Pupuk Cair Organik dari Limbah Bioetanol dan Limbah
Ternak Kambing: Analisis Kadar N, P dan K
Malik Musthofa dan Luthfiyah S Fikri 211
Conclusion : The experimental results showed that the most
optimum fertilizer was obtained at variations in the composition
of goat manure 375 grams and a fermentation time of 20 days with
a N value of 0.17%, a P value of 0.1%, and a K value of 0.88%.
Keywords: ermentation, goat manure, liquid organic fertilizer,
vinasse
Pendahuluan
Pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari limbah peternakan seperti feses, urine,
dan sisa pakan jika dibiarkan tanpa adanya penanganan lebih lanjut akan menimbulkan
gangguan kesehatan pada masyarakat di sekitar peternakan. Oleh karena itu pengolahan
kotoran ternak perlu dilakukan untuk mengurangi pencemaran. Salah satu cara pengolahan
kotoran ternak yaitu memanfaatkannya sebagai pupuk kandang, karena memiliki
kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan kesuburan tanah.
Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang karena kandungan unsur
haranya seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) serta unsur hara mikro diantaranya
kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, dan tembaga (Hapsari, 2013). Kotoran ternak
yang biasanya digunakan sebagai pupuk yaitu kotoran kambing karena memiliki unsur hara
yang relatif tinggi jika bercampur dengan air seninya, hal tersebut tidak terjadi pada jenis
pupuk kandang lainnya seperti kotoran sapi (Trivana, dkk.,2017).
Kotoran kambing dijadikan pupuk organik karena mudah didapat, harga terjangkau
dan dapat meningkatkan pH tanah serta mengandung unsur hara N, P, K yang berpotensi
untuk menyuplai sebagian unsur hara (Sarbaina, dkk.,2021).
Selain pencemaran lingkungan dari peternakan, pencemaran lingkungan dari limbah
etanol juga melonjak. Karena kebutuhan etanol di dunia meningkat pada situasi pandemi
saat ini. Permintaan antiseptik melonjak diikuti dengan meningkatnya pasar etanol sebagai
bahan baku pembuatan sanitizer. Secara umum bioetanol dapat diproduksi dari berbagai
bahan hasil pertanian, misalnya bahan-bahan pertanian yang mengandung turunan gula
seperti molase (tetes tebu) (Kusumaningtyas, dkk.,2015).
Industri bioetanol dari molase juga akan akan menghasilkan limbah berbahaya yang
disebut vinasse. Vinasse adalah limbah cair hasil pembuatan etanol dari gula tebu dan dari
proses tersebut diperoleh produk sampingan berupa vinasse. Limbah vinasse bersifat asam
(pH 3-4), sehingga dapat menimbulkan masalah jika langsung dibuang ke aliran sungai
(Ma’rufah, dkk.,2020). Limbah vinasse ini berwarna coklat tua atau hitam, berbau,
memiliki COD dan BOD yang tinggi, bersifat korosif, serta memiliki daya pencemaran
yang tinggi apabila dibuang ke lingkungan (Kusumaningtyas, dkk.,2015). Vinasse tebu
memiliki COD yang lebih tinggi dibandingkan dengan vinasse yang diperoleh dari bahan
lain seperti gula bit, sweet sorgum, anggur, dan agave (Parsaee, dkk.,2019).
Disamping dampak negatif dari vinasse, vinasse memiliki nilai positif yaitu kaya
akan bahan organik, kalium, dan kalsium serta mengandung unsur mikro, yang berpotensi
untuk pembuatan pupuk organik cair (Ma’rufah, dkk.,2020). Vnasse memiliki tingkat
keasaman yang tinggi dan memiliki kandungan organik seperti asam amino, asam organik,
gula, polisakarida, dan protein. Selain itu vinasse bersuhu tinggi sekitar 800 ℃ (Obono, F.
dkk., 2016).
Vinasse baik encer maupun pekat dapat disebarkan kelahan pertanian atau dapat
digunakan sebagai pupuk organic. Pada lahan budidaya tebu, penerapan vinasse dapat
mensubstitusi pupuk Kalium dan sebagian Phospor. Akan tetapi, tambahan pupuk nitrogen
tetap dibutuhkan ketika vinasse ini disebar ke tanah (Sadewo, 2017).