Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1377 http://sosains.greenvest.co.id
TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP DAGUSIBU OBAT
DITENGAH PANDEMI COVID-19 DI KLINIK RITA MEDIKA
CISIRUNG PERIODE APRIL-MEI 2021
Dyah Pramesti dan Meiti Rosmiati
Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia
E-mail: [email protected]om dan maytearose@gmail.com
Diterima:
18 Oktober 2021
Direvisi:
05 November
2021
Disetujui:
15 November
2021
Abstrak
Dagusibu merupakan program dari Ikatan Apoteker Indonesia
dalam menggarakan masyarakat dalam pemakaian obat dengan
baik agar saat swamedikasi masyarakat telah paham bagaimana
cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan membuang
obat dengan benar, Kasus resistensi antibiotik di kalangan
masyarakat dan kesalahan dalam penyimpanan obat menjadi latar
belakang permasalahan pada laporan ini maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat
tentang Dagusibu obat berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif, dan skala yang digunakan adalah skala
Guttman dan skala Likert. Untuk mengukur hasil dari
pengetahuan terhadap obat menggunakan skoring modek skala
Guttman yaitu Ya, Tidak, dan Tidak tahu. Dimana responden
yang menjawab pertanyaan kuesioner dengan benar akan
mendapat nilai 1, salah akan mendapat nilai 0, dan tidak tahu
dianggap 0. Penelitian menggunakan skala Guttman dikarenakan
ingin mendapat jawaban yang tegas dari responden tentang
pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner penelitian. Hasil
dari penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berdasarkan umur, berpengetahuan kurang
sebesar 27,5%. Sedangkan pada tingkat pengetahuan berdasarkan
pendidikan persentase berpengatahuan kurang sebesar 32,5%.
TTK yang bertugas dalam pemberian obat kepada pasien selalu
memberikan edukasi kepada pasien sehingga tingkat pengetahuan
pasien terhadap Dagusibu obat dan swamedikasi tidak terlalu
rendah.
Kata kunci: Dagusibu, Swamedikasi, Edukasi
Abstract
Dagusibu is a program of the Ikatan Apoteker Indonesia in which
he defined society in good use of medicine so that in self
medication people would understand how to get, use, store
medicine, and dispose of the medicine properly. The purpose of
this study is to find out the level of public knowledge about
dagusibu drugs based on age, and the level of education. In this
study the scale used is the Guttman scale and the Likert scale. To
measure the results of knowledge of drugs using guttman scale
modek score that is Yes, No, and Do not know. Where respondents
who answered the questionnaire question correctly will get a
score of 1, wrong will get a score of 0, and do not know it is
considered 0. The study used the Guttman scale because it wanted
Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Dagusibu Obat
Ditengah Pandemi Covid-19 di Klinik Rita Medika
Cisirung Periode April-Mei 2021
2021
Dyah Pramesti dan Meiti Rosmiati 1378
to get firm answers from respondents about the questions in the
research questionnaire. A person's age also affects the catch and
mindset of a person, the older the age will develop and mindset,
so that the knowledge gained the better, at the age of 20-35 years,
individuals will play an active role in society and social life and
more preparation for successful efforts to adjust to old age. In
addition, they will spend more time reading.
Keywords: Dagusibu, Selfmedication, Education
Pendahuluan
Swamedikasi adalah penggunaan obat-obatan seseorang untuk mengobati segala
keluhan ringan pada diri sendiri atas inisiatif sendiri atau tanpa konsultasi medis yang
berkaitan dengan indikasi, dosis, dan lama penggunaan (Asnasari, 2017). Di Indonesia,
pengobatan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan obat tradisional dan obat
konvensional baik dari golongan obat bebas maupun obat bebas terbatas. Keuntungan dari
swamedikasi salah satunya yaitu mengurangi beban pelayanan medis dan obat untuk
mengatasi keluhan-keluhan ringan, sering kali sudah tersedia dirumah. Disisi lain, terdapat
risiko dari swamedikasi yaitu gejala tersamarkan dan tidak dikenali yang sebenarnnya
merupakan penyakit serius serta risiko efek samping dari pemakaian obat yang kurang tepat
(Dewi, Agustina, & Husna, 2020).
Di Indonesia sendiri perilaku pengobatan sendiri sudah memiliki nilai yang cukup
besar. Salah satunya ciri adanya swamedikasi adalah dengan perilaku Rumah Tangga yang
menyimpan obat untuk pengobatan diri sendiri (Diantami, 2018). Dimana data menunjukan
sebesar 35,2% rumah tangga telah menyimpan obat untuk swamedikasi. Prakteknya
terdapat obat keras, obat bebas, antibiotik, obat tradisional dan obat-obat yang tidak
teridentifikasi. Dengan adanya obat keras dan antibiotik untuk swamedikasi menunjukan
adanya penggunaan obat yang tidak rasional (Khairiyati, 2015). Penggunaan pengobatan
sendiri ini harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum yaitu penggunaan obat
aman dan rasional. Sebagai seorang professional kesehatan dalam bidang kefarmasian,
apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan
petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakuakan swamedikasi agar pasien dapat
melakukan secara bertanggung jawab (Khuluq, 2020).
Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua
makhluk untuk bagian dalam maupun luar, guna mencegah, meringankan, maupun
menyembuhkan penyakit (Shelawati, 2019). Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi
banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Obat
akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit
dengan dosis dan waktu yang tepat (Utami, 2012). Agar obat mencapai tempat aksinya,
sifat obat dan cara pemakaian obat harus diketahui agar tepat dan aman dalam
menggunakannya (Majid, 2020). Ketidak patuhan pasien dalam mengonsumsi obat
dikarenakan kurangnya pemahaman pasien terhadap terapi yang sedang dijalaninya
(Bachrun, 2017). Kurangnya informasi tentang pengobatan dan informasi tentang obat
yang dikonsumsi menjadi penyebab ketidakpatuhan pasien tersebut terjadi (Puspaningrum,
2020). Informasi obat yang tepat dan terkini merupakan pelayanan yang diperlukan dalam
upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien (Tumiwa, 2014).
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1379 http://sosains.greenvest.co.id
Hasil penelitian kesehatan dasar tahun 2013 menunjukan bahwa 35,2% masyarakat
Indonesia menyimpan obat untuk pengobatan sendiri di rumah tangga, baik di peroleh dari
resep dokter maupun membeli secara bebas, diantaranya sebesar 27,8% adalah antibiotik
dan 35,7% obat keras, hal ini nantinya perlu adanya edukasi untuk masyarakat seperti
dilakukan sosialisasi tentang Dagusibu obat dan sebagai usulan untuk dinas-dinas yang
terkait (Soleha et al., 2018). Karena jika penggunaanya salah, tidak tepat dan tidak sesuai
dengan takaran dan indikasi maka obat dapat membahayakan kesehatan. Perbedaan
penelitian kali ini diambil pada saat masa pandemi dimana banyak masyarakat sekitar
melakukan swamedikasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat tentang Dagusibu obat berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan. Manfaat
penelitian ini yaitu menambah edukasi kepada masyarakat mengenai cara mendapatkan,
menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan benar.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan teknik
pengumpulan data menggunakkan kuesioner, skala yang digunakan adalah skala Guttman
dan skala Likert. Untuk mengukur hasil dari pengetahuan terhadap obat menggunakan
skoring modek skala Guttman yaitu Ya, Tidak, dan Tidak tahu. Dimana responden yang
menjawab pertanyaan kuesioner dengan benar akan mendapat nilai 1, salah akan mendapat
nilai 0, dan tidak tahu dianggap 0. Penelitian menggunakan skala Guttman dikarenakan
ingin mendapat jawaban yang tegas dari responden tentang pertanyaan-pertanyaan yang
ada pada kuesioner penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian dilakukan di Klinik Rita Medika Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan
Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
pasien tentang Dagusibu, dan memberikan sedikit edukasi agar tidak adanya lagi kesalahan
dalam swamedikasi.
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.
No.
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
Perempuan
25
2.
Laki-laki
15
Total
40
Sumber: Data primer penelitian 2021
Gambar 1. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Jenis kelamin.
Berdasarkan hasil tabel 1 menunjukan bahwa jumlah responden perempuan lebih
banyak, dengan persentase 62,5% dan laki-laki 37,5%. Menurut WHO (dikutip dalam
Hurlock, 2009) umur seseorang dapat diklasifikasi sebagai berikut, dewasa awal 18-40
tahun, dewasa akhir 41-65 tahun, lansia >65 tahun.
62,5
37,5
Perempuan
Laki-laki
Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Dagusibu Obat
Ditengah Pandemi Covid-19 di Klinik Rita Medika
Cisirung Periode April-Mei 2021
2021
Dyah Pramesti dan Meiti Rosmiati 1380
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No.
Umur
Jumlah
Persentase (%)
1.
(18-40 tahun)
26
65
2.
(41-65 tahun)
14
35
Total
40
100
Sumber: Data primer penelitian 2021
Gambar 2. Persentase jumlah responden berdasarkan umur.
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa responden terbanyak ada pada rentang usia
dewasa (18-40 tahun) sebedar 65% dan kategori umur terkecil ada pada rentang umur tua
(41-65 tahun) sebesar 35%. Tingkat pendidikan menurut Undang-Undang No.20 Tahun
2003 :
a. Pendidikan dasar atau rendah (SD-SMP/MTs)
b. Pendidikan menengah (SMA/SMK)
c. Pendidikan tinggi (D3/S1)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kategori tingkat pendidikan rendah,
menengah dan tingkat pendidikan tinggi.
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
No.
Tingkat pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1.
Rendah
(SD-SMP/MTs)
8
20
2.
Menengah
(SMA/SMK)
29
72,5
3.
Tinggi
(D3/S1)
3
7,5
Total
40
100
Sumber: Data primer penelitian 2021
Gambar 3. Persentase jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan.
65
35
Umur 18-40 tahun
Umur 41-65 tahun
20
72,5
7,5
Rendah (SD-
SMP/MTs)
Menengah
(SMA/SMK)
Tinggi (D3/S1)
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1381 http://sosains.greenvest.co.id
Hasil tabel 3 menunjukan bahwa responden terbanyak ada pada tingkat pendidikan
menengah yaitu SMA/SMK sebesar 72,5%, sedangkan responden terkecil ada pada
tingkat pendidikan tinggi yaitu D3/S1 sebesar 7,5%.
Usia seseorang juga mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang,
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik, pada usia 20-35 tahun, individu
akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak
melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua (Lukitasari
& Hidayati, 2013). Selain itu mereka akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk
membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
Tabel 4. Tingkat pengetahuan berdasarkan umur.
No.
Umur
F
Tingkat Pengetahuan
Baik
%
Cukup
%
Kurang
%
1
Dewasa
awal
(18-40
tahun)
26
9
22,5
11
27,5
6
15
2
Dewasa
akhir
(41-65
tahun)
14
3
7.5
4
10
7
17,5
Total
40
12
30
15
37,5
13
32,5
Sumber: Data primer penelitian 2021
Gambar 4. Persentase tingkat pengetahuan berdasarkan umur dewasa awal (18-40 tahun)
Gambar 5. Persentase tingkat pengetahuan berdasarkan umur dewasa akhir (41-65 tahun)
Tabel 4 menunjukan bahwa pada umur 18-40 tahun tingkat pengetahuan Baik
sebesar 22,5%, pada tingkat pengetahuan cukup sebesar 27,5% dan tingkat pengetahuan
kurang 15%. Pada usia tua 41-65 tahun tingkat pengetahuan baik 7,5%, pada tingkat
pengetahuan cukup sebesar 10%, dan pada tingkat pengetahuan kurang sebesar 17,5%. Dari
data berikut dapat disimpulkan bahwa umur tidak mempengaruhi pengetahuan tentang
Dagusibu.
22,5
27,5
15
Baik
Cukup
Kurang
7,5
10
17,5
Baik
Cukup
Kurang
Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Dagusibu Obat
Ditengah Pandemi Covid-19 di Klinik Rita Medika
Cisirung Periode April-Mei 2021
2021
Dyah Pramesti dan Meiti Rosmiati 1382
Latar belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu dapat mempengaruhi pola
pikir seseorang, kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang, termasuk
membentuk kemampuan untuk mempelajari atau memahami factor-faktor yang berkaitan
dengan penyakit yang dideritanya, dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan dan
penyakit yang dimilikinya untuk menjaga kesehatan diri, kemampuan kognitif juga
berhubungan dengan tahap perkembangan seseorang (Potter & Perry, 2005).
Tabel 5. Tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan
No.
Umur
F
Tingkat Pengetahuan
Baik
%
Cukup
%
Kurang
%
1
Rendah
(SD-
SMP/MTs)
8
2
5
3
7,5
7
17,5
2
Menengah(
SMA/SMK
)
29
10
25
11
27,5
4
10
3.
Tinggi
(D3/S1)
3
2
5
1
2,5
0
0
Total
40
14
35
15
37,5
11
27.5
Sumber: Data primer penelitian 2021
Pada tabel 5 menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan pendidikan
yaitu berpengetahuan baik.
Gambar 6. Persentase tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan rendah
(SD-SMP/MTs)
Gambar 7. Persentase tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan menengah
(SMA/SMK)
5
7,5
17,5
Baik
Cukup
Kurang
25
27,5
10
Baik
Cukup
Kurang
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1383 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 8. Persentase tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan tinggi (D3/S1)
Sebesar 35% dengan tingkat pendidikan rendah (SD-SMP/MTs) sebesar 5%, tingkat
menengah (SMA/SMK) sebesar 25% dan tingkat tinggi sebesar 5%. Pada tingkat
pengetahuan cukup menunjukan persentase sebesar 37,5% dengan tingkat rendah (SD-
SMP/MTs) sebesar 7,5%, tingkat pengetahuan menengah (SMA/SMK) sebesar 27,5% dan
tingkat pengetahuan tinggi (D3/S1) sebesar 2,5%. Pada tingkat pengetahuan rendah sebesar
27,5% dengan tingkat pendidikan rendah (SD-SMP/MTs) sebesar 17,5% dan pendidikan
tingkat menengah sebesar (SMA/SMK) 10%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan dapat dijelaskan bahwa
umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang,
sebagaimana hasil penelitian diketahui umur responden berada pada kelompok dewasa
akhir sebanyak (35%), dimana hal ini dapat menjelaskan bahwa semakin berumur
seseorang biasanya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan
seseorang degan umur yang masih muda, selain itu semakin tua umur seseorang
pengetahuan yang diperoleh atau informasi yang didapatnya semakin banyak, terlebih
didukung dengan keinginan untuk mencari informasi yang baru terkait tentang Dagusibu
(Yeni, 2015).
Menurut penulis, sebagaimana hasil penelitian dapat dijelaskan pada responden
rendahnya pengetahuan tentang DAGUSIBU jika ditinjau dari tingkat pendidikan
sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan dan diketahui berada pada jenjang
menengah (27,5%), sehingga berdampak pada infomasi yang diketahuinya tentang prinsip
Dagusibu, karena keterbatasa informasi secara formal yang diperoleh. Padahal diketahui
tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang, dimana pendidikan pada diri individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir
rasionalisme dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang
baru. Diharapkan bagi seorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga memiliki
pengetahuan yang luas termasuk pengetahuan terhadap kebutuhan kesehatannya. Latar
belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu juga dapat mempengaruhi pola pikir
seseorang, kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang.
Kesimpulan
Hasil dari penelitian bertujuan untuk mengetahui pasien tentang Dagusibu obat
berdasarkan umur dan tingkat pendidikan di Klinik Rita Medika Cisirung periode April-
Mei 2021 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan pasien berdasarkan umur,
berpengetahuan kurang sebesar 27,5%. Sedangkan pada tingkat pengetahuan berdasarkan
pendidikan persentase berpengatahuan kurang sebesar 32,5%. TTK yang bertugas dalam
pemberian obat kepada pasien selalu memberikan edukasi kepada pasien sehingga tingkat
pengetahuan pasien terhadap Dagusibu obat dan swamedikasi tidak terlalu rendah.
5
2,5
0
Baik
Cukup
Kurang
Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Dagusibu Obat
Ditengah Pandemi Covid-19 di Klinik Rita Medika
Cisirung Periode April-Mei 2021
2021
Dyah Pramesti dan Meiti Rosmiati 1384
Bibliografi.
Ardika, Eliza, & Suwandewi, Alit. (2021). DAGUSIBU (Get, Use, Save, Throw) Medicine
Socialization In Sungai Tabuk District, Lok Baintan Luar Village. Prosiding
Pengembangan Masyarakat Mandiri Berkemajuan Muhammadiyah (Bamara-Mu),
1(1), 279–282.
Asnasari, Linda. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola
Penggunaan Obat Pada Masyarakat Dusun Kenaran, Sumberharjo, Prambanan,
Sleman, Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Frmasi Universitas Sanata
Dharma.
Bachrun, Edy. (2017). Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). 2-Trik: Tunas-Tunas Riset
Kesehatan, 7(1), 57–61.
Dewi, Ervina, Agustina, Rahmi, & Husna, Miftahul. (2020). Studi Etnofarmakologi
Tanaman Binahong (Anredera cordifolia) di Kemukiman Bambi Kabupaten Pidie
Sebagai Upaya Swamedikasi. Jurnal Real Riset, 2(3).
Diantami, Aldini Yunita Mia. (2018). Pengaruh Metode Brainstorming Terhadap Tingkat
Pengetahuan Dan Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Khairiyati, Laily. (2015). Faktor yang berhubungan dengan penyimpanan obat keras dan
obat antibiotika tanpa resep di Provinsi Gorontalo (analisis data riskesdas 2013).
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1).
Khuluq, Husnul. (2020). Gambaran Tingkat Pengetahuan Swamedikasi Analgesik Pada
Masyarakat Desa Tanjungsari, Petanahan, Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 15(2), 50–54.
Lukitasari, Puri, & Hidayati, Eni. (2013). Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara
Merawat Pasien Sebelum Dan Sesudah Kegiatan Family Gathering Pada Halusinasi
Dengan Klien Skizofrenia Diruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino
Gondohutomo Semarang. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat
Nasional Indonesia, 1(1).
Majid, Abdul. (2020). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Alprin.
Puspaningrum, Nabila. (2020). Faktor Ketidakpatuhan Minum Obat Pada Penderita
Hiv/Aids Berdasarkan Pengetahuan Pegawai Puskesmas Poncol Semarang.
Semarang: UNIMUS.
Shelawati, Shelawati. (2019). Implementasi Algoritma Skip Search Pada Sistem Pencarian
Jenis Obat Berbasis Mobile. Informasi Dan Teknologi Ilmiah (INTI), 7(1), 80–83.
Soleha, Maratu, Isnawati, Ani, Fitri, Nyoman, Adelina, Rosa, Soblia, Hamim Tsalis, &
Winarsih, Winarsih. (2018). Profil penggunaan obat antiinflamasi nonstreoid di
Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 109–117.
Tumiwa, Novita N. G. (2014). Pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan minum obat
pasien geriatri di instalasi rawat inap RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado.
PHARMACON, 3(3).
Utami, Prapti. (2012). Antibiotik alami untuk mengatasi aneka penyakit. AgroMedia.
Yeni, Pocut Susila Indra. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan
penggunaan obat generik pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Padang
Panyang Kabupaten Nagan Raya tahun 2015 [skripsi]. Kabupaten Nagan Raya:
Universitas Teuku Umar.
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1385 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.