Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
15 http://sosains.greenvest.co.id
Sebagai contoh kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT. Putra
Rajawali Banjaran yang melibatkan Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai tersangkanya. Sementara itu, pemicu awalnya adalah hubungan
khusus Antasari Azhar dengan sang caddy. Rani Juliani, yang dinikahi siri oleh Nasrudin
diantaranya ada yang sanksi kasus ini murni kriminal karena kejadiannya bersamaan
dengan upaya DPR untuk mengurangi kewenangan KPK. Selain itu, rivalitas antara KPK
dan Kejaksaan Agung juga membuat asumsi kepada masyarakat dan mencurigai ada apa di
balik kasus ini.
Kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, dalam
pembunuhan Nasrudin merupakan salah satu contoh betapa perbuatan kejahatan-kejahatan
pembunuhan Nasrudin dapat dibungkus seolah-olah upaya penegakan hukum sedang
dilakukan. Ada tim khusus dibentuk untuk menangani Nasrudin dengan dalih kepentingan
negara. Bahkan, para tersangka eksekutor pembunuhan Nasrudin diberi tahu sedang
bertugas demi kepentingan negara. Kasus pidana yang melibatkan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terus menjadi topik pembicaraan paling hangat pada saat itu di media
massa. Tidak tanggung-tanggung, walaupun diliputi perasaan setengah tidak percaya, kali
ini aparat kepolisian membidiknya sebagai dalang atau aktor intelektual pembunuhan
berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen. Motif peristiwa pembunuhan itu diduga terkait
dengan kisah asmara terlarang Antasari Azhar dengan kekasih korban. Rekaman berisi
adegan cinta terlarang ini kabarnya dijadikan sebagai senjata oleh korban untuk memeras,
memperalat, maupun mengancam Antasari Azhar apabila tidak menuruti kemauannya.
Antasari Azhar yang geram, mengirimkan sms berisi ancaman pembunuhan, untuk
merealisasikan ancaman itu dibujuklah Sigid Haryo Wibisono (SHW) dan Kombes
Wiliardi Wizar (WW). Sebagai eksekutor di lapangan, Edo menunjuk Heri dan Danial.
Kini, tindak pidana itu masih terus disidik kepolisian KUHP memberikan setidak-
tidaknya ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana mati bagi pelaku pembunuhan
berencana. Antasari Azhar, seorang mantan ketua KPK divonis selama 18 tahun lantaran
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap bos PT.
Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain pada 14 Maret 2009. Kasus ini sempat
menimbulkan kehebohan karena Antasari adalah pimpinan lembaga yang sedang dinanti-
nantikan kinerjanya, dan ada pula dugaan rekayasa kasus untuk menjegal karier Antasari.
Ini terjadi karena memang saat menjabat ketua KPK, Antasari dikenal cukup berani untuk
menindak siapapun termasuk saat berupaya membongkar skandal di balik kasus Bank
Century dan IT KPU yang tendernya dimenangkan oleh perusahaan milik Hartati Murdaya.
Kasus ini bahkan dibukukan dalam Konspirasi Antasari, Tim MedPress, 2012.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang
Grasi, dijelaskan bahwa Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden. Grasi dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dengan kualifikasi putusan pemidanaan pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah dua tahun. Permohonan grasi tidak
menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan
pidana mati. Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan
terpidana setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh
Presiden dapat berupa peringanan atau perubahan jenis pidana, pengurangan jumlah pidana
atau penghapusan pelaksanaan pidana.