346 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOL 2 NO 2 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK DAN MENTAL PERAWAT DALAM
PENERAPAN PASIEN SAFETY PADA MASA PANDEMI COVID-19
Carlos Edoardo Sagala
1
dan Lyna Hutapea
2
1,2
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Advent Indonesia, Indonesia
Corresponding Author : Carlos Edoardo Sagala
1
Email : carlossagala@gmail.com dan lynahutapea23@gmail.com
Info Artikel :
Diterima : 17 Januari 2022
Disetujui : 08 Februari 2022
Dipublikasikan : 15 Februari 2022
ABSTRAK
Kata Kunci:
Beban Kerja
Fisik, Mental
Perawat, Covid-
19
Latar Belakang : World Health Organization menyatakan wabah penyakit coronavirus
baru yaitu Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai kegawatdaruratan
kesehatan. Tujuan : Tujuan Penelitian ini untuk meringankan beban kerja fisik dan
memtal perawat. Metode : Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis
penelitian kuantitatif menggunakan pengukuran dan pengamatan pada saat yang
sama (sekali waktu), antara Faktor risiko ( variabel bebas) dan efek (variabel
tergantung). Hasil : Responden memiliki beban kerja mental yang tergolong dalam
kategori sedang dengan jumlah responden sebanyak 61,29%, beban kerja fisik dalam
kategori berat dengan jumlah responden sebanyak 96,77% dan penerapan patient
safety dalam kategori tinggi dengan kategori tinggi dengan jumlah responden
sebanyak 96,77%. Kesimpulan : Hasil uji hipotesis korelasi menyatakan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja mental perawat dengan
penarapan pasient safety yang kurang baik.
Keywords:
Physical
Workload,
Mental Nurse,
Covid-19
ABSTRACT
Background : The World Health Organization has declared the outbreak of the new
coronavirus disease Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) as a health emergency.
Purpose : The purpose of this study is to ease the physical and mental workload of
nurses. Method : The research conducted by the author is a type of quantitative research
using measurements and observations at the same time (one time), between risk factors
(independent variable) and effects (dependent variable). Results : Respondents have a
mental workload belonging to the medium category with the number of respondents as
much as 61.29%, the physical workload in the heavy category with the number of
respondents as much as 96.77% and the application of patient safety in the high category
with the high category with the number of respondents as much as 96.77 %. Conclusion
: The results of the correlation hypothesis test state that there is no significant
relationship between the mental workload of nurses and poor patient safety practices.
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Mental Perawat
dalam Penerapan Pasien Safety Pada Masa Pandemi
Covid-19
2022
Carlos Edoardo Sagala
dan Lyna Hutapea 347
PENDAHULUAN
World Health Organization menyatakan wabah penyakit coronavirus baru yaitu
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai kegawatdaruratan kesehatan (Purba,
2021). Pada bulan Maret tahun 2020, World Health Organization mendeklarasikan bahwa
COVID-19 dikategorikan sebagai pandemi. Wabah COVID-19 memberikan dampak besar
seperti kepanikan dan gangguan psikologis pada masyarakat di seluruh dunia (Diinah &
Rahman, 2020). Coronavirus (CoV) merupakan salah satu dari beberapa jenis virus yang
ditemukan dari Wuhan China akhir tahun 2019 menyebabkan penyakit saluran pernapasan
mulai dari flu biasa hingga penyakit yang mempunyai tingkatan lebih berat seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS-CoV) (Putri, Oktavia, & Vebryanti, 2020).
Keselamatan pasien (pasien safety) adalah keyakinan dasar dari pelayanan
kesehatan bahwa keselamatan pasien adalah hak bagi setiap pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan (Qomariah & Lidiyah, 2015). Peristiwa keselamatan pasien yang
berikutnya disebut dengan Peristiwa merupakan setiap keadaan yang tidak disengaja dan
situasi yang menimbulkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang dapat dicegah pada
pasien terdiri dari kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cidera (KNC),
kejadian tidak cidera (KTC), kejadian potensial cidera (KPC) dan sentinel (Hadi, 2016).
Secara menyeluruh program pasien safety telah diterapkan, namun masalah dilapangan
melihat pada konsep pasien safety, sebab meskipun sudah pernah mengikuti sosialisasi,
namun masih didapati ada pasien cedera, risiko jatuh, risiko salah pengobatan,
pendelegasian yang tidak akurat saat operan pasien yang mengakibatkan keselamatan
pasien menjadi kurang maksimal (Lombogia, Rottie, & Karundeng, 2016). Keselamatan
pasien (pasien safety) adalah masalah kesehatan publik yang mempengaruhi tingkat
pertumbuhan suatu negara. Pasien safety diberlakukan pada tahun 2004 untuk
memobilisasi kekuatan global untuk meningkatkan keamanan kesehatan untuk pasien pada
semua negaranegara anggota World Health Organization (WHO) (Renoningsih, Kandou,
& Porotu’o, 2016).
Peningkatan kualitas dalam segala aspek khususnya dalam bidang kesehatan salah
satunya melalui akreditasi Rumah Sakit menuju kualitas pelayanan Internasional
(Sihombing, 2019). Dalam sistem akreditasi yang mengacu pada standar Joint commission
International (JCI) ditemukan standar yang paling relevan berhubungan dengan mutu
pelayanan Rumah Sakit International Patient Safety Goals (sasaran international
keselamatan pasien) yang mencakup enam sasaran keselamatan pasien dirumah sakit
(Kemenkes, 2011). Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah sesuatu yang sangat
penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan (Bawelle, Sinolungan, & Hamel, 2013).
Sikap perawat dengan kemampuan perawat berperan penting dalam pelaksanaan
keselamatan pasien. Sikap yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, ketidaktelitian dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan menjaga
keselamatan pasien sangat berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cedera pada pasien, berupa Near Miss Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau Adverse Event
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) berikutnya penurunan kesalahan dapat diraih dengan
memodifikasi perilaku. Perawat harus melibatkan sikap kognitif, afektif dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. World Health Organization (WHO), keselamatan
pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang serius, di Eropa mengalami
pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis menunjukkan 50-72,3%. Di
kumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2 16,6 %.
Volume 2, Nomor 2, Februari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
348 http://sosains.greenvest.co.id
Data Patient Safety tentang Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Tak
Diharapkan (KTD) di Indonesia masih jarang, namun disisi lain masih terjadi peningkatan
tuduhan “mal praktek yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Insiden
pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh perawat. Bawelle, (2013) secara umum
program patient safety sudah diterapkan, namun masalah yang terjadi dilapangan merujuk
pada konsep patient safety, karena walaupun sudah pernah mengikuti sosialisasi, namun
masih ada pasien cedera, resiko jatuh, resiko salah pengobatan, pendelegasian yang tidak
akurat saat oferan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang
maksimal. Negara-negara anggota WHO tahun 2002 telah mengesahkan Resolusi Dewan
Kesehatan Dunia mengenai keselamatan pasien yang menjadi pengakuan atas kebutuhan
untuk mengurangi cedera pada pasien dan kesulitan pada keluarga pasien akibat dari
pelayanan medis yang tidak memadai. Resolusi ini juga menegaskan bahwa keselamatan
pasien sangat penting untuk mengurangi biaya yang muncul akibat perawatan yang
berulang dan biaya penanganan infeksi yang terjadi akibat pelayanan medis. Beberapa hal
yang dapat menyebabkan cedera pada pasien seperti kesalahan dalam memeriksa identitas
medis pasien, resep antibiotik yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi pasien, terjadi
resiko infeksi,terjadi pasien jatuh dan kurangnya komunikasi yang efektif antar penyedia
layanan kesehatan (Puryakasari, 2020).
Perawat sebagai profesi yang memiliki peran yang cukup besar dalam menjaga
keselamatan pasien. Oleh sebab itu perawat harus mampu memastikan bahwa pelayanan
keperawatan yang diberikan mampu mengedepankan keselamatan melalui asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, perawat juga harus memiliki kesadaran akan
pentingnya mengenali potensi bahaya yang ada di lingkungan pasien untuk mencegah
terjadinya cedera Pasien tidak menginginkan terjadinya cidera dalam pelayanan dirumah
sakit. Cidera atau kerugian akibat tindakan medis, merupakan kejadian tidak diharapkan
(KTD). WHO melaporkan dari berbagai negara bahwa KTD pasien rawat inap 3 16% di
New Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9% dari angka rawat inap, di Inggris KTD di
laporkan 10,8%, di Kanada di laporkan berkisar 7,5% (Baker, 2004; dalam Renoningsih,
et.all 2018). Joint commision 3 internasional (JCI) juga melaporkan KTD berkisar 10% dan
di United Kingdom dan di Australia berkisar 16% (Renoningsih, D. P., Kandou, G. D., &
Porotu’o, J. 2016). Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada tahun 2018 sebanyak 2 insiden,
dan meningkat di tahun 2019 sebanyak 3 insiden yang secara menyeluruh terdiri dari
kejadian pasien jatuh, sedangkan angka kejadian infeksi nosokomial masih tinggi dan
belum memenuhi standar. Angka kejadian infeksi nosokomial pada tahun 2018 mencapai
7,30%, sedangkan tahun pada 2019 naik menjadi 7,60%. Menurut penelitian yang
dilakukan Sukmaretnawati kepada 19 responden dengan hasil 21,1% responden tidak
menggunakan minimal dua sistem identifikasi pasien. Identifikasi terkadang masih
menggunakan nama dan sistem tempat tidur pasien. Hal ini disebabkan identifikasi
menggunakan sistem tempat tidur pasien lebih cepat tetapi bisa menyebabkan risiko tinggi
terjadinya kesalahan, 42,1% perawat dapat memberikan obat pada pasien tanpa melihat
kemiripan dari nama juga jenis dari obat tersebut.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi warga dengan ciri
tersendiri yang ditentukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi serta kehidupan sosial ekonomi rakyat yang harus tetap bisa menaikkan
pelayanan yg lebih bermutu dan terjangkau agar tercipta derajat kesehatan yang tinggi-
tingginya (Ismainar, 2015). Setiap rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat menggunakan
mengutamakan keselamatan pasien. Dalam penelitian terkait, insiden keselamatan pasien
di unit rawat inap ditentukan oleh karakteristik individu, diantaranya usia, masa kerja dan
kompetensi serta kolaborasi (Ismainar, 2015). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Mental Perawat
dalam Penerapan Pasien Safety Pada Masa Pandemi
Covid-19
2022
Carlos Edoardo Sagala
dan Lyna Hutapea 349
gambaran beban kerja perawat, budaya keselamatan pasien dan asuhan keperawatan pasien
risiko jatuh di ruang rawat inap rumah sakit X pengaruh beban kerja perawat terhadap
asuhan keperawatan pasien risiko jatuh, pengaruh budaya keselamatan pasien terhadap
asuhan keperawatan pasien risiko jatuh, pengaruh beban kerja perawat dan budaya
keselamatan pasien secara bersama-sama terhadap asuhan keperawatan pasien risiko jatuh
di ruang rawat inap rumah sakit X.
Malpraktik dan keselamatan pasien tidak dapat dipisahkan dari kode etik yang
dijalankan oleh tenaga medis tersebut, seperti Profesionalisme keperawatan menjadi
kontrak sosial antara profesi keperawatan dengan masyarakat. Masyarakat telah
memberikan kepercayaan kepada perawat, sehingga perawat wajib melaksanakan tugasnya
dengan memberi standar kompetensi yang tinggi dan tanggung jawab moral yang baik.
Perawat wajib memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan pasien
selama berada di rumah sakit. Perawat membutuhkan aturan hukum yang lebih tinggi yang
dapat mengatur kualitas dan pelayanan, termasuk juga sanksi bagi perawat yang tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik.Perawat dalam menjalankan tugasnya harus sesuai
dengan kode etik dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan
(Tambunan, 2019).
Berbagai proses yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan ini dilakukan oleh berbagai profesi, mulai dari profesi medik, paramedik
maupun non-medik, dari berbagai jenis tenaga yang ada di rumah sakit, tenaga perawatlah
yang paling banyak (Nursalam, 2016). Perawat adalah tenaga medis yang selalu kontak
langsung dengan pasien. Oleh karena itu perawat adalah ujung tombak rumah sakit dalam
proses pelayanan kesehatan sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan (Jannah, 2020).
Perawat adalah salah satu komponen penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit yang memiliki interaksi paling tinggi dengan pasien dan keluarga dalam
memberikan pelayanan kesehatan (Hidayah, 2014). Intensitas yang tinggi antara pasien dan
keluarga merupakan salah satu pemicu timbulnya stres kerja pada perawat (Akbar, 2013).
Stres sudah menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius karena tidak
hanya merugikan dari sisi morbiditas fisik dan juga secara mental, melainkan juga
merugikan pengusaha, pemerintah dan masyarakat luas dari sisi keuangan (Firdiansyah,
Barsasella, & Vestabilivy, 2017). Stres kerja perawat diprediksi akan meningkat pada
tahun-tahun mendatang dan menjadi trend yang tidak boleh diabaikan karena menyangkut
pada keselamatan perawat dan pasien, tekanan kerja menyebabkan stres yang tinggi dan
dapat menurunkan motivasi serta kinerja perawat (Firdiansyah et al., 2017). Perawat yang
tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit dan pada akhirnya akan
mempengaruhi daya saing mereka di pasar dan lebih dari itu bahkan dapat membahayakan
kelangsungan organisasi rumah sakit (Yana, 2015). Pengaruh stress kerja pada perawat
berdampak terhadap profesionalitas perawat dalam melayani pasien. Ketika indikasi stress
sudah muncul pada perawat, maka mereka cenderung akan memiliki kinerja yang buruk
dalam hal kualitas perawatan pasien, seperti kurang kosentrasi,mudah lelah dan bahkan
terkadang muncul perilaku-perilaku yang kurang professional, sehingga pelayanan kepada
klien menjadi kurang optimal. Bentuk perilaku kerja yang kurang professional akan terlihat
pada bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien (Nur’aini, 2013; Zainaro, 2017).
Penyebab stress kerja diantaranya, beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu
kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang kurang
sehat, otoritas kerja yang kurang memadai, konflik kerja dan juga perbedaan nilai antara
karyawan dengan pimpinan (Mangkunegara, 2013) Sumber-sumber potensi stress
diantaranya, faktor lingkungan, organisasi (beban kerja, kondisi / budaya kerja) maupun
faktor personal (pengalaman / lamanya bekerja, dan lain-lain) (Robbins, 2014).
Volume 2, Nomor 2, Februari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
350 http://sosains.greenvest.co.id
Peristiwa yang tidak menyenangkan kemungkinan dapat terjadi dikerenakan
ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan jumlah perawat yang bekerja di rumah
sakit tersebut, sehingga perawat mendapatkan beban kerja yang lebih besar daripada
kemampuan maksimal dari diri perawat sehingga perawat tersebut mengalami beban kerja
mental dan menimbulkan tindakan tidak aman. Salah satu indikator keberhasilan rumah
sakit yang efektif dan efisien adalah tersedianya SDM yang cukup dengan kualitas yang
tinggi, profesional sesuai dengan tugas setiap petugas kesehatan. Rumah sakit juga perlu
melakukan perencanaan tenaga kesehatan apalagi bila manajemen mengobservasi
terjadinya penurunan motivasi kerja petugas kesehatan. Salah satu factor yang dapat
menimbulkan penurun kerja petugas adalah keluhan tingginya beban kerja personel. Hal
ini dapat terlihat apabila terjadi kenaikan jumlah kunjungan pasien dan meningkatnya Bed
Occupancey Rate (BOR) sendangkan jumlah personel tetap dalam periode waktu yang
lama. Tingginya beban kerja petugas kesehatan suatu rumah sakit dapat berdampak
terhadap penurunan prestasi kerja. Hal ini dapat terjadi apabila naiknya beban kerja tanpa
diikuti dengan peningkatan imbalan.(Purba,2015).
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis penelitian kuantitatif
menggunakan pengukuran dan pengamatan pada saat yang sama (sekali waktu), antara
Faktor risiko ( variabel bebas) dan efek (variabel tergantung) (Kusumaningsih, et al, 2020).
Populasi dalam penelitian adalah 30 perawat di Ruang rawat inap RS. Advent Bandung
dengan menggunakan total sampling ditentukan menggunakan rumus Arikunto dengan uji
Chi-Square untuk melihat hubungan antara beban kerja fisik dan mental perawat dalam
penerapan pasien safety pada masa pandemi covid-19 di ruang rawat inap RS.Advent.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling yaitu total
sampling. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Advent Bandung. Instrumen yang
dipakai untuk mengetahui beban kerja mental menggunakan kuesioner NASA-TXL dengan
pilihan K=Kecil, S=Sedang, B=Besar 28 yang diadopsi langsung oleh Puspitasari (2012),
Instrumen beban kerja fisik terdapat 18 pernyataan dengan pilihan S= Sering, P=Pernah,
TP= Tidak Pernah yang telah dipakai oleh penelitian sebelumnya Kambuaya (2016).
Kuesioner pasien safety menggunakan kuisioner yang telah diadopsi langsung dari
Renggayuni (2016) dengan jumlah 15 pernyataan dengan pilihan S=Setuju, KK=Kadang-
Kadang, dan TP= Tidak Pernah.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan pernyataan layak etik yang disetujui
oleh KEPK FIK UNAI dengan No. 192/KEPK-FIK.UNAI/EC/X/21. Proses pengumpulan
data dilakukan secara online dengan menghubungi 30 perawat ruang rawat inap RS. Advent
Bandung sebagai calon responden untuk mengisi kuesioner dalam bentuk google form yang
akan dibagikan melalui whatsapp .Responden penelitian juga bersedia mengisi informed
consent dan akan dihubungi melalui aplikasi WhatsApp. Lalu peneliti melakukan analisis
untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel dan menguji menggunakan uji pearson
correlation (jika data berdistribusi normal) atau uji Spearman-Rho (jika data tidak
berdistribusi normal) yang di olah dengan menggunakan SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Distribusi Karakteristik Responden
Kategori
n
Laki-laki
1
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Mental Perawat
dalam Penerapan Pasien Safety Pada Masa Pandemi
Covid-19
2022
Carlos Edoardo Sagala
dan Lyna Hutapea 351
Perempuan
30
D3 Keperawatan
4
Profesi NERS
27
0 5 tahun
7
5 10 tahun
4
10 15 tahun
4
15 -20 tahun
5
20 tahun ke atas
11
Tabel 1 menunjukkan bahwa 96,77 % responden berjenis kelamin perempuan.
Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan profesi ners dengan persentase
sebanyak 87.10 % dan lama kerja Sebagian besar responden sebesar 35.48 % berada pada
20 tahun ke atas.
Tabel 2.
Persentase Tingkat Pengetahuan dan Perilaku
Kategori
n
Ringan
0
Sedang
19
Berat
12
Ringan
0
Sedang
1
Berat
30
Rendah
0
Sedang
1
Tinggi
30
Tabel 2 menunjukkan responden memiliki beban kerja mental yang tergolong dalam
kategori sedang dengan jumlah responden sebanyak 61,29%, beban kerja fisik dalam
kategori berat dengan jumlah responden sebanyak 96,77% dan penerapan patient safety
dalam kategori tinggi dengan kategori tinggi dengan jumlah responden sebanyak 96,77%.
Tabel 3.
Hubungan Beban Kerja Mental dan Penerapan Patient Safety
Pearson
rank
Variable
Mean
Standard
Deviation
Sig
Correlation
Coefficient
Beban kerja
mental
56,68
6,134
0,367
0,168
Penerapan patient
safety
40,29
3,589
Tabel 3 menunjukan bahwa hasil uji korelasi Pearson rank prudct moments didapat
p-value (Sig)=0,367 > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
beban kerja mental dan penerapan patient safety. Tingkat keeratan antar kedua variabel
memiliki arah yang positif dengan kekuatan sangat lemah.
Volume 2, Nomor 2, Februari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
352 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 4.
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Penerapan Patient Safety
Pearson
rank
Variable
Mean
Standard
Deviation
Sig
Correlation
Coefficient
Beban kerja fisik
42,56
3,489
0,477
-0,133
Penerapan patient
safety
40,29
3,589
Tabel 4 menunjukan bahwa hasil uji korelasi Pearson rank prudct moments didapat
p-value (Sig)=0,477 > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
beban kerja mental dan penerapan patient safety. Tingkat keeratan antar kedua variabel
memiliki arah yang negatif atau berlawanan dengan kekuatan sangat lemah.
Jenis Kelamin
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar berjenis kelamin perempuan
yaitu 30 orang (96,77%). Kenyataan ini menunjukan bahwa pekerjaan sebagai perawat
masih banyak diminati oleh kaum perempuan. Peminatan pada pekerjaan sebagai perawat
ini juga lebih banyak diminati oleh seorang wanita. Yang identik dengan kesabaran dan
tingkat ketelitian yang tinggi dari pada laki-laki sehingga sangat cocok untuk memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan segala macam karakteristik dan keinginan
yang bermacam-macam. Menurut Izzudin (2006) menyebutkan bahwa perawat perempuan
mempunyai kemampuan dalam penyusunan asuhan keperawatan sembilan kali lebih baik
daripada perawat laki-laki.
Pendidikan terakhir
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden pada tingkat
pendidikan profesi NERS yaitu sebanyak 27 responden (87,10). Tingkat pendidikan
seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Termasuk peningkatan jumlah pasien pada waktu tertentu. Orang berpendidikan tinggi
akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha
pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan.
(Hani,1989).
Lama bekerja
Hasil penelitian menunjuka bahwa responden terbanyak bekerja pada rentang waktu
20 tahun ke atas sebanyak 11 responden (35,48%). Masa kerja tersebut masih tergolong
baru dan pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa
kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaanya
.Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah mampu menyesuaikan diri dengan
lingkunganya (Handoko,1989).
Hubungan Persentase Tingkat Pengetahuan dan Perilaku
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada responden memiliki
beban kerja mental sedang dengan jumlah responden 19 sebanyak 61,29 % , beban kerja
fisik dalam kategori berat dengan jumlah responden 30 sebanyak 96,77 % dan untuk
penerapan patient safety dalam kategori tinggi dengan jumlah responden 30 sebanyak
96,77%. Penelitian berasumsi bahwa para perawat RSA Bandung sudah memiliki
pengetahuan dan perilaku yang bagus dan baik tentang penanganan Covid-19. Dari
penelitian ini menyatakan perawat dapat mengurangi dampak penularan dengan baik
sehingga banyak pasien yang sembuh. Dalam upaya pencegahan penularan Covid-19 harus
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Mental Perawat
dalam Penerapan Pasien Safety Pada Masa Pandemi
Covid-19
2022
Carlos Edoardo Sagala
dan Lyna Hutapea 353
adanya kesadaran dan pengetahuan yang baik dari masyarakat khususnya pada perawat
yang merawat pasien Covid-19. Perawat sebagai profesi yang memiliki peran yang cukup
besar dalam menjaga keselamatan pasien. Oleh sebab itu perawat harus mampu
memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan mampu mengedepankan
keselamatan melalui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, perawat juga harus
memiliki kesadaran akan pentingnya mengenali potensi bahaya yang ada di lingkungan
pasien untuk mencegah terjadinya cedera (Kamil,2010). Pengetahuan merupakan domain
yang utama dalam terbentuknya proses perilaku suatu individu. Pengetahuan juga dasar
bagi seseorang dalam mengambil suatu keputusan serta menentukan tindakan dalam
menghadapi sebuah masalah, ( Fuadi,2016).
Hubungan Beban Kerja Mental Perawat terhadap Implementasi Patient Safety
Dari Tabel 3 menunjukan bahwa hasil uji korelasi Pearson rank prudct moments
didapat p-value (Sig)=0,367 > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara beban kerja mental dan penerapan patient safety. Tingkat keeratan antar kedua
variabel memiliki arah yang positif dengan kekuatan sangat lemah sehingga perlu adanya
tanggung jawab dalam menjaga pasien tetap selamat. Tugas-tugas yang bertambah yakni
hand hygiene, ketepatan identifikasi pasien, peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (High-Alert), peningkatan komunikasi yang efektif, pengurangan risiko pasien
jatuh dan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. karena tidak selamanya
daya tahan tubuh manusia akan selalu bertahan pasti akan terjadi penurunan daya tahan
tubuh. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan berbagai efek yakni
kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan, kelalaian, lupa dan mudah marah sehingga secara potensial
membahayakan pekerja atau perawat (Manuaba, 2000, dalam Prihatini, 2007).
Hubungan Beban Kerja Fisik Perawat terhadap Implementasi Patient Safety
Dari Tabel 4 menunjukan bahwa hasil uji korelasi Pearson rank prudct moments
didapat p-value (Sig)=0,477 > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara beban kerja mental dan penerapan patient safety. Tingkat keeratan antar kedua
variabel memiliki arah yang negatif atau berlawanan dengan kekuatan sangat lemah.
sehingga perlu adanya tanggung jawab dalam menjaga pasien tetap selamat. Tugas-tugas
yang bertambah yakni hand hygiene, ketepatan identifikasi pasien, peningkatan keamanan
obat yang perlu diwaspadai (High-Alert), peningkatan komunikasi yang efektif,
pengurangan risiko pasien jatuh dan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan. karena tidak selamanya daya tahan tubuh manusia akan selalu bertahan pasti
akan terjadi penurunan daya tahan tubuh. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan
menimbulkan berbagai efek yakni kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi
emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, kelalaian, lupa dan mudah marah
sehingga secara potensial membahayakan pekerja atau perawat (Manuaba, 2000, dalam
Prihatini, 2007).
KESIMPULAN
Hasil uji hipotesis korelasi menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara beban kerja mental perawat dengan penarapan pasient safety yang kurang baik. Oleh
karena itu, peneliti berharap agar perawat mampu mempertahankan dalam usaha
pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan dari COVID-19 dan Adanya pelaksanaan
patient safety dapat menambah tugas yang dilaksanakan oleh perawat sehingga perlu
Volume 2, Nomor 2, Februari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
354 http://sosains.greenvest.co.id
adanya tanggung jawab dalam menjaga pasien tetap selamat. Diharapkan di masa
mendatang, penelitian ini mampu menjadi bahan dasar bagi peneliti lain yang ingin
meneliti hasil yang lebih kompleks dengan menggunakan metode kuantitatif dan dengan
responden perawat yang lebih banyak.
BIBLIOGRAFI
Akbar, Sukma Noor. (2013). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada
perawat. Jurnal Ecopsy, 1(1), 4246.
Bawelle, Selleya C., Sinolungan, J. S. V, & Hamel, Rivelino. (2013). Hubungan
pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaaan keselamatan pasien (patient
safety) di ruang rawat inap RSUD Liun Kendage Tahuna. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Diinah, Dinah, & Rahman, Subhannur. (2020). Gambaran Tingkat Kecemasan Perawat
Saat Pandemi Covid 19 Di Negara Berkembang Dan Negara Maju: a Literatur
Review. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 3748.
Firdiansyah, Firdiansyah, Barsasella, Diana, & Vestabilivy, Evi. (2017). Hubungan Beban
Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Unit Rawat Inap RSUD Budhi Asih, Jakarta
Timur. Jurnal Persada Husada Indonesia, 4(14), 3452.
Hadi, Irwan. (2016). Buku Ajar Manajemen Keselamatan Pasien. Yogyakarta: Deepublish.
Hidayah, Nur. (2014). Manajemen model asuhan keperawatan profesional (makp) tim
dalam peningkatan kepuasan pasien di rumah sakit. Jurnal Kesehatan, 7(2), 410426.
Ismainar, Hetty. (2015). Keselamatan pasien di rumah sakit. Yogyakarta: Deepublish.
Jannah, Sri Raudatul. (2020). Peran Perawat Tentang Insiden yang Terjadi dalam
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
KEMENKES, R. I. (2011). Kementerian Kesehatan RI. Bul. Jendela, Data Dan Inf.
Kesehat. Epidemiol. Malar. Di Indones. Jakarta Bhakti Husada.
Lombogia, Angelita, Rottie, Julia, & Karundeng, Michael. (2016). Hubungan perilaku
dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety)
di ruang akut instalasi gawat darurat RSUP Prof. DR. RD Kandou Manado. Jurnal
Keperawatan, 4(2).
Nursalam, NIDN. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salimba Medika.
Purba, Iman Pasu. (2021). Implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
Tentangkekarantinaan Kesehatan Di Jawa Timur Menghadapi Pandemi Covid 19.
Jurnal Pahlawan, 4(1), 111.
Puryakasari, Nurma. (2020). Pelaksanaan Manajemen Risiko Pelayanan Klinis Dalam
Menjamin Pelindungan Hukum Pasien Pada Pusat Kesehatan Masyarakat Di
Kabupaten Pekalongan. Semarang: Unika Soegijapranata Semarang.
Putri, Erin Luthfi Widya, Oktavia, Heni, & Vebryanti, Vebryanti. (2020). Efektivitas
Pembelajaran Jarak Jauh Terhadap Pembelajaran Siswa Kelas 2 Sdn Duri Kepa 17
Pagi. Seminar Nasional Ilmu Pendidikan Dan Multi Disiplin 3 (SNIPMD 3). ISBN:
978-623-6566-35-0, 3.
Qomariah, Siti Nur, & Lidiyah, Uyan Ari. (2015). Hubungan Faktor Komunikasi Dengan
Insiden Keselamatan Pasien (Correlation of Communication Factor with Patient
Safety Incident). Journals of Ners Community, 6(2), 166174.
Renoningsih, D. P., Kandou, G. D., & Porotu’o, J. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan penerapan patient safety pada perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. Community Health, 1(3).
Sihombing, Rut Windy Cahayana. (2019). Pentingnya Penerapan Kebijakan Keselamatan
Pasien Dalam Meningkatkan Mutu Asuhan Keperawatan.
Tambunan, Defica Agatha. (2019). Langkah Dalam Menjalankan Budaya Keselamatan
Hubungan Beban Kerja Fisik dan Mental Perawat
dalam Penerapan Pasien Safety Pada Masa Pandemi
Covid-19
2022
Carlos Edoardo Sagala
dan Lyna Hutapea 355
Pasien.
Yana, Dewi. (2015). Stres kerja pada perawat instalasi gawat darurat di RSUD Pasar Rebo
Tahun 2014. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 1(2).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.