Jurnal sosial dan sains (SOSAINS), Vol. 1, No.2, Februari 2021
p-ISSN 2774-7018 e-ISSN 2774-700X
HUKUM DAN PENGAKUAN TANAH ULAYAT DESA BUDAYA
PAMPANG KOTA SAMARINDA
Triana Megawati Tening dan Benhard Kurniawan Pasaribu
Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
E-mail: [email protected],
[email protected]
Diterima:
Abstrak
5 Februari 2021
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengakuan tanah ulayat oleh
Direvisi:
lembaga adat desa Budaya Pampang kota Samarinda ditinjau dari
8 Februari 2021
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Disetujui:
Nasional Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal
Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada
dalam Kawasan Tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif yang bersumber dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengakuan tanah ulayat oleh
lembaga adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda sampai saat ini
masih hanya didasarkan pengakuan dari Lembaga Adat belum
mendapatkan penetapan dari pemerintah kota Samarinda. Sehingga
disarankan Lembaga Adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda bisa
mengajukan permohonan untuk penetapan tanah ulayat di desa Budaya
Pampang tersebut agar memperoleh kekuatan hukum dari Pemerintah
Kota Samarinda.
Kata Kunci: Pengakuan, Lembaga Adat, Tanah ulayat
Abstract
This study aims to find out legal studies against ulayat land recognition
by customary institutions culture village pampang samarinda city in
review of the regulation of the minister of agrarian and spatial / head of
national land agency number 10 years 2016 about how to determine
communal rights of soil society customary law and society being in
specified area. This research is a normative law research that comes
from secondary law material and primary law material. The result show
that the recognition of traditional land by the culture institute of
pampang culture village of samarinda city is still only based on the
recognition of the customary institution has not been awarded by the
government of samarinda. So in suggest of ulayat land in the pampang
culture village in order to obtain legal force from the government of
samarinda.
Keyword: Recognition, Customary Institute, Ulayat Land
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan beragam kebudayaan dan adat di dalam
kehidupan masyarakatnya (Tanuramba, 2020). Kehidupan manusia itu sendiri senantiasa
bersentuhan sumber daya agraria yaitu tanah (Ramadhani, 2019). Tanah sebagai salah
satu kebutuhan primer dalam keseharian manusia, seringkali menimbulkan pertikaian
antara manusia berupa sengketa. Sehingga diperlukan kaedah dalam mengatur hubungan
manusia dengan keberadaan tanah itu sendiri. Hukum adat dan tanah memiliki
keterpautan antara satu dengan yang lain Sebab tanah adat merupakan milik dari
Triana Megawati Tening dan Benhard Kurniawan Pasaribu
1
Hukum dan pengakuan Tanah Ulayat desa Budaya Pampang kota
Samarinda
masyarakat adat yang dikuasai sejak dahulu (Ahyar, 2018). Jika dilihat dari segi sosial
dan ekonomi, persengketaan tanah adat terjadi atas transaksi ekonomi (Resmini, 2019);
(Ismail, 2010);(Jasmir, 2018). Merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Pasal 33 ayat 3 adalah “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”. Artinya bahwa tanah merupakan persoalan dasar dalam menyejahterakan
masyarakat (Andiki et al., 2019);(Asyhari, 2000). Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan
bahwa seluruh bumi, air dan ruang termasuk seluruh kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dalam wilayah republik Indonesia dan merupakan kekuasaan nasional
(Prasetyo, 2010);(Wicaksono & Yurista, 2018).
Pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah
Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam Kawasan tertentu Pasal 2
Ayat (1) dan Pasal 4 Ayat (1) di atur mengenai syarat-syarat pengukuhan hak atas tanah
ulayat. Dalam Pasal (2) menyatakan masyarakat hukum adat yang memenuhi persyaratan
dapat dikukuhkan hak atas tanahnya, dan dalam pasal
4 ayat
(1) mencantumkan
persyaratan masyarakat hukum adat sebagaimana di maksud dalam pasal 2 ayat (1)
meliputi: masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, ada kelembagaan dalam perangkat
penguasa adatnya, ada wilayah hukum adat yang jelas, ada pranata dan perangkat hukum
yang masih ditaati.
Hak Ulayat pada Pasal 3 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar-
Dasar Pokok Agraria yang menyatakan bahwa “hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu
dari masayarakat hukum adat”.Dalam Surat Pengantar Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Norma Dan Standar Mekanisme
Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan
Oleh Pemerintah Kabupaten Dan Kota diberikan pengertian dari tanah ulayat sebagai
berikut : Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu.Menurut Pasal 2 ayat (1) peraturan tersebut, Hak Ulayat
masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :a.Terdapat sekelompok orang yang
masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama atau
persekutuan hukum tertentu,yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan
persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari;b.Terdapat tanah ulayat tertentu yang
menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempat
mengambilnya keperluan hidupnya sehari-hari; dan c.Terdapat tatanan hukum adat
mengenai pengurusan, penguasaan dan pengunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati
oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan
Timur Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat Provinsi Kalimantan Timur, Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa “Wilayah
adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan berserta sumber daya
alam yang ada diatasnya dengan batas-batastertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan
dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat yang diperoleh melalui perwarisan dari leluhur mereka atau gugatan
kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.
Lembaga adat menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007
Tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan Pasal 1 angka (15) menyatakan
“Lembaga Adat adalah lembaga kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun
yang secarawajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat ataudalam
suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum danhak atas harta kekayaan
di dalam hukum adat tersebut, serta berhak danberwenang untuk mengatur, mengurus dan
http://sosains.greenvest.co.id/index.php/sosains
2
Jurnal sosial dan sains (SOSAINS), Vol. 1, No.2, Februari 2021
p-ISSN 2774-7018 e-ISSN 2774-700X
menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan adat istiadat
danhukum adat yang berlaku. Hukum adat yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil
akulturasi antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan peraturan-
peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen (Arliman,
2018);(Yunus & Muddin, 2019);(Warman & Andora, 2015). Hukum adat merupakan
sebuah perilaku yang senantiasa dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat, yang
dilakukan dan ditaati secara terus menerus oleh masyarakat sehingga menjadi sebuah adat
(Mebri, 2017);(Pohan, 2018).
Berdasarkan beberapa hal itu, penulis memiliki keterkaitan untuk melakukan
penelitian tentang Hukum dan Pengakuan Tanah Ulayat Desa Budaya Pampang Kota
Samarinda di Tinjau dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal
Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam kawasan
tertentu dikarenakan pengakuan terhadap tanah ulayat yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan tidak dijelaskan secara eksplisit, sehingga masih belum dapat di
implementasikan dengan baik. Kelebihan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian
lainnya sebab dalam penelitian ini membahas secara kompleks tentang pengakuan tanah
ulayat di desa budaya pampang yang merupakan desa wisata yang sangat terkenal di Kota
Samarinda.
Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti penulis, maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini,
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Selain mengumpulkan data-
data kepustakaan seperti Perundang-Undangan, buku-buku, karya ilmiah dan kamus
Bahasa Indonesia serta wawancara yang dilakukan melalui narasumber yaitu Bapak
Esrom Palan Ketua Adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda dan Bapak Muhamad
Aidi, S.H. selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Samarinda.
Hasil dan Pembahasan
Pengakuan Tanah Hak Ulayat Lembaga Adat Desa Budaya Pampang Kota
Samarinda sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertahanan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016, Tentang Tata Cara
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang
Berada Dalam Kawasan Tertentu. Sejarah dari Desa Pampang ini bermula dari Sekitar
tahun 1960-an, pada waktu itu Suku Dayak Apokayan dan Kenyah berdomisil diwilayah
Kutai Barat dan Malinau, yang kemudian hijrah karena tidak mau bergabung atau tidak
ingin ikut ke dalam wilayah Malaysia dengan motif dan harapan taraf pendapatan atau
ekonomi yang menjanjikan. Rasa nasionalisme mereka inilah yang kemudian membuat
mereka memilih tinggal dan tetap bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa Budaya Pampang kemudian diresmikan sebagai Desa Budaya pada bulan Juni
tahun 1991 oleh Mantan Gubernur Kalimantan Timur HM Ardans.Karena Pemerintah
merasa sangat antusias dengan desa budaya ini yang memiliki kegiatan positif dan bisa
menjadi aset wisata unggulan baik di tingkat wisata lokal bahkan sampai menuju ke
mancanegara. Budaya unggulan Desa Budaya Dayak Pampang Samarinda ini memang
didominasi jenis tarian adat. Tercatat beberapa jenis tarian yang dapat dinikmati para
wisatawan tiap hari minggu, yaitu Tari Bangen Tawai, Hudoq, Kanjet Anyam Tali, Ajay
Pilling, Kancet Lasan, Nyalama Sakai, Kancet Punan Lettu,dan masih banyak lagi.
Triana Megawati Tening dan Benhard Kurniawan Pasaribu
3
Hukum dan pengakuan Tanah Ulayat desa Budaya Pampang kota
Samarinda
Uniknya sebelum salah satu tarian dimulai, pembawa acara akan menjelaskan makna dari
tarian yang akan digelar. Contohnya Tarian Kanjet Anyam Tali yang menggambarkan
perbedaan suku, budaya, bangsa, dan bahasa namun tetap satu. Semua tarian yang digelar
di Desa Pampang inimelibatkan seluruh masyarakat tua maupun muda. Selain itu,
pemerintah juga mendukung agar warga masyarakat Dayak yang menghuni Desa Budaya
Pampang untuk bisa mengembangkan potensi-potensi lainnya, contohnya membuat
cindera mata seperti manik-manik dan sejenisnya. Untuk bisa menyaksikan pagelaran
budaya tarian adat di Desa Dayak Pampang Samarinda ini pengunjung dikenakan biaya
Rp15.000 per orang. Setelah menikmati sajian tarian, para wisatawan dapat berfoto
bersama penduduk asli setempat, tentunya dengan mengenakan baju adat Suku Dayak
kenyah. Umumnya untuk berfoto bersama penduduk asli bertelinga panjang dikenakan
biaya tambahan.
Hukum dan Pengakuan Tanah Ulayat oleh Lembaga Adat Desa Budaya Pampang
Kota Samarinda (Ditinjau dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas
Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada dalam Kawasan Tertentu).
Pengakuan tanah ulayat oleh Ketua Adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda
hanya sebatas pengakuan dari masyarakat-masyarakat serta lembaga adat yang berada di
desa budaya pampang tersebut, dimanakepercayaan masyarakat di desa budaya pampang
bahwa tanah yang dianggap sebagai tanah ulayat adalah tanah yang di miliki dan didiami
secara turun-temurun dari para tetua adat mereka terlebih dahulu.Sehingga pengakuan
tersebut sampai saat ini masih menjadi tradisi dan pedoman untuk mengakui tanah ulayat
tersebut.Sampai saat ini tanah ulayat tersebut belum memiliki batas yang jelas dari
Pemerintah, menurut bapak Esrom Palan bahwa upaya untuk mendaftarkan tanah ulayat
tersebut terkendala biaya sehingga tidak didaftarkan. Wawancara pada Kantor Badan
Pertanahan Nasional Kota Samarinda dengan Bapak Muhamad Aidi,SH Kepala Sub
Bagian Tata Usaha menurut Bapak Muhamad Aidi,SH bahwa pengakuan tanah ulayat
yang di maksud oleh Badan Pertanahan Kota Samarinda adalah pengakuan yang
sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku maka Badan Pertanahan Nasional akan
menindaklanjut Pengakuan tanah ulayat tersebut apabila memenuhi syarat-syarat dan
proses yang di atur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas
Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada dalam Kawasan Tertentu
maka Proses pengakuan tanah tersebut akan dilanjutkan dengan proses yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku sehingga setelah sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku
maka Badan Pertanahan Nasional menurunkan Tim untuk mengecek kebenaran dari
Tanah ulayat tersebut.
Pengakuan Tanah Ulayat tersebut hanya berdasarkan Pengakuan dari Le mbaga
Adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda maka tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Agaria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun
2016 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan
Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu karena di dalam Peraturan Menteri
tersebut telah di jelaskan bahwa dalam Pasal 2 ayat (1) Masyarakat Hukum Adat yang
memenuhi persyaratan dapat dikukuhkan hak atas tanahnya, Pasal 3 ayat (1) Hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 di berikan dalam bentuk Hak Komunal, Pasal
3 ayat
(2) subyek Hak Komunal dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat,
masyarakat yang berada dalam suatu kawasan tertentu, Pasal 4 ayat (1) Persyaratan
Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat
(1) meliputi
masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, ada kelembagaan dalam perangkat penguasa
adatnya, ada wilayah hukum adat yang jelas dan, ada pranata dan perangkat hukum, yang
http://sosains.greenvest.co.id/index.php/sosains
4
Jurnal sosial dan sains (SOSAINS), Vol. 1, No.2, Februari 2021
p-ISSN 2774-7018 e-ISSN 2774-700X
masih di taati. Pengakuan oleh Lembaga Adattersebut memiliki kekuatan hukum karena
sangat jelas di dalam Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 3 dan Pasal 5 ayat (5), bahwa hak ulayat sangat di akui
dan hak masyarakat adat terhadap tanah ulayat sangat harus diperhatikan oleh pemerintah
sebagai penguasa dan sebagai pelayan publik dan didalam Peraturan Menteri Agaria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata
Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat
Yang Berada dalam Kawasan Tertentu merupakan syarat administrasi yang harus di
penuhi agar dapat dikukuhkan hak atas tanah tersebut dan didalam peraturan menteri ini
menjelaskan ada beberapa syarat-syarat yang harus di penuhi agar dapat di tetapkan
sebagai tanah ulayat.Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Di Provinsi
Kalimantan Timur Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) juga di jelaskan bahwa
Perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat itu Sendiri serta bentuk perlindungan
pelayanan yang di berikan oleh pemerintah bagi masyarakat adat yang berada di
Kalimantan Timur dimana perlindungan ini dalam rangka menjamin tercapainya dan
terpenuhinya hak-hak masyarakat adat tersebut untuk hidup dan tumbuh sebagai satu
kelompok masyarakat adat yang ikut berpartisipasi serta terlindung dari tindakan
diskriminasi.
Kesimpulan
Pengakuan Tanah Ulayat tersebut hanya berdasarkan Pengakuan dari Lembaga
Adat Desa Budaya Pampang Kota Samarinda maka tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Agaria Dan Tata Ruang/KepalaBadan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun
2016 Tentang Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan
Masyarakat Yang Berada dalam Kawasan Tertentu karena di dalam Peraturan Menteri
tersebut telah di jelaskan bahwa Masyarakat Hukum. Adat yang memenuhi persyaratan
dapat dikukuhkan hak atas tanahnya, hak atas tanah sebagaimana dimaksud di berikan
dalam bentuk Hak Komunal, subjek Hak Komunal dapat diberikan kepada masyarakat
hukum adat, Persyaratan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud meliputi
masyarakat masih dalam bentuk paguyuban, ada kelembagaan dalam perangkat penguasa
adatnya, ada wilayah hukum adat yang jelas dan, ada pranata dan perangkat hukum,yang
masih di taati.
Kekuatan hukum tanah ulayat Lembaga Adat Desa Budaya Pampang Kota
Samarinda yang hanya di dasarkan kepada Pengakuan tersebut merupakan awal dari
pengakuan terhadap tanah ulayat sebagai dasar dari kepemilikan hak atas tanah tersebut,
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan hukum agraria yang berlaku atas bumi,
air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara.
Bibliografi
Ahyar. (2018). Perlindungan Hukum Hak atas Tanah Adat (Studi Kasus di Provinsi Aceh
Khususnya Kabupaten Bener Meriah). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(3),
289-304.
Andiki, Febri, Sukirno, Sukirno, & Prabandari, Adya Paramita. (2019). Peralihan hak
tanah ulayat di kabupaten dharmasraya. NOTARIUS, 12(2), 856-865.
Arliman, Laurensius. (2018). Hukum Adat Di Indonesia Dalam Pandangan Para Ahli Dan
Konsep Pemberlakuannya di Indonesia. Jurnal Selat,
5(2),
177-190.
https://doi.org/10.31629/selat.v5i2.320
Asyhari, Masyhud. (2000). Pemberdayaan Hak-Hak Rakyat Atas Tanah. Jurnal Hukum,
Triana Megawati Tening dan Benhard Kurniawan Pasaribu
5
Hukum dan pengakuan Tanah Ulayat desa Budaya Pampang kota
Samarinda
7(13), 107-118.
Ismail, Ilyas.
(2010). Kedudukan dan Pengakuan Hak Ulayat dalam Sistem Hukum
Agraria Nasional. Kanun
-
Jurnal Ilmu Hukum,
12(1),
49-66.
https://doi.org/10.24815/kanun.v12i1.6287
Jasmir.
(2018). Pengembalian Status Hukum Tanah Ulayat Atas Hak Guna Usaha.
Soumatera Law Review, 1(1), 92. https://doi.org/10.22216/soumlaw.v1i1.3384
Mebri, Jhon A. (2017). Kedudukan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Untuk
Kepentingan Umum. DiH Jurnal Ilmu Hukum, 13(25), 1-15.
Pohan, Mahalia Nola. (2018). Hukum Adat Sumatera Utara Dalam Yurisprudensi Di
Indonesia.
Doktrina:
Journal
of
Law,
1(1),
1-15.
https://doi.org/10.31289/doktrina.v1i1.1607
Prasetyo, Agung Basuki. (2010). Hak Ulayat Sebagai Hak Konstitusional (Suatu Kajian
Yuridis
Empiris).
Masalah-Masalah
Hukum,
39(2),
147-152.
https://doi.org/10.14710/mmh.39.2.2010.147-152
Ramadhani, Rahmat. (2019). Dasar-Dasar Hukum Agraria. Kumpulan Jurnal Dosen
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Resmini, Wayan. (2019). Hak Atas Tanah Adat Dan Permasalahannya. Unmasmataram,
13(1), 120-125. https://doi.org/10.35327/gara.v13i1.71
Sukirno. (2018). Politik Hukum Pengakuan Hak Ulayat. In Kencana (1st ed.). Kencana.
Tanuramba, Reggina Renata. (2020). Legalitas Kepemilikan Masyarakat Adat Atas
Tanah Ulayat Menurut Hukum Agraria. Lex Privatum, 7(5).
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Basic Agrarian Law). (1960). (Issue 5).
Warman, Kurnia, & Andora, Hengki.
(2015). Pola Hubungan Hukum Dalam
Pemanfaatan Tanah Ulayat Di Sumatera Barat. Mimbar Hukum - Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, 26(3), 366. https://doi.org/10.22146/jmh.16031
Wicaksono, Dian Agung, & Yurista, Ananda Prima. (2018). Inisiasi Pemerintah Daerah
dalam Mengatur Alternatif Penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Adat di
Kabupaten Manggarai. Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
18(2),
275-288.
https://doi.org/10.30641/dejure.2018.v18.275-288
Yunus, Ahyuni, & Muddin, Ahmad Ali. (2019). Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat
Yang Telah Bersertifikat Berdasarkan Hukum Adat Malind-Anim. Jurnal Kertha
Patrika,
41(3),
206-221.
Retrieved
from
ttps://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/download/53763/32902
http://sosains.greenvest.co.id/index.php/sosains
6