656 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 6 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
ADAPTASI INOVASI DALAM PELAYANAN ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN BERBASIS NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN
PADA DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN
Ahmad Subangkit Mabruri
Magister Studi Terapan Pemerintahan, Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri, Indonesia
Corresponding Author : Ahmad Subangkit Mabruri
Email : subangkit345@gmail.com
Info Artikel :
Diterima : 27 April 2022
Disetujui : 07 Juni 2022
Dipublikasikan : 15 Juni 2022
Kata Kunci:
Adopsi, Inovasi,
Administrasi
Kependudukan
Keywords:
Adoption,
Innovation,
Population
Administration
ABSTRAK
Latar Belakang: Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jalannya adopsi inovasi dalam
pelayanan administrasi kependudukan berbasis NIK pada Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Metode: Metode
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis deskriptif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan telaah
dokumen. Teknik analisis data dilakukan dengan data reduction (reduksi data), data
display (penyajian data) dan conclusion drawing (verifikasi). Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses adopsi inovasi dalam pelayanan administrasi
kependudukan berbasis NIK mengalami 5 tahapan, yakni tahapan dimensi
pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Kesimpulan: Adopsi
inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis NIK mengikuti model tahapan
proses keputusan inovasi yang dimulai dengan dimensi pengetahuan melalui
serangkaian kondisi awal, lalu bertahap ke dimensi persuasi melalui berbagai persepsi
untuk memahami karakteristik inovasi tersebut, bertahap lagi ke dimensi keputusan
guna menentukan keberlangsungan inovasi tersebut, hingga masuk dimensi
implementasi, serta dimensi konfirmasi untuk menindaklanjuti serangkaian dampak
positif atau negatif dari implementasi inovasi kebijakan tersebut.
ABSTRACT
Backround: The implementation of public services, namely population administration
services. Population administration is a series of structuring and controlling activities
in controlling population documents and data through population registration, civil
registration, management of population administration information and the utilization
of the results for public services and other sector development. Purpose: This study
aims to determine the course of innovation adoption in NIK-based population
administration services at the Directorate General of Population and Civil
Registration of the Ministry of Home Affairs. Method: The method used is a qualitative
research method with descriptive analysis techniques. Data collection techniques were
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 657
carried out by means of interviews, observation and document review. The data
analysis technique is carried out by data reduction (data reduction), data display (data
presentation) and conclusion drawing (verification). Results: The results showed that
the process of adopting innovation in NIK-based population administration services
underwent 5 stages, namely the stages of the dimensions of knowledge, persuasion,
decision, implementation and confirmation. Conclusion: The adoption of NIK-based
population administration service innovations follows a model of the stages of the
innovation decision process that starts with the knowledge dimension through a series
of initial conditions, then gradually moves to the persuasion dimension through
various perceptions to understand the characteristics of the innovation, gradually
returns to the decision dimension to determine the sustainability of the innovation,
until it enters the implementation dimension, as well as the confirmation dimension to
follow up on a series of positive or negative impacts from the implementation of the
policy innovation.
PENDAHULUAN
Peran dari pelayanan publik sangatlah vital dan penting karena suatu pemerintahan
dikatakan baik apabila dapat mengelola dan menjalankan pelayanan publik yang baik.
Hal ini akan terjadi apabila aspek-aspek di dalamnya memiliki itikad yang baik pula.
Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang prima
bagi semua penduduknya sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengatur tentang prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik yang merupakan efektivitas fungsi-fungsi pemerintahan itu
sendiri. Salah satu dari pelaksanaan pelayanan publik yaitu pelayanan administrasi
kependudukan. Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Upaya memperbaiki pelayanan administrasi kependudukan sebenarnya juga telah
dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun
2006, administrasi kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif seperti
pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan dokumen kependudukan
tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Berkaitan dengan hal tersebut, aparatur
pemerintah harus memiliki kecakapan yang baik dan mampu dalam menyuguhkan
pelayanan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Di
sisi lain, kepuasan penduduk adalah tolak ukur dari keberhasilan pelayanan yang
diberikan oleh penyedia layanan kepada penduduk, oleh sebab itu pelayanan publik harus
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan penduduk secara maksimal baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dapat mengambil langkah-
langkah konkrit untuk perbaikan kinerja aparaturnya sebagai penyedia layanan
administrasi kependudukan melalui pengembangan sumber daya aparatur secara
profesional dan terencana serta adanya kebijakan-kebijakan khusus dalam meningkatkan
kualitas sumber daya yang dimiliki sebagai penyedia layanan (service provider)
administrasi kependudukan tersebut. Mengingat fungsi utama adalah melayani
masyarakat, pemerintah tidak pernah bosan memberikan inovasi terbaru terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik. Upaya inovasi tersebut adalah upaya peningkatan
menuju pelayanan publik yang semakin tertib dan lancar sehingga inovasi yang sudah ada
dapat dimanfaatkan secara tepat oleh lembaga pengguna yang menjadikan NIK sebagai
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
658 http://sosains.greenvest.co.id
basis pelayanan publik. Hal ini juga tertuang dalam Permenpan Nomor 31 tahun 2004,
pada Pasal 1 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa dalam rangka percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik, perlu dilakukan pembangunan dan pengembangan inovasi
pelayanan publik pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang dilakukan
secara kompetetitif, adaptif dan berkelanjutan. Fasilitasi pembangunan dan pengem
bangan inovasi pelayanan publik dilakukan melalui kompetisi inovasi, sistem informasi
inovasi, pemanfaatan dan pengembangan jaringan informasi, peningkatan kapasitas dan
pemantauan yang berkelanjutan.
Inovasi pelayanan publik adalah terobosan jenis pelayanan baik yang merupakan
ide kreatif orisinal atau modifikasi yang memberikan manfaat bagi penduduk, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, inovasi pelayanan publik sendiri
tidak mengharuskan suatu penemuan baru, tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru
yang bersifat kontekstual dalam arti inovasi tidak terbatas dari tidak ada kemudian
muncul gagasan dan praktik inovasi, tetapi dapat berupa inovasi hasil dari perluasan
maupun peningkatan kualitas pada inovasi yang ada.
Kemajuan teknologi saat ini tentu ini bukan lagi masalah bagi pemerintah. Jika
ingin membuat sebuah sistem informasi terintegrasi maka memungkinkan pemerintah
melakukan pengolahan data kependudukan secara cepat dan akurat. Pemanfaatan
teknologi informasi untuk menyusun Sistem Informasi Kependudukan yang akurat,
terpercaya dan uptodate perlu dioptimalkan utamanya pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil pada instansi pelaksana seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia melalui
penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, SIAK merupakan instrumen utama pengolahan
dan penyajian data hasil proses registrasi melalui pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya disingkat SIAK adalah
sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara
dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan. SIAK bertujuan untuk mewujudkan
komitmen nasional dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal yaitu NIK
(Nomor Induk Kependudukan) bagi seluruh penduduk. SIAK merupakan instrumen
pengolahan dan penyajian data hasil proses registrasi melalui pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil dan mengeluarkan produk berupa dokumen, data dan informasi
kependudukan.
Prinsip-prinsip tersebut diatas, menjadi dasar terjaminnya penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan. Keberadaan SIAK sebagai sebuah sistem informasi dan
komunikasi dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan tidak akan dirubah dan
diganti dengan sistem informasi yang lain, sepanjang Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak dirubah.
Pemberian pelayanan yang baik kepada penduduk diharapkan menjadi lebih responsif
terhadap kepentingan penduduk, dimana paradigma pelayanan penduduk yang telah
berjalan selama ini harus lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi
kepada kepuasan penduduk.
Meski demikian, dalam pelaksanaannya, proses administrasi kependudukan masih
mengalami kendala dan berbagai permasalahan. Berdasarkan tinjauan empiris awal yang
dilakukan oleh penulis, terdapat berbagai masalah pelayanan seperti Masih adanya
pelayanan yang berbelit-belit dan waktu pelayanan yang sangat lama (Tumundo & Rares,
2021). Masih adanya mental korupsi, aparatur yang bersifat hierarkis, pekerjaan yang
mengalir dari atas ke bawah dan dimensi kekuasaan yang menonjol daripada
profesionalisme (Taruh, 2020). Kualitas SDM berupa kemampuan aparatur di berbagai
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 659
instansi pelaksana pelayanan adminduk yang kurang kompeten, kreatif, inovatif
dan adaptif (Susi, 2021). Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait informasi
pelayanan administrasi kependudukan sehingga sering kali masyarakat tidak membawa
persyaratan yang lengkap kala mengurus berbagai kebutuhan dokumen kependudukannya
(Trisna, Windari, & Adnyani, 2020). Serta kurangnya partisipasi masyarakat untuk aktif
melaporkan berbagai peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya
(Pane, 2021).
Berdasarkan uraian penjelasan di atas mengenai inovasi-inovasi yang telah
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, khususnya
terkait pelayanan administrasi kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan,
untuk diterapkan pada berbagai instansi pelaksana ditiap-tiap daerah dan uraian mengenai
masalah-masalah dalam proses pelayanan yang masih ditemukan (Wibowo, 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan adopsi inovasi pelayanan berbasis NIK
oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan pendekatan secara
induktif serta paradigma kritis untuk menggambarkan secara faktual segala gejala-gejala
masalah yang timbul dilapangan serta dikaitkan dengan teori-teori yang relevan guna
mendapat kesimpulan yang rasional dan bersifat umum. Data yang diperlukan dalam
penelitian kualitatif ini merupakan semua bentuk informasi baik berupa benda nyata,
abstrak maupun peristiwa. Data yang diperlukan dalam penelitian kualitatif diusahakan
tidak bersifat subjektif, oleh sebab itu perlu diberikan bobot. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah sumber primer sumber yang didapatkan langsung dari
lapangan atau tempat penelitian seperti kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati
atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber ini diambil dengan cara
pencatatan tertulis maupun dengan wawancara. Penelitian dengan data ini untuk
mendapatkan informasi tentang Inovasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan
Berbasis KTP Elektronik pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan
data dalam penelitian ini adalah Pengamatan (observation), Wawancara (interview),
Dokumentasi. Setelah data terkumpul dari hasil pengamatan data, maka diadakan suatu
analisis data untuk mengolah data yang ada. Penelitian ini dilakukan pada Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Proses Adopsi Inovasi Pelayanan Administrasi Kependudukan Berbasis NIK
Inovasi dalam pelayanan merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan pelayanan
publik. Inovasi juga merupakan cara dalam mencapai tujuan pelaksanaan program
(Saharuddin, 2020). Begitu juga dengan Inovasi Administrasi Kependudukan, Inovasi
Administrasi Kependudukan juga sebagai cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan
oleh pemerintah dalam rangka terwujudnya Akurasi data Kependudukan di Indonesia
salah satunya pada penelitian ini yakni Inovasi berbasis NIK (Handika & Sulistio, 2020).
Dalam mengukur Inovasi diperlukannya beberapa Indikator sebagai acuan dalam
pelaksanaannya. Pada Penelitian ini teori inovasi yang digunakan oleh peneliti yakni
inovasi menurut Rogers. Menurut Rogers, inovasi dapat dipengaruhi melalui 5 (lima)
tahap yakni Pengetahuan, Persuasi, Keputusan, Implementasi, Konfirmasi yang diuraikan
sebagai berikut:
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
660 http://sosains.greenvest.co.id
a) Tahap Dimensi Pengetahuan
Sebuah inovasi akan terlahir dengan baik apabila pengetahuan seseorang terhadap
inovasi menghasilkan manfaat yang besar bagi penerima inovasi tersebut. Begitu juga
dengan inovasi Pelayanan Administrasi Kependudukan yang dalam pelaksanaannya
memiliki manfaat tersendiri bagi masyarakat dan Pemerintah untuk mencapai tujuan yang
diharapkan (Sukma & Firdaus, 2020). Berdasarkan wawancara kepada beberapa informan
didapatkan informasi mengenai tipe manfaat dengan adanya program Pelayanan KTP-el
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara ketiga informan peneliti menyimpulkan mengenai
tipe manfaat dengan diselenggarakannya Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan tersebut, adapun manfaatnya bisa secara langsung maupun tidak langsung.
Manfaat tersebut baik untuk pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, dari Pemerintah
dengan adanya Inovasi tersebut bermanfaat terwujudnya tertib administrasi
Kependudukan sehingga data pada Administrasi Kependudukan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk berbagai hal, Kepentingan dan untuk membuat sebuah kebijakan
penerapan inovasi (Katharina, 2021). Selain itu untuk pelayanan publik manfaatnya
cukup besar, misalnya database kependudukan bisa digunakan saat akan Pemilihan
Kepala Daerah dan Pemilihan Anggota Legislatif yang mana data tersebut digunakan
untuk menentukan jumlah besaran/kursi wakil rakyat yang tepat pada suatu daerah.
Hal ini sejalan dengan teori difusi inovasi yang dikemukakan Rogers bahwa
saluran komunikasi dalam proses adaptasi/penolakan suatu inovasi dimulai dengan tahap
pengetahuan yang terdiri dari kondisi awal berupa pengalaman awal, felt need,
keinovatifan, serta norma sis sosial. Seperti dalam penerapan inovasi KTP-el misalnya,
data administrasi kependudukan yang semula berguna untuk penanda identitas tersebut
lambat laun berubah fungsinya menjadi suatu basis data bagi semua keperluan, baik itu
untuk alokasi anggaran, perencanaan/pembangunan, pembangunan demokrasi, pelayanan
publik, hingga penegakan hukum dan pencegahan tindak kriminal (Permana, Meutia, &
Yulianti, 2022).
Hal itu tentu tidak muncul begitu saja, terdapat kondisi awal yang melatar
belakanginya. Salah satunya adalah kemajuan dibidang teknologi informasi dan
komunikasi yang kian berkembang masif di era kontemporer. Kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi itu lah yang pada akhirnya dimanfaatkan pemerintah,
dalam hal ini Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, untuk menga
komodir kebutuhan akan adanya satu sistem pengadministrasian data penduduk yang
terintegrasi (Rahmadhika, 2022).
Keinovatifan atau nilai mutu inovasi yang dibayangkan dari penerapan inovasi
KTP-el juga dinilai fundamental karena mampu mengunci terjadinya data ganda. Satu
penduduk tidak mungkin lagi dapat memiliki berbagai identitas (karena memiliki NIK
yang berbeda-beda di tiap-tiap daerah) karena sistemnya telah terintegrasi dan
terkonsolidasi secara nasional (Aulia, Rambe, & Baiduri, 2018).
Keunggulan yang dibayangkan dari KTP-el karena kemampuannya untuk
menunggalkan data penduduk tersebut pada dasarnya berkooptasi dengan norma sistem
sosial penduduk Indonesia. Dengan penunggalan data, maka peluang adanya fraud serta
tindak pidana lainnya karena adanya ketidakpastian identitas dari pelaku menjadi
terminimalisir dengan baik. Selain itu, data biometrik seperti sidik jari, irish mata dan
foto wajah yang tersimpan dalam chip KTP-el juga dapat memudahkan lembaga penegak
hukum dan pencegahan kriminal dalam mencari Daftar Pencarian Orang (DPO). Data
biometrik tersebut juga dapat digunakan untuk kepentingan forensik, seperti autopsi
jenazah korban bencana alam, yang sebelumnya sulit diidentifikasi identitasnya sehingga
banyak bermunculan istilah “Mr. X” bagi jenazah yang tidak dikenali identitasnya.
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 661
Meski demikian, unit pengambil keputusan dari inovasi tersebut juga menyadari
berbagai kendala dan hambatan dalam penerapannya (Pratama, 2020). Dalam aspek sosial
ekonomi misalnya, pembangunan infrastruktur yang tidak merata di Indonesia, adanya
ketimpangan literasi penduduk dikawasan Barat dan Timur, serta kebiasaan
menggunakan teknologi digital yang tidak merata berbagai penduduk diseluruh Indonesia
berpotensi menghambat difusi inovasi KTP-el (Prastowo, 2021).
Tahap dimensi pengetahuan dalam difusi inovasi pelayanan administrasi
kependudukan berbasis NIK juga sejalan dengan teori inovasi yang dikemukakan oleh
Agus Dwiyanto (2006), yang mengatakan bahwa inovasi dapat dilakukan dalam
pelayanan, yaitu pelayanan yang lebih baik atau pelayanan baru, atau inovasi dalam
proses, yaitu perubahan dalam cara mengelola pelayanan publik. Pelayanan administrasi
kependudukan berbasis NIK, seperti dalam hal KTP-el, sejatinya mencakup dua jenis
inovasi yang dikatakan oleh Agus Dwiyanto tersebut. Penerapan KTP-el untuk mengganti
KTP biasa pada dasarnya menghadirkan suatu pelayanan yang lebih baik sekaligus
pelayanan baru karena dengan KTP-el penduduk diharuskan merekamnkan data
biometriknya. Pelayanan tersebut dibayangkan lebih baik dari sebelumnya karena terjadi
penunggalan identitas.
Penerapan inovasi KTP-el juga merupakan suatu inovasi dalam proses. Dalam arah
besar pemerintah Indonesia menuju satu data terintegrasi secara nasional, penerapan
inovasi KTP-el telah menghadirkan suatu basis data yang sangat berpotensi menjadi
integrator seluruh data penduduk yang ada, seperti data NPWP, data siswa, dsb. Inovasi
merupakan suatu proses yang berisi konsep-konsep baru dan produksi, pengembangan
dan implementasi perilaku, juga merupakan metode, perubahan respon terhadap
lingkungan eksternal atau tindakan pertama akibat pengaruh lingkungan terhadap
transformasi organisasi.
b) Tahap Dimensi Persuasi
Implementasi sebuah inovasi diharapkan adanya derajat perubahan sebagai tujuan
dalam pelaksanaan inovasi tersebut. Dalam pelaksanaannya setiap individu
mempertimbangkan dan membentuk sikap terhadap inovasi yang telah ada yang
bertujuan sebagai evaluasi kekurangan selama pelaksanaan inovasi tersebut. Dengan
adanya hal demikian diharapkan mampu memperbaiki yang masih kurang serta
melengkapi yang belum ada. Untuk menggali beberapa informasi mengenai derajat
perubahan yang diinginkan dalam inovasi Pelayanan KTP-el didapat informasi dari
beberapa Informan.
Berdasarkan hasil wawancara ketiga informan peneliti menyimpulkan Perubahan
yang diinginkan yakni terwujudnya tertib Administrasi Kependudukan dengan
terkumpulnya database yang akurat dan tanpa adanya identitas ganda pada penduduk. Hal
ini didukung oleh regulasi yang melindungi database kependudukan ini, dengan demikian
maka Indonesia khususnya dapat memiliki data penduduk yang akurat dengan lapangan.
Selain itu dukungan sosialisasi pemerintah yang konsisten terhadap masyarakat sebagai
salah satu faktor penunjang tercapainya perubahan yang diinginkan. Dalam
pelaksanaannya hal ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangannya dilapangan yakni
masih terbatasnya pegawai atau Sumber Daya Aparatur yang kompeten sebagai operator
dalam Pelayanan KTP-el, berdasarkan sumber data yang ada pada Direktorat Jenderal
Kependudukan dan pencatatan sipil seluruh operator masih dipegang oleh tenaga kontrak
yang notabennya mereka ini tidak memiliki ikatan hukum yang kuat serta tanggung jawab
terhadap data Administrasi Kependudukan ini. Hal lain juga sebagai penghambat yakni
faktor Geografis suatu wilayah yang memungkinkan untuk susah dijangkau oleh petugas
dalam menjalankan inovasi ini.
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
662 http://sosains.greenvest.co.id
Tahap persuasi dimensi persuasi dalam gagasan Rogers sejatinya terkait dengan
persepsi terhadap karakteristik inovasi yang meliputi, keuntungan relatif, compability,
complexity, triability dan observability. Adapun keuntungan relatif yang dipersepsi dari
penerapan inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK terletak pada hadirnya
akurasi data kependudukan yang baik, serta lahirnya apa yang disebut sebagai informasi
kependudukan, menyangkut kelahiran, perkawinan/perceraian, perpindahan dan
kematian.
Adapun dalam hal compability-nya, penerapan inovasi administrasi kependudukan
berbasis NIK, khususnya dalam hal penerapan inovasi KTP-el, diketahui memiliki
beberapa faktor penghambat, diantaranya adalah kesiapan sumber daya aparatur yang
mengoperasikan sistem tersebut, kondisi geografis yang mewakili ketimpangan
pembangunan sarana dan prasarana operasionalisasi sistem tersebut, serta dukungan aktif
masyarakat yang masih minim. Dukungan aktif masyarakat yang masih minim disini
adalah keterlibatan aktif masyarakat untuk ikut menyukseskan program penerapan KTP-
el yang masih rendah karena minimnya kesadaran akan pentingnya administrasi
kependudukan.
Adapun faktor-faktor yang menghambat keterlibatan atau partisipasi masyarakat
secara umum, faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri setiap individu
seperti tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, penghasilan dan pekerjaan. Adapun faktor
eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu seperti kepentingan
kelompok, stakeholder yang merupakan pemerintah daerah, pengurus kecamatan/
kelurahan, tokoh masyarakat, fasilitator, dsb. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya
membentuk jenis-jenis motif partisipasi masyarakat yaitu motif psikologis, motif sosial,
motif keagamaan, motif ekonomi dan motif politik.
Dalam hubungannya antara kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
administrasi kependudukan dengan motif ekonomi sebagaimana disebut Billah dalam
Taher (1987) misalnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum memahami betul
manfaat dari tertib administrasi kependudukan. Hal itu sejalan dengan penelitian yang
dilakukan F. Anan dan I. D. Kurniawan (2021) yang menemukan bahwa faktor rendahnya
minat masyarakat Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, dalam mengurus dokumen
kependudukan berupa akta kematian disebabkan oleh persepsi masyarakat tentang
minimnya manfaat akta kematian itu sendiri. Selain itu, rendahnya minat masyarakat
Kota Surakarta juga disebabkan belum adanya kerja sama yang solid antara Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat dengan instansi pengelola pemakaman
dalam memanfaatkan buku pokok pemakaman.
Berdasarkan kasus di atas, diketahui bahwa faktor pendukung utama dalam rangka
menyukseskan inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK sejatinya merupakan
perangkat pemerintah itu sendiri, baik pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maupun pemerintah daerah melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Untuk mendukung proses difusi inovasi administrasi
kependudukan berbasis NIK pada dimensi persuasi, maka diperlukan adanya pengaturan
regulasi dalam pemanfaatan database kependudukan, peran aktif dan kolaboratif
pemerintah pusat maupun daerah, serta kesiapan aparatur yang megoperasikan inovasi
tersebut secara teknis dilapangan.
c) Tahap Dimensi Pengambilan Keputusan
Letak dalam pengambilan sebuah keputusan dalam penerapan suatu inovasi
merupakan salah satu faktor penting dalam mengimplementasikan sebuah inovasi itu
sendiri. Keputusan dan kebijakan yang diambil tersebut berguna sebagai dasar dalam
pelaksanaannya di lapangan. Pada Inovasi dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan
adanya letak pengambilan keputusan sebagai dasar menindaklanjuti aturan yang terdapat
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 663
dalam regulasi yang mengatur pada pelaksanaan pelayanan Administrasi Kependudukan
tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti mencari informasi dari beberapa informan
mengenai letak pengambilan keputusan sebagai sumber data dalam menjawab indikator
ini.
Berdasarkan hasil wawancara informan peneliti menyimpulkan bahwa pengambil
keputusan dalam penerapan inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK adalah
pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri. Meski demikian, dalam tahapannya untuk mengadopsi
ataupun menolak inovasi tersebut, pemerintah pusat bersandar pada praktik penerapannya
dilapangan melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maupun Kantor
Kecamatan, Desa atau Kelurahan.
Penjelasan diatas sejalan dengan gagasan Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi
(1987) yang mengatakan bahwa penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah
keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika inovasi diadopsi, maka kebaruan tersebut
digunakan dan menggantikan yang lama. Adapun definisi dari proses keputusan inovasi
itu sendiri menurut Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi (1987: 35) adalah proses
mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk
menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya”. Dalam hal ini, segala
tahap meliputi tahap pengetahuan dan persuasi yang sebelumnya telah dibahas, menjadi
dasar dari keputusan yang dibuat pemerintah untuk menerapkan inovasi administrasi
kependudukan berbasis NIK.
Keputusan otoritas adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang terlepas dari
keputusan-keputusan yang dibuat oleh anggota sistem. Sedangkan keputusan kolektif
adalah keputusan yang dibuat oleh suatu individu yang ada dalam sistem sosial melalui
konsensus. Dalam penerapan inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK,
keputusan penerapannya memiliki tipe keputusan otoritas. Pemerintah pusat melalui
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
memiliki kewenangan untuk mengatur proses penyelenggaraan administrasi
kependudukan secara nasional sehingga berkekuatan secara hukum memutusakan adopsi
suatu inovasi. Sementara itu, bila ditinjau secara proses teknisnya, seperti tertera dalam
bahasan pada tahap pengetahuan dan persuasi, maka keputusan otoritas tersebut berdasar
pula pada kebutuhan kolektif sehingga secara tidak langsung adopsi inovasi administrasi
kependudukan berbasis NIK sebetulnya juga hasil kesadaran bersama jajaran Dinas
Dukcapil didaerah untuk merapihkan proses penyelenggaraan administarsi kependudukan
secara nasional.
d) Tahap Dimensi Implementasi
Pelaksana Program atau implementor inovasi merupakan salah satu aspek penting
dalam mengimplementasikan sebuah inovasi hingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam program Pelayanan KTP-EL, pelaksana program tersebut adalah Pemerintah
Daerah sebagai perpanjangan tangan dalam menjalankan Inovasi tersebut serta unsur-
unsur yang membantunya dilapangan.
Berdasarkan hasil wawancara informan peneliti menyimpulkan Pelaksana Program
inovasi dalam pelayanan administrasi Kependudukan ini yakni Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini yakni Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah ditambah lagi yang paling berperan dan berhubungan langsung dengan masyarakat
yakni RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan. Swasta sebagai pendukung baik penyedia
peralatan sarana dan prasarana maupun pengguna yang memanfaatkan hasil dari
kebijakan penerapan inovasi ini, serta masyarakat sebagai objek kegiatan yang menerima
kebijakan itu secara langsung. Perlunya dukungan SDM yang berkompeten agar
pelaksanaannya dapat berjalan dengan optimal.
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
664 http://sosains.greenvest.co.id
Implementasi sebuah inovasi dapat dilaksanakan dengan adanya sumber daya yang
dilibatkan dalam pelaksanaannya. Ketersediaan sumber daya dalam implementasi suatu
kebijakan memiliki peranan yang sangat penting. Sebagaimana disebutkan oleh Edwards
III (1980), ketersediaan sumber daya sangat penting karena bagaimanapun jelas dan
konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya
penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana
kebijakan yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Sumber daya yang dimaksud tersebut dapat berupa sumber daya manusia ataupun
sumber daya materi sebagai pendukung dalam jalannya kegiatan tersebut. Dalam inovasi
pelayanan Administrasi Kependudukan adanya sumber daya yang dilibatkan dalam
pelaksanaannya dilapangan, yakni para petugaspetugas yang bekerja dilapangan.
Proses implementasi sekurang-kurangnya ada tiga unsur yang harus ada, yaitu
adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan, adanya kelompok target dan adanya
pelaksana. Pelaksana dapat berupa organisasi ataupun perorangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, maupun pengawasan proses implementasi.
Berdasarkan hasil wawancara informan, maka dapat diketahui sumber daya
manusia selaku pelaksana dari inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK, dalam
konteks KTP-el misalnya, utamanya sebagai pelaksana adalah para petugas dan operator
di lapangan yang memberikan pelayanan perekaman hingga pencetakan KTP-el di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil daerah. Adapun penanggung jawab dalam
pengelolaan serta pengawasan jalannya inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK
adalah pemerintah pusat melalui Diektorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Lebih lanjut, sumber daya manusia yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan maupun pengawasan jalannya proses implementasi inovasi, juga
membutuhkan dukungan sumber daya dana untuk menunjang tujuan-tujuan serta sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan melalui penerapan suatu inovasi. Adapun sumber daya dana
dalam pelaksanaannya yakni berasal dari APBN dan APBD, APBN baru diberikan pada
tahun 2014 lalu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan. Dengan adanya dana Tambahan dari APBN diharapkan
kebijakan tersebut dapat berjalan dengan optimal sesuai dengan visi misi inovasi terkait
Administrasi Kependudukan.
e) Tahap Dimensi Konfirmasi
Ketika suatu inovasi mulai diimplementasikan, maka lambat laun dampak dari
penggunaan inovasi tersebut akan meluas. Dalam teori difusi inovasi, inovasi yang terus
menerus tersosialisasi melalui berbagai pemberitaan dan implementasi akan mengundang
berbagai respon dari berbagai kalangan, entar dari internal inovator itu sendiri, entitas-
entitas yang berada dalam lingkup innovator tersebut, hingga masyarakat luas. Pada
akhirnya, implementasi inovasi akan selalu menuntut adanya konfirmasi, yaitu suatu
tndakan sosial yang menerima atau menolak dampak dari inovasi tersebut, atau bahkan
inovasi itu sendiri. Dalam konteks adopsi inovasi pelayanan administrasi kependudukan
berbasis NIK, adanya inovasi ‘satu penduduk, satu KTP-el’ yang berlaku tunggal dan
seumur hidup tersebut memancing berbagai macam tanggapan. Berdasarkan jawaban-
jawaban informan yang berhasi dikumpulkan dalam penelitian ini, didapatkan suatu
kesimpulan bahwa inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis NIK, mulai
dari KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, dan dokumen
kependudukan lainnya dirasa berdampak positif terhadap masyarakat, sehingg adopsi
inovasi tersebut terkonfirmasi baik dan diinginkan untuk diteruskan.
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 665
Adanya peningkatan jumlah lembaga pengguna data kependudukan di atas
menunjukan peningkatan tingkat kepercayaan publik, khususnya lembaga pemerintah
maupun swasta yang bergerak di bidang pelayanan publik, terhadap data kependudukan
yang diampu Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian
Dalam Negeri dari hasil pelaksanaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil oleh
seluruh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Penjelasan di atas sekaligus menunjukan adanya persetujuan dalam dimensi
konfirmasi adaptasi inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK. Ketika keputusan
inovasi sudah dibuat, maka pengguna inovasi akan mencari dukungan atas keputusannya
tersebut. Bertambahnya jumlah pengguna data kependudukan secara signifikan telah
menunjukan adanya dukungan yang luar biasa dari pihak eksternal terhadap penerapan
inovasi tersebut. Dalam hal ini, adaptasi inovasi administrasi kependudukan berbasis NIK
telah dirasakan manfaatnya, tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh lembaga-
lembaga swasta, hingga masyarakat secara luas.
2. Faktor Penghambat Adopsi Inovasi Pelayanan Administrasi Kependudukan
Berbasis NIK
Proses adopsi inovasi dalam pelayanan administrasi kependudukan berbasis NIK
untuk meningkatkan pelayanan tentu mengalami banyak kendala. Berdasarkan hasil
wawancara dengan para informan, setidaknya dapat diketahui beberapa faktor
penghambat, yaitu: faktor kesiapan teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan masih
rendahnya kesadaran masyarakat terhadap administrasi kependudukan.
a) Kesiapan Teknologi
Dalam hal faktor kesiapan teknologi, Ibu Rona Sari, S.E, (Kepala Seksi
Dokumentasi, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil) sebagai informan
utama (IW-1) yang diwawancarai pada Hari Kamis tanggal 1 Oktober 2020, Pukul 08.00
WIB, di ruang kepala direktorat jenderal kependudukan dan pencatatan sipil, menjelaskan
bahwa kesiapan teknologi memang sering kali menjadi kendala, khususnya dalam hal
pemanfaatan data kependudukan oleh lembaga pengguna. Pada beberapa lembaga seperti
lembaga keuangan contohnya, masih sedikit sekali bank-bank, khususnya cabang di
daerah-daerah yang belum memiliki KTP-el reader. Padahal dengan KTP-el reader,
proses verifikasi nasabah akan menjadi lebih cepat dan akurat karena langsung membaca
data yang tertera pada chip di KTP-el.
Mengacu pada gagasan Rogers mengenai teori difusi inovasi, adanya kendala
kesiapan teknologi dalam proses adopsi inovasi di atas mencerminkan dua hal, yakni a)
pertama, terjadinya dimensi implementasi ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan inovasi pemanfaatan data kependudukan; dan
b) kedua, terjadinya “salah komunikasi” (miscommunication) mengenai keuntungan
inovasi pemanfaatan data kependudukan secara menyeluruh khususnya dalam rangka
penggunaan card reader dalam dimensi pengetahuan. Dalam hal ini, unit pengambil
keputusan berupa lembaga perbankan, memahami keuntungan inovasi pemanfaatan data
kependudukan, namun belum memaksimalkan aplikasinya. Hal ini berdampak pada
kurang optimalnya pemanfaatan data kependudukan bagi sektor layanan publik, yang
dalam kasus ini adalah layanan perbankan.
Secara menyeluruh, dalam model rantai tahapan keputusan inovasi yang
diungkapkan Rogers, kendala kesiapan teknologi dalam adopsi inovasi pemanfaatan data
kependudukan dapat berpengaruh pada tahapan konfirmasi pengambilan keputusan
inovasi tersebut. Adanya kendala kesiapan teknologi dapat menguatkan penolakan atas
inovasi tersebut karena terlalu rumit atau memerlukan biaya yang banyak guna
melakukan pengadaan alat card reader. Namun disisi lain, ada potensi bahwa
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
666 http://sosains.greenvest.co.id
pertimbangan ekonomis tersebut justru menguatkan penerimaan terhadap inovasi
pemanfaatan data kependudukan. Hal itu dapat terjadi ketika adopsi inovasi, yang meski
belum optimal aplikasinya, sudah menunjukan kemanfaatannya, dan dirasa akan semakin
meningkatkan kemanfaatannya bila memaksimalkan pengaplikasiannya sehingga
mendorong lembaga perbankan untuk mengadakan card reader, atau justru adanya
pemutakhiran inovasi yang berkaitan dengan fungsi card reader tersebut.
Meski kesiapan teknologi, khususnya card reader, dalam rangka pemanfaatan
data kependudukan dirasa masih kurang dan belum memadai, namun ketersediaan
teknologi penggantinya telah memadai. Terbukti sampai tahun 2020, sebanyak 2.151
lembaga telah menjalin kerja sama hak akses verifikasi data kependudukan. Melalui
mekanisme web service, pengguna dapat menginput berbagai elemen data seperti nomor
KK, nama lengkap, tanggal lahir dan tempat lahir untuk diverifikasi dengan data
kependudukan yang diampu Kemendagri.
Adapun mekanisme web portal, sejatinya memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda
dengan web service. Web portal adalah pengembangan dari web service menjadi sebuah
aplikasi web yang tidak memerlukan adanya pembuatan aplikasi khusus untuk terjadi
komunikasi data antar sistem Kemendagri dengan pengguna. Fitur-fitur khusus yang ada
dalam web portal adalah adanya watermark di halaman akses data dan foto dan
pengamanan akses dengan menggunakan captcha.
b) Sumber Daya Manusia
Dalam hal faktor Sumber Daya Manusia atau SDM, ditemukan informasi bahwa
masih minimnya jumlah SDM berupa aparatur berkompeten, khususnya dalam hal
pengoperasian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di berbagai instansi
pelaksana di daerah, yakni di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Ikatan hukum yang kurang kuat karena SDM dalam bidang sistem data
kependudukan masih didominasi oleh tenaga kontrak tentu mengandung resiko adanya
pelayanan yang tidak optimal dan mungkin berpotensi fraud. Hal ini disebabkan karena
sense of belonging terhadap organisasi, yang dalam hal ini Dinas Dukcapil, dari SDM
yang bersifat kontrak relatif lebih minim dari tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Minimnya SDM berkompeten dalam operasionalisasi SIAK di instansi pelaksana
berpotensi menghambat pelayanan administrasi kependudukan bagi masyarakat. Hal ini
tentu dapat menghasilkan ketidakpuasan dari sisi masyarakat. Informasi masih adanya
fraud yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di berbagai
daerah. Oknum tersebut menarik biaya atas pengurusan administrasi kependudukan untuk
masyarakat.
Adanya kendala SDM, baik karena kurangnya SDM berkompeten dalam
pengoperasian SIAK maupun adanya oknum pelaku fraud, dapat menghambat proses
adopsi inovasi yang semula ditujukan untuk memberi manfaat yang besar. Bila melihat
pada model tahapan proses keputusan inovasi milik Rogers, kurangnya SDM
berkompeten dalam pengoperasian SIAK dapat mengganggu proses adopsi inovasi SIAK
itu sendiri dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan secara nasional. Hal itu
nampak nyata bila melihat pada tahapan persuasi yang mensyaratkan adanya karakter
kompleksitas (complexity) dan ke-dapat-dicoba-an (trialibility) inovasi tersebut. Masih
banyaknya SDM yang kurang berkompeten dalam pengoperasian SIAK sebetulnya juga
mencerminkan bahwa sistem yang hendak diadopsi dirasa terlalu rumit. Lebih lanjut,
tingkat ke-dapat-dicoba-annya juga dirasa rendah, relatif terhadap kompetensi SDM yang
ada. Hal ini bisa saja terjadi karena dalam proses perumusan SIAK itu sendiri tidak
disertai pengurusan kompetensi SDM yang ada sehingga timbul adanya kelangkaan
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 667
SDM. Hal ini dapat menghambat proses adopsi inovasi SIAK, sehingga pada tahapan
keputusan
c) Kesadaran Masyarakat
Faktor penghambat dari sisi eksternal berupa minimnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya administrasi kependudukan. Masyarakat sering kali mengindahkan
pentingnya pelaporan untuk updating data kependudukan sehingga bisa jadi data
kependudukan yang saat ini teragregasi di Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri tidak menggambarkan sepenuhnya kondisi
kependudukan di lapangan. Masih sering ditemukan pula adanya data ganda berupa data
duplicate record yang dihasilkan karena masyarakat melakukan perekaman KTP-el lebih
dari satu kali. Padahal, perekaman KTP-el hanya dilakukan satu kali, dan berlaku seumur
hidup. Adanya duplicate record tersebut akan berimbas sendiri pada warga yang
bersangkutan sehingga warga tersebut tidak dapat mengurus berbagai kebutuhan
pelayanan publik, seperti membuat rekening bank, dsb.
3. Upaya Peningkatan Pelayanan Administrasi Kependudukan Berbasis NIK
Guna menanggulangi berbagai faktor-faktor penghambat adopsi inovasi pelayanan
administrasi kependudukan berbasis NIK yang telah dipaparkan sebelumnya, Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri telah
melakukan beberapa usulan dan upaya. Upaya-upaya tersebut meliputi penanggulangan
kendala teknologi, pengembangan SDM, sosialisasi pelayanan administrasi
kependudukan untuk peningkatan kesadaran masyarakat, serta bantuan alokasi dana, baik
dari pusat maupun daerah, untuk pelayanan jemput bola.
a) Penanggulangan Kendala Teknologi
Berdasarkan informasi, diketahui bahwa kendala teknologi berupa minimnya
lembaga pemanfaat data kependudukan yang menggunakan SAM Card sangat dirasakan
betul. Meski demikian, pada tahapan regulasi, hal itu belum ditindaklanjuti lebih jauh.
Sampai saat ini, solusi atas kendala teknologi tersebut masih dalam tahap pengusulan.
Adapun solusi yang diusulkan adalah usulan produksi SAM Card secara lebih masal
sehingga setiap lembaga pemanfaat data kependudukan dapat lebih cepat dan akurat
dalam melakukan verifikasi penduduk dalam proses bisnisnya.
b) Penanggulangan Kendala SDM
Dalam hal menanggulangi kendala berupa minimnya SDM berkompetensi pada
instansi pelaksana di berbagai daerah, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kementerian Dalam Negeri sebetulnya telah melakukan berbagai upaya. Adanya
dukungan Pemerintah dalam membangun Sumber daya Manusia kepada pejabat yang
menjabat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota dengan
mengeluarkan regulasi Undang-undang 24 tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan terhadap penetapan pejabat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
yang dilantik langsung oleh Menteri atas usulan Gubernur untuk Pemerintah Provinsi dan
Usulan Bupati/Walikota untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Sehingga para pejabat yang
ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terhindar dari intevensi politik Kepala
daerah yang sedang berkuasa untuk memutasikan para pegawai di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil, yang dapat berimbas pada degradasi integritas pegawai. Hal ini
tentu memiliki imbas positif guna menghindari adanya fraud berupa oknum-oknum yang
memungut biaya untuk pelayanan administrasi kependudukan.
Dalam hal pengembangan SDM, berbagai upaya juga sebetulnya telah dilakukan.
Salah satu upaya tersebut yakni melalui alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik
oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri yang dapat digunakan oleh
instansi-instansi pelaksana di daerah untuk meningkatkan kompetensi SDM melalui
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
668 http://sosains.greenvest.co.id
serangkaian kegiatan bimbingan teknis dan pengembangan SDM lainnya. Adapun
ditingkat pusat, yakni pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri, perlu adanya penambahan SDM Pegawai Negeri Sipil yang
berkompeten, khususnya dalam hal SIAK.
c) Penanggulangan Kendala Minimnya Kesadaran Masyarakat Pada Pentingnya Tertib
Administrasi Kependudukan
Guna menanggulangi masalah masih minimnya kesadaran masyarakat pada
pentingnya tertib administrasi kependudukan, berbagai upaya dan usulan terus dilakukan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus menggalakan program sosialisasi,
dan pelayanan jemput bola yang langsung menyasar kluster-kluster penduduk. Dalam hal
ini, IW-3 mengatakan bahwa kesadaran tertib administrasi kependudukan dapat didorong
dengan program sosialisasi. Sosialisasi tersebut memerlukan anggaran yang sering kali
tidak sedikit. Pelaksanaan sosialisasi juga serat kaitannya dengan jemput bola. Sebab,
sering kali masyarakat merasakan pentingnya tertib administrasi kependudukan, justru
ketika pemerintah aktif melakukan jemput bola.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa Adopsi inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis
NIK mengikuti model tahapan proses keputusan inovasi yang dimulai dengan dimensi
pengetahuan melalui serangkaian kondisi awal, lalu bertahap ke dimensi persuasi melalui
berbagai persepsi untuk memahami karakteristik inovasi tersebut, bertahap lagi ke
dimensi keputusan guna menentukan keberlangsungan inovasi tersebut, hingga masuk
dimensi implementasi, serta dimensi konfirmasi untuk menindaklanjuti serangkaian
dampak positif atau negatif dari implementasi inovasi kebijakan tersebut. Dalam proses
adopsi inovasi pelayanan administrasi kependudukan berbasis NIK, ditemukan berbagai
faktor penghambat yang terdiri dari kendala kesiapan teknologi, kendala minimnya SDM
berkompeten dan masih minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya tertib
administrasi kependudukan. Guna menanggulangi faktor-faktor penghambat yang ada,
berbagai usulan dan upaya telah dilakukan. Dalam hal kendala kesiapan teknologi,
diperlukan adanya dukungan regulasi yang mengatur dan mendorong pemanfaatan card
reader untuk proses verifikasi data KTP-el oleh lembaga pengguna data kependudukan.
Dalam hal kendala minimnya SDM berkompeten, pemerintah pusat telah berupaya
dengan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik yang dapat digunakan
untuk pengembangan kapasistas aparatur. Adapun dalam hal kendala minimnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya tertib administrasi kependudukan, diperlukan
adanya dukungan sumber dana, baik dari pemerintah Pusat maupun Daerah untuk
operasionalisasi program sosialisasi dan jemput bola.
BIBLIOGRAFI
Aulia, Destanul, Rambe, Normayanti, & Baiduri, Ratih. (2018). Analisis Implementasi
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Dan Kebiasaan (Tradisi) Merokok Masyarakat
Batak Mandailing Dalam Acara Prosesi Adat Di Kota Padangsidimpuan Sumatera
Utara. 5th Indonesian Conference on Tobacco or Health 2018, 87.
Handika, Pramana, & Sulistio, Eko Budi. (2020). Penerapan Teknologi Industri 4.0 dalam
Pelayanan Publik di Bidang Administrasi Kependudukan (Studi Pelayanan e-KTP
pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Way Kanan).
Administrativa: Jurnal Birokrasi, Kebijakan Dan Pelayanan Publik, 2(1), 114.
Adaptasi Inovasi dalam Pelayanan Administrasi
Kependudukan Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Pada Direktorat Jenderal Kependudukan
Ahmad Subangkit Mabruri 669
Katharina, Riris. (2021). Pelayanan Publik & Pemerintahan Digital Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pane, Ary Ananda. (2021). Efektivitas pelaksanaan SILAYDA (sistem layanan daring) E-
KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padangsidimpuan ditinjau
dari fiqh siyasah. Sumatera Utara: IAIN Padangsidimpuan.
Permana, Ega, Meutia, Intan Fitri, & Yulianti, Devi. (2022). Dimensi Aksesibilitas
Bantuan Sosial Lansia dan Penyandang Disabilitas Melalui Pemutakhiran Data
Kependudukan. Jurnal Administrativa, 4(1), 4561.
Prastowo, Andi. (2021). Pendidikan Islam Unggul di Era Revolusi Industri 4.0 dan
Merdeka Belajar. Prenada Media.
Pratama, Gama. (2020). Upaya Modernisasi dan Inovasi Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat di Desa Leuwimunding Majalengka. Etos, 2(1), 328009.
Rahmadhika, Gaung Gelar. (2022). Implementasi kebijakan Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan (PATEN) pada masa pandemi Covid-19 di Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Saharuddin, Saharuddin. (2020). Inovasi Pelayanan Publik Era Revolusi Industri 4.0 Di
Kabupaten Bantaeng. makassar: Universitas Hasanuddin.
Sukma, Dhany, & Firdaus, Muhamad Shendy Adam. (2020). Inovasi Pelayanan
Administrasi Kependudukan “Si Dukun 3 In 1” Di Provinsi Dki Jakarta. Jurnal
Media Birokrasi, 120.
Susi, Krisjuyani. (2021). Governability Pemerintah Desa Dalam Menangani Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19). Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
Stpmd" Apmd".
Taruh, Ferdinatus. (2020). Motivasi Kerja (Meniti Suara Hati Menolak Perilaku
Korupsi). Yogyakarta: Deepublish.
Trisna, Putu Diana Prisilia Eka, Windari, Ratna Artha, & Adnyani, Ni Ketut Sari. (2020).
Implementasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi
Kependudukan Dalam Penerbitan Akta Kelahiran Anak Luar Kawin Di Dinas
Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Buleleng. Jurnal Komunitas
Yustisia, 1(2), 175184.
Tumundo, Oktofianus W. Ch, & Rares, Joyce Jacinta. (2021). Implementasi Kebijakan
Penyelenggaraan Sistem Pelayanan Dokumen Kependudukan Dengan
Menggunakan Layanan Aplikasi Es Mama (Ekspedisi Melayani Masyarakat) Oleh
Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Bitung. Agri-Sosioekonomi, 17(2
MDK), 391398.
Wibowo, Cahyo Bima Sakti. (2020). Inovasi “6 In 1” Dalam Meningkatkan Kualitas
Pelayanan Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Surabaya. Surabaya:
Universitas Airlangga.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.