Volume 2, Nomor 3, Maret 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
454 http://sosains.greenvest.co.id
perkawinan campuran, diantaranya: 1. Hak untuk mendapatkan pengakuan yang sah; 2.
Hak-hak perdata anak berkewarganegaraan ganda sebagai subjek hukum; 3. Hak anak
dalam bidang hukum perkawinan; 4. Hak anak sebagai ahli waris. Status Hukum Anak
adalah status personal anak. Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan
dan ketidakmampuan seseorang bersikap/bertindak dibidang hukum.
Jurisprudensi Indonesia yang termasuk status personal antara lain, putusnya
perkawinan, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan
kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang
dibawah umur (Amalia, n.d.). Permasalahan yang sering terjadi akibat putusnya
perkawinan campuran adalah kewarganegaraan anak dan hak asuh anak (Uyun, Hefni,
Prayogo, & Arif, 2018). Pemaknaan Prinsip Kewarganegaraan dalam Hukum Perdata
Internasional (HPI) asas kewarganegaraan menurut HPI Indonesia UU No. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Indonesia :
a. Asas Ius Soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran. Bagi negara Indonesia, penentuan yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang tersebut.
b. Asas Ius Sanguinis adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan
atau pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan negara tempat tinggalnya.
Asas Kewarganegaraan Tunggal Adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
c. Asas Kewaganegaraan Ganda Terbatas adalah asas menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan mengizinkan atau memperbolehkan anak tersebut untuk menentukan
kewarganegaraannya setelah berumur 18 (depalan belas) tahun. Setelah berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah menikah maka anak tersebut dapat memilih
kewarganegaraanya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) atau mengikuti
kewarganegaraan lain dalam hal ini Warga Negara Asing (WNA). Hakim akan
menentukan siapa yang berhak memelihara anak ketika terjadi permasalahan mengenai
hak asuh anak. Apabila anak masih dibawah umur maka hak asuh akan diberikan kepada
pihak ibu sepanjang pihak ibu memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh pemerintah,
seperti tidak memboros, tidak mabuk, tidak merugikan hak dan kepentingan anak.
Namun, kedua orang tua wajib untuk terus memelihara dan mendidik anak tersebut,
meskipun ibu adalah wali atau pemegang hak asuh anak, ayah tetap bertanggung jawab
dalam memelihara dan mendidik anak, meskipun secara hukum antara suami dan istri
telah berpisah, tetapi sama sekali tidak menghilangkan status orangtua terhadap anak-
anak tersebut (Islami, 2019). Dengan demikian keduanya harus memenuhi hak-hak anak
yang lahir dari perkawinan campuran tersebut sama seperti status anak pada umumnya
tanpa mengurangi atau menyalahgunakan hak-hak anak tersebut. Pasal 45 ayat (1) dan
(2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 secara jelas mengatur bahwa kedua orang
tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya, sampai anak
tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain kewajiban ini tetap berlaku
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus karena perceraian. Pasal 41 ayat (a),
(b) dan (c) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana
diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, menyatakan bahwa baik ibu atau
bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata