Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1535 http://sosains.greenvest.co.id
Pengambilan keputusan perkawinan pada remaja menimbulkan dampak dari
berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi, dan ekonomi (Maudina, 2019). Selain
dampak tersebut, perkawinan remaja dapat menyebabkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) dan berdampak pada kesehatan reproduksi wanita (Sari, Aulia, &
Darmawan, 2020).
Menurut Theory Reasoned Action (TRA) yang dicetuskan oleh Ajzen pada tahun
1980 menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor dasar yaitu
faktor personal dan faktor sosial (Notoatmodjo, 2012). Faktor pertama yang berhubungan
dengan faktor personal adalah sikap (attitude) adalah perasaan positif atau negatif dari
seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Sikap merupakan sesuatu
yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek. Pada penelitian ini
yang termasuk dalam faktor personal adalah sikap terhadap seksualitas. Faktor kedua
yang berhubungan dengan faktor sosial adalah norma subyektif. Norma subyektif
(subjective norm) adalah persepsi individu mengenai kepercayaan orang lain yang akan
mempengaruhi niat untuk berperilaku. Pada penelitian ini yang termasuk norma subjektif
adalah peran gender. Sikap dan norma subjektif yang membentuk niat merupakan
penentu utama dari perilaku.
Gender adalah sifat yang melekat pada wanita maupun laki-laki yang
dikonstruksikan secara kultural maupun sosial. Gender dapat diartikan sebagai peran yang
dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang
berhubungan dengan jenis kelamin. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada
seluruh aspek kehidupan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, 2021). Peran gender adalah apa yang harus, pantas dan tidak pantas dilakukan laki-
laki dan perempuan berdasarkan pada nilai, budaya, dan norma masyarakat. Misal laki-
laki bekerja menjadi pemimpin, bekerja disektor pertanian, nelayan, sedangkan
perempuan menjadi ibu rumah tangga, perawat, sekretaris, dan sejenisnya. Menurut
penelitian Zahroh (2016), peran gender dan gender seksualitas dipengaruhi oleh tempat
tinggal, jenis kelamin, dan teman sebaya (Zahroh & Syamsulhuda, 2016).
Allport (1924) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap merupakan
konsep penting dalam komponen sosio-psikologi, karena kecenderungan bertindak, dan
ber persepsi. Sikap merupakan suatu bentuk kesiapan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2012). Sikap seksualitas pranikah
dapat mendorong seseorang untuk berperilaku seks pranikah yang dapat menimbulkan
dampak Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi dan penyakit menular seksual
(Setyawati, 2016). Selain itu, gaya pacaran yang kurang atau tidak terkontrol menjadi
penyebab kehamilan tidak diinginkan pada remaja dan berujung pada perkawinan remaja
(Septialti, Mawarni, Nugroho, & D., 2017).
Penelitian Suhariyati, mengemukakan bahwa peran masyarakat, nilai budaya
perjodohan, pengetahuan orang tua, tempat tinggal, stigma perawan tua, dan bentuk
keluarga berhubungan dengan pengambilan keputusan perkawinan pada remaja di
Kabupaten Bondowoso (Suhariyati, 2019). Dalam budaya Jawa, banyak istilah yang
tertanam di masyarakat yang memposisikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
misalnya dalam budaya Jawa menyebutkan peran seorang istri yaitu kanca wingking,
artinya seorang perempuan hanya berperan mengurus rumah tangga.
Terdapat penelitian yang menyebutkan status gender berhubungan dengan menikah
dini (Qariaty, Riza, Rizal, Agustina, & Masyarakat, 2020). Menurut Miswoni (2016),
masih terdapat mitos perawan tua, hal tersebut membuat para wanita merasa tidak
nyaman jika tidak segera menikah. Selain itu masyarakat juga menganggap wanita dalam
rumah tangga hanya berperan sebagai pembantu suami (Miswoni, 2016). Yunta (2018)