17
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Jurnal Sosial Sains
Vol. 1 No.1, Januari 2021
p-ISSN: e-ISSN:
PERAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA DALAM
MENGATASI MASALAH PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI TAIWAN
Damasus Ndarujati
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Diterima 27 Desember 2020
Diterima dalam bentuk revisi 2 Januari 2021
Abstract
The purpose of this study is to identify and analyze the role of the Ministry of Manpower in
managing Indonesian Migrant Workers' problems in Taiwan. The method used is a
qualitative research method. The research result The Ministry of Manpower of the Republic
of Indonesia in overcoming the problem of Indonesian Migrant Workers in Taiwan together
with the IETO Taipei organization. This is because Indonesia adheres to the One China
Policy so that it does not have diplomatic relations with Taiwan. To establish a cooperative
relationship and protect the Indonesian Migrant Workers in Taiwan, the Trade Office of the
Republic of Indonesia in Taipei (IETO) was established, which is a non-governmental
economic institution that aims to smoothen and improve economic cooperation between
Indonesia and Taiwan. The roles of the Ministry of Manpower of the Republic of Indonesia in
addressing the problems of Indonesian Migrant Workers in Taiwan include formulating
policies and conducting supervision related to the implementation of Indonesian Migrant
Workers placement, guarantee the fulfillment of the rights of prospective Indonesian Migrant
Workers, whether the person concerned departs through the Indonesia Migrant Workers
placement executor or departs independently, establish and develop an information system
for the placement of Indonesia Migrant Workers candidates abroad, make diplomatic efforts
to ensure the fulfillment of Indonesian Migrant Workers rights and protection optimally in
the destination country, provide protection to Indonesian Migrant Workers during the period
before departure, a period of placement, and post-placement period and provide protection
to Indonesia Migrant Workers and their families.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran Kementerian
Ketenagakerjaan dalam mengatasi pekerja migran Indonesia di Taiwan. Metode yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kementerian
Ketenagakerjaan Indonesia bekerja sama dengan organisasi IETO Taipei dalam mengatasi
masalah pekerja migran Indonesia di Taiwan. Hal ini dikarenakan Indonesia menganut One
China Policy, sehingga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Untuk
mendirikan hubungan kooperatif dan melindungi pegawai migran Indonesia di Taiwan, maka
Kantor Perdagangan Republik Indonesia (IETO) di Taipei didirikan, yang merupakan
lembaga ekonomi non-pemerintah yang bertujuan untuk memperlancar dan meningkatkan
kerjasama eknomi Indonesia dan Taiwan. Tugas Kementerian Ketenagakerjaan Republik
18
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
Indonesia dalam menangani masalah pekerja migran Indonesia di Taiwan terdiri dari
perumusan kebijakan dan melakukan pengawasan yang dengan pelaksanaan penempatan
pegawai migran Indonesia, menjamin pemenuhan hak calon pegawai migran Indonesia,
apakah pihak yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan atau berangkat
secara mandiri, membangun dan mengembangkan sistem informasi untuk penempatan calon
pegawai migrant Indonesia di luar negeri, membuat upaya diplomatik untuk memastikan
pemenuhan hak pegawai migran Indonesia dan melindungi secara optimal di negara tujuan
dan menyediakan perlindungan pegawai migran Indonesia selama periode sebelum
keberangkatan, periode penempatan dan pasca periode penempatan dan melindungi pegawai
migran Indonesia beserta keluarganya.
Kata Kunci: Pegawai Migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan,
Pendahuluan
Keterbatasan lapangan pekerjaan di
dalam negeri membuat masyarakat
Indonesia mencari pekerjaan ke luar
negeri. Dari tahun ke tahun, jumlahnya
terus meningkat dengan berbagai alasan
seperti sempitnya lapangan pekerjaan,
disparitas pertumbuhan ekonomi
global/regional dan kemajuan teknologi
transportasi dan informasi. Besarnya
animo tenaga kerja di luar negeri disuatu
segi mempunyai sisi positif yaitu:
mengatasi sebagaian masalah
pengangguran dalam negeri dan
memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi pembangunan ekonomi negara,
namun disisi lain memiliki sisi negatif
berupa resiko kemungkinan terjadinya
perlakuan yang tidak manusai terhadap
tenaga kerja Indonesia tersebut. Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat
2 dan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, Pemerintah Indonesia
memberikan kebebasan untuk setiap warga
negara dalam memilih dan mendapatkan
pekerjaan baik di dalam maupun diluar
negeri. Untuk penempatan dan
perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri telah diatur sejak tahun 2004
yang tertuang dalam UU No.18 tahun 2017
tentang Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia dengan BNP2TKI sebagai badan
pengamat dan pelaksana. Sebagaimana
termatub dalam Konvensi ILO Nomor 88
pasal 6 huruf B butir IV menyebutkan
bahwa pemerintah diwajibkan
mempermudah langkah setiap perpindahan
tenaga kerja dari suatu negara kenegara
lain yang disetujui pemerintah negara
penerima Tenaga Kerja Indonesia. Karena
keterbatasan lowongan pekerjaan di
Indonesia mengakibatkan banyak
masyarakat mengadu nasib memilih
bekerja di Luar Negeri. Apalagi hal itu
didukung iming-iming gaji besar tidak
seperti gaji yang didapat apabila mereka
bekerja di Indonesia. Namun hal tersebut
tidak semuanya menjadi kenyataan. Tidak
sedikit TKI yang mengadu nasib ke luar
negeri mendapatkan perlakuan yang tidak
baik di tempat mereka bekerja (Tamba,
2019).
Persoalan pekerja migran Indonesia
di luar negeri tidak pernah selesai.
Berbagai kasus penganiayaan,
pemerkosaan oleh majikan masih sering
ditemukan, sebagai warga negara mereka
membutuhkan jaminan dan perlindungan
dari pihak yang berwenang (Widiyahseno
et al., 2018). Menurut Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Pekerja
Damasus Ndarujati
19
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Migran Indonesia (BMP2PMI) banyak
dari PMI atau Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di luar negri tidak memiliki
dokumen resmi, tetapi mereka masih
nekad untuk tetap bekerja di luar negeri.
Sehingga banyak didengar dan media
melaporkan banyak PMI ditangkap dan
kemudian dipulangkan ke negara masing-
masing (Yasmine, 2019).
Di negara-negara tujuan PMI,
banyak PMI yang mengalami
permasalahan dimana mereka
diperlakukan tidak semestinya oleh sang
majikan. Sebagai contoh pada tahun 2010
Sumiyati TKI asal Nusa Tenggara Barat
yang bekerja di Arab saudi dianiaya secara
sadis oleh majikan perempuannya
kemudian dibakar hidup-hidup dan
jasadnya yang hangus dibiarkan begitu
saja di lantai atas rumah. Pada tahun 2017,
Wasni seorang TKI asal Cirebon yang
bekerja di Arab Saudi tidak diberikan gaji
selama empat tahun bekerja. Pada tahun
2018, Adelino Lisao TKI asal Nusa
Tenggara Timur yang meninggal di
Penang Malayasia karena kekurangan gizi
dan luka-luka yang disebabkan oleh
kekerasan yang dilakukan oleh majikan.
Tidak hanya di negara Arab Saudi
dan Malayasia, permasalahan PMI juga
terjadi di Taiwan. Di Taiwan banyak gaji
yang tidak dibayar dan PHK sepihak.
Taiwan juga menjadi tujuan perdagangan
perempuan Indonesia khususnya dari
kalimantan untuk tujuan kawin kontrak
(Hidayat, 2017). Selain itu juga banyaknya
permasalahan PMI Ilegal yang tidak
memiliki dokumen lengkap sehingga
diamankan oleh pihak Imigrasi Taiwan
Permasalahan ketenagakerjaan di
Indonesia bukanlah masalah yang baru di
Indonesia (Valensy & Afrizal, 2017).
Selain faktor sulitnya memperoleh
pekerjaan, faktor lain yang mendukung
masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar
negeri antara lain adalah standar upah
yang lebih tinggi dari pada standar upah
yang ada di Indonesia karena perbedaan
kurs mata uang (Hidayat, 2017)
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau
yang sekarang disebut sebagai Pekerja
Migran Indonesia (PMI) adalah sebuah
tata penggerak roda perekonomian
sekaligus merupakan sumber daya
manusia yang jumlahnya cukup berlimpah.
Kebijakan dan program pemerintah
mengenai penempatan PMI di luar negeri
ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi
angka pengangguran di tanah air, hal ini
juga diperkuat dengan minimnya lapangan
kerja di Indonesia membuat para calon
PMI menjadi sangat tergiur dengan potensi
kerja di luar dengan gaji yang lebih besar
(Hidayat, 2017). Migrasi PMI ke luar
negeri ini semakin
meningkat setiap tahunnya. Jumlah
peningkatan migrasi PMI ke luar negeri
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1
Jumlah Pekerja Migran Indonesia
Tahun 2016-2019
(Sumber: Bank Indonesia dan
BNP2TKI,2019)
Column1
2016
2017
2018
2019
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
20
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Pada beberapa kasus, para calon
PMI mendapatkan informasi mengenai
pekerjaan PMI dari PMI yang telah
berhasil dalam merubah status
ekonominya menjadi lebih baik.Hal
tersebut yang menjadi dasar banyaknya
calon PMI yang tertarik untuk bekerja di
luar negeri. Calon pekerja migran biasanya
diiming-imingi upah perbulannya yang
dibayar menggunakan dolar, sehingga
banyak pekerja yang menganggap bahwa
penghasilan mereka akan lebih banyak jika
bekerja di negara lain dan melupakan
resiko yang dapat terjadi.
Salah satu negara tujuan PMI
adalah Taiwan dikarenakan Taiwan
memberikan gaji yang cenderung tinggi
dibandingkan dengan negara lain, seperti
pekerjaan PRT yang diberi gaji minimal
Rp. 6.000.000/bulan di Taiwan sementara
di Malayasia pekerjaan PRT hanya diberi
gaji minimal Rp. 3.500.000/bulan. Adapun
perkembangan jumlah PMI di Taiwan
tahun 2012-2019 dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2.
Jumlah Pekerja Migran Indonesia di
Taiwan Tahun 2012-2019
(Sumber: Bank Indonesia dan
BNP2TKI, 2019).
Berdasarkan data di atas dapat
diketahui bahwa jumlah PMI di Taiwan
setiap tahunnya selalu mengalami
peningkatan. Namun, keberadaan PMI di
luar negeri tidak luput dari masalah.
Berbicara tentang pekerja migran artinya
bukan hanya tentang negara pengirim PMI
dan kebijakannya, namun juga tentang
negara tujuan yang punya kebijakan
tersendiri. Permasalahan yang menimpa
PMI ini antara lain disebabkan oleh
perlindungan hukum yang kurang dari
negara tujuan. Pekerja formal biasanya
mendapatkan perlindungan hukum yang
lebih baik dibandingkan dengan pekerja
migran, sebab umumnya negara-negara
penerima sudah mengatur segala hak dan
perlindungan pekerja formal tersebut di
dalam perundang-undangan nasionalnya
dengan baik (Koesrianti, 2015).
Sementara seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, bahwa PMI rata-rata
merupakan pekerja informal yang
unskilled dengan pendidikan rendah, yang
nantinya ditempatkan pada sektor
pekerjaan 3D tadi (Koesrianti, 2015).
Inilah yang memicu PMI diperlakukan
kurang manusiawi di negara tujuan yang
merupakan contoh permasalahan mengenai
PMI, termasuk salah satunya di Taiwan.
Permasalahan mengenai pekerja
migran di Taiwan ini menurut kepala
BNP2TKI, Nusron Wahid, diantaranya
adalah permasalahan industrial yang
berupa gaji tidak dibayar dan juga praktik
overcharging atau mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja yang seharusnya dan
juga permasalahan non industrial seperti
adanya intoleransi, radikalisme agama, dan
juga narkoba. Selain itu, ada pun
permasalahan eksploitasi pekerja dan juga
monopoli biaya administrasi PMI yang
salah satu penyebabnya adalah
309
264
189
191
182
177
208
108
Damasus Ndarujati
21
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
karena masih adanya sistem broker atau
agensi swasta dalam penyaluran tenaga
kerja ke luar negeri. Sistem broker ini
karena bekerja di luar pemerintah, bisa
melakukan hal-hal yang merugikan calon
pekerja migran seperti biaya yang
berlebihan, adanya monopoli pasar kerja,
serta rentan dengan adanya penipuan dan
intimidasi. Artinya bahwa dalam
penanganan PMI, sistem pemerintah ke
pemerintah (Government to Government)
masih belum dijalankan secara maksimal,
dan akibatnya permasalahan PMI di taiwan
masih kerap terjadi.
Data dari Kantor Dagang dan
Ekonomi Indonesia selanjutnya disingkat
dengan KDEI memang menunjukkan
bahwa sepanjang tahun 2017 sampai 2018
KDEI Taiwan telah berhasil
menyelesaikan 1.529 kasus (94%) yang
menyangkut PMI di Taiwan. Sedangkan
sisanya 6% masih dalam proses
penyelesaian (Ratya, 2018). Namun data
ini tidak menghilangkan fakta bahwa
permasalahan PMI di Taiwan masih tetap
ada, terlebih yang menyangkut hak serta
perlindungan para pekerja migran yang
hingga kini dianggap belum terlalu
diperhatikan oleh pemerintah. Berdasar
pada kasus tersebut, pemerintah melalui
KDEI memiliki tanggungjawab untuk
melindungi PMI yang berada di luar
negeri. Pemerintah melalui peraturan
perundang-undangan Nomor13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan memiliki
tanggungjawab untuk melakukan
perlindungan, bimbingan dan juga
pengawasan terhadap PMI. Dalam kasus
ini, Kementerian Ketenagakerjaan
bekerjasama dengan seluruh elemen
pendukung harus memperhatikan kondisi
secara umum PMI dalam bidang
keamanan, kesehatan, pemenuhan hak-hak
dan juga penelitian atas kontrak kerja.
Dalam konteks perlindungan,
peraturan ini membagi 3 jenis
perlindungan yang akan diberikan, yaitu:
1. Perlindungan PMI mulai dari
prapenempatan, masa penempatan
hingga purnapenempatan;
2. Perlindungan PMI mulai dari
penghentian dan pelarangan PMI;
dan
3. Program pembinaan dan
perlindungan PMI
Perlindungan mengenai hak asasi
manusia setiap warga negara yang tinggal
atau bekerja di luar negeri memang
menjadi tanggung jawab Kementerian
Luar Negeri (Kemenlu). Namun,
Kementerian Ketenagakerjaan juga
memiliki kewajiban besar dalam
mengatasi isu-isu PMI selain perlindungan
terhadap hak-haknya, diantaranya
meningkatkan kapasitas para pekerja dan
juga memastikan bahwa PMI bisa
mendapatkan pekerjaan yang layak dan
sesuai di negara lain (ILO,
2020).Kemenaker juga memiliki tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan
tenaga kerja yang meliputi pendataan PMI
pada negara tujuan, perlindungan terhadap
PMI, pemantauan pada keberadaan PMI,
penilaian terhadap mitra usaha atau disebut
agen dalam mengurus dokumen PMI,
advokasi PMI, dan legalisasi kontrak kerja,
serta pembinaan untuk PMI yang telah
ditempatkan.
Uniknya, Kemenaker tidak bisa
langsung berurusan dengan permasalahan
pekerja migran di Taiwan, sebab Taiwan
tidak diakui sebagai sebuah negara.
Karena itulah, Kemenaker berupaya
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
22
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
bekerjasama dengan KDEI untuk
mengatasi berbagai isu mengenai PMI.
Artinya bahwa memang sistem G to G
disini tidak dapat diberlakukan. Karena
kondisi ini, muncul pertanyaan apakah
peran Kemenaker dalam mengatasi segala
isu yang berkaitan dengan pekerja migran
tetap terlaksana dengan baik atau tidak.
Berdasarkan penjabaran di atas penulis
tertarik untuk membahas peran pemerintah
dalam mengatasi permasalahan PMI di
Taiwan yang dituangkan dalam penelitian
dengan judul“Peran Kementerian
Ketenagakerjaan Republik Indonesia
dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan”.
Metode
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk metode
penelitian studi kasus. Metode penelitian
kualitatif melalui studi kasus dilakukan
saat dimana peneliti melakukan eksplorasi
secara mendalam terhadap program,
kejadian, proses, aktivitas, terhadap satu
atau lebih orang. suatu kasus tersebut
terikat oleh waktu dan aktivitas dan
peneliti melakukan pengumpulan data
secara mendetail dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data dan
dalam waktu yang berkesinambungan.
Hasil dan Pembahasan
Taiwan adalah salah satu negara
tujuan yang menarik perhatian para PMI.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah PMI
yang cukup besar, hingga mencapai
peringkat kedua sebagai destinasi pilihan
PMI untuk bekerja. Besarnya jumlah PMI
yang bekerja di Taiwan juga tidak terlepas
dari berbagai permasalahan. Berbagai
permasalahan yang muncul juga tidak
terlepas dari faktor yang memicunya.
Dalam permasalahan kurangnya
perlindungan untuk PMI di Taiwan adalah
adanya permasalahan struktural yang
menjadi penyebab perlindungan terhadap
PMI dinilai kurang.
PMI merupakan sumber tenaga
kerja asing terbesar untuk Taiwan,
berdasarkan hal ini remitansi yang tercatat
Bank Indonesia mencapai angka 668,9
miliar dolar AS atau sekitar Rp 9 triliun.
Namun hal tersebut juga tidak terlepas dari
banyaknya permasalahan yang dialami
oleh PMI di Taiwan. Banyaknya jumlah
PMI yang bekerja di Taiwan, dapat
menimbulkan berbagai permasalahan jika
pemangku-pemangku terkait kurang
berperan dalam memperhatikan
kesejahteraan PMI sektor informal, yang
merupakan tenaga kerja asing sektor
informal terbanyak di Taiwan. Dari tahun
ke tahun, jumlah PMI ke Taiwan selalu
meningkat, sehingga perlu juga ada
peningkatan pelayanan keamanan dan
kesejahteraan bagi PMI di Taiwan dalam
sektor informal, di mana sektor informal
kerap kali terjadi berbagai permasalahan.
Permasalahan PMI di Taiwan juga
diakui oleh pihak dari Badan Nasional
Perlindungan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia, menjelaskan bahwa
masih banyak PMI yang bermasalah, yang
didominasi oleh PMI di sektor informal
diantaranya PMI yang melarikan diri dari
pengguna, misalnya melarikan diri karena
tidak sesuai kontrak kerja, karena tergiur
bujuk rayu oknum calo dengan iming-
iming gaji tinggi, karena tidak senang
dengan majikan, dan lain-lain (BNP2TKI,
2014).
Berdasarkan data website
International Human Rights diketahui
bahwa Taiwan masih banyak melakukan
pelanggaran hak asasi manusia tenaga
kerja asing yang berada di Taiwan.
Masalah pelanggaran hak asasi manusia di
Damasus Ndarujati
23
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Taiwan seperti eksploitasi tenaga kerja
buruh migran. Hal ini dapat dilihat dari
kebijakan dan sistem pemerintah Taiwan
dalam bidang tenaga kerja yang
mendukung hal-hal yang berkaitan dengan
eksploitasi para pekerja asing, sehingga
tidak dicover oleh hukum standar
ketenagakerjaan Taiwan.
Pekerja asing disektor formal
memang dilindungi dan diatur dalam
undang-undang ketenagakerjaan Taiwan,
namun tenaga kerja asing disektor
informal tidak dilindungi. Hal ini
menyebabkan tidak ada aturan hukum
apapun yang mengatur tenaga kerja sektor
informal baik dalam hal cuti, upah
minimun serta kondisi kerja yang mana
semua hal tersebut diputuskan secara
sepihak oleh majikan. Untuk itu, tidak
mengherankan jika permasalahan PMI
yang merupakan tenaga kerja asing terus
saja terjadi.
Dalam melakukan perlindungan
terhadap pekerja migran Indonesia di
Taiwan, Indonesia meratifikasi instrumen
International Labour Standards on
Freedom of association yang dikeluarkan
oleh ILO yang telah diratifikasi oleh
banyak negara, yang terdiri dari: hak untuk
mendirikan dan bergabung dengan
organisasi, menikmati perlindungan yang
memadai terhadap tindakan diskriminasi
anti-serikat pekerja dan memperoleh
perlindungan dan memperoleh upah yang
layak. Instrumen-instrumen tersebut
dijadikan standardisasi dalam upaya
mengatasi permasalahan pekerja migran
Indonesia di Taiwan.
Hak pekerja untuk mendirikan dan
bergabung dengan organisasi telah dimiliki
oleh pekerja migran Indonesia di Taiwan
yaitu dengan didirikannya organisasi
“Komunitas Pekerja Migran Indonesia
(PMI)” di Taiwan. Di Taiwan sendiri ada
sekitar 100 organisasi PMI. Latar belakang
lahirnya organisasi ini berdasarkan
keagamaan, komunitas, hobi dan lain
sebagainya. Organisasi ini rutin
mengadakan pertemuan rutin 3 bulan
sekali yang bertujuan untuk mewujudkan
kerukunan, persatuan dan kesatuan
masyarakat Indonesia di Taiwan,
menciptakan wadah masyarakat Indonesia
di Taiwan yang dibina oleh KDEI Taipei
dan memunculkan sinergi KDEI Taipei
dan masyarakat Indonesia di Taiwan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul.
Komitmen yang disepakati oleh
Komunitas Pekerja Migran Indonesia
(PMI) antara lain: 1) Menaati dan
menghormati hukum, peraturan serta
kebebasan yang berlaku di Taiwan; 2)
Menjaga keamanan dan ketertiban dengan
tidak melakukan perbuatan anarkis dalam
rangka menciptakan situasi yang aman dan
kondusif di masing-masing tempat kerja.
3) Bertanggungjawab terhadap
anggotamya dengan melakukan pembinaan
terhadap anggota organisasi/komunitas
masing-masing. 4) Membentengi
keyakinan diri dengan selalu waspada
terhadap provokasi dan hasutan untuk
menyerang kelompok lain. 5) Menghindari
perkelahian dengan sesama masyarakat
Indonesia. 6) Menghindari
penyalahgunaan narkoba, miras dan
pergaulan bebas. 7) Menyeleksi akses dan
komunikasi melalui media sosial seperti:
menyebarkan ujaran kebencian, hoax
(berita bohong) yang dapat menimbulkan
fitnah dan dan memicu perkelahian. 8)
Melakukan pelaporan yang terindikasi
perkelahian/peganiayaan, penyalahgunaan
narkoba dan minuman keras serta tindakan
kriminal yang lain. 9) Membentuk suatu
organisasi masyarakat Indonesia di
masing-masing wilayah Taiwan.
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
24
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
Adanya komunitas pekerja migran
Indonesia di Taiwan menunjukan bahwa
hak PMI untuk mendirikan dan bergabung
dengan organisasi telah terpenuhi. PMI
bebas bergabung dalam komunitas dan
organisasi apapun dengan batas-batas
tertentu dan tidak melakukan tindakan
yang melawan hukum.
Implikasi One China Policy
membuat Indonesia dan Taiwan tidak
dapat berhubungan diplomatik, politik,
militer serta keamanan. Sebagai gantinya
di Taiwan hanya ada Kantor Dagang dan
Ekonomi Indonesia (KDEI) yang bekerja
di bawah Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia begitu pula perwakilan
dagang Taiwan di Indonesia yaitu Taiwan
Economic and Trade Office (TETO) di
Jakarta. KDEI di Taipei hanya
bertanggung jawab pada persoalan
perdagangan, investasi, ketenagakerjaan,
keimigrasian, pariwisata dan budaya
demikian juga halnya dengan TETO
(Maulana et al., 2016)
Terbatasnya fungsi KDEI ini
seringkali menimbulkan persoalan
tersendiri apalagi ketika timbul persoalan
dengan PMI di Taiwan. Kuranya perhatian
terhadap PMI merupakan sebuah
permasalahan struktural akibat tidak
adanya fungsi-fungsi diplomasi yang utuh.
KDEI dalam menjalankan tugasnya
membuka fungsi konsuler yang berupa
pelayanan untuk melindungi kepentingan
ekonomi dan PMI di Taiwan, melalui
tugas KDEI inilah Kemenaker berperan
dalam melakukan perlindungan terhadap
PMI yang berada di Taiwan. Perlindungan
terhadap PMI ini merupakan salah satu
penerapan atas asa nasional aktif oleh
Pemerintah Indonesia (Maulana et al.,
2016)
Terbitnya Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2017 tentang Perlindungan
Pekerja Migran Indonesia memberikan
harapan yang lebih baik terhadap masa
depan PMI. Regulasi sebelumnya yaitu
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan TKI
di Luar Negeri masih memiliki banyak
celah dan kelemahan. Sehingga masih
banyak masalah dan kasus PMI di Luar
Negeri yang belum dapat diselesaikan
dengan baik. Misalnya seperti kasus
pelecehan seksual, pemerkosaan,
kekerasan terhadap pekerja (terutama
tenaga kerja wanita) yang dilakukan oleh
manjikan, penculikan, pembunuhan,
penipuan, serta gaji yang tidak dibayar.
Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa Negara wajib
menjunjung tinggi dan menghormati dan
wajib menegakkan kepada setiap WNI
untuk bekerja. Ini berati baha setiap warga
Negara Republik Indonesia berhak untuk
memperoleh pekerjaan yang layak dan
negara wajib untuk memenuhinya. Namun
pada kenyataannya negara belum mampu
menyediakan lapangan pekerjaan yang
memadai di dalam negeri sehingga banyak
warga yang mencari peruntungan untuk
bekerja di Luar Negeri. Untuk itu bagi
warga negara yang telah memenuhi syarat
usia memiliki hak asasi untuk bekerja
dimanapun dan kapanpun sesuai dengan
minat dan keahliannya dan negara wajib
untuk untuk menghargai dan memberikan
perlindungannya. Dengan tanpa
diskriminasi negara wajib memberikan
perlindungan, menjamin hak serta
keamanan bagi setiap warga negara yang
bekerja di Luar Negeri. Negara juga harus
bertanggungjawab terhadap setiap warga
negara untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang pantas, baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Bahkan
negara juga wajib memberikan
Damasus Ndarujati
25
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
keterampilan bagi warga negara yang
kurang memiliki keterampilan.
Negara dalam hal ini yang
mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintah dibidang
ketenagakerjaan adalah Kementerian
Ketenagakerjaan. Cikal bakal dibentuknya
Kementerian Ketenagakerjaan diawali saat
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia
menetapkan jumlah kementerian pada
tanggal 19 Agustus 1945. Pada awalnya
tidak ada kementerian khusus yang
menangani masalah ketenagakerjaan dan
semua tugas dan fungsi yang berkaitan
dengan masalah-masalah perburuhan
masih berada di bawah kementerian sosial.
Barulah pada tanggal 3 Juli 1947
ditetapkan adanya kementerian Perburuhan
dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor
3 Tahun 1947 tanggal 25 Juli 1947
ditetapkan tugas pokok Kementerian
perburuhan kemudian berdasarkan
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP)
Nomor 1 Tahun 1948 tanggal 29 Juli 1947
ditetapkan tugas pokok Kementerian
Perburuhan yang mencaku tugas urusan-
urusan sosial menjadi Kementerian
Perburuhan dan Sosial. Pada masa
pemerintah Republik Indonesia Serikat
(RIS) Kementerian Perburuhan tidak lagi
mencakup urusan sosial dan struktur
organisasinya didasarkan pada Peraturan
Menteri Perburuhan Nomor 1 tahun 1950
kemudian disempurnakan dengan
Peraturan Kementerian Perburuhan Nomor
1 tahun 1951. Berdasarkan peraturan
tersebut mulai tampak kelengkapan
struktur organisasi Kementerian
Perburuhan yang mencakup struktur
organisasi Kementerian Perhubungan yang
mencakup struktur organisasi sampai
tingkat daerah dengan uraian tugas yang
jelas.
Pada tahun 1966-1969,
Kementerian Perburuhan bertransformasi
menjadi Departemen Tenaga Kerja
(Depbaker) yang selanjutnya pada
pembentukan Kabinet Pembangunan II,
Depnaker diperluas lagi menjadi
Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi
dan Koperasi. Selanjutnya pada Kabinet
Pembangunan III koperasi dipisahkan dari
Depnakertrans sehingga hanya
Depnakertrans saja. Pada masa Kabinet
Pembangunan IV dibentuk Departemen
Transmigrasi sehigga unsur Transmigrasi
dipisah dari Depnaker. Struktur organisasi
dan Tata Kerja Depnaker ditetapkan dalam
Kepmennaker No. Kep 199/Men/1984
sedangkan struktur Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Transmigrasi Nomor:
Kep-55A/Men/1983. Selanjutnya pada
masa reformasi Depnaker dan Departemen
Transmigrasi digabungkan kembali pada
tanggal 22 Februari 2001 hal ini mengacu
pada Kepres RI Nomor 47 Tahun 2002
tentang Kedudukn, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susuanan Organisasi dan
Tata Kerja dan kemudian namanya diubah
menjadi Kemenakertrans (Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi) Republik
Indonesia. Penamaan Kemenakertrans ini
digunakan selama beberapa kabinet yaitu:
Gotong Royong, Indonesia Bersatu dan
Indonesia Bersatu II. Kemudian pada
tahun 2014 pada Kabiner Kerja
Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi berubah nama menjadi
Kementerian Ketenagakerjaan Republik
Indonesia atau Kemnaker
(https://kemnaker.go.id).
Kementerian Ketenagakerjaan
memiliki visi: “Terwujudnya Tenaga Kerja
yang Produktif, Kompetitif dan Sejahtera”.
Adapun misi dari Kementerian
Ketenagakerjaan adalah:
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
26
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
1. Peningkatan kompetensi ketrampilan
dan produktivitas tenaga kerja dan
masyarakat transmigrasi
2. Peningkatan pembinaan hubungan
industrial serta perlindungan sosial
tenaga kerja
3. Peningkatan pengawasan
ketenagakerjaan
4. Percepatan dan pemerataan
pembangunan wilayah dan
5. Penerapan organisasi yang efisien,
tatalaksana yang efektif dan terpadu
dengan prinsip kepemerintahan yang
baik (good governance), yang didukung
oleh penelitian, pengembangan dan
pengelolaan informasi yang efektif.
Menurut Pasal 2 Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015
tentang Kementerian Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa Kementerian
Ketenagakerjaan mempunyai tugas
“menyelenggarakan urusan pemerintahan
dibidang ketenagakerjaan untuk
membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara”.
Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan
Kementerian Ketenagakerjaan memiliki
fungsi:
1. perumusan, penetapan dan pelaksanaan
kebijakan dibidang peningkatan daya
saing dan produktivitas, peningkatan
penempatan tenaga kerja dan perluasan
kesempatan kerja, peningkatan peran
hubungan industrial dan jaminan sosial
tenaga kerja, pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan serta keselamatan dan
kesehatan kerja;
2. koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian
Ketenagakerjaan;
3. pengelolaan barang milik/kekayaan
negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Ketenagakerjaan;
4. pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian
Ketenagakerjaan;
5. pelaksanaan bimbingan teknis dan
supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Ketenagakerjaan di
daerah;
6. pelaksanaan kegiatan teknis yang
berskala nasional, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
7. pelaksanaan perencanaan, penelitian
dan pengembangan di bidang
ketenagakerjaan.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2015, bahwa salah satu fungsi
Kementerian Ketenagakerjaan adalah
pembinaan pengawasan ketenagakerjaan
serta keselamatan dan kesehatan kerja
termasuk di dalamnya melakukan
perlindungan terhadap PMI.
Perlindungan PMI adalah upaya
untuk melindungi calon pekerja migran
dan atau pekerja serta keluarganya untuk
mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-
haknya dalam keseluruhan rangkaian
kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja
dan pasca bekerja dalam berbagai aspek
hukum, harkat dan martabat, hak-hak nilai
kemanusiaan, serta ekonomi dan sosial
(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2017).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2017 memberikan kategori pelindungan
baik sebelum, selama dan setelah bekerja.
Pelindungan sebelum bekerja meliputi
keseluruhan aktivitas untuk memberikan
pelindungan mulai dari pendaftaran
sampai dengan pemberangkatan (Pasal 1
(6)). Sedangkan pelindungan selama
Damasus Ndarujati
27
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
bekerja meliputi keseluruhan aktivitas
untuk memberikan pelindungan kepada
pekerja migran Indonesia dan keluarganya
selama bekerja di luar negeri (Pasal 1 (7)).
Pelindungan setelah bekerja adalah
keseluruhan aktivitas untuk memberikan
pelindungan sejak pekerja migran dan
keluarganya tiba di debarkasi di Indonesia
sampai kembali ke daerah asalnya masing-
masing, termasuk pelatihan kewirausahaan
sebagai pelayanan lanjutan agar menjadi
pekerja produktif (Pasal 1 (8)).
Pemerintah bertugas mengatur,
membina, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan PMI di luar negeri. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Pemerintah
dapat melimpahkan sebagian
wewenangnya dan/atau tugas pembantuan
kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah bertanggung jawab untuk
meningkatkan upaya perlindungan PMI di
luar negeri. Dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab Pemerintah
berkewajiban:
1. menjamin terpenuhinya hak-hak calon
PMI/PMI, baik yang bersangkutan
berangkat melalui pelaksana
penempatan PMI, maupun yang
berangkat secara mandiri;
2. mengawasi pelaksanaan penempatan
calon PMI;
3. membentuk dan mengembangkan
sistem informasi penempatan calon
PMI di luar negeri;
4. melakukan upaya diplomatik untuk
menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan PMI secara optimal di
negara tujuan; dan
5. memberikan perlindungan kepada PMI
selama masa sebelum pemberangkatan,
masa penempatan, dan masa purna
penempatan. Perlindungan ini dibagi ke
dalam tiga tingkat dalam proses migrasi
yaitu, sebelum pekerja migran
meninggalkan negara asal,
pemberangkatan pekerja migran dan
ketika bekerja di negara tujuan, serta
setelah kembali ke negara asal
(Atedjadi, 2015).
Menurut Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2017 tugas dan
tanggungjawab Pemerintah Pusat
(Kementerian Ketenagakerjaan) dalam
perlindungan pekerja migran antara lain:
1. mendistribusikan informasi dan
permintaan Pekerja Migran Indonesia
kepada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota melalui Pemerintah
Daerah provinsi;
2. menjamin pelindungan Calon Pekerja
Migran Indonesiaa dan/atau Pekerja
Migran Indonesia dan keluarganya;
3. mengatur, membina, melaksanakan dan
mengawasi penyelenggaraan
penempatan Pekerja Migran Indonesia;
4. menjamin pemenuhan hak Calon
Pekerja Migran Indonesia dan/atau
Pekerja Migran Indonesia dan
keluarganya;
5. membentuk dan mengembangkan
sistem informasi terpadu dalam
penyelenggaraan penempatan dan
6. pelindungan Pekerja Migran Indonesia;
7. melakukan koordinasi kerja sama antar
instansi terkait dalam menanggapi
pengaduan dan penanganan kasus
Calon Pekerja Migran Indonesia
dan/atau Pekerja Migran Indonesia;
8. Mengurus kepulangan Pekerja Migran
Indonesia dalam hal terjadi peperangan,
bencana alam, wabah penyakit,
deportasi dan Pekerja Migran Indonesia
bermasalah;
Dengan adanya Kementerian
Ketenagakerjaan PMI merasa dilindungi
hak-haknya tidak hanya perlindungan bagi
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
28
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
dirinya namun juga perlindungan bagi
keluarganya, tidak hanya perlindungan
ketika bekerja namun juga perlindungan
sebelum, selama dan setelah bekerja.
Kementerian Ketenagakerjaan
dalam menjalankan tugas dan fungsinya
melindungi dan menjamin hak-hak PMI
telah melakukan banyak hal antara lain:
Pertama, melakukan MoU dengan
berbagai negara tujuan PMI salah satunya
dengan Republik Korea. Pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Republik Korea
terus berupaya untuk meningkatkan
perlindungan bagi Pekerja Migran
Indonesia (PMI) yang bekerja di Korea.
Salah satu upayanya adalah memperbarui
(renewal) MoU penempatan PMI ke Korea
melalui skema Employment Permit
System (EPS). Antara Indonesia dan Korea
sepakat untuk dapat melaksanakan Joint
Working Group (JWG) guna membahas
sekaligus mengevaluasi implementasi
penempatan PMI melalui skema EPS.
Melalui skema sistem izin kerja EPS, PMI
yang bekerja di Korea akan memperoleh
perlakuan dan hak yang sama sebagaimana
tenaga kerja Korea, sesuai dengan
Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan
yang berlaku di Korea. Penempatan
melalui skema EPS meliputi 5 sektor, yaitu
Manufaktur, Konstruksi, Jasa, Perikanan,
dan Pertanian. Hanya saja, hingga saat ini
Indonesia baru menempatkan di sektor
Manufaktur dan Perikanan.
Kedua, penyelamatan hak-hak
Calon PMI/PMI sepanjang periode
semester pertama 2020 yaitu sebanyak Rp
13,73 miliar. Jumlah tersebut merupakan
hak PMI yang didapatkan dari hasil
penanganan 60 kasus. Penanganan
dilakukan melalui mediasi, advokasi,
fasilitasi klaim asuransi, serta Jaminan
Sosial BPJS Ketenagakerjaan. Adapun
rincian hak-hak PMI tersebut ialah klaim
asuransi dan jaminan sosial PMI untuk 14
kasus kecelakaan kerja, 17 kasus PMI
meninggal dunia, tiga kasus PMI Sakit,
dua kasus ABK yang hilang di laut, dua
kasus ABK meninggal dunia, satu PMI
Bermasalah karena terkena Pemutusan
Hak Kerja (PHK), pengembalian uang
kepada 11 PMI yang gagal berangkat,
pembayaran sisa gaji untuk tujuh kasus
PMI yang gajinya tidak dibayarkan,
pembayaran uang kerahiman untuk satu
kasus PMI yang mengalami ilegal rekrut,
penanganan untuk satu kasus PMI yang
bekerja tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK)
dan penanganan untuk satu kasus PMI
yang hilang komunikasi (Fakhruddin,
2020).
Ketiga, melakukan pendampingan
dan memberikan dukungan semangat
kepada PMI yang sakit atau bermasalah
sebagimana contoh yang dilakukan oleh
KDEI Taipei di Taiwan yang diwakili oleh
Wakil Kepala KDEI dan Kepala Bidang
Tenaga Kerja yang melakukan kunjungan
kepada PMI yang sakit kanker payudara
stadium 3. Pada saat melakukan kunjungan
PMI tffaerlihat sangat baik dan sangat
senang. PMI tersebut mengatakan bahwa
majikan dan agency turut membantu dalam
mengurus biaya rumah sakit serta asuransi.
Pihak KDEI pun terus memantai
perkembangan kondisi PMI yang
bersangkutan.
Berdasarkan pemaparan di atas
dapat disimpulkan bahwa Kementerian
Ketenagakerjaan telah melaksanakan
perannya dalam melakukan perlindungan
PMI dan mengatasi permasalahan PMI di
Taiwan sesuai dengan instrumen
International Labour Standards on
Freedom of association yang dikeluarkan
oleh ILO.
Damasus Ndarujati
29
Jurnal Sosial Sains. Vol.1 No.1. Januari 2021
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa Kementerian
Ketenagakerjaan Republik Indonesia
dalam mengatasi masalah Pekerja Migran
Indonesia Di Taiwan bersama dengan
organisasi KDEI Taipei. Hal ini
dikarenakan Indonesia menganut One
China Policy sehingga tidak memiliki
hubungan diplomtik dengan Taiwan.
Untuk melakukan hubungan kerjasama
dan melindungi PMI yang Taiwan berada
di Taiwan maka didirikan Kantor Dagang
Republik Indonesia di Taipe (KDEI) yaitu
sebuah lembaga ekonomi bersifat non-
pemerintah yang bertujuan agar
memperlancar dan meningkatkan
hubungan kerjasama ekonomi antara
Indonesia dan Taiwan. Adapun peran
Kementerian Ketenagakerjaan Republik
Indonesia dalam mengatasa masalah
Pekerja Migran Indonesia di Taiwan antara
lain:
1. merumuskan kebijakan dan melakukan
pengawasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan penempatan PMI;
2. menjamin terpenuhinya hak-hak calon
PMI/PMI, baik yang bersangkutan
berangkat melalui pelaksana
penempatan PMI, maupun yang
berangkat secara mandiri;
3. membentuk dan mengembangkan
sistem informasi penempatan calon
PMI di luar negeri;
4. melakukan upaya diplomatik untuk
menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan PMI secara optimal di
negara tujuan; dan
5. memberikan perlindungan kepada PMI
selama masa sebelum pemberangkatan,
masa penempatan, dan masa purna
penempatan.
6. Memberikan perlindungan kepada PMI
dan keluarganya.
Daftar Pustaka
Hidayat, H. (2017). Perlindungan Hak
Tenaga Kerja Indonesia di Taiwan
dan Malaysia dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia. Jurnal HAM, 8(2),
105115.
Koesrianti, N. (2015). Perlindungan
Hukum Pekerja Migran Penata
Laksana Rumah Tangga (PLRT) di
Luar Negeri oleh Negara Ditinjau dari
Konsep Tanggung Jawab Negara.
Justisia, 4(2), 518.
Maulana, M. F., Roisah, K., & Susetyorini,
P. (2016). Implikasi One China
Policy Terhadap Hubungan Luar
Negeri Indonesia dan Taiwan dalam
Perspektif Hukum Internasional.
Diponegoro Law Journal, 5(3), 118.
Tamba, R. T. (2019). Evaluasi Kebijakan
Perlindungan PMI Sektor Informal di
Arab Saudi 2011-2018. Jurnal Suara
Hukum, 1(2), 199221.
Valensy, C., & Afrizal, A. (2017). Peran
International Labour Organization
(ILO) dalam melindungi buruh
migran Indonesia di Arab Saudi
tahun 2012-2016. Riau University.
Widiyahseno, B., Rudianto, R., &
Widaningrum, I. (2018). Paradigma
Baru Model Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia (PMI) dalam
Perspektif Undang-undang No 18
Tahun 2017. Sosio Informa, 4(3).
Yasmine, A. (2019). Penegakan Hukum
Terhadap Perusahaan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia Ilegal.
Jurist-Diction, 2(5), 15931610.
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dalam Mengatasi Masalah Pekerja Migran
Indonesia di Taiwan
30
Jurnal Social Technology. Vol.1 No.1. Januari 2021
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License