Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1645 http://sosains.greenvest.co.id
TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS
PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI MENGENAI PENGGUNAAN TRIPSIN DALAM
PROSES PRODUKSI VAKSIN POLIO
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani
Universitas Yarsi, Indonesia
E-mail: yolandha.tannia8@gmail.com, indra.kusuma@yarsi.ac.id dan
Diterima:
09 Desember
2021
Direvisi:
14 Desember
2021
Disetujui:
15 Desember
2021
Abstrak
Latar Belakang : Vaksin diberikan kepada individu yang sehat
guna merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh guna
mencegah dari infeksi penyakit. Pada pembuatan Vaksin Polio,
digunakan enzim tripsin. Tripsin menjadi keprihatinan orang-
orang dikarenakan produksi Vaksin Polio melibatkan bahan-
bahan asal babi. Hal ini membuat vaksin tidak halal untuk umat
Islam. Mahasiswa kedokteran sebagai agent of change ditengah
masyarakat kelak harus memahami dan memiliki dasar keilmuan
sesuai dengan kompetensinya untuk dapat menjawab kerisauan
dan kontroversi mengenai kehalalan Vaksin Polio. Metode :
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan cross sectional menggunakan kuesioner.
Populasi penelitian adalah mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas YARSI tahun pertama dan tahun ketiga yang
memenuhi kriteria. Cara pemilihan sampel dengan simple
random sampling. Hasil : Penelitian yang dilaksanakan selama 3
hari dengan menggunakan kuesioner, dari 100 responden
didapatkan responden tahun ketiga (2016) dengan pengetahuan
tripsin yang cukup yaitu sebanyak 45,95% selanjutnya pada
pengetahuan tripsin terkategori kurang sebanyak 37,84% dan
pada pengetahuan tripsin yang baik hanya 16,22%. Berbeda
halnya dengan tahun pertama (2018), didominasi oleh kategori
pengetahuan mengenai tripsin kurang dan cukup, dimana pada
kedua kategori ini masing-masing sebanyak 44,44%, sedangkan
pada kategori baik hanya 11,11%. Sedangkan responden pada
tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016) didominasi oleh
pengetahuan Vaksin Polio yang cukup yaitu sebanyak 48.65%
selanjutnya pada pengetahuan Vaksin Polio terkategori baik
sebanyak 40,54% dan pada pengetahuan Vaksin Polio yang
kurang hanya 10,81%. Pada tahun pertama (2018), didominasi
oleh kategori pengetahuan mengenai Vaksin Polio cukup,
dimana pada kedua kategori ini sebanyak 49,21%, sedangkan
pada kategori baik dan kurang masing-masing sebanyak 30,16%
dan 20,63%. Simpulan : Tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan pengetahuan mengenai penggunaan Tripsin
dalam proses produksi vaksin polio. Penggunaan vaksin Polio
menjadi halal berdasarkan kaidah Istihalah dan Istihlak sebagai
upaya pencegahan penyakit dan menegakkan maqashid asy
syari'ah yaitu maslahah al-daruriyat dalam hifdz ad-din
(memelihara agama), hifdz annafs (memelihara jiwa), hifdz al-
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Pengetahuan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Mengenai Penggunaan Tripsin dalam Proses Produksi
Vaksin Polio
2021
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1646
aql (memelihara akal), hifdz al-mal (memelihara harta) dan Hifz
al-nasl wa al-‘ird (perlindungan terhadap kehormatan dan
keturunan).
Kata kunci: Tripsin, Vaksin Polio, Pengetahuan, maqashid asy
syari'ah
Abstract
Background : Vaccines are given to healthy individuals to
stimulate the appearance of antibodies or immunity to prevent
infection from disease. In the manufacture of polio vaccine,
trypsin enzymes are used. Trypsin concerns people in the
production because polio vaccine involves the ingredients of pig
origin. This makes the vaccine not kosher for Muslims. Medical
students as an agent of change in the future people should
understand and have a knowledge base in accordance with their
competence to be able to answer the concerns and controversies
regarding the halal Polio vaccine. Methods: The type of
research used is a descriptive assessment with a cross sectional
approach using questionnaires. The population of research is the
Faculty of Medicine student of YARSI University in the first year
and the third year that meets the criteria choosen with simple
random sampling. Results: Research conducted for 3 days using
questionnaires, from 100 respondents obtained third year
respondents (2016) with sufficient knowledge of Trypsin, which
is as much as 45.95% in the knowledge of less categorized
Trypsin As much as 37.84% and at a good knowledge of Trypsin
only 16.22%. Unlike the first year (2018), it is dominated by the
category of knowledge on less and insufficient trypsin, which in
both categories is 44.44% respectively, while in good category
only 11.11%. While the respondents at the education level of the
third year (2016) is dominated by the knowledge of Polio
vaccine is sufficient as much as 48.65% in the next category
Polio vaccine is categorized as 40.54% and in the knowledge of
Polio vaccine is less Only 10.81%. In the first year (2018),
dominated by the category of knowledge on Polio vaccine is
sufficient, which in both categories is 49.21%, while in the
category of good and less each as much as 30.16% and 20.63%.
Conclusions: There is no relationship between education level
with knowledge about the use of trypsin in the Polio Vaccine
Production Process. The use of Polio vaccine is halal based on
the principles of Istihalah and Istihlak as an effort to prevent
disease and enforce maqashid asy shari'ah, namely maslahah al-
daruriyat in hifdz ad-din (preserving religion), hifdz annafs
(preserving the soul), hifdz al-aql (preserving reason ), hifdz al-
mal (preserving wealth) and Hifz al-nasl wa al-'ird (protection of
honor and descent).
Keywords: Trypsin, Polio Vaccine, Knowledge, maqashid asy
syari'ah
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1647 http://sosains.greenvest.co.id
Pendahuluan
Vaksin adalah suatu zat yang merupakan suatu bentuk produk biologi yang
diketahui berasal dari virus, bakteri atau dari kombinasi antara keduanya yang
dilemahkan (Kamillah, 2019). Vaksin diberikan kepada individu yang sehat guna
merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh guna mencegah dari infeksi
penyakit tertentu (Djuana, 2019).
Pada tahun 1955, dikembangkanlah suatu vaksin polio yaitu vaksin polio trivalen
jenis IPV (Inactivated Polio Vaccine) yang dikembangkan oleh Jonas Salk. Enam tahun
berselang, Albert Sabin sukses mengembangkan vaksin polio trivalen jenis OPV (Oral
Polio Vaccine). Kedua vaksin ini dikemudian hari terbukti mampu mengeliminasi
penyakit Polio hingga 90-99% (Djauzi & Rambe, 2013).
Pada pembuatan vaksin polio, digunakan enzim tripsin. Enzim tripsin diperlukan
sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang
menjadi bahan makanan kuman (Chodir, 2021). Kuman akan dibiakkan dan difermentasi,
kemudian diambil polisakarida kuman sebagai antigen bahan pembentuk vaksin.
Selanjutnya dilakukan proses purifikasi dan ultrafiltrasi sampai akhirnya terbentuk
produk vaksin (Azizah Palupi, 2018).
Banyak orangtua enggan memberikan vaksin kepada anaknya dikarenakan tanpa
vaksin bisa tumbuh sehat atau walaupun sakit dapat diobati (Azmi, 2018). Padahal
Rasulullah SAW pun juga sudah memberi perintah sebagai berikut, "Jaga dan
perhatikanlah lima hal sebelum datang lima hal yang lainnya. Hidup sebelum ajal, sehat
sebelum sakit, muda sebelum tua, lapang sebelum sempit, kaya sebelum miskin." (HR. Al
Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341). Ajaran Islam menganut asas lebih baik
mencegah dari pada mengobati. Dengan demikian, hukum pencegahan terhadap suatu
penyakit atau penularannya melalui imunisasi hukumnya wajib karena termasuk
memelihara jiwa (Fatimah, 2020).
Tripsin menjadi keprihatinan orang-orang dikarenakan produksi vaksin polio
melibatkan bahan-bahan asal babi dan bahwa ini mungkin membuat vaksin tidak halal
untuk digunakan oleh umat Islam (Ullah, Deen, & Hussain, 2016). Pengetahuan dan
informasi yang berkembang di masyarakat mengenai tripsin turut serta menjadi alasan
penolakan vaksin (Indriana, 2019).
Mahasiswa kedokteran sebagai agent of change ditengah masyarakat kelak harus
memahami dan memiliki dasar keilmuan sesuai dengan kompetensinya untuk dapat
menjawab kerisauan dan kontroversi mengenai kehalalan vaksin Polio. Diharapkan
dengan demikian, kalangan masyarakat luas dapat menerima penggunaan vaksin Polio
sebagai salah satu usaha preventif.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional
menggunakan kuesioner. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian cross-
sectional deskriptif. Populasi penelitian adalah mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas YARSI tahun pertama dan tahun ketiga yang sesuai dengan definisi
operasional. Sampel penelitian adalah sebagian mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas YARSI tahun pertama dan tahun ketiga yang berjumlah sesuai dengan
perhitungan sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple
random sampling yang diambil dengan cara proporsional.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI tahun
pertama dan tahun ketiga yang berjumlah sesuai dengan perhitungan sampel diperoleh
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Pengetahuan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Mengenai Penggunaan Tripsin dalam Proses Produksi
Vaksin Polio
2021
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1648
100 data kuesioner ‘tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI tahun pertama dan ketiga mengenai penggunaan Tripsin pada vaksin Polio.
Persentase pengetahuan Baik mengenai Tripsin sebanyak 13 dari 100 responden adalah
13%, Persentase pengetahuan cukup sebanyak 45 dari 100 responden adalah 45%, dan
persentase pengetahuan kurang sebanyak 42 dari 100 responden adalah 42%.
Pengetahuan baik mengenai Polio sebanyak 34 dari 100 responden adalah 34%,
persentase pengetahuan cukup sebanyak 49 dari 100 responden adalah 49% dan
persentase kurang sebanyak 17 dari 100 responden adalah 17%.
Gambar 1. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambar 2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1649 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 3. Karakteristik Responden berdasarkan Umur
Dari karakteristik responden tingkat pendidikan, yang terbanyak (63%) merupakan
mahasiswa dengan tingkat pendidikan tahun pertama (2018) dan mahasiswa dengan
tingkat pendidikan tahun ketiga (2016) sebanyak (37%). Untuk karakteristik responden
Umur yang terbanyak (63%) merupakan mahasiswa dengan umur 19 tahun dan
mahasiswa dengan umur 21 tahun sebanyak (37%). Sedangkan karakteristik responden
Jenis kelamin yang terbanyak (75%) merupakan mahasiswa berjenis kelamin perempuan
dan (25%) berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 1. Tingkat Pengetahuan pada Tripsin pada vaksin Polio
Frekuensi
Persen
Valid
42
42%
45
45%
13
13%
100
100%
Dari tiga kategori tingkat pengetahuan pada tripsin pada vaksin polio, yang
terbanyak (45%) merupakan mahasiswa dengan tingkat pengetahuan pada tripsin cukup,
mahasiswa dengan tingkat pengetahuan pada tripsin kurang sebanyak (42%) dan
mahasiswa dengan tingkat pengetahuan pada tripsin baik sebanyak (13%).
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Pengetahuan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Mengenai Penggunaan Tripsin dalam Proses Produksi
Vaksin Polio
2021
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1650
Tabel 2. Tingkat Pengetahuan pada vaksin Polio
Frekuensi
Persen
Valid
Kurang
17
17%
Cukup
49
49%
Baik
34
34%
Total
100
100%
Dari tiga kategori tingkat pengetahuan pada vaksin Polio, yang terbanyak (49%)
merupakan mahasiswa dengan pingkat pengetahuan pada vaksin polio cukup, mahasiswa
dengan tingkat pengetahuan pada vaksin polio baik sebanyak (34%) dan mahasiswa
dengan tingkat pengetahuan pada vaksin polio kurang sebanyak (17%).
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan mengenai Tripsin dan Vaksin Polio
Polio
Total
Kurang
Cukup
Baik
Tripsin
Kurang
10
20
12
42
Cukup
6
24
15
45
Baik
1
5
7
13
Total
17
49
34
100
Dari tiga kategori tingkat pengetahuan mengenai tripsin dan vaksin polio, tingkat
pengetahuan baik sebanyak 7 dari 100 responden, tingkat pengetahuan cukup sebanyak
24 dari 100 responden dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 10 dari 100 responden.
Sebanyak 7 mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai Tripsin dan
vaksin Polio, setelah di survey lebih mendalam, sumber informasi yang digunakan oleh
kelimanya adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Sumber Informasi mahasiswa dengan pengetahuan baik mengenai dan
Tripsin pada vaksin Polio
Sumber
Internet
Perkuliahan (dosen)
Internet + Perkuliahan (dosen)
+ Textbook
Analisis bivariate data penelitan ini meliputi variabel tingkat pengetahuan
penggunaan tripsin berdasarkan tingkat pendidikan, dengan menggunakan tabulasi silang
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1651 http://sosains.greenvest.co.id
(cross-tabulation) dengan angka frekuensi dan persentase di dalamnya. Berikut ini adalah
tabulasi silang dari kedua variabel observasi yang telah diolah.
Tabel 5. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Penggunaan Tripsin berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Variabel Penelitian
Pengetahuan Tripsin
Total
Kurang
Cukup
Baik
Tingkat
Pendidikan
2016
Frekuensi
14
17
6
37
Persentase
37.84%
45.95%
16.22%
100.00%
2018
Frekuensi
28
28
7
63
Persentase
44.44%
44.44%
11.11%
100.00%
Total
Frekuensi
42
45
13
100
Persentase
42.00%
45.00%
13.00%
100.00%
Berdasarkan tabel tabulasi di atas dari masing-masing tingkat pendidikan
responden, terlihat bahwa responden pada tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016)
didominasi oleh pengetahuan tripsin yang cukup yaitu sebanyak 17 responden (45,95%)
selanjutnya pada pengetahuan tripsin terkategori kurang sebanyak 14 responden (37,84%)
dan pada pengetahuan tripsin yang baik hanya 6 responden (16,22%). Berbeda halnya
dengan tahun pertama (2018), didominasi oleh kategori pengetahuan mengenai tripsin
kurang dan cukup, dimana pada kedua kategori ini masing-masing sebanyak 28
responden (44,44%), sedangkan pada kategori baik hanya 7 responden (11,11%).
Analisis bivariate data penelitan ini meliputi variabel tingkat pengetahuan Vaksin
Polio berdasarkan tingkat pendidikan, dengan menggunakan tabulasi silang (cross-
tabulation) dengan angka frekuensi dan persentase di dalamnya. Berikut ini adalah
tabulasi silang dari kedua variabel observasi yang telah diolah.
Tabel 6. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Vaksi Polio berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Variabel Penelitian
Pengetahuan Vaksin Polio
Total
Kurang
Cukup
Baik
Tingkat
Pendidikan
2016
Frekuensi
4
18
15
37
Persentase
10.81%
48.65%
40.54%
100.00%
2018
Frekuensi
13
31
19
63
Persentase
20.63%
49.21%
30.16%
100.00%
Total
Frekuensi
17
49
34
100
Persentase
17.00%
49.00%
34.00%
100.00%
Berdasarkan tabel tabulasi di atas dari masing-masing tingkat pendidikan
responden, terlihat bahwa responden pada tingkat pendidikan tahun ketiga (2016)
didominasi oleh pengetahuan vaksin polio yang cukup yaitu sebanyak 18 responden
(48.65%) selanjutnya pada pengetahuan vaksin polio terkategori baik sebanyak 15
responden (40,54%) dan pada pengetahuan vaksin polio yang kurang hanya 4 responden
(10,81%). pada tahun pertama (2018), didominasi oleh kategori pengetahuan mengenai
vaksin polio cukup, dimana pada kedua kategori ini sebanyak 31 responden (49,21%),
sedangkan pada kategori baik dan kurang masing-masing sebanyak 30,16% dan 20,63%.
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Pengetahuan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Mengenai Penggunaan Tripsin dalam Proses Produksi
Vaksin Polio
2021
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1652
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis χ2 (chi kuadrat) karena
kedua data bersifat kategorik dan ingin melihat sejauh mana pola hubungan antar
keduanya. Berikut hasil pengolahan menggunakan software SPSS.
Tabel 7. Hasil Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan
Penggunaan Tripsin
Hipotesis
Chi
Square
df
Pvalue
Koefisien
Hubunga
n
Keterangan
Hubungan antara
Tingkat Pendidikan
dengan Tingkat
Pengetahuan
Penggunaan Tripsin
0.721
2
0.697
8.5%
Tidak
Terdapat
Hubungan
Berdasarkan hasil pengujian uji chi kuadrat, didapat p-value sebesar 0,697. Jika
dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% maka p-value bernilai lebih besar sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat Pendidikan terhadap
tingkat pengetahuan penggunaan tripsin, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
Tingkat Pendidikan seseorang tidak akan mempengaruhi pengetahuan tripsin. Adapun
pengaruh koefisien hubungannya sebesar 8,5%, yang artinya Tingkat Pendidikan
mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Tripsin hanya sebesar 8,5% saja, sedangkan sisanya
diperjelas oleh faktor lain.
Tabel 8. Hasil Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Vaksi
Polio
Hipotesis
Chi
Squar
e
df
Pvalue
Koefisien
Hubunga
n
Keterangan
Hubungan antara
Tingkat Pendidikan
dengan Tingkat
Pengetahuan Vaksin
Polio
2.064
2
0.356
14,2%
Tidak
Terdapat
Hubunga
n
Berdasarkan hasil pengujian uji chi kuadrat, didapat p-value sebesar 0,356. Jika
dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% maka p-value bernilai lebih besar sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat Pendidikan terhadap
tingkat pengetahuan vaksin Polio, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Tingkat
Pendidikan seseorang tidak akan mempengaruhi pengetahuan Vaksin Polio. Adapun
pengaruh koefisien hubungannya sebesar 14,2%, yang artinya Tingkat Pendidikan
mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Vaksin Polio hanya sebesar 14,2% saja, sedangkan
sisanya diperjelas oleh faktor lain.
Program vaksin merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit khususnya
pada balita yang mana dapat meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu
penyakit. Vaksin Polio merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan
kekebalan terhadap penyakit Polio.
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1653 http://sosains.greenvest.co.id
Perkembangan vaksin tidak serta merta mulus begitu saja. Di saat vaksin semakin
populer, maka lahirlah komunitas dan pemahaman yang menolaknya, yaitu kaum
antivaksin. Seiring berjalannya waktu, gerakan antivaksin tidak hanya ramai di internet,
tapi hingga diadakannya seminar-seminar di perguruan tinggi. Bahkan pembicaranya
adalah dokter (Indonesia, 2018). Dokter sebagai seorang ‘ahli’ dihargai atas keilmuannya,
baik dari sisi teori maupun keterampilannya sebagai klinisi, sehingga informasi apapun
yang disampaikan oleh seorang dokter akan lebih mudah diyakini oleh seorang pasien.
Termasuk hal ini dalam kaitannya dengan propaganda antivaksin Dokter kini menghadapi
kondisi yang dilematis. Vaksin secara medis telah terbukti ampuh dan belum pernah
tercatat menimbulkan dampak negatif bagi pemakainya (Sundoro, Sulaiman,
Purwadianto, & Wasisto, 2018). Namun, jika salah memahami, dokter bisa saja terseret
arus paham antivaksinasi dan justru menjadi pelopor gerakan ini di masyarakat.
Dampaknya adalah kegagalan program pemerintah untuk mengeradikasi penyakit-
penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin (Wulandari et al., 2021).
Maka dari itu, seorang mahasiswa fakultas kedokteran dituntut untuk mengetahui
kandungan yang ada didalam vaksin dan hukum halal haramnya (Triyanta, 2020).
Responden pada tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016) didominasi oleh
pengetahuan tripsin yang cukup yaitu sebanyak 45,95% selanjutnya pada pengetahuan
tripsin terkategori kurang sebanyak 37,84% dan pada pengetahuan tripsin yang baik
hanya 16,22%. Berbeda halnya dengan tahun pertama (2018), didominasi oleh kategori
pengetahuan mengenai tripsin kurang dan cukup, dimana pada kedua kategori ini masing-
masing sebanyak 44,44%, sedangkan pada kategori baik hanya 11,11%. Sedangkan
responden pada tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016) didominasi oleh pengetahuan
Vaksin Polio yang cukup yaitu sebanyak 48.65% selanjutnya pada pengetahuan Vaksin
Polio terkategori baik sebanyak 40,54% dan pada pengetahuan Vaksin Polio yang kurang
hanya 10,81%. Pada tahun pertama (2018), didominasi oleh kategori pengetahuan
mengenai Vaksin Polio cukup, dimana pada kedua kategori ini sebanyak 49,21%,
sedangkan pada kategori baik dan kurang masing-masing sebanyak 30,16% dan 20,63%
(Kiswanto, 2018).
Dari kedua analisis χ2 (chi kuadrat) pada tabel 7 dan 8 diketahui bahwa tingkat
Pendidikan tidak memiliki perbedaan pada tingkat pengetahuan responden baik pada
pengetahuan penggunaan tripsin (p=0,697) maupun pada pengetahuan mengenai vaksin
polio (p=0,356), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “Tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan di Fakultas Kedokteran dengan pengetahuan mahasiswa Fakultas
Kedokteran universitas YARSI mengenai penggunaan Tripsin dan vaksin POLIO”.
Pada hasil penelitian ini, kedua variabel yaitu mahasiswa tingkat ketiga (2016) dan
tingkat pertama (2018) hanya sedikit yang memiliki pengetahuan Baik. Hal ini
disebabkan oleh kurikulum pendidikan tidak membahas mengenai tripsin secara khusus,
rinci dan detail. Blok dengan Kurikulum 2018 yang membahas mengenai Mekanisme
Pertahanan Tubuh, yaitu pada Rincian Capaian Blok VIII (Imunisasi dan Vaksin), Sub
Capaian Blok A (Memahami dan Menjelaskan konsep imunisasi dan vaksin secara klinis,
indikator 32 (Memperjelas dan merangkum jenis-jenis vaksinas yang diberikan pada
anak). Untuk Blok Mekanisme Pertahanan Tubuh, Kurikulum 2007, revisi 2013, sasaran
blok tidak dicantumkan secara khusus dan jelas (Latif, 2013).
Kesimpulan
Untuk responden tahun pertama pengetahuan mengenai tripsin kurang dan cukup,
dimana pada kedua kategori ini masing-masing sebanyak 44,44%, sedangkan pada
kategori baik hanya 11,11%. Pada Pengetahuan Vaksin Polio cukup, dimana pada
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Pengetahuan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Mengenai Penggunaan Tripsin dalam Proses Produksi
Vaksin Polio
2021
Yolandha Tannia, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1654
kategori ini sebanyak 49,21%, sedangkan pada kategori baik dan kurang masing-masing
sebanyak 30,16% dan 20,63%.
Untuk responden Tahun Ketiga mengenai pengetahuan tripsin yang cukup yaitu
sebanyak 45,95% selanjutnya pada pengetahuan tripsin terkategori kurang sebanyak
37,84% dan pada pengetahuan tripsin yang baik hanya 16,22%. Pada pengetahuan Vaksin
Polio yang cukup yaitu sebanyak 48.65% selanjutnya pada pengetahuan Vaksin Polio
terkategori baik sebanyak 40,54% dan pada pengetahuan Vaksin Polio yang kurang hanya
10,81%.
Dari hasil penelitian tidak ditemukan korelasi antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan. Penggunaan Tripsin dalam produksi vaksin polio menjadi Halal karena
vaksin tersebut sudah dicuci dengan bahan kimiawi. Hal ini sesuai dengan kaidah
Istihalah dan Istihlak dan jika ada indikasi keharaman, hukumnya tetap boleh, dengan
alasan maqashid asy syari'ah yaitu maslahah al-daruriyat dalam hifdz ad-din (memelihara
agama), hifdz annafs (memelihara jiwa), hifdz al- aql (memelihara akal), hifdz al-mal
(memelihara harta) dan Hifz al-nasl wa al-ird (perlindungan terhadap kehormatan dan
keturunan).
Bibliografi.
Azizah Palupi, Shofiana. (2018). tinjauan maslahah terhadap penggunaan vaksin
meningitis pada jemaah haji dan umroh. Ponorogo: IAIN Ponorogo.
Azmi, Zahratul. (2018). Perilaku Orang Tua Anak yang Tidak Mendapatkan Imunisasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Toddopuli Kota Makassar. makassar: Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Chodir, Fatkul. (2021). Kehalalan Vaksin Berunsur BABI:(Studi Vaksin Covid-19
Astrazeneka). Jurnal Kajian Hukum Islam, 8(1), 6181.
Djauzi, Samsuridjal, & Rambe, Dirga Sakti. (2013). Imunisasi: Sejarah dan Masa Depan.
CDK-205, 40, 6.
Djuana, Priscillia Maycelina. (2019). Pertanggungjawaban Pelaku Peredaran Vaksin
Palsu Di Rumah Sakit Elisabeth Bekasi. UAJY.
Fatimah, St. (2020). Efektivitas Suntik Vaksin Tetanus Toksoid (Tt) Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Medis Bagi Calon Mempelai Wanita Sebelum Dan Sesudah
Melangsungkan Akad Nikah (Studi kasus di KUA Kec. Awangpone dan UPTD
Puskesmas Awaru Kec. Awangpone). Bone: IAIN Bone.
Indonesia, Jurnal Etika Kedokteran. (2018). JEKI. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia,
2(1).
Indriana, Indriana. (2019). Tinjauan Mas {lah {ah Terhadap Implementasi Fatwa MUI
No. 33 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Vaksin Produk Dari SII (Serum Intitute Of
India) Untuk Imunisasi Di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.
Ponorogo: IAIN Ponorogo.
Kamillah, Wa Ode. (2019). KLONING GEN Rv1926c Mycobacterium tuberculosis Isolat
Makassar Ke Escherichia coli JM 109 Sebagai Kandidat Vaksin Tuberkulosis.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Kiswanto, M. Banjar. (2018). Gambaran penerapan sistem ijin kerja panas sebagai
upaya pencegahan bahaya kebakaran di PT. Kharisma Kilang Kencana Tahun
2018. Jakarta Timur: Universitas Binawan.
Latif, Yudi. (2013). Negara paripurna. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sundoro, Julitasari, Sulaiman, Ali, Purwadianto, Agus, & Wasisto, Broto. (2018).
Kampanye Anti-Vaksin oleh Seorang Dokter, Apakah Melanggar Etik? Jurnal Etika
Kedokteran Indonesia, 2(1), 1.
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1655 http://sosains.greenvest.co.id
Triyanta, Agus. (2020). Keterkaitan Fatwa MUI No 33 Tahun 2018 Tentang Measle
Rubella Dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Ullah, Sadia Fida, Deen, Farzana Ahmad, & Hussain, Yawar. (2016). Genesis of Polio
Vaccination Hindrance Syndrome in Pakistani Society, Religio-Medical Aspects.
Open Journal of Social Sciences, 4(03), 98.
Wulandari, Denny, Heryana, Ade, Silviana, Intan, Puspita, Erlina, Rini, H., & Deasy, F.
(2021). FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Tenaga Kesehatan
Terhadap Vaksin Covid-19 Di Puskesmas X Tahun 2020. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (Undip), 9(5), 660668.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.