Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1444 http://sosains.greenvest.co.id
OPTIMALISASI WAKTU INKUBASI DAN KONSENTRASI PEPSIN
PADA AKTIVITAS PRODUKSI SERUM ANTI TETANUS
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia
Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia
E-mail: m.ambri[email protected] dan emeliarida1310@gmail.com
Diterima:
23 Oktober 2021
Direvisi:
10 November
2021
Disetujui:
15 November
2021
Abstrak
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman
Clostridium tetani. Penyakit ini termasuk mematikan di negara
berkembang. Melihat masih tingginya kasus tetanus di negara
berkembang serta untuk memberikan pelayanan terbaik dan
pengobatan efektif terhadap pasien yang terkena penyakit tetanus,
maka diperlukan optimalisasi pada proses pembuatan serum anti
tetanus, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan
kualitas serum yang dihasilkan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi
waktu inkubasi dan konsentrasi pepsin pada aktivitas produksi
serum anti tetanus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi
dan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis menggunakan
software khusus densitometri Design of Experiment (DoE)
dengan metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel
Elektroforesis (SDS PAGE) bahwa konsentrasi optimum
didapatkan pada sampel anti tetanus ke-7 dengan konsentrasi
pepsin sebesar 0,18 % dalam waktu inkubasi 5 jam.
Kata kunci: Inkubasi, pepsin, SDS Page, tetanus
Abstract
Tetanus is a disease caused by the bacterium Clostridium tetani.
This disease is one of the deadliest in developing countries. Seeing
the high number of tetanus cases in developing countries and to
provide the best service and effective treatment for patients
affected by tetanus, it is necessary to optimize the process of
making anti tetanus serum, so as to increase the production
capacity and quality of the serum produced. Based on this
background, this study aims to determine the optimization of
incubation time and pepsin concentration on anti tetanus serum
production activity. This research is quantitative descriptive
research with data collection techniques through observation and
literature study. Based on the results of the analysis using a
special densitometry software Design of Experiment (DoE) with
the Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (SDS PAGE) method that the optimum
concentration was obtained in the 7th anti tetanus sample with a
pepsin concentration of 0.18% in an incubation time of 5 hours.
Keywords: incubation, pepsin, SDS Page, tetanus
Profil Penggunaan Obat Tradisional di Apotek Sumber
Waras
2021
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia 1445
Pendahuluan
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani, dengan
gejala utama spasme otot tanpa gangguan kesadaran, disebabkan oleh tetanospasmin yaitu
eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani (Leman & Tumbelaka, 2016). Menurut
Harum, spora Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit
disebabkan terpotong, tertusuk, luka bakar, gigi berlubang, atau infeksi pada tali pusat yang
biasa dikenal sebagai tetanus neonatorum (Harum, 2014). Saat terinfeksi, toksin ini akan
dibawa menuju terminal syaraf sehingga menurunkan fungsi sel saraf motorik yang
bertanggung jawab mengaktifkan otot secara sadar. Gambaran klinis tetanus diawali
dengan kejang otot di sekitar luka, lemah, cemas, gelisah, mudah tersinggung dan sakit
kepala, kemudian kaku pada rahang, perut dan punggung yang mengeras serta kesukaran
untuk menelan (Ade, 2016).
Penyebaran penyakit tetanus menyebar di seluruh dunia terutama di negara
berkembang dengan frekuensi penderita yang bervariasi. Penyakit ini termasuk mematikan
di negara berkembang karena telah membunuh kurang lebih 500.000 orang pertahun
(Rahmanto & Farhanah, 2017). Menurut WHO penyebab kematian yang diakibatkan
tetanus neonatorum TN di negara-negara berkembang adalah sebanyak 135 kali lebih
tinggi dari pada negara maju. Pada tahun 2007, 2011, dan 2014 diantara jumlah kasus TN
di negara-negara ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua setelah Philipina, yaitu
dengan jumlah penderita lebih dari 100 orang. Disamping itu, tingkat kasus kematian yang
diakibatkan penyakit TN di Indonesia cenderung mengalami kondisi yang cukup tinggi di
tahun 2014 (Yani & Munawaroh, 2020). Angka kematian (case fatality rate) Tetanus
neonatorum dari tahun 2007-2011 berada di kisaran angka 48%-61%. Pada tahun 2013
case Fatality Rate tetanus neonatorum sebesar 49,6%. Terdapat sebanyak 84 kasus TN
yang terjadi di Indonesia pada tahun 2014 dengan kematian mencapai 54 orang atau 64,3%
(Sari, 2017).
Penyakit tetanus pernah meningkat di Indonesia saat terjadi tsunami di provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004 silam. Pasien tetanus mencapai 106
kasus dalam kurun waktu yang sangat singkat. Penyebab kematian dilaporkan karena
adanya manifestasi klinik peneumonia, dan sarana prasarana kesehatan yang rusak dan
hilang selama kurun waktu yang singkat (Prawira, Witari, & Tini, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa tetanus dapat terjadi kapan saja, termasuk ketika bencana alam
melanda. Penyakit ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang berpotensi terinfeksi
Clostridium tetani, terutama yang tidak menerima vaksin tetanus. Infeksi dapat terjadi
akibat tingkat kebersihan yang masih sangat kurang, perawatan luka yang kurang
diperhatikan, mudah terjadi kontaminasi, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1446 http://sosains.greenvest.co.id
Menurut Leman & Tumbelaka, (2010) bahwa Secara klinis tetanus dibagi menjadi 4
derajat, yaitu derajat I (ringan), derajat II (sedang), derajat III (berat), dan derajat IV
(stadium terminal). Pengobatan infeksi penyakit ini dapat dilaksanakan dengan pemberian
antibiotik, menetralkan toksin, pemberian obat antikonvulsan dan memberikan perawatan
pada luka. Saat ini Indonesia telah memiliki beberapa pilihan untuk netralisasi toxin tetanus
yaitu Anti Tetanus Serum (ATS) yang dihasilkan oleh plasma kuda (equine) atau Human
Tetanus Immunoglobulin (HTIG) yang berasal dari plasma darah manusia. Penggunaan
serum merupakan bentuk imunisasi pasif yang diberikan dengan cara menginjeksikan
antibodi dalam tubuh sebagai pengobatan atau langkah preventif terhadap infeksi tetanus
(Murwani, 2015).
Serum anti tetanus diproduksi dengan cara imunisasi aktif. Hewan donor diimunisasi
dengan toksin yang telah dilemahkan, kemudian akan memicu dihasilkannya antibodi pada
serum darah yang digunakan untuk melawan toksin yang sebelumnya telah diinjeksikan.
Kuda merupakan donor yang sering digunakan karena kapasitas volume darahnya besar,
sekitar 8% dari berat tubuh. Kuda memiliki kadar imunoglobulin G yang paling tinggi
sehingga cocok sebagai hewan donor untuk tujuan penggunaan protein plasma sebagai
pengobatan teurapetik (Bertolini, J, Goss, N, Curling, 2013).
Serum merupakan produk farmasi yang tergolong sebagai sediaan steril. Sediaan
steril adalah sediaan yang bebas dari cemaran mikroba patogen atau non patogen, mikroba
vegetatif atau non vegetatif. Serum anti tetanus berfungsi untuk menetralkan toksin yang
diproduksi oleh kuman tetanus, penggunaan serum anti tetanus secara terus-menerus
dianjurkan bagi orang yang mudah terserang tetanus dari luka, seperti orang dengan sejarah
imunisasi yang tidak lengkap atau status imunisasinya tidak jelas (Sitti Fatmayani Marhaes
& Zaenab, 2018). Rute pemberian serum adalah melalui parenteral yang artinya
disuntikkan langsung pada membrane kulit atau mukosa, sehingga sediaan ini harus bebas
dari kontaminasi mikroba dan toksin serta memiliki kemurnian yang tinggi. Oleh karena
itu seluruh bahan, proses yang terlibat langsung dengan produksi sediaan ini harus dapat
menjamin sterilitas, dan keamanan.
Proses digestasi enzim pepsin (pepsin asi) merupakan metode untuk memisahkan
fragmen F(ab)2 dari molekul antibodi (Satria Nugraha, 2020). Melalui proses ini didapat
(Fab’)2 yang merupakan bagian yang spesifik mengikat antigen sehingga dapat
menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh. Melihat masih tingginya kasus tetanus di
negara berkembang serta untuk memberikan pelayanan terbaik dan pengobatan efektif
terhadap pasien yang terkena penyakit tetanus, maka diperlukan optimalisasi pada proses
pembuatan serum anti-tetanus sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan
kualitas serum yang dihasilkan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
optimalisasi waktu inkubasi dan konsentrasi pepsin pada aktivitas produksi serum anti
tetanus.
Metode Penelitian
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi dan studi pustaka. Hasil penelitian merupakan
deskripsi dari data kuantitatif pada desain penelitian eksperimental yang diperoleh selama
observasi. Observasi penelitian dilakukan di Laboratorium QC PT. Bio Farma (Persero)
Profil Penggunaan Obat Tradisional di Apotek Sumber
Waras
2021
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia 1447
yang beralamat di Jl. Pasteur No. 28, Pasteur, Kec. Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat
40161. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu dari bulan April sampai Juni 2021.
Penelitian ini meliputi desain penelitian, bahan penelitian, alat penelitian, jalannya
penelitian, dan analisis data. Analisis data menggunakan software khusus densitometri
pada Design of Experiment (DoE) dengan metode Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrylamide Gel Elektroforesis (SDS PAGE).
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plasma kuda anti tetanus, water
for injection, stacking buffer, bis acrylamide 30%, resolving buffer, SDS 10 %, TEMED,
larutan coomassie blue, larutan destaining (asam asetat), APS, tip kuning dan putih, dan
microtube.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set SDS Page, waterbath, pH
meter, timbangan elektrik, beaker glass, gelas ukur, syringe 30 mL, syringe filter 0,22 µm,
termometer, kulkas suhu 2-8° C, magnetic stirrer, magnetic bar, pipet tetes, tabung falcon
45 mL, stopwatch, vortex, termomixer, gel scanner, densitometry software program, spatel
logam, mikropipet (0,1 µL, 10 µL, 2 mL), poolbox, dan nanodrop spektrofotometer.
Jalannya Penelitian
Pembuatan design of experiment
Pembuatan desain eksperimen meliputi proses yang telah diuji menggunakan tujuh
sampel. Berikut hasil konsentrasi pepsin pada sampel anti tetanus.
Tabel 1. Hasil konsentrasi pepsin pada sampel anti tetanus
No
Sampel
Waktu
1.
ATS 1
1 jam
2.
ATS 2
5 jam
3.
ATS 3
3 jam
4.
ATS 4
3 jam
5.
ATS 5
3 jam
6.
ATS 6
1 jam
7.
ATS 7
5 jam
Preparasi sampel plasma
Plasma Kuda anti tetanus dari batch yang sama diencerkan dengan WFI dengan
perbandingan 1:2, disiapkan gelas beaker 1000 mL dan diisi 40 mL sampel plasma anti
tetanus dan diencerkan dengan 80mL WFI. Kemudian pH sampel disesuaikan dengan pH
optimum pepsin asi yang sudah ditentukan yaitu 3,2 dengan menambahkan larutan HCl
dan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer.
Preparasi pepsinasi
Proses pepsinasi dilakukan di waterbath dengan suhu inkubasi 37ºC dengan waktu
inkubasi dan konsentrasi pepsin disesuaikan Design of Experiment (DOE). Sampel plasma
dimasukkan waterbath hingga suhu sampel mencapai 37ºC, kemudian pepsin Bovine
ditimbang dan dimasukkan pada sampel. Setelah proses inkubasi selesai, sampel di filter
dengan menggunakan syringe filter 0,22 µm. Proses pepsinasi dihentikan dengan
menaikkan pH sampel menjadi 6,5 dengan NaHCO3.
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1448 http://sosains.greenvest.co.id
Pengukuran konsentrasi
Sampel plasma hasil pepsinasi ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan
Nanodrop Spectrofotometer. Instrumen dinyalakan kemudian dipilih menu protein UV,
kemudian dipilih menu Igg Human untuk membaca sampel plasma. Blanko yang
digunakan adalah WFI. Sebanyak 2µL sampel diukur dengan Nanodrop Spectrofotometer.
Konsentrasi yang didapat digunakan untuk menyeragamkan konten yang akan dimasukkan
dalam sumur gel SDS Page.
Preparasi gel sds page
Gel dibuat dengan menggunakan bahan poliakrilamid. Gel SDS- PAGE dibuat 2
jenis gel yaitu resolving gel dan stacking gel. Resolving gel adalah gel yang berada dibawah
dan memiliki pori yang lebih kecil, berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan berat
molekulnya. Sedangkan stacking gel adalah gel yang berada di atas mempunyai pori yang
lebih besar yang berfungsi untuk meratakan dan menyamakan posisi sampel agar dapat
bermigrasi secara bersamaan. Gel dibuat dengan menggunakan kaca khusus yang
berukuran pendek dan panjang, dan menggunakan cetakan sisir untuk membentuk sumur
pada stacking gel yang nantinya akan menjadi tempat meletakkan sampel. Gel yang telah
dibuat sebelum digunakan dapat disimpan di dalam buffer running yang mengandung
Tris/glycine/SDS.
Tabel 2. Komposisi gel SDS Page
No
Resolving gel
Stacking gel
1
WFI
1700 µL
WFI
975 µL
2
Bis Acrylamide
2000 µL
Bis Acrylamide
268 µL
3
Resolving buffer
1250 µL
Resolving buffer
415 µL
4
SDS 10 %
50 µL
SDS 10 %
50 µL
5
APS (Ammonium
Persulfat )
70 µL
APS (Ammonium
Persulfat )
20 µL
6
TEMED
10 µL
TEMED
3,5 µL
Preparasi sampel SDS Page
Sampel plasma hasil pepsinasi yang telah diukur konsentrasinya dengan
menggunakan Nanodrop Spectrofotometer ditentukan volume yang akan dimasukkan pada
sumur gel SDS Page dengan menyamakan konten. Dengan perhitungan yaitu Konten (µg)
= Konsentrasi x Volume Sampel (µL). Kemudian siapkan microtube untuk masing-masing
sampel. SDS- PAGE yang digunakan pada percobaan ini adalah SDS-PAGE Non-
Reducing yaitu tidak menggunakan mercaptoethanol. Sampel dimasukkan pada microtube
kemudian ditambahkan buffer sampel sebanyak 2 x volume sampel, kemudian
ditambahkan WFI sebagai pelarutnya, dengan volume total setiap sampel 10 µL, dengan
konten 20 µg. Sampel kemudian divortex selama 7 detik menggunakan mini spin dan
dipanaskan menggunakan thermo mixer dengan suhu 70ºC selama 10 menit. Kemudian
sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam mini spin untuk memastikan tidak ada sampel
yang masih menempel di dinding microtube.
Running sds page
Set alat SDS Page disiapkan yang terdiri dari chamber, buffer DAM, buffer running,
sumber tegangan, gel yang telah dibuat dan sampel. Gel dipasang pada chamber kemudian
Profil Penggunaan Obat Tradisional di Apotek Sumber
Waras
2021
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia 1449
chamber diisi dengan menggunakan buffer running hingga merendam seluruh gel. Bagian
sumur berada diatas. Kemudian dimasukkan ladder atau marker protein sebagai tanda
sebanyak 3 µL. Sampel dimasukkan pada sumur dengan menggunakan mikropipet
sebanyak 10 µg. Setelah selesai chamber ditutup dan dialiri arus listrik dari anoda ke
katoda. tegangan yang digunakan 100 V dengan waktu 110 menit.
Staining and gel
Gel kemudian diangkat dari chamber dan dilepaskan dari kaca untuk dipotong pada
bagian sumur. Kemudian gel dicuci dengan WFI dan direndam dalam larutan staining yang
berisi coomassie blue selama 1 jam dengan bantuan roller mixer agar proses pewarnaan
merata. Kemudian gel didistaining selama 2 jam dengan bantuan roller mixer.
Analisis Data
Gel yang sudah diwarnai kemudian di scan dengan menggunakan UV Scanner.
Kemudian hasil scan dianalisis menggunakan software khusus densitometri untuk melihat
ukuran pita-pita protein setelah dilakukan proses pepsinasi.
Pengujian Titer Plasma
Pengujian nilai titer plasma berfungsi untuk mengetahui kadar potensi dari suatu
antibodi. Pengujian titer dilakukan dengan prinsip pembentukan flokulan (metode
flokulasi) dengan mereaksikan antigen dengan antibodi. Antibodi direaksikan dengan
antigen (toksoid tetanus) dalam NaCl 0,85 % fisiologis. Kemudian reaksi dipercepat
dengan bantuan panas. Penghitungan nilai titer antibodi menggunakan satuan Lf (Limit of
Flocculation) yang menyatakan jumlah toksoid yang direaksikan dengan 1 IU
(International standard Antitoxin). Waktu yang diperlukan untuk terbentuk flokulan
pertama (Kf) menunjukan indikator pada kualitas antigen dan antibodi (Coombs, Rigsby,
Sesardic, & Stickings, 2016).
Hasil dan Pembahasan
Proses pembuatan fragmen poliklonal antibodi untuk tujuan pengobatan dilakukan
melalui beberapa step design dalam perkembangannya untuk meningkatkan efektifitas dan
mengurangi efek samping dari produk antibodi. Proses pembuatan serum anti tetanus yang
berasal dari kuda dilakukan dengan mengimunisasi hewan donor dengan racun yang telah
dilemahkan secara berulang dan terjadwal, hingga mendapatkan potensi atau titer yang
tinggi untuk diproduksi sebagai serum. Hewan donor kemudian diambil darahnya dan
dipisahkan plasma dengan sel-sel darah yang lain.
Pepsin merupakan protease yang dapat memotong antibodi menjadi fragmen-
fragmennya. Dalam memproduksi serum anti tetanus atau anti venom yang lain fragmen
yang dituju adalah (Fab’) yang merupakan bagian yang spesifik mengikat antigen sehingga
dapat menetralkan racun yang masuk kedalam tubuh. Fragmen crystallizable (Fc)
merupakan fragmen yang berfungsi sebagai situs pengenalan sel-sel efektor yang spesifik
(Mentari, 2018). Dilaporkan bahwa keberadaan Fc dan protein agregat dapat menimbulkan
efek samping dalam penggunaan serum yang berasal dari kuda (equine). Pepsin dapat
memotong antibody menjadi fragmen (Fab’)2 dan Fc dengan cara memutus secara spesifik
ikatan amida dengan terminal N dari asam amino aromatic seperti (fenilalanin, tirosin dan
triptofan sehingga residu asam amino hasil hidrolisis dengan pepsin diharapkan memiliki
berat molekul yang lebih kecil (Hermanto. S., Sumarlin. L.O., Fatimah. W., 2013).
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1450 http://sosains.greenvest.co.id
Percobaan ini dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi pepsin yang digunakan
dan waktu inkubasi plasma. Respon yang diamati adalah luasan area (Fab’)2 dengan
menggunakan SDS PAGE dan Densitometri serta respon titer plasma dengan
menggunakan uji flokulasi. Pepsin yang digunakan adalah pepsin Bovine, plasma diatur
pH 3,2 dengan penambahan HCl dan suhu inkubasi 37ºC. Proses pepsinasi dihentikan
dengan menaikkan pH menjadi 6,5 meggunakan NaHCO
3
. Berdasarkan hasil SDS PAGE,
dapat diamati ditiap line terapat pita-pita protein yang diduga merupakan IgG ± 150 kDa,
(Fab’)2 ± 110 kDa dan Fab ± 55 kDa. Berikut gambar gel SDS Page setelah di Scan dan
hasil densitometri selama percobaan di PT Bio Farma:
Gambar 1. Gel SDS Page setelah di Scan (Percobaan di PT Bio Farma)
Gambar 2. Hasil densitometri (Percobaan di PT Bio Farma)
Berdasarkan densitomeri, didapatkan luas area (Fab’)2 setiap sampel yaitu:
Profil Penggunaan Obat Tradisional di Apotek Sumber
Waras
2021
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia 1451
Tabel 3. Luasan (Fab’)2 hasil densitometri
Sampel
Luas (Fab’)
2
(Pixel)
A1
5.980
A2
5.292
A3
6.298
A4
4.824
A5
6.030
A6
4.992
A7
16786 (Fab) = 13.244
dan (Fab’)2 = 3.542
Berdasarkan analisis titer menggunakan uji flokulasi, diperoleh titer plasma setelah
proses pepsinasi sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil uji titer plasma ATS
No
Sampel
Titer (LF)
1
Sebelum
240
2
A1
240
3
A2
260
4
A3
260
5
A4
260
6
A5
220
7
A6
220
8.
A7
5000
Berdasarkan tabel di atas, pada A7 sampel plasma dengan konsentrasi pepsin 0,18
% dan inkubasi selama 5 jam diperoleh nilai titer yang sangat tinggi. Analisis menggunakan
design of experiment dilakukan dengan menggunakan software mode. Faktor yang
dimasukkan adalah konsentrasi pepsin dan waktu inkubasi. Sedangkan respon yang hendak
diamati yaitu luasan area (Fab’)2 dan nilai titer plasma. Kemudian dapat dilihat interpretasi
hasil analisis design of experiment.
Gambar 3. Area Fab’2 dan titer plasma pasca pepsinasi (PT Bio Farma)
Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1452 http://sosains.greenvest.co.id
Dari grafik diatas diperoleh hasil area merah merupakan hasil pepsinasi optimum
yang diperoleh, dapat diamati bahwa A7 menggambarkan respon yang paling optimum
namun dengan luas (Fab’2) yang sebetulnya kecil. Luasan area yang diduga Fab
memberikan gambaran linear dengan hasil titer yang didapatkan. Dugaan penulis
konsentrasi pepsin 0,18 % dengan waktu inkubasi 5 jam menyebabkan (Fab’)2 terpotong
lagi menjadi Fab dengan berat molekul ± 55 kDa. Hal itu kemungkinan dapat terjadi saat
pepsin memotong ikatan disulfida yang menghubungkan antar Fab. Fab merupakan
antibody binding site dengan dengan satu sisi perlekatan antigen (monovalen). Fragmen
(Fab’)2 karena memiliki berat molekul yang lebih besar, penggunaannya pun akan lebih
efektif dilihat dari prinsip toxin serta farmakokinetik dan farmakodinamik, waktu paruh
dari (Fab’)2 lebih lama. Penggunaan Fab dalam netralisasi suatu toxin memiliki
karakteristik yaitu cepat dieliminasikan oleh tubuh karena memiliki berat molekul yang
lebih rendah, Fab akan sangat efektif dalam menetralkan toxin atau neurotoxin dengan
berat molekul rendah yang akan cepat di distribusi dan cepat dieliminasikan dari tubuh,
seperti racun kalajengking dan laba-laba (World Health Organization, 2017).
Kesimpulan
Proses Pepsinasi dilakukan dengan mengoptimalkan pH di 3,2 dan suhu inkubasi
37ºC, kemudian diberi pepsin sebagai enzim protease, kemudian dihentikan aktivitas enzim
dengan menaikkan pH menjadi 6,5 menggunakan NaHCO
3,
kemudian dianalisis hasil
pepsinasi dengan menghitung titer ATS dan analisis area (Fab’)2 dengan menggunakan
SDS PAGE. Konsentrasi optimum didapatkan pada sampel Anti Tetanus ke 7 dengan
konsentrasi pepsin sebesar 0,18 % dengan waktu inkubasi 5 jam.
.
Bibliografi.
Ade, Siam Wulandari. (2016). Laporan Tugas Akhir Asuhan Kebidanan Komprehensif
Pada Ny.” A” G2p1001 Dengan Anemia Ringan Wilayah Kerja Puskesmas Graha
Indah Balikpapan.
Bertolini, J, Goss, N, Curling, J. (2013). Production of Plasma Proteins for Therapeutic
Use. In Proteomics (Vol. 13). https://doi.org/10.1002/pmic.201370099
Coombes, Laura, Rigsby, Peter, Sesardic, Dorothea, & Stickings, Paul. (2016).
Collaborative study for the calibration of a replacement International Standard for
diphtheria toxoid for use in flocculation test. Biologicals, 44(6), 556566.
https://doi.org/10.1016/j.biologicals.2016.07.005
Harum, Aroma. (2014). Dental Caries as a Risk Factor of Tetanus. Jurnal Medula, 3(02),
Hermanto. S., sumarlin. L.O., Fatimah. W. (2013). Differentiation of Bovine and Porcine
Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis. Analytical Chemistry,
24(12), 19491952. https://doi.org/10.1021/ac60072a021
Leman, Martinus M., & Tumbelaka, Alan R. (2016). Penggunaan Anti Tetanus Serum dan
Human Tetanus Immunoglobulin pada Tetanus Anak. Sari Pediatri, 12(4), 283288.
Mentari, Anoraga Mona Larasati Sekar. (2018). Engaruh Cheral Terhadap Kuantitas
Relatif Sel Natural Killer, Tnf-Α Dan Ifn-Γ Pada Mencit (Mus Musculus) Model
Kanker Payudara. Malang: Universitas Brawijaya.
Murwani, Sri. (2015). Dasar-dasar Mikrobiologi veteriner. Malang: Universitas Brawijaya
Press.
Prawira, Tu Bagus Adnan Angga, Witari, Ni Putu, & Tini, Kumara. (2018). Faktorfaktor
yang berhubungan dengan luaran klinis pasien tetanus di RSUP Sanglah pada bulan
Profil Penggunaan Obat Tradisional di Apotek Sumber
Waras
2021
M. Ambri Saputra Maelandri dan Rida Emelia 1453
Januari 2018Oktober 2019. Metode, 2019.
Rahmanto, Danawan, & Farhanah, Nur. (2017). Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh
pada Kematian Pasien Tetanus di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Faculty of Medicine.
Sari, Selvy Novita. (2017). Risk Analyses Factor of Infant Mortality Caused by Tetanus
Neonatorum in East Java. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 231239.
Satria Nugraha, Reza. (2020). Optimalisasi Proses Digestasi Enzim Pepsin pada Serum
Anti Difteri Menggunakan SDS PAGE.
Sitti Fatmayani Marhaes, Penulis, & Zaenab, Sitti. (2018). Pengaruh Pemberian Imunisasi
Dpt Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Bayi Usia 312 Bulan Di Puskesmas
Poasiakota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018. Sulawesi Tenggara:
Poltekkes Kemenkes Kendari.
World Health Organization. (2017). Guidelines for the production, (Vol. 148).
Yani, Wine Frindi, & Munawaroh, Madinah. (2020). Sikap Ibu, Dukungan Suami dan
Peran Tenaga Kesehatan Berhubungan dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu Hamil.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 10(02), 3441.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License.