat (Indonesia, 2012). Puskesmas adalah UKM
tingkat pertama. UKM dalam Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas dijelaskan
bahwa Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat (Nuriyanto, 2020).
Sedangkan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan (Umardiono, Andriati, & Haryono, 2018). Dalam
membantu mensejahterakan kesehatan puskemas harus di dukung oleh fasilitas - fasilitas
kesehatan diantaranya Instalasi Farmasi guna menunjang dalam pelayanan kesehatan
(Indah Aprianti, Rasyid, & Lestiyani, 2020).
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dalam pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative termasuk pelayanan obat sesuai dengan kebutuhan medis (Suhanda, 2015).
Dalam mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berupaya untuk menjamin ketersediaan,
keterjangkauan dan aksesibilitas obat dengan menyusun Formularium Nasional (Fornas)
yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas
kesehatan (Safitri, 2018). Gangguan saluran pencernaan merupakan masalah umum yang
sering dijumpai di masyarakat (Riyanto & Suria, 2018). Gangguan saluran cerna yang
tidak diterapi dengan benar dapat mengakibatkan keparahan hingga kematian yang sering
terjadi di Indonesia, dan berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan beberapa
kasus penyakit gangguan saluran pencernaan seperti kolik abdomen, GEA, konstipasi
(Pang, 2013). Obat-obat yang di gunakan untuk perawatan pasien adalah jenis golongan
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1264 http://sosains.greenvest.co.id
pengeblock H2, antiemetika, anti Diare, proton pump inhibitor dan laxative tersedia
dalam berbagai bentuk sediaan seperti injeksi, vial, tablet kapsul dan sirup (Trisa, 2015).
Tujuan penelitian ini adalah melihat dan mengevaluasi sejauh mana penggunaan
obat obat gangguan saluran cerna berdasarkan fornas di faskes tingkat pertama,dan
melihat sejauh mana kepatuhan tenaga kesehatan dalam penyediaan obat gangguan
saluran pencernaan berdasarkan fornas.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian dimana peneliti ditempatkan sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara penggabungan dan analisis data bersifat induktif
(Sugiarto, 2017). Penelitian ini menggunakan desain non eksperiental (observasional)
yang bersifat deskriptif, data yang digunakan adalah kualitatif dengan cara pengkajian
status pasien rawat inap di puskesmas dan mencocokan dengan resep yang di keluarkan
oleh dokter untuk di evaluasi penggunaan obatnya terhadap formularium nasioal pada
bulan mei sampai dengan juli 2021. Peneliti bisa mengelompokan jenis obat-obat yang
tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Populasi dari penelitian ini adalah jumlah pasien yang di rawat yang memiliki
riwayat gangguan saluran cerna pada bulan mei sampai dengan juli 2021. Sampel adalah
bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik sampling tertentu untuk bisa mewakili
atau memenuhi populasi (Hidayat, 2015). Pengambilan sampel hanya 30% dari jumlah
pasien dalam 3 bulan pada bulan mei sampai dengan juli 2021 (Hathasary, Wiyono, &
Mpila, 2021). Dengan total 254 pasien dari jumlah pasien per 3 bulan itu peneliti
mendapatkan 77 pasien. Pengambilan sampel dengan cara mengambil status rekam medis
pasien rawat inap pada bulan mei sampai dengan juli 2021 dan mencocokan dengan resep
yang di tulis dokter dan di sesuaikan dengan indikator evaluasi penggunaan obat yang
sesuai dengan formularium nasional. Teknik analis data adalah proses mencari dan
menyusun secaras sistematis. Jumlah pasien rawat inap dengan gangguan saluran cerna di
faskes tingkat pertama di daerah cianjur perbulan mei sampai dengan juli adalah 150
pasien dan diambil oleh peneliti 30% dari jumlah pasien per 3 bulan itu peneliti
mendapatkan 77 pasien.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian yang peneliti lakukan selama 3 bulan dari bulan mei sampai juli
dengan judul evaluasi “Penggunaan Obat Gangguan Saluran Cerna Pada Pasien Rawat
Inap Berdasarkan Formularium Nasional Di Faskes Tingkat Pertama” , peneliti bisa
mengelompokan jenis obat- obat yang terdapat di faskes ini sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis Obat Fornas Yang Ada Di Faskes Tingkat
Pertama
Nomor
Nama Obat dan Uraian
Kelas
Terapi
Sub Kelas Terapi, Nama
Generik
SALURAN CERNA
A.
Antasida dan Anti Ulkus
1
Antasida DOEN I
2
Omeprazole
Evaluasi Penggunaan Obat Gangguan Saluran Cerna
Pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan Formularium
Nasional Di Faskes Tingkat Pertama
2021
Egi maulana dan Emylia fiskasari 1263
Inap
Dengan Gangguan Saluran
90
66
pasien
pasien
98
pasien
MEI
JUNI
JULI
3
Ranitidine
B.
Antiemetik
1
Domperidon
C.
DIARE
Atapulgit
Garam Oralit
Zinc
Dari hasil pengamatan terdapat beberapa obat gangguan saluran cerna yang masuk
ke dalam formularium nasional dan di gunakan oleh pasien rawat inap, peneliti
menemukan 5 item obat dan masih banyak obat yang harusnya ada di faskes pertama
berdasarkan fornas, tapi nyatanya tidak tersedia di faskes tingkat pertama.
Diagram 1. jumlah pasien rawat inap dengan ganguan
saluran cerna.
Dari pengamatan peneliti mencatat jumlah pasien rawat inap yang memiliki
gangguan sistem pencernaan total pasien pada 3 bulan terakhir yaitu mei, juni dan juli
adalah 254 pasien, 66 pasien pada bulan mei, 98 pasien juni dan 90 pasien pada bulan
juli.
1265
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1266 http://sosains.greenvest.co.id
jumlah pasien dengan
gangguan saluran cerna bulan
mei sampai dengan juli 2021
20%
15%
45%
20%
GEA
GASTROPATY
DISPEPSIA
GERD
Diagram 2. jumlah pasien dengan gangguan saluran cerna
Peneliti mengelompokan 4 penyakit gangguan saluran cerna yang memiliki
prioritas yang harus di tangani di faskes tingat pertama, yaitu 45% pasien mengalami
gangguan GEA (Gastroenteritis ), 20% pasien mengalami Gastropathy, 15%. Berdasarkan
penelitian yang peneliti lakukan melalui google form yang dibagikan kepada 97 tenaga
kesehatan terdapat 52,5% tenaga medis merasa kurang paham terhadap formularium
nasional karena berbagai faktor dari mulai rasa ingin tahu yang kurang atau petugas
kefarmasian yang tidak sering melakukan sosialisasi kepada nakes, dan 30% nakes
menjawab paham terhadap formularium nasional dan 17,5% menjawab tidak paham.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan observasi dan dokumentasi. Dalam penelitian ini diambil jumlah
pasien dari tiga bulan yaitu yaitu mei juni dan juli adalah 254 pasien, 66 pasien pada
bulan mei, 98 pasien juni dan 90 pasien pada bulan juli untuk di evaluasi penggunaan
obat gangguan saluran cerna pada pasien rawat inap berdasar formularium nasional di
faskes tingkat pertama. Terdapat 5 jenis obat yang sesuai dengan formularium nasional
untuk pasien rawat inap di faskes pertama, dan masih banyak obat- obatan yang tidak ada
di faskes pertama padahal di fornas harus ada untuk pelayanan kesehatan di faskes tingkat
pertama (Arifin, Pasinringi, & Palu, 2018). Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan
melalui google form yang dibagikan kepada 97 tenaga kesehatan terdapat 52,5% tenaga
medis merasa kurang paham terhadap formularium nasional karena berbagai faktor dari
mulai rasa ingin tahu yang kurang atau petugas kefarmasian yang tidak sering melakukan
sosialisasi kepada nakes, dan 30% nakes menjawab paham terhadap formularium nasional
dan 17,5% menjawab tidak paham. Pengawasan terhadap pasien rawat inap dengan
gangguan saluran cerna di faskes tingkat pertama cukup baik pasien mengalami Dispepsia
dan 20% pasien mengalami Gerd.
Evaluasi Penggunaan Obat Gangguan Saluran Cerna
Pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan Formularium
Nasional Di Faskes Tingkat Pertama
2021
Egi maulana dan Emylia fiskasari 1267
Diagram 3. tingkat pemahaman nakes terhadap formularium
Nasional.
Dokter menulis di resep dan status rekam medis pasien jika ada pasien yang
membutuhkan obat-obat, dan perawat mengawasi penggunaan obatnya dan memantaunya
melalui rekam medis pasien dan petugas kefarmasian memantaunya setiap pagi ketika
memberikan obat oral kepada pasien. Selama penelitian yang dilakukan di faskes tingkat
pertama khususnya di daerah Cianjur, semua resep yang dokter keluarkan sesuai dengan
formularium nasional, dokter selalu menanyakan jenis obat yang bisa digunakan untuk
pasien rawat inap yang sesuai formularium nasional. Peneliti menggunakan tabel untuk
menyesuaikan resep yang dokter keluarkan dengan indikator penggunaan obat dan
indikator formularium nasional.
Obat-obat yang harus ada di faskes tingkat pertama berdasarkan formularium
nasional yaitu untuk golongan PPI yaitu omeprazole 40mg vial dan golongan H2 yaitu
simetidin tablet dan ranitidin sediaan injeksi juga antiemetika sediaan sirup yaitu
domperidon dan metoclorpamide, hanya ada 5 jenis obat yang ada di faskes tingkat
pertama dan itupun stocknya menipis (Sutrisna, 2013). Upaya yang harus dilakukan untuk
masalah evaluasi penggunaan obat gangguan saluran cerna untuk pasien rawat inap di
puskesmas adalah dari segi tenaga kesehatan, pihak puskesmas atau faskes pertama harus
lebih sering melakukan sosialisasi dan pelatihan menyangkut formularium nasional
karena ini sangat penting menyangkut pelayanan terhadap masyarakat (Nurhani &
Rahmadani, 2020).
A. Kesesuain Dengan Indikator Penelitian
1. Ketepatan dosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan dengan diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.berdasarkan penelitian yang
dilakukan hampir 100% penggunaan obat di faskes pertama ini tepat untuk dosis.
2. Tepat indikasi
Tingkat Pemahaman
Nakes Terhadap Fornas
18%
30%
52%
Paham
Kurang
paham
Tidak paham
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1268 http://sosains.greenvest.co.id
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Termasuk untuk obat
gangguan saluran cerna,pengobatan dikatakan tepat jika obat di berikan sesuai
indikasi pasien, dan berdasarkan penelitian hampir 98% pasien mendapatkan
ketepatan dalam indikator tepat indikasi.
3. Tepat pemilihan obat
Sama seperti tepat indikasi, pemelihan obat harus sesuai dengan keadaan pasien
dan berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan tepat pemlihihan obat mencapai
100% di lakukan oleh pemeriksa.
4. Tepat dosis
Tepat dosis adalah hal sangat penting untuk keberhasilan pengobatan dan
berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan 100% dokter tepat dalam
menentukan dosis untu pasien.
5. Tepat waktu interval pemberian
Untuk waktu interval pemberian obat semakin banyak interval waktu maksa
semakin rendah kepatuhan pasien untuk minum obat, karena dengan pengawasan
ketat yang di lakukan oleh petugas jaga waktu meminum obat bisa di ingatkan
setiap pasienya meskipun pasien harus meminum obat sehari 4 kali seperti pada
pemberian antibiotik jenis clorampenicol 250mg.
6. Efek samping
Efek samping merupakan hal sangat penting yang harus di pahami oleh
petugas kesehatan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan kepada pasien
berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan kejadian untuk efek samping obat
terjadi 0 KASUS karena petugas mengkaji dengan benar obat-obat yang akan di
beriakn kepada pasien dengan pengawasan oleh petugas yang melakukan dinas.
B. Keseuaian Dengan Indikator Formularium Nasional
1. Efisiensi
Kemudahan pengadaan obat apabila formularium
yang di jadikan acuan untuk
pengadaan obat, setelah peneliti melakukan observasi faskes tingkat pertama
khususnya puskesmas di beriakn kemudahan untuk pengadaan melalui E-catalog.
2. Efektivitas
Efektifitas untuk pasien dan puskesmas sangat baik di rasakan karena fornas di
susun oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya dan di sesuaikan dengan
kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan obat-obat yang di wajibkan ada
di faskes pertama sangat terjangkau harganya untuk dilakukan pengadaan oleh
puskesmas.
3. Keselamatan pasien
Pengawasan yang di lakukan panitia pembentuk formularium sangat ketat karena
formularium nasional di susun oleh orang-orang kompeten di bidangnya.
Formularium di bentuk untuk menyesuaikan kebutuhan obat untuk pasien di
setiap faskes. Berdasarkan penelitian yang di lakukan peneliti formularium sangat
bagus dan baik di gunakan di faskes pertama dan sejauh ini penggunaan formas
masih berjalan baik dengan pengawasan dari pusat.
Kesimpulan
Terdapat 52,5% tenaga medis yang merasa kurang paham terhadap formularium
nasional karena berbagai faktor dari mulai rasa ingin tahu yang kurang atau petugas
kefarmasian yang tidak sering melakukan sosialisasi kepada nakes, dan 30% nakes
menjawab paham terhadap formularium nasional dan 17,5% menjawab tidak paham.
Pengawasan terhadap pasien rawat inap dengan gangguan saluran cerna di faskes tingkat
Evaluasi Penggunaan Obat Gangguan Saluran Cerna
Pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan Formularium
Nasional Di Faskes Tingkat Pertama
2021
Egi maulana dan Emylia fiskasari 1269
pertama cukup baik dokter menulis di resep dan status rekam medis pasien jika ada
pasien yang membutuhkan obat- obat, dan perawat mengawasi penggunaan obatnya dan
memantaunya melalui rekam medis pasien dan petugas kefarmasian memantaunya setiap
pagi ketika memberikan obat oral kepada pasien. Semua resep yang dokter keluarkan
sesuai dengan formularium nasional, dokter selalu menanyakan jenis obat yang bisa
digunakan untuk pasien rawat inap yang sesuai formularium nasional.
Tersedianya obat golongan PPI yaitu omeprazole 40mg cap dan golongan H2 yaitu
ranitidn tablet dan ranitidin sediaan injeksi juga antiemetika sediaan tablet dan sirup yaitu
domperidon dan obat tersebut merupakan obat-obat yang harus ada di faskes tingkat
pertama. Upaya yang harus dilakukan untuk masalah evaluasi penggunaan obat gangguan
saluran cerna untuk pasien rawat inap di puskesmas adalah dari segi tenaga kesehatan,
pihak puskesmas atau faskes pertama harus lebih sering melakukan sosialisasi dan
pelatihan menyangkut formularium nasional karena ini sangat penting menyangkut
pelayanan terhadap masyarakat.
Bibliografi.
Arifin, Nur Fadhilah, Pasinringi, Syahrir A., & Palu, Basir. (2018). Kepuasan Kerja
Tenaga Medis pada Era Jaminan Kesehatan Nasional Work Satisfaction of Medical
Personnel Era National Health Insurance.
Hathasary, Rochmat Hidayat, Wiyono, Weny, & Mpila, Deby Afriani. (2021). Evaluasi
Penggunaan Obat Pada Pasien Ppok (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Di Instalasi
Rawat Jalan Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado. Pharmacon, 10(1), 630638.
Hidayat, Aziz Alimul. (2015). Metode penelitian kesehatan paradigma kuantitatif. Health
Books Publishing.
Indah Aprianti, SIP162321, Rasyid, Amhar, & Lestiyani, Tri Endah Karya. (2020).
Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis Berkualitas (Studi Implementasi Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi).
Jambi: UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Indonesia, Presiden Republik. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor
33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif. Lembaran Negara RI
Tahun, (58).
Nurhani, Nurhani, & Rahmadani, Suci. (2020). Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan
Pasien Bpjs Kesehatan Di Puskesmas Mamasa, Puskesmas Malabo Dan Puskesmas
Balla Kabupaten Mamasa. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 7(2).
Nuriyanto, Andy. (2020). PERKESMAS: Aplikasi Keperawatan Profesional di
Puskesmas. Gmb-Indonesia.
Pang, Maria Rosari Quincy. (2013). Penatalaksanaan Gangguan Saluran Pencernaan di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Kajian: Dosis Obat Dan
Kemungkinan Interaksi Obat. Skripsi.
Riyanto, Nur Budi, & Suria, Ozzi. (2018). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pencernaan
Menggunakan Metode Teorema Bayes. JMAI (Jurnal Multimedia & Artificial
Intelligence), 2(1), 712.
Safitri, Lina. (2018). Gambaran Kesesuaian Peresepan Obat Pasien Bpjs Rawat Jalan
Dengan Formularium Nasional Di Poliklinik Ayodya Rsj Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Magelang: Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang.
Sugiarto, Eko. (2017). Menyusun proposal penelitian kualitatif: Skripsi dan tesis: Suaka
media. Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Suhanda, Rachmad. (2015). Jaminan Kesehatan Dan Managed Care. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 15(2), 104113.
Sutrisna, Aang. (2013). Dampak HIV Pada Pendidikan Anak di Indonesia. Prosiding
Volume 1, Nomor 10, Oktober 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1270 http://sosains.greenvest.co.id
Child Poverty and Social Protection Conference. Jakarta.
Trisa, Agung Prakoso. (2015). Evaluasi Drug Related Problems Kategori Penyesuaian
Dosis Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara.
Umardiono, Andi, Andriati, Andriati, & Haryono, Nanang. (2018). Peningkatan
Pelayanan Kesehatan Puskesmas Untuk Penanggulangan Penyakit Tropis Demam
Berdarah Dengue. JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik), 6067.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.