Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
126 http://sosains.greenvest.co.id
KAJIAN DAMPAK PERILAKU FOMO (FEAR OF MISSING OUT)
BAGI MASYARAKAT DI MASA PANDEMI COVID-19
Sri Narti dan Yanto
Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Dehasen (Unived) Bengkulu, Indonesia
E-mail: srinarti756@gmail.com dan yantogoyo@unived.ac.id
Diterima:
04 Desember
2021
Direvisi:
10 Januari 2022
Disetujui:
15 Januari 2022
Abstrak
Latar Belakang :
Perilaku masyarakat di masa pandemi
Covid-19 salah satunya adalah semakin dekat dengan media
digital sebagai alat yang dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan informasi apapun,
di sisi lain,
pandemi dapat
menyebabkan perubahan perilaku yang berdampak pada
gejolak sosial di tengah masyarakat.
Tujuan :
Penelitian ini
bertujuan untuk untuk masyarakat Indonesia. Seluruh
penelitian yang dibahas memiliki topik yang sama yaitu
berkaitan dengan Fomo (Fear Of Missing Out).
Metode :
Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dilakukan
untuk membahas tentang literatur yang didapatkan, baik dari
segi hasil atau gagasan yang bersifat academic oriented.
Literatur ini bersifat analisis deskriptif yang disajikan dalam
bentuk penjelasan dan disusun melalui beberapa proses
berdasarkan data yang mudah dipahami.
Hasil :
Kajian ini
melalui proses pemilihan topik, pencarian sumber kajian, hasil
analisis, diskusi, hingga mendapatkan kesimpulan. Dari 18
(delapan belas) literatur terbaru yang telah dikaji dapat
disimpulkan bahwa peningkatan sejumlah penggunaan media
sosial selama pandemi diduga disebabkan karena adanya
keinginan individu untuk dapat terhubung dengan orang lain.
Fear of Missing Out melibatkan kecemasan dan dorongan yang
kuat dalam menggunakan media sosial ketika sedang offline.
Kesimpulan : Adanya hasrat untuk terus-menerus mengikuti
kegiatan orang lain di media sosial dan ketika hal tersebut tidak
terealisasikan, maka individu akan mengalami yang namanya
gangguan kecemasan sosial, seperti kurang rasa percaya diri,
merasa terhinakan, depresi, merasa sendirian dan dikucilkan
karena tidak dapat berinteraksi dengan orang lain.
Kata kunci: Dampak Perilaku Fomo, Masa Pandemi,
Masyarakat
Abstract
Background :
Community behavior during the Covid-19
pandemic, one of which is getting closer to digital media as a
tool that can be used to get any information, on the other
hand, a pandemic can cause changes in behavior that have
an impact on social turmoil in society.
Purpose :
This
research aims for the people of Indonesia. All studies
discussed have the same topic, which is related to Fomo
(Fear Of Missing Out).
Method:
This study uses a literature
review method to discuss the literature obtained, both in
Kajian Dampak Perilaku Fomo (Fear Of Missing Out)
Bagi Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19
2021
Sri Narti dan Yanto 127
terms of results or ideas that are academically oriented. This
literature is a descriptive analysis presented in the form of an
explanation and compiled through several processes based
on data that is easy to understand.
Results :
This study goes
through a process of selecting topics, searching for study
sources, analysis results, discussions, and getting to
conclusions. From the 18 (eighteen) recent literatures that
have been reviewed, it can be concluded that the increase in
the use of social media during the pandemic is thought to be
due to the individual's desire to be able to connect with
others. Fear of Missing Out involves anxiety and a strong
urge to use social media while offline
. Conclusion : There is a
desire to constantly follow other people's activities on social
media and when this is not realized, individuals will experience
what is called social anxiety disorder, such as lack of self-
confidence, feeling humiliated, depressed, feeling alone and
isolated because they cannot interact with others.
Keywords: Impact of Fomo Behavior, Pandemic Period,
Society
Pendahuluan
Perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19 salah satunya adalah semakin
dekat dengan media digital sebagai alat yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
informasi apapun (Arifianto, Saptorini, & Stevanus, 2020). Masyarakat semakin gemar
membaca informasi pada media digital. Selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan
penggunaan aplikasi digital (Karim, 2020). Walaupun, memang peningkatan ini terjadi
jauh dari sebelum adanya pandemi. Namun, setelah diamati lebih jauh, pandemi ini cukup
mempengaruhi, hampir semua orang sekarang ini bergantung kepada dunia digital atau
dunia maya (digital world) (Purandina & Winaya, 2020).
Masa pandemi Covid-19 dapat menyebabkan perubahan perilaku di tengah
masyarakat, kebiasaan individu dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain
dengan bertemu fisik tidak lagi menjadi prioritas ketika terjadinya wabah atau pandemi
saat ini (Muslih, 2020). Komunikasi dan interaksi segera akan digantikan dengan cara
bertemu dalam dunia maya atau disebut virtual. Transformasi metode berkomunikasi
tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk seluruh lapisan masyarakat di dunia.
Kegiatan pendidikan yang biasanya dilakukan di lingkungan gedung sekolah bisa
tergantikan dengan modus belajar online (Mustafida, 2021). Pekerjaan non teknis yang
biasanya dilakukan di kantor-kantor bisa diganti dengan bekerja dari rumah masing-
masing individu secara daring (online), kegiatan berdagang yang biasanya di toko-toko
fisik/offline bisa tergantikan dengan aplikasi marketplace virtual, berbagai pertemuan
bisa digantikan dengan aplikasi semisal zoom, whatshapp, google meet dan lain-lain,
serta kegiatan pementasan pun dilakukan melalui aplikasi Youtube dan sebagainya.
Selanjutnya, penelitian Agung (2020) juga mengungkapkan terdapat perubahan
perilaku masyarakat yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Perubahan itu berasal dari
inisiatif sendiri maupun himbauan atau perintah dari otoritas yang berwenang. Misalnya,
jaga jarak sosial ketika berinteraksi, dan peningkatan solidaritas masyarakat dalam bentuk
kepedulian dan perilaku prososial pada masa pandemi. Di sisi lain, pandemi dapat
meyebabkan perubahan perilaku yang berdampak gejolak sosial di tengah masyarakat
(Zahra, 2021).
Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
128 http://sosains.greenvest.co.id
Fenomena sindrom Fomo (Fear Of Measing Out), merupakan salah satu fenomena
komunikasi intrapersonal dimana seseorang merasakan kekhawatiran, kecemasan, hingga
ketakutan ketertinggalan informasi yang beredar di media sosial (Aisafitri & Yusrifah,
2020). Mereka yang mengalami sindrom Fomo di media sosial ternyata mengalami
pemuasan kebutuhan, mood, dan kepuasan hidup yang rendah dalam kehidupan nyata,
jika diamati fenomena fomo tersebut wajar dapat terjadi karena pesatnya perkembangan
teknologi yang mudah diakses sehingga masyarakat ingin selalu up to date tentang apa
yang terjadi, namun hal ini sangat berbahaya jika seseorang mengalami fomo akut dimana
seseorang akan mengalami masalah identitas diri, kesepian, gambaran diri negatif,
perasaan, inadekuat, perasaan terpinggirkan, dan iri hati, hal ini didukung oleh
Department of Psychology, School of Social Sciences, Nottingham Trent University,
Inggris, yang menyebutkan bahaya dari Fomo adalah membuat seseorang bisa berlaku di
luar batas kewajaran di media sosial (Ria, 2017).
Fenomena yang terjadi di Indonesia seperti peningkatan pengeluaran uang oleh
generasi muda dan maraknya aplikasi media sosial, membuat generasi muda yang selalu
ingin memuaskan kebutuhan emosional mereka akan tetapi mereka tidak punya cukup
uang sehingga hal tersebut menjadi tekanan sosial untuk generasi muda tersebut
(Amaliya, 2017). Kecemasan akan ketertinggalan sesuatu, membuat generasi ini sulit
untuk mengatakan tidak, dan fenomena ini merupakan salah satu faktor mengapa adanya
syndrome Fomo.
Dampak Fomo (Fear of Missing out) pada remaja, menurut penelitian Francis dan
Newman (2016) Fear of Missing out menyebabkan pelajar terlambat untuk tidur. Mereka
takut untuk tidur lebih awal karena beranggapan sesuatu yang penting dan menyenangkan
akan terjadi. Permasalahan utama kelebihan intensitas menggunakan media digital
dipengaruhi juga oleh masa pandemi Covid-19 karena masyarakat diminta untuk
menjaga jarak dan menghindari kontak langsung ketika berinteraksi sehingga masyarakat
menjadikan media digital sebagai sarana untuk tetap berinteraksi di masa pandemi, di
rumah saja memang sangat menjenuhkan, tidak banyak hiburan yang tersedia sehingga
tingkat perubahan aktivitas masyarakat sejak covid-19 ini lebih banyak tersita pada media
sosial sehingga tidak jarang perubahan perilaku merujuk pada perilaku Fomo.
Penelitian
ini bertujuan untuk untuk masyarakat Indonesia. Seluruh penelitian yang dibahas
memiliki topik yang sama yaitu berkaitan dengan Fomo (Fear Of Missing Out).
Metode Penelitian
Kajian pustaka dilakukan untuk membahas tentang literatur yang didapatkan, baik
dari segi hasil atau gagasan yang bersifat academic oriented. Literatur ini bersifat analisis
deskriptif yang disajikan dalam bentuk penjelasan dan disusun melalui beberapa proses
berdasarkan data yang mudah dipahami. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Pemilihan topik. Kajian studi literatur ini diawali dengan pemilihan topik yang
akan diangkat. Cara pemilihan topik berdasarkan permasalahan yang ada di
masyarakat. Topik yang disajikan pada artikel ini adalah tentang kajian dampak
perilaku Fomo bagi masyarakat di masa pandemi Covid-19.
b. Pencarian literatur. Literatur diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku,
artikel, ensiklopedia yang sesuai dengan topik yang dibahas. Untuk sumber
literatur fomo dan kata kunci yang sudah digunakan. Literatur yang digunakan
merupakan literatur dengan tahun penerbitan 2010 -2021 dan tersedia secara full
text agar dapat dianalisis secara maksimal. Literatur yang digunakan merupakan
literatur yang hanya bersumber dari jurnal nasional Indonesia. Hal ini dikarenakan
jurnal nasional dari Indonesia menggunakan data responden maupun pengujian
Kajian Dampak Perilaku Fomo (Fear Of Missing Out)
Bagi Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19
2021
Sri Narti dan Yanto 129
dari masyarakat sekitar sehingga dinilai lebih cocok dengan kondisi masyarakat
Indonesia secara langsung.
Hasil dan Pembahasan
Fomo dapat memberikan dampak dimana individu selalu memantau kegiatan yang
dilakukan oleh orang lain, sehingga individu akan terus-menerus melihat media sosial
mereka. Selain itu, Fomo juga di tandai dengan individu yang selalu melihat dan
memeriksa adanya notifikasi yang masuk pada handphone miliknya (Mulyono, 2021).
Fomo dapat terjadi akibat penggunaan media sosial yang berlebihan sehingga individu
selalu memantau media sosial dan terhubung dengan media sosial terus menerus
(Mulyono, 2021).
Dampak kesepian dan ketakutan melewatkan kecanduan media sosial pada
mahasiswa secara bersamaan, pertanda negatif, seperti kesepian dan rasa takut
ketinggalan, dapat membuat orang melakukan hal negatif: kecanduan media sosial (Asri
Wulandari, 2020). Gejala Fear of Missing Out ini melibatkan kecemasan dan dorongan
yang kuat dalam menggunakan media sosial ketika sedang offline (Sabekti, 2019).
Fenomena Fear of Missing Out pada remaja di Indonesia sudah mulai tampak dan mulai
memprihatinkan. Dampak yang dapat dirasakan adalah munculnya perasaan frustrasi,
kelelahan secara mental dan perasaan dikucilkan secara sosial saat seseorang tidak dapat
berpartisipasi dan tidak mengetahui tentang apa yang sedang dilakukan teman
(Lumongga, 2016).
Perasaan Fomo yang dibiarkan dapat memicu munculnya hal negatif seperti
kelelahan, stress, depresi, bahkan masalah tidur. Perasaan ini mempengaruhi
ketidakpuasan seseorang pada hidup mereka dan merasa apa yang telah dilakukan atau
dimiliki seakan tidak pernah cukup. Selain itu dapat memicu munculnya masalah
finansial seperti yang disebutkan pada gejala di atas, seseorang rela mengeluarkan biaya
yang besar demi tetap up-to-date dan tidak ketinggalan zaman (Dewi & Ners, 2015).
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Fomo menyebabkan masalah kesehatan
mental dan semestinya para pengguna internet mampu menyikapi hal tersebut dengan
lebih cerdas (Savitri, 2019). Perilaku seperti itu yang menjadi kekuatan pendorong bagi
individu untuk terus terlibat dalam aktivitas media sosial tanpa batas, yang mengarah ke
kecanduan media sosial (Abel dkk.2016).
Paparan Sindrom Fomo bisa berbahaya karena: (1) dapat mengganggu
keterampilan sosial individu ketika pengguna memilih untuk berkomunikasi di dunia
maya, dapat menyebabkan kecanggungan sosial ketika mereka harus berinteraksi di dunia
nyata, dan (2) menyebabkan tekanan emosional yang harus dihormati. Menghentikan
penggunaan media sosial menyebabkan perasaan cemas atau marah, (3) meningkatnya
ketidakpuasan dan ketidakpuasan terhadap kehidupan, (4) menurunnya fokus dan minat
belajar, dan (5) berkembangnya kesadaran akan bullying di media sosial Jika terus
menggunakan media sosial.
Cherenson (2015) menemukan dalam survei terhadap 333 mahasiswa di
pertengahan remaja antara mahasiswa dan mahasiswi bahwa responden dapat terhubung
ke jejaring sosial dengan menyumbang 11 jam sehari, sehingga orang masih dapat
terhubung dengan aktivitas orang lain. Jika individu tidak menggunakan media sosial,
individu akan merasa terisolasi dari teman-temannya (Fullerton, 2017). Jadi kecemasan
digital terjadi ketika inividu tersebut tidak tahu apa yang dilakukan orang lain atau
informasi terbaru yang dikenal sebagai Fear of Missing Out (Fomo).
Menurut Przybylski et al (2013), ada beberapa aspek sindrom Fomo, diantaranya
sebagai berikut:
Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
130 http://sosains.greenvest.co.id
1) Self. Kebutuhan psikologis ini berkaitan dengan kompetensi dan otonomi.
Kompetensi mengacu pada keyakinan individu bahwa dia bertindak secara efektif
dan efisien, dan otonomi mengacu pada kemampuan individu untuk membuat
keputusan. Ketika kebutuhan psikologis untuk diri mereka sendiri tidak
terpenuhi, orang biasanya beralih ke Internet untuk memperoleh berbagai
informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.
2) Kekerabatan. Seseorang perlu merasa terhubung setiap saat, termasuk menjadi
satu dengan orang lain. Ketika kebutuhan akan koneksi tidak terpenuhi, orang
tersebut akan khawatir dan akan mencoba belajar tentang pengalaman dan
aktivitas orang lain serta Internet.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang dari segala usia dapat
mengalami FOMO. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Psychiatry Research
menemukan bahwa rasa takut tertinggal dikaitkan dengan peningkatan penggunaan
smartphone dan media sosial, dan perilaku ini tidak terkait dengan usia atau jenis
kelamin. Menurut Przybylski dkk. (2013) Fomo paling tinggi dirasakan oleh remaja akhir
dan dewasa awal, yaitu pada usia 12-25 tahun (Putri dkk., 2019). Sedangkan menurut
Gezgin dkk. (dalam Sianipar & Kaloekti, 2019) menyatakan bahwa tingkat Fomo
tertinggi diketahui pada usia 21 tahun ke bawah.
Salah satu usia yang mungkin terkena sindrom Fomo ini adalah usia anak-anak.
Studi ini juga menemukan bahwa penggunaan media sosial dan smartphone yang
"bermasalah" dikaitkan dengan perilaku FOMO yang lebih agresif. Penggunaan
smartphone yang berhubungan dengan rasa takut dapat mempengaruhi suasana hati
secara negatif. Sekitar 87% anak Indonesia muncul di media sosial sebelum usia 13
tahun. Faktanya, 92% anak-anak berpenghasilan rendah adalah pengadopsi awal media
sosial. Hal itu dibuktikan dengan temuan penelitian bertajuk “Neurosensum Indonesia
Consumer Trends 2021: The Impact of Social Media on Children” yang dilakukan oleh
firma riset independen Neurosensum, sebuah firma riset berbasis kecerdasan buatan.
Menurut penelitian ini, rata-rata anak Indonesia sudah familiar dengan media sosial pada
usia 7 tahun. 54% dari 92% anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah muncul di
media sosial sebelum usia 6 tahun. Angka ini signifikan dibandingkan dengan rumah
tangga berpenghasilan tinggi, di mana hanya 34% yang menggunakan media sosial
sebelum mencapai usia ini. Sebagai informasi, raksasa media sosial seperti YouTube,
Instagram, dan Facebook telah menetapkan usia minimal 13 tahun untuk pengguna.
Global Web Index melakukan survei ini secara online terhadap 175.545 orang berusia 16-
64 tahun yang tersebar di seluruh dunia, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Kajian Dampak Perilaku Fomo (Fear Of Missing Out)
Bagi Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19
2021
Sri Narti dan Yanto 131
Gambar 1. Grafik 10 Media Sosial yang Sering Digunakan 2020
Menurut dari fakta diatas, dan beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa
rentang usia dari umur 12-35 tahun adalah individu yang aktif dalam penggunaan media
sosial dan berkemungkinan terkena Syndrome Fomo. Berbagai penelitian telah dilakukan,
baik dari segi penyebab, dampak perilaku FoMo (Fear Of Missing Out). Konsep
menemukan penyebab dan dampak untuk menentukan siapa atau bagaimana individu
tersebut dapat terkena sindrom FoMo ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti.
Maysitoh, dkk (2019), Rizky Fauziah (2021), Anang Sugeng Cahyono (2016),
Dermawan Ceccep, dkk (2018). Menggunakan metode penelitian Deskriptif dalam
mengkaji dampak dan penyebab FoMO ( Fear Of Missing Out). Maysitoh, dkk.
Mengambil sampel berjumlah 98 mahasiswa kurikulum dan teknologi pendidikan yang
ada di Fakultas pendidikan UNP dan mengungkapkan pengendalian diri berhubungan
dengan disabilitas Individu yang memilih sesuatu berdasarkan pilihannya sendiri berada
pada kategori rata-rata. Itu berarti, mahasiswa yang menggunakan media sosial lebih
cenderung memutuskan untuk tidak cocok menggunakan media sosial. Salah satu hal
yang terjadi pada orang dengan otonomi rendah adalah: Orang-orang mendapat kesan
bahwa ketika mereka melihat smartphone mereka, hal-hal yang terlintas dalam pikiran
adalah seribu hal yang baik.
Metode Kuantitafif digunakan oleh peneliti Firda Nur Zanah, dkk (2020), Syifa
Nur Syabani , dkk (2019), Bambang Hari Mulyono (2021), Sarentya Fathadhika, dkk
(2018), Muhammad Ali Adriansyah (2019), Yara Andita Anastasya, dkk (2021), Nisrina
Farahana W (2018), Adam. A (2017), Monica Carolina, dkk (2020), Amalia Amanda Fitri
(2020). Pada metode ini peneliti Firda Nur Zanah menggunakan teknik pengumpulan data
menggunakan tiga skala, yaitu skala kecanduan media sosial, skala kesepian dan skala
fear of missing out. Hasil dari peneliti ini adalah bahwa ternyata banyak pengaruh yang
ditimbulkan dari kesepian dan FoMO secara simultan dan berakibatkan kecanduan pada
media sosial di kalangan mahasiswa. Berbeda halnya dengan Peneliti Yara Andita
Anastasya, dkk, penelitian ini memiliki dua variabel bebas atau independent variable dan
Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
132 http://sosains.greenvest.co.id
variabel terikat atau dependent variable. Penelitian ini memperoleh bahwa ada hubungan
negatif yang signifikan antara manajemen waktu dengan kecenderungan FoMo yang
terdapat pada ibu bekerja yang berprofesi sebagai guru, dosen, PNS, pegawai swasta, dan
pekerjaan lainnya. Sedangkan peneliti Bambang Hari Mulyono, dalam penelitiannya
mengatakan peningkatan sejumlah penggunaan media sosial selama pandemi diduga
disebabkan karena adanya keinginan individu untuk dapat terhubung dengan orang lain,
keluarga, dan kolega Adanya kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain seperti
teman, keluarga, rekan kerja, dan sebagainya menyebabkan seseorang ingin
mempertahankan, memelihara, dan menjaga hubungan tersebut atau sering disebut
dengan social connectedness. Sarentya Fathadhika, dkk. Dalam penelitiannya menyatakan
FoMO mempengaruhi kecanduan media sosial, baik secara langsung maupun tidak
langsung , yaitu melalui media sosial yang melibatkan mediator.
Selain itu, Lira Aisafitri, dkk (2020) dan Rizki Setiawan Akbar, dkk (2020)
melakukan penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengetahui
penyebab dan dampak FoMo pada objek yang sama yaitu Remaja. Peneliti Rizki
Setiawan Akbar, dkk (2020) mengemukakan hasil penelitiannya ketakutan kehilangan
momen disebabkan oleh adanya perasaan tidak nyaman di dalam diri seseorang, artinya
bila seseorang sedang bosan dengan hal-hal yang terjadi atau rutinitas yang dianggap
kurang menarik yang menyebabkan seseorang tersebut mengalami ketakutan akan
kehilangan momen, karena ada banyak hal yang dapat dilihat dan dibaca termasuk
postingan orang lain dimedia sosial, juga ada beberapa orang yang tengah merasa
penasaran akan sesuatu didalam dunia maya akan menjadi daya tariknya untuk
memuaskan rasa keingintahuan nya sehingga memilih untuk bermain sosial media.
Aisafitri, dkk dalam penelitiannya menyatakan Milenial yang mengalaminya Sindrom
FoMO memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang selalu mereka cari dan selalu update.
Hal yang sama berlaku untuk karakteristik gaya hidup orang yang terus memeriksa media
sosial sepanjang waktu dengan frekuensi yang cukup tinggi yang dipromosikan di mana
Milenial dengan Sindrom FoMO menjadikan media sosial sebagai kebutuhan setiap hari
karena bagi mereka, media sosial adalah tempat untuk memuaskan naluri mereka
berinteraksi dan memuaskan keinginan untuk mengeksplorasi yang ada dalam dirinya,
agar selalu update dengan informasi terbaru setiap harinya, di mana mendapatkan
informasi dan mendapatkan ikhtisarinya termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk
menyempurnakan hobinya menjadi lebih efektif
Metode Mix antara Kualitatif dan Kuantitatif digunakan oleh peneliti Keyda Sara
Risdyanti, dkk (2019) dan Lala Septiyani Sembiring, dkk (2020). Peneliti Keyda Sara R,
dkk, mengadaptasi alat ukur fear of missing out scale (fomos) dari Wegmann, Oberst,
stodt dan Brand (2017) yang memiliki sejumlah 12 item dengan pengukuran lima skala
likert dari “sangat tidak sesuai”hingga”sangat sesuai” dan menyimpulkan bahwa perilaku
problematic social media use dan fear of missing out memiliki hubungan signifikan yang
positif serta masih memberikan hubungan timbal balik satu sama lain. Sedangkan hasil
penelitian Lala Septiani Sembiring,dkk (2020) menyimpulkan bahwa harga diri sangat
berperan signifikan terhadap pengalaman FoMo pada remaja.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian yang telah dilakukan dan
pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan, penulis menarik beberapa kesimpulan
adanya hasrat untuk terus-menerus mengikuti kegiatan orang lain di media sosial dan
ketika hal tersebut tidak terealisasikan, maka individu akan mengalami yang namanya
gangguan kecemasan sosial, seperti kurang rasa percaya diri, merasa terhinakan, depresi,
merasa sendirian dan dikucilkan karena tidak dapat berinteraksi dengan orang lain.
Kajian Dampak Perilaku Fomo (Fear Of Missing Out)
Bagi Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19
2021
Sri Narti dan Yanto 133
Banyak perilaku media sosial yang muncul dari fomo yang berlebihan antara lain
keinginan yang kuat untuk menggunakan media sosial dan orang-orang yang
menggunakan media sosial secara berlebihan hingga lupa waktu. Saat ini, internet dengan
segala kemudahannya memiliki dampak besar pada segala bidang mulai dari Pendidikan,
Ekonomi, Sosial Budaya, Kesehatan dan lain-lain, baik dari segi kalangan tua dan muda,
anak-anak, dewasa dan manula, mereka semua bersaing untuk mengeksplorasi apa yang
ditawarkan internet, dan perlahan-lahan mulai kehilangan pemahaman. Fomo dapat
terjadi akibat penggunaan media sosial yang berlebihan sehingga individu selalu
memantau media sosial dan terhubung dengan media sosial terus menerus . Perilaku
seperti itu yang menjadi kekuatan pendorong bagi individu untuk terus terlibat dalam
aktivitas media sosial tanpa batas, yang mengarah ke kecanduan media sosial.
Bibliografi.
Aisafitri, Lira, & Yusrifah, Kiayati. (2020). Sindrom Fear Of Missing Out Sebagai Gaya
Hidup Milenial Di Kota Depok. Jurnal Riset Mahasiswa Dakwah Dan Komunikasi,
2(4), 166177.
Amaliya, Luthfatul. (2017). Pengaruh penggunaan media sosial instagram, teman sebaya
dan status sosial ekonomi orangtua terhadap perilaku konsumtif siswa (Studi Kasus
Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Semarang). Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Arifianto, Yonatan Alex, Saptorini, Sari, & Stevanus, Kalis. (2020). Pentingnya Peran
Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19. Harvester:
Jurnal Teologi Dan Kepemimpinan Kristen, 5(2), 86104.
Asri Wulandari, W. U. L. (2020). Hubungan Kontrol Diri Dengan Fear Of Missing Out
Pada Mahasiswa Pengguna Media Sosial. Lampung: UIN Raden Intan Lampung.
Dewi, Sofia Rhosma, & Ners, S. Kep. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik.
Yogyakarta: Deepublish.
Karim, Bisyri Abdul. (2020). Pendidikan Perguruan Tinggi Era 4.0 Dalam Pandemi
Covid-19 (Refleksi Sosiologis). Education and Learning Journal, 1(2), 102112.
Lumongga, D. R. Namora. (2016). Depresi: tinjauan psikologis. Kencana.
Mulyono, Bambang Hari. (2021). Pengaruh Fear Of Missing Out Terhadap Social
Connectedness Pada Dewasa Awal Selama Pandemi Covid-19 Yang Dimediasi
Oleh Penggunaan Media Sosial. Surabaya: Universitas Airlangga.
Muslih, Basthoumi. (2020). Urgensi komunikasi dalam menumbuhkan motivasi di era
pandemi Covid-19. PENATARAN: Jurnal Penelitian Manajemen Terapan, 5(1), 57
65.
Mustafida, Fita. (2021). Pendidikan Islam Multikultural-Rajawali Pers: Konsep dan
Implementasi Proses Pembelajaran Berbasis Nilai-nilai Multikultural. PT.
RajaGrafindo Persada.
Purandina, I. Putu Yoga, & Winaya, I. Made Astra. (2020). Berkarakter dalam Literasi
Digital: Menjaga Kedamaian Umat di Era Digital. Jayapangus Press Books, 118.
Ria, Oktavia. (2017). Hubungan Post Power Syndrome Dengan Tingkat Kecemasan
Lansia Pada Masa Pensiun Di Desa Klagen Gambiran Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan. STIKES Bhakti Husada Mulia.
Sabekti, Ria. (2019). Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial (Jejaring Sosial)
dengan Kecenderungan Narsisme dan Aktualisasi Diri Remaja Akhir. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Savitri, Astrid. (2019). Revolusi Industri 4.0: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di
Era Disrupsi 4.0. Penerbit Genesis.
Zahra, Mutiara Unvi. (2021). Stress Psikologis Masyarakat Akibat Pandemi COVID 19.
Volume 2, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
134 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.