Volume 1, Nomor 11, November 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1466 http://sosains.greenvest.co.id
zat organik dan anorganik, selektif, mempunyai ketelitian yang tinggi dengan kesalahan
relatif sebesar 1% - 3%, analisis dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, serta dapat
digunakan untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang
diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan
tercetak dalam bentuk angka digital.
Peraturan yang membatasi penggunan hidrokuinon dalam kosmetik telah
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) sejak tahun 2007, yaitu
keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.KH.00.01.432.6081 Tentang Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna
yang Dilarang. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Hidrokuinon > 2% termasuk
obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter (Siregar, 2020). Bahaya
pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi pada kulit,
kulit menjadi merah, menimbulkan rasa terbakar dan menimbulkan bercak-bercak hitam.
Selain itu juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal dan hati, leukemia dan kanker kulit
kanker kulit, karena hidrokuinon dapat terakumulasi dalam tubuh.
Hidrokuinon memiliki banyak efek yang tidak menguntungkan apabila di
aplikasikan jangka panjang salah satu gejalanya adalah dermatitis iritatif, dermatitis kontak
dan ochronosis (Sholikah, 2017). Kegunaannya telah dilarang untuk produk kosmetik dan
masih digunakan di negara berkembang dalam kosmetik krim pemutih. Terutama krim
pemutih yang terjual bebas di toko online tanpa teregistrasi BPOM.
Akhir tahun 2019 BPOM telah menemukan 113 berbagai macam kosmetik
berbahaya, dari dalam dan luar negeri yang beredar di pasaran, 33 diantaranya adalah
kosmetik pemutih kulit yang mengandung hidrokuinon. Berdasarkan kenyataan tersebut
telah terbukti bahwa penggunaan hidrokuinon pada kosmetik pemutih kulit masih banyak
dilakukan dan beredar luas di masyarakat meskipun telah terdapat peraturan pelarangan
penggunaan hidrokuinon (Devinta, 2018). Hal itu, menarik perhatian penulis untuk
melakukan uji kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon yang terdapat dalam produk krim
pemutih di toko online. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan membandingkan kadar
hidrokuinon pada produk krim pemutih di toko online yang belum terdaftar di BPOM
dengan produk krim pemutih yang sudah terdaftar BPOM.
Penelitian terdahulu terkait analisis hidrokuinon pada krim pemutih telah dilakukan
oleh berbagai peneliti, diantaranya oleh Arifiyana (2019) dan Azmalina (2018). Pada
penelitian tersebut hasil yang didapatkan semua krim pemutih yang menjadi sampel
memiliki kadar yang tidak melebihi syarat meskipun belum memiliki nomor registrasi
BPOM, penelitian Arifiyana, dkk, 2019 dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yang
meliputi pengambilan sampel krim, preparasi sampel, pembuatan larutan baku
hidrokuinon, penentuan panjang gelombang maksimum, dan pengukuran kadar
hidrokuinon pada sampel. Sampel pada penelitian ini diambil sebanyak 12 sampel krim
pemutih yang diambil dari pasar wilayah Surabaya Pusat dan Surabaya Utara. Penetapan
kadar hidrokuinon pada sampel dilakukan dengan larutan sampel yang telah dipreparasi
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum 293 nm. Hasil ini telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan Irnawaty et al
(2016) pada Arifiyana, dkk, (2019) yang memperoleh 293 nm sebagai panjang gelombang
maksimum hidrokuinon. Pada sampel yang dikodekan dengan sampel A, B, C, D, E, F, G,
H, I, J, K dan L secara berturut-turut. Persentase kadar hidrokuinon masing- masing sampel
diperoleh sebesar 0,0053%; 0,0009%; 0,0107%; 0,0204%; 0,0033%; 0,0150%; 0,0331%,
0,0174%; 0,0314%; 0,0286%; 0,0093% dan 0,0023%. Sehingga diperoleh hasil dan dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan sampel mengandug hidrokuinon yang masih dalam
batas aman karna batas kadar hidrokuinon < 2%.