Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1674 http://sosains.greenvest.co.id
TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI MENGENAI PENGGUNAAN
HUMAN DIPLOID CELL DALAM PROSES PRODUKSI VAKSIN
POLIO
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani
Universitas Yarsi, Indonesia
E-mail: dekway@gmail.com, indralenycahaya@gmail.com dan s
Diterima:
05 Desember
2021
Direvisi:
13 Desember
2021
Disetujui:
15 Desember
2021
Abstrak
Latar Belakang : Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme
yang dilemahkan atau dimatikan, atau protein antikgenik dari
berbagai organisme tadi yang diberikan untuk mencegah,
meringankan, atau mengobati penyakit-penyakit menular. Vaksin
pertama kali tercatat pada tahun 1769, yang dipublikasikan oleh
Edward Jenner, yaitu specimen yang berasal dari lesi lengan
seseorang yang terinfeksi Cowpox. Human Diploid Cells (HDC)
merupakan salah satu sel yang digunakan untuk mengkultur virus
yang akan dijadikan vaksin. HDC yang berasal dari aborsi
manusia ini banyak digunakan untuk mengkultur virus Polio IPV
dan OPV, Rabies, Rubella, Measles, Varicella-Zooster, dan
Hepatitis A. Tujuan : Vaksin polio merupakan vaksin yang
diwajibkan pada anak yang dijadwalkan dari Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) yang dibagi menjadi dua jenis, IPV (Inactivated
Polio Vaccine) dan OPV (Oral Polio Vaccine). Metode : Jenis
Penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan
cross sectional menggunakan kuesioner. Populasi yang digunakan
adalah mahasisa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI tahun
pertama dan tahun ketiga yang memenuhi syarat. Cara pemilihan
sampel dengan simple random sampling. Hasil : Penelitian yang
dilaksanakan selama 3 hari dengan menggunakan kuesioner, dari
100 responden didapatkan persentase jumlah kuesioner
Pengetahuan mengenai Human Diploid Cell berdasarkan Tingkat
Pendidikan didapatkan pengetahuan baik sebanyak 5% pada tahun
ketiga dan 7% pada tahun pertama. Pengetahuan cukup sebanyak
23% pada tingkat ketiga dan 28% pada tahun pertama.
Pengetahuan kurang sebanyak 9% pada tingkat ketiga dan 28%
pada tahun pertama. Persentase jumlah kuesioner Pengetahuan
mengenai Polio berdasarkan Tingkat Pendidikan didapatkan
pengetahuan baik sebanyak 15% pada tahun ketiga dan 19% pada
tahun pertama. Pengetahuan cukup sebanyak 18% pada tingkat
ketiga dan 31% pada tahun pertama. Pengetahuan kurang
sebanyak 4% pada tingkat ketiga dan 13% pada tahun pertama.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pengetahuan mengenai Human Diploid Cell dalam vaksin
Polio. Dalam pandangan Islam, penggunaan vaksin Polio
hukumnya mubah karena prinsip Dharuriyat bertujuan untuk
mempertahankan nyawa atau Hifdz an-nafs anak dari ancaman
penyakit.
Kata kunci: Human Diploid Cell, Vaksin Polio, Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1675
Abstract
Background : Vaccines are microorganisms that are attenuated
or killed off, or antigenic proteins from various organisms given
to prevent, alleviate, or treat infectious diseases. The vaccine was
first recorded in 1769, published by Edward Jenner, a specimen
derived from the lesions of a person's arms infected with Cowpox.
Human Diploid Cells (HDC) is one of the cells used to culture
viruses that will be used as vaccines. HDC derived from human
abortion is widely used to culture Polio IPV and OPV viruses,
Rabies, Rubella, Measles, Varicella-Zooster, and Hepatitis A.
Polio vaccine is a vaccine that is required in children scheduled
from the Indonesian Pediatric Association (IDAI) which is
scheduled divided into two types, IPV (Inactivated Polio Vaccine)
and OPV (Oral Polio Vaccine). In Islam's view, the use of the
Polio vaccine is . From an Islamic perspective, the use of the Polio
vaccine is legal because of the Dharuriyat principle. Methods:
This type of research is descriptive with a cross sectional
approach using a questionnaire. The population used is YARSI
University Faculty of Medicine students first and third years who
qualify the criteria and chosen with simple random sampling
Results: Research carried out for 3 days using a questionnaire,
from 100 respondents obtained a percentage of the number of
questionnaires. Knowledge about Human Diploid Cells based on
Education Level obtained good knowledge of 5% in the third year
and 7% in the first year. There is sufficient knowledge of 23% at
the third level and 28% in the first year. 9% less knowledge at the
third level and 28% in the first year. Percentage of the number of
knowledge questionnaires about Polio based on Education Level
obtained good knowledge of 15% in the third year and 19% in the
first year. Enough knowledge of 18% at the third level and 31%
in the first year. Less knowledge is 4% in the third level and 13%
in the first year.
Conclusions: There is no correlation between education level and
knowledge of Human Diploid Cell in Polio vaccine.
Keywords: Human Diploid Cell, Polio Vaccine, Knowledge
Pendahuluan
Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan, atau
protein antikgenik dari berbagai organisme tadi yang diberikan untuk mencegah,
meringankan, atau mengobati penyakit-penyakit menular (Dorland, 2010). Vaksin pertama
kali tercatat pada tahun 1769, yang dipublikasikan oleh Edward Jenner, yaitu specimen
yang berasal dari lesi lengan seseorang yang terinfeksi Cowpox. Lalu Jenner melakukan
inokulasi ke lengan anak kecil dan ditunggu selama satu minggu, setelah satu minggu
muncul lesi di tempat inokulasi tersebut, namun dia hanya mengalami gejala ringan, pulih
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1676 http://sosains.greenvest.co.id
segera dan tidak “sakit”. Dapat disimpulkan bahwa penyakit smallpox dapat dicegah
dengan inokulasi cowpox (Djauzi & Rambe, 2013).
Setelah dipublikasikan mengenai smallpox, diikuti dengan perkembangan-
perkembangan vaksin lainnya dan dengan menggunakan metode yang berbeda. Beberapa
metode tersebut adalah Cell Culture, Capsular Polysaccharides, Protein- Based Vaccines,
dan Genetic Engineering (Plotkin, 2014).
Human Diploid Cells (HDC) merupakan salah satu sel yang digunakan untuk
mengkultur virus yang akan dijadikan vaksin. HDC yang berasal dari aborsi manusia ini
banyak digunakan untuk mengkultur virus Polio IPV dan OPV, Rabies, Rubella, Measles,
Varicella-Zooster, dan Hepatitis A. Beberapa alasan HDC digunakan karena jumlah sel
yang banyak dalam satu kali panen, karakteristik yang baik, kesuksesan terhadap virus
manusia, kemungkinan laten yang rendah, dan pengadaan yang relatif murah (Leiva, 2006).
Vaksin polio merupakan vaksin yang diwajibkan pada anak yang dijadwalkan dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dibagi menjadi dua jenis, IPV (Inactivated
Polio Vaccine) dan OPV (Oral Polio Vaccine) (Ismail, 2014). Keuntungan IPV adalah ini
merupakan virus yang telah dimatikan dan tidak dapat bereplikasi lagi. Vaksin ini aman
dan tidak menimbulkan kelumpuhan akibat imunisasi dan tidak berbahaya bagi orang yang
mengalami defisiensi imun. Tetapi kelemahannya vaksin ini harus disuntikan dan
kurangnya merangsang timbulnya antibodi IgA di usus, sehingga tidak menghambat
perlekatan, replikasi virus liar dan menghentikan transmisi virus tersebut. OPV merupakan
pilihan karena dapat menimbulkan antibodi yang tinggi dan dengan harga yang relatif
murah dan pemberian yang mudah, yaitu melalui oral (Soegijanto, 2016).
Vaksin Polio merupakan salah satu vaksin yang menggunakan HDC yang dikultur
dari sel janin abortus, hal ini bertentangan dengan beberapa agama seperti Islam, Hindu,
Protestan, dan Saksi Jehovah. Ini juga bermasalah dengan kode etik kedokteran, yaitu
autonomi dan non-maleficence. Dengan autonomi dari orang tua anak mengatakan “anak
kami, pilihan kami” dan non-maleficence dari tenaga kerja yang berkewajiban untuk
mencegah kerugian bagi masyarakat luas (Hussain, Ali, Ahmed, & Hussain, 2018).
Pertentangan itu yang menyebabkan beberapa golongan masyarakat memilih untuk
tidak memberikan vaksin kepada anaknya. Informasi dan pengetahuan HDC yang beredar
di masyarakat mempunyai peran besar atas munculnya golongan orang yang memilih untuk
tidak memberikan vaksin (Ismail, 2014). Salah satu permasalahan yang dihadapi umat
muslim dalam era modern ini adalah mengenai penggunaan beberapa substansi haram yang
beredar di masyarakat. Masalah utama yang dihadapi sekarang adalah penggunaan
substansi haram yang berada dalam bidang kesehatan, yaitu vaksin. Banyak ulama yang
berbeda pendapat mengenai penggunaan substansi ini dalam hal kesehatan, ini juga yang
membuat masyarakat ragu dalam penggunaan vaksin (Pratiwi, 2020). Sebagai calon tenaga
medis yang akan bertemu dengan masyarakat harus lebih mengerti mengenai pengguanan
substansi-substani ini agar dapat menjelaskan kepada masyarakat kelak.
Permasalahan yang hadir di masyarakat adalah penggunaan bahan dasar dari vaksin.
Bahan dasar yang dignakan adalah Human Diploid Cell. Bahan ini berasal dari sel yang
diambil dari janin yang diaborsi (Hasan & Aliah, 2008). Dengan semakin mudahnya
mencari pengetahuan mengenai hal-hal dalam kesehatan dan mudahnya menyebarkan
informasi di era ini, munculah orang-orang yang tidak setuju dengan vaksin tersebut dan
timbulah gerakan yang bernama antivaksin (Dhona, 2020). Dengan tersebarnya berita
tersebut ada beberapa ulama yang mengharamkan pengguaan vaksin dan ada beberapa
yang tidak. Sebagai mahasiswa kedokteran yang kelak akan bekerja ditengah masyarakat
harus memhami dan memiliki pengetahuan yang sesuai dengan kompetensinya untuk
menjawab kontroversi yang beredar mengenai vaksin Polio dan meluruskan pandangan
negatif masyarakat mengenai vaksin tersebut (Indonesia, 2018). Dengan demikian,
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1677
diharapkan masyarakat dapat menerima vaksin Polio sebagai tindakan preventif terhadap
penyakit Poliomyelits. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI tahun pertama mengenai penggunaan
Human Diploid Cell pada vaksin Polio.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional
menggunakan kuesioner. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian cross
sectional deskriptif. Populasi penelitian adalah mahasiswa fakultas kedokteran Universitas
YARSI tahun pertama dan tahun ketiga yang sesuai dengan Definisi Operasional. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian mahasiswa fakultas kedokteran Universitas
YARSI tahun pertama dan tahun ketiga yang berjumlah sesuai dengan perhitungan sampel.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling yang
diambil denga cara proporsional. Besar sampel pada penelitian ini adalah simple random
sampling dengan menggunakan rumus berikut:
Keterangan:
n = Jumlah elemen/ anggota sampel
N = Jumlah elemen / anggota populasi
Е = error level (tingkat kesalahan, umumnya digunakan 1%, 5% dan 10%
)
.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI tahun
pertama dan tahun ketiga yang berjumlah sesuai dengan perhitungan sampel diperoleh 100
data kuesioner “Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
tahun pertama dan ketiga mengenai penggunaan Human Diploid Cell pada vaksin Polio.
Persentase pengetahuan Baik sebanyak 12 dari 100 responden adalah 12%, Persentase
pengetahuan Cukup sebanyak 51 dari 100 responden adalah 51%, dan persentase
pengetahuan Kurang sebanyak 37 dari 100 responden adalah 37%. Pengetahuan Baik
mengenai Polio sebanyak 34 dari 100 responden adalah 34%, presentasi Cukup sebanyak
49 dari 100 responden adalah 49%, dan presentase Kurang sebanyak 17 dari 100 responden
adalah 17%.
𝑁
n=
1 + (N
X
е²)
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1678 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 1. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin dari semua responden berjumlah 75 orang untuk peremepuan dan 25
orang untuk laki-laki.
Gambar 2. Usia Responden
Usia dari semua responden dapat dibagi menjadi 2, 19 tahun yang berjumlah 63
orang dan 21 tahun yang berjumlah 37 orang.
25
laki-laki
75
perempuan
Usia Responden
37
63
19 Tahun
21 Tahun
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1679
Gambar 3. Tahun Pendidikan Responden
Dari semua responden, tahun pelajaran dapat dibagi menjadi 2, tahun 2016 sebanyak
37 orang dan tahun 2018 sebanyak 63 orang.
Tabel 1. Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan pada Human Diploid
Cell
Frequency
Percent
Valid
Kurang
37
37%
Cukup
51
51%
Baik
12
12%
Total
100
100.0
Dari tiga kategori Tingkat Pengetahuan pada Human Diploid Cell pada vaksin Polio,
yang terbanyak (51%) merupakan mahasiswa dengan Tingkat Pengetahuan pada Human
Diploid Cell Cukup, mahasiswa dengan Tingkat Pengetahuan pada Human Diploid Cell
Kurang sebanyak (37%) dan mahasiswa dengan Tingkat Pengetahuan pada Human Diploid
Cell Baik sebanyak (12%).
Tahun Pendidikan Responden
37
63
Tahun Pertama
Tahun Ketiga
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1680 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 2. Tingkat Pengetahuan pada vaksin Polio
Frequency
Percent
Valid
Kurang
17
17%
Cukup
49
49%
Baik
34
34%
Total
100
100%
Dari tiga kategori tingkat pengetahuan pada vaksin polio, yang terbanyak (49%)
merupakan mahasiswa dengan tingkat pengetahuan pada vaksin polio cukup, mahasiswa
dengan tingkat pengetahuan pada vaksin polio baik sebanyak (34%) dan mahasiswa dengan
tingkat pengetahuan pada vaksin polio kurang sebanyak (17%).
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Mengenai Human Diploid Cell dan Vaksin Polio
HDC
Total
Kurang
Cukup
Baik
Polio
Kurang
10
6
1
17
Cukup
17
25
7
49
Baik
10
20
4
34
Total
37
51
12
100
Dari tiga kategori Tingkat Pengetahuan mengenai Human Diploid Cell dan vaksin
Polio, tingkat pengetahuan baik sebanyak 4 dari 100 responden, tingkat pengetahuan cukup
sebanyak 25 dari 100 responden adalah, tingkat pengetahuan kurang sebanyak 10 dari 100
responden adalah.
Sebanyak 4 mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai Human
Diploid Cell dan vaksin Polio, setelah di survey lebih mendalam, sumber informasi yang
digunakan oleh kelimanya adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Sumber Informasi mahasiswa dengan pengetahuan baik mengenai Human
Diploid Cell dan vaksin Polio
No.
Sumber
Presentase
1.
Textbook
¼ = 25%
2.
Informasi lisan dari dosen
2/4 = 50%
4.
Internet
¼ = 25%
Analisis bivariate data penelitan ini meliputi variable Tingkat Pengetahuan
Penggunaan HDC berdasarkan Tingkat Pendidikan, dengan menggunakan tabulasi silang
(cross-tabulation) dengan angka frekuensi dan persentase di dalamnya. Berikut ini adalah
tabulasi silang dari kedua variabel observasi yang telah diolah.
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1681
Tabel 5. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Penggunaan HDC berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Variabel Penelitian
Pengetahuan HDC
Total
Kurang
Cukup
Baik
Tingkat
Pendidikan
Frekuensi
9
23
5
37
2016
Persentase
24.32
%
62.16
%
13.51
%
100.00
%
Frekuensi
28
28
7
63
2018
Persentase
44.44
%
44.44
%
11.11
%
100.00
%
Frekuensi
37
51
12
100
Total
Persentase
37.00
%
51.00
%
12.00
%
100.00
%
Berdasarkan tabel 5 di atas dari masing-masing tingkat pendidikan responden,
terlihat bahwa responden pada tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016) didominasi oleh
pengetahuan HDC yang cukup yaitu sebanyak 23 responden (62,16%) selanjutnya pada
pengetahuan HDC terkategori kurang sebanyak 9 responden (24,32%) dan pada
pengetahuan HDC yang baik hanya 5 responden (13,51%).
Berbeda halnya dengan tahun Angkatan pertama (2018), didominasi oleh kategori
pengetahuan mengenai HDC kurang dan cukup, dimana pada kedua kategori ini masing-
masing sebanyak 28 responden (44,44%), sedangkan pada kategori baik hanya 7 responden
(11,11%). Untuk mengetahui uji signifikansi pada kedua variabel tersebut, maka digunakan
analisis inferensial χ2 (chi kuadrat) sebagai berikut.
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis χ2 (chi kuadrat) karena
kedua data bersifat kategorik dan ingin melihat sejauh mana pola hubungan antar keduanya.
Berikut hasil pengolahan menggunakan software SPSS:
Tabel 6. Hasil Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan
Penggunaan HDC
Hipotesis
Chi
Square
df
Pvalue
Koefisien
Hubunga
n
Keterangan
Hubungan antara
Tingkat Pendidikan
dengan Tingkat
4,097
2
0.129
19,8%
Tidak
Terdapat
Hubungan
Pengetahuan
Penggunaan HDC
Berdasarkan hasil pengujian uji chi kuadrat, didapat p-value sebesar 0,129. Jika
dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% maka p-value bernilai lebih besar sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat Pendidikan terhadap
tingkat pengetahuan penggunaan HDC, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Tingkat
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1682 http://sosains.greenvest.co.id
Pendidikan seseorang tidak akan mempengaruhi pengetahuan HDC. Adapun pengaruh
koefisien hubungannya sebesar 19,8%, yang artinya Tingkat Pendidikan mempengaruhi
Tingkat Pengetahuan HDC hanya sebesar 19,8% saja, sedangkan sisanya diperjelas oleh
faktor lain.
Analisis bivariate data penelitan ini meliputi variable Tingkat Pengetahuan Vaksi
Polio berdasarkan Tingkat Pendidikan, dengan menggunakan tabulasi silang (cross-
tabulation) dengan angka frekuensi dan persentase di dalamnya. Berikut ini adalah tabulasi
silang dari kedua variabel observasi yang telah diolah.
Tabel 7. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Vaksin Polio berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Variabel Penelitian
Pengetahuan Vaksin Polio
Total
Kurang
Cukup
Baik
Tingkat
Pendidikan
Frekuensi
4
18
15
37
2016
Persentase
10.81%
48.65%
40.54%
100.00%
Frekuensi
13
31
19
63
2018
Persentase
20.63%
49.21%
30.16%
100.00%
Frekuensi
17
49
34
100
Total
Persentase
17.00%
49.00%
34.00%
100.00%
Berdasarkan tabel tabulasi di atas dari masing-masing tingkat pendidikan responden,
terlihat bahwa responden pada tingkat Pendidikan tahun ketiga (2016) didominasi oleh
pengetahuan Vaksin Polio yang cukup yaitu sebanyak 18 responden (48.65%) selanjutnya
pada pengetahuan Vaksin Polio terkategori baik sebanyak 15 responden (40,54%) dan pada
pengetahuan Vaksin Polio yang kurang hanya 4 responden (10,81%).
Pada tahun Angkatan pertama (2018), didominasi oleh kategori pengetahuan
mengenai Vaksin Polio cukup, dimana pada kedua kategori ini sebanyak 31 responden
(49,21%), sedangkan pada kategori baik dan kurang masing-masing sebanyak 30,16% dan
20,63%. Untuk mengetahui uji signifikansi pada kedua variabel tersebut, maka digunakan
analisis inferensial χ2 (chi kuadrat) sebagai berikut.
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis χ2 (chi kuadrat) karena
kedua data bersifat kategorik dan ingin melihat sejauh mana pola hubungan antar keduanya
(Firdaus, 2021). Berikut hasil pengolahan menggunakan software SPSS:
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1683
Tabel 8. Hasil Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Vaksin
Polio
Hipotesis
Chi
Square
df
Pvalue
Koefisien
Hubunga
n
Keterangan
Hubungan antara
Tingkat Pendidikan
dengan Tingkat
2.064
2
0.356
14,2%
Tidak
Terdapat
Hubungan
Pengetahuan Vaksin
Polio
Berdasarkan hasil pengujian uji chi kuadrat, didapat p-value sebesar 0,356. Jika
dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% maka p-value bernilai lebih besar sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat Pendidikan terhadap
tingkat pengetahuan vaksi Polio, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Tingkat
Pendidikan seseorang tidak akan mempengaruhi pengetahuan Vaksin Polio. Adapun
pengaruh koefisien hubungannya sebesar 14,2%, yang artinya Tingkat Pendidikan
mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Vaksin Polio hanya sebesar 14,2% saja, sedangkan
sisanya diperjelas oleh faktor lain.
Dari kedua analisis χ2 (chi kuadrat) pada tabel 4.2 dan 4.4 diketahui bahwa tingkat
Pendidikan tidak memiliki perbedaan pada tingkat pengetahuan responden baik pada
pengetahuan penggunaan HDC (p=0,129) maupun pada pengetahuan mengenai vaksin
polio (p=0,356), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan di Fakultas Kedokteran dengan pengetahuan mahasiswa Fakultas
Kedokteran universitas YARSI mengenai penggunaan HDC dan vaksin POLIO.
Program imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit khususnya pada
balita yang mana dapat meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu penyakit
(Dinengsih & Hendriyani, 2018). Vaksin Polio merupakan imunisasi yang digunakan
dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit Poliomyelitis (Indrayani, 2021).
Pengetahuan mahasiswa mengenai penggunaan Human Diploid Cell dalam vaksin
Polio harus baik, karena penting untuk menjelasakan kepada pasien jika pasien menolak
untuk dilakukan vaksinasi (Lumbanbatu, Mahendra, & Mertajaya, 2019). Sebagai calon
dokter muslim, kita harus bisa mengedukasi pasien mengenai hal ini, Karena jika tidak
dilakukan vaksinasi dapat menimbulkan komplikasi yang seharusnya dapat dicegah jika
dilakukan vaksinasi. Vaksin polio merupakan salah satu vaksin yang wajib diberikan
kepada anak berdasrkan jadwal imunisasi (Ikatan Dokter Anak Indonesia) IDAI (Adharani
& Meilina, 2017).
Pelaksaan penelitian dilakukan pada mahasiswa tingkat pertama dan tingkat ketiga
Universitas YARSI. Berdasarkan hasil data kuisioner, didapatkan Presentase pengetahuan
Baik mengenai Human Diploid Cell sebanyak 12 dari 100 responden adalah 12%,
Persentase pengetahuan Cukup sebanyak 51 dari 100 responden adalah 51%, dan
persentase pengetahuan Kurang sebanyak 37 dari 100 responden adalah 37%. Pengetahui
Baik mengenai Polio sebanyak 34 dari 100 responden adalah 34%, presentasi Cukup
sebanyak 49 dari 100 responden adalah 49%, dan presentase Kurang sebanyak 17 dari 100
responden adalah 17%.
Dari kedua analisis χ2 (chi kuadrat) pada tabel 4 dan 5 diketahui bahwa tingkat
Pendidikan tidak memiliki perbedaan pada tingkat pengetahuan responden baik pada
Volume 1, Nomor 12, Desember 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1684 http://sosains.greenvest.co.id
pengetahuan penggunaan HDC (p=0,129) maupun pada pengetahuan mengenai vaksin
polio (p=0,356), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan di Fakultas Kedokteran dengan pengetahuan mahasiswa Fakultas
Kedokteran universitas YARSI mengenai penggunaan HDC dan vaksin POLIO.
Pada hasil penelitian, mayoritas kedua tingkat hanya sedikit memiliki pengetahuann
Baik. Hal ini disebabkan kurikulum Pendidikan tidak membahas mengenai Human Diploid
Cell secara khusus. Blok dengan kurikulum 2018 yang membahas mengenai Mekanisme
Pertahanan Tubuh yatu pada Rincian Capaian Blok VIII (Imunisasi dan Vaksin). Sub
capaian blok A (Memahami dan Menjelaskan konsep imunisasi dan vaksin secara klinis,
Indikator 32 (Memperjelas dan Merangkum jenis-jenis vaksinasi yang diberikan pada
anak). Untuk blok Mekanise Perthanan Tubuh kurikulum 2007 revisi 2013, sasaran
pembelajaran blok tidak dicantukan dengan jelas.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI Mengenai Penggunaan Human Diploid Cell dalam Proses Produksi
Vaksin Polio dan tinjauannya Menurut Islam dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut,
Berdasarkan hasil penelitian, Presentase jumlah kuesioner Pengetahuan mengenai Human
Diploid Cell berdasarkan Tingkat Pendidikan didapatkan pengetahuan baik sebanyak 7%
pada tahun pertama. Pengetahuan cukup sebanyak 28% pada tahun pertama. Pengetahuan
kurang sebanyak 28% pada tahun pertama. Berdasarkan hasil penelitian, presentase jumlah
kuesioner Pengetahuan mengenai Human Diploid Cell berdasarkan Tingkat Pendidikan
didapatkan pengetahuan baik sebanyak 5% pada tahun ketiga. Pengetahuan cukup
sebanyak 23% pada tingkat ketiga. Pengetahuan kurang sebanyak 9% pada tingkat ketiga.
Dari hasil penelitian tidak ditemukan korelasi antara tingkat Pendidikan dengan
pengetahuan. Penggunaan Human Diploid Cell dalam produksi vaksin Polio menjadi Halal
karena prinsip Dharuriyat bertujuan untuk mempertahankan nyawa atau Hifdz an-nafs anak
dari ancaman penyakit.
Bibliografi.
Adharani, Yana, & Meilina, Popy. (2017). Penjadwalan Imunisasi Anak Usia 018 Tahun
Menggunakan Metode Forward Chaining. Prosiding Seminar Nasional Teknoka, 2,
I88I95.
Dhona, Holy Rafika. (2020). Resepsi dan Glokalisasi Isu Lingkungan di Jogja Green
School.
Dinengsih, Sri, & Hendriyani, Heni. (2018). Hubungan antara pendidikan, pengetahuan,
dukungan keluarga dan peran tenaga kesehatan dengan kepatuhan ibu dalam
melakukan imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan di desa Aweh Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 202212.
Djauzi, Samsuridjal, & Rambe, Dirga Sakti. (2013). Imunisasi: Sejarah dan Masa Depan.
CDK-205, 40, 6.
Dorland, Newmaan. (2010). Kamus kedokteran dorland edisi 31. Alih Bahasa Retna Neary
Elseria Dkk. Jakarta: EGC.
Firdaus, Muhammad. (2021). Ekonometrika: suatu pendekatan aplikatif. Bumi Aksara.
Hasan, Aliah B. Purwakania, & Aliah, B. (2008). Psikologi Perkembangan Islam:
Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Pra kelahiran hingga Pasca
kematian. Rajagrafindo.
Hussain, Azhar, Ali, Syed, Ahmed, Madiha, & Hussain, Sheharyar. (2018). The anti-
vaccination movement: a regression in modern medicine. Cureus, 10(7).
Indonesia, Jurnal Etika Kedokteran. (2018). JEKI. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia,
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Mengenai Penggunaan Human Diploid
Cell dalam Proses Produksi Vaksin Polio
2021
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho, Indra Kusuma dan Siti Nur Riani 1685
2(1).
Indrayani, Mira. (2021). Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunisasi Polio
Pada Balita Di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Jurnal Ilmiah
Kebidanan Imelda, 7(1), 611.
Ismail, Siti Aisyah. (2014). Kontroversi Imunisasi. Pustaka Al-Kautsar.
Lumbanbatu, Adventus M. R., Mahendra, Donni, & Mertajaya, I. (2019). Modul
Manajemen Pasien Safety. Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas
Vokasi Universitas Kristen
Plotkin, Stanley. (2014). History of vaccination. Proceedings of the National Academy of
Sciences, 111(34), 1228312287.
Pratiwi, Puji. (2020). Dinamika fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang aborsi dan
penggunaan vaksin meningitis dalam merespons perubahan sosial. Penerbit A-
Empat.
Soegijanto, Soegeng. (2016). IMUNISA SI. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan
Infeksi Di Indonesia Jilid 6, 6, 169.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.