717 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 6 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
FILM GUNDALA (2019) SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN
HEGEMONI HOLLYWOOD DI INDONESIA
Novita Sari
1
dan Rika Astimi Efendi
2
1,2
LSPR Communication & Business Institute, Jakarta, Indonesia
Corresponding Author : Rika Astimi Efendi
Email : 20172340028@lspr.edu, 20172340034@lspr.edu
Info Artikel :
Diterima : 27 April 2022
Disetujui : 09 Juni 2022
Dipublikasikan : 15 Juni 2022
Kata Kunci:
Soft power,
Hegemoni,
Counter
hegemony
Keywords:
Soft power,
Hegemony,
Counter
hegemony
ABSTRAK
Latar Belakang: Hegemoni perfilman Hollywood di Indonesia terlihat secara nyata
dan dapat diyakini bahwa film sebagai bentuk soft power yang rentan dengan berbagai
kepentingan, salah satunya kepentingan politik. Genre super hero merupakan
kesuksesan penyebaran kepentingan politik Amerika ke seluruh belahan dunia,
termasuk ke Indonesia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membongkar praktik
hegemoni pada dunia perfilman Indonesia dan yang terpenting mendalami berbagai
gerakan counter hegemony berupa lahirnya film bergenre superhero Gundala sebagai
bentuk emansipatoris akan cengkraman klas hegemon pada dunia perfilman Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode literature review. Hasil: Peneliti
membedah film Gundala dan perfilman Indonesia sebagai gerakan counter hegemony.
Paradigma kritis dengan pendekatan kualitatif menjadi dasar penelitian ini sehingga
berhasil menghasilkan temuan bahwa adanya krisis hegemoni ada perfilman
Hollywood berupa masyarakat Indonesia saat ini lebih menyukai menonton film lokal
Indonesia, adanya perubahan naskah skrip asli oleh pihak rumah produksi ataupun
sutradara Hollywood, serta menangnya film Parasite dalam Oscar, masyarakat mulai
mempercayai kualitas perfilman Indonesia, namun masih ada kendala berupa Undang-
Undang Perfilman tidak dijalankan dengan baik. Kesimpulan: Film Gundala menjadi
permulaan dari gerakan counter hegemony yang dilakukan oleh Indonesia terhadap
hegemoni perfilman Hollywood di Indonesia khususnya pada film yang bertemakan
superhero.
ABSTRACT
Backround: The hegemony of Hollywood cinema in Indonesia can be seen clearly
and it can be believed that films are a form of soft power that is vulnerable to various
interests, one of which is political interests. The super hero genre is the success of
spreading American political interests to all parts of the world, including Indonesia.
Purpose: This study aims to dismantle the practice of hegemony in the Indonesian
film industry and most importantly explore various counter hegemony movements in
the form of the birth of the superhero film Gundala as an emancipatory form of the
grip of the hegemonic class in the Indonesian film industry. Method: This study uses
the literature review method. Results: Researchers dissect the Gundala film and
Indonesian films as a counter hegemony movement. The critical paradigm with a
qualitative approach became the basis of this research so that it succeeded in producing
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 718
findings that there is a crisis of hegemony in Hollywood films in the form of
Indonesian people currently preferring to watch local Indonesian films, changes in the
original script by Hollywood production houses or directors, and the victory of Parasite
in the film. Oscar, people are starting to believe in the quality of Indonesian films, but
there are still obstacles in the form of the Film Law not being implemented properly.
Conclusion: The Gundala film became the beginning of the counter hegemony
movement carried out by Indonesia against the hegemony of Hollywood films in
Indonesia, especially in films with superhero themes.
PENDAHULUAN
Film menjadi soft power Amerika dengan cara memasarkan film-film Hollywood
ke seluruh dunia. Film Hollywood menjajakan konsep kesuksesan, romansa dan
kepahlawanan Amerika melalui kisah-kisah kemenangan individu dalam menghadapi
kesulitan, kisah-kisah penebusan dan pertempuran fantastis antara kebaikan melawan
kejahatan (Brook, 2014). Hollywodization muncul dan menjadikan film Hollywood
memiliki pengaruh terhadap industri film di beberapa negara. Contohnya film Bollywood
awalnya film Bollywood berfokus pada lagu-lagu dan tarian tradisional India dan alur
cerita cinta, namun setelah terjadi Hollywoodization, Bollywood mulai menyentuh lebih
banyak pada adegan cinta dan adegan seks. Film Hong Kong yang mengikuti dan meniru
gaya produksi Hollywood. Industri film Korea telah berusaha mengembangkan
kemampuan produksinya dalam memproduksi film action, agar lebih mirip dengan
Hollywood dengan menggunakan citra digital yang lebih rumit dan efek khusus. Film
Thailand merilis Beautiful Boxer pada tahun 2003 yang sutradaranya mengadopsi gaya
action-drama untuk membuat film ini (Maisuwong, 2012).
Untuk menjalankan misi hegemoninya, Amerika memproduksi film bergenre super
hero yang memiliki fantasi, fiksi dan peperangan sebagai bentuk film yang cukup banyak
dibuat yang berperan melahirkan budaya populer, budaya populer lahir seiring
denganmasuknya era globalisasi dengan teknologi media baru (Rakhmawati, 2016).
Peningkatan terus terjadi pada pembuatan film super hero Hollywood ini diantaranya pada
tahun 2018 Amerika membuat enam film andalan super hero yang meperoleh pendapatan
cukup banyak diantaranya, Aquaman, Ant-Man and The Wasp, Deadpool 2, Venom,
Black Panther dan Avanger: Infinity War (Kasih, 2018). Dan produksi film super hero
Hollywood semakin bertambah pada tahun 2019 diantaranya Captain Marvel, Shazam,
Hellboy, Batman, Hush, Avenger, Endgame, X-Men, Dark Pheonix, Spider Man, Far
From Home, The New Muntants, Justice Leage vs The Fatal Five dan Wonder Women,
The Bloodlines (Kasih, 2019).
Namun film genre super hero asli Indonesia sudah lama redup dan terkalahkan
ketenarannya dengan film dan tokoh super hero dari barat yang terus-menerus dibuat
sekuel dan pembaharuan setiap tahunnya. Tokoh pahlawan super asli Indonesia muncul
pada tahun 1968 yang bernama Aquanus karya Wid Ns, 1969 Wid Ns membuat karya
tokoh super hero bernama Godam, 1969 muncul juga tokoh super hero bernama Gundala
Putra Petir karya Hasmi, Hasmi pada tahun 1974 memunculkan tokoh Sembrani, tahun
yang sama 1974 film Rama Superman Indonesia muncul, selanjutnya pada tahun 1980
film Darna Ajaib (Dian, 2017). 1992 Ahmad Thoriq menciptakan tokoh Caroq, kemudian
Saras 008 muncul pada tahun 1998, selanjutnya pada tahun 1999 muncul tokoh Panji
Manusia Millenium dan sampai pada 2012 muncullah tokoh super hero Volt (Sejati,
2015). Dengan begitu, perfilman Indonesia yang bertemakan pahlawan super terkalahkan
popularitasnya dengan film Hollywood karena pembuatan filmnya yang dilakukan tidak
berulang setiap tahunnya.
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
719 http://sosains.greenvest.co.id
Untuk membangkitkan kembali film superhero Indonesia yang telah lama redup
dan sepi dari penonton, maka dibuatlah film Gundala sebagai titik kembalinya perfilman
super hero di Indonesia yang dapat menarik masyarakat untuk menonton kembali film
superhero asli Indonesia. Film Gundala Negeri ini butuh patriot yang tayang pada tanggal
29 Agustus 2019 dan disutradarai oleh Joko Anwar adalah film yang di adaptasi dari
serial komik Gundala Putera Petir karya Harya Suraminata yang dirilis pada tahun 1969
(Rea, 2019). Film Gundala masuk kepada beberapa film festival diantaranya Film
Gundala masuk dalam Toronto International Film Festival (TIFF) 2019 dan masuk dalam
katagori Midnight Madness dan memiliki antrian yang pajang dalam pemutaran filmnya
pada festival tersebut (Hasibuan, 2019). Film Gundala masuk dalam film terlaris ke 10 diI
ndonesia dengan jumlah penonton 1.669.433 juta penonton (Film Indonesia, 2020).
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 23 Tentang Perfilman
menyebutkan bahwa “wajib mempertunjukkan film Indonesia sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh persen) dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama enam
bulan berturut-turut”. Namun kenyataannya selama bulan Agustus 2019 saat
pertunjukkan film Gundala berlangsung, komposisi penayangan film Indonesia lebih
sedikit dari penayangan film Hollywood dibioskop Indonesia. Pada bulan Agustus 2019,
film Indonesia yang tayang dibioskop berjumlah 13 buah film (Prayitno, 2019).
Sedangkan film Hollywood yang tayang dibioskop Indonesia pada Agustus 2019
berjumlah 15 film (Priyatno, 2019). Dengan begitu kesenjangan penanyangan film
Indonesia dan film Hollywood di bioskop Indonesia masih terjadi walaupun sudah ada
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 yang mengatur tentang jumlah penanyangan film
Indonesia yang seharusnya lebih banyak 60% dibandingkan film luar negeri. Banyaknya
penanyangan film Hollywood di Indonesia bisa menyebabkan sulitnya film-film buatan
negeri bersaing melawan hegemoni dari film Hollywood itu sendiri.
Hegemoni itu sendiri sederhananya adalah penguasaan klas hegemon dengan cara
yang halus melalui consensus, menurut Ikhsano & Stellarosa (2020): Hegemony can be
interpreted as a dominating action through various aspects, especially in research
carried out through culture by the dominant (western) people to the inferior (Indonesian
society) so that various kinds of cultures are imposed globally such as fashion, food, life
style, music, films and so on. Sudah banyak penelitian yang berlandaskan pada hegemoni
Gramsci, namun masih relatif sedikti penelitian mengenai counter hegemony, padahal
counter hegemony adalah upaya emansipatoris untuk keluar dari cengkraman hegemoni.
Melihat masih relatif sedikitnya penelitian counter hegemony, maka penelitian ini
dirasakan sangat penting untuk dapat diteruskan dan memiliki nilai novelty yang cukup
tinggi untuk pengembangan teori sehingga penelitian ini menitikberatkan
permasalahannya berupa, bagaimana Film Gundala menjadi bentuk perlawanan hegemoni
perfilman superhero Hollywood yang ada di Indonesia.
Hegemoni menurut Fauziyah & Nasionalita (2018) Hegemoni adalah upaya atau
cara yang dilakukan agar membuat suatu kelompok terpengaruh atau mengikuti cara-cara
berpikir kelompok tertentu dengan cara memberikan pemahaman yang dianggap benar
sehingga kelompok yang terhegemoni menganggap bahwa pemahaman yang diberikan
kelompok itu benar saja dan sah-sah saja diterapkan (p. 83). Hegemoni dalam bahasa
Yunani kuno disebut eugemonia’. Dan dalam ensiklopedia Britania Raya dalam
prakteknya di Yunani, diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang dilakukan
oleh kota Athena dan Sparta, terhadap negara lainnya yang sejajar (p.115).
Tujuan dari kegiatan hegemoni oleh klas yang berkuasa kepada klas yang dikuasi
adalah konsensus. Konsensus menurut Gramsci adalah tercipta karena ada dasar
persetujuan. Konsensus sendiri ialah masyarakat atau subjek yang dihegemoni memahami
dan mengikuti aturan yang dibuat oleh klas yang berkuasa. Sehingga klas yang dikuasai
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 720
secara sadar dan sukarela menerima akan pengaruh dan pengajaran dari klas yang
berkuasa. Konsep hegemoni harus dipahami sebagai percampuran kepentingan ekonomi,
politik dan kepemimpinan ideologis dari kelas fundamental sehingga dalam menjalankan
suatu hegemoni, terdapat struktur yang terbagi menjadi dua bagian yaitu masyarakat sipil
(civil society) dan negara (political society). Masyarakat sipil menurut Gramci adalah
organisasi diluar bagian dari negara, sebuah institusi religius dan keluarga atau
masyarakat. Sedangkan political society adalah negara atau sebuah pemerintahan.
Gerakan counter hegemony menurut Antonio Gramsci adalah gerakan yang
berawal dari adanya pemikiran yang tidak sah/tidak tepat didalam masyarakat dan
pengonstruksi pikiran yang baru berdasarkan pikiran yang rasional dan kondisi yang real
(Wahid, 2014, p. 60). Counter hegemony adalah upaya untuk menolak adanya hegemoni.
Menurut Gramsci untuk melawan adanya hegemoni (counter hegemoni) dapat dilakukan
dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan. Counter hegemony sendiri muncul
setelah hegemoni menyerang. Counter atau tandingan merupakan sebuah kontra yang
muncul akibat adanya sebuah kondisi yang dominan. Tandingan bisa dikatakan sebuah
kritik terhadap hal yang mendominansi dilingkungan tersebut (Fauziyah & Nasionalita,
2018).
Keberhasilan counter hegemony dalam prespektif Antonio Gramsci terjadi saat
kebangkitan kelas minoritas. Namun kebangkitan kaum minoritas tidak terjadi dengan
mudah, kebangkitan itu harus berjalan terus-menerus dengan bantuan kaum intelektual
sampai ditemukannya titik terang. Gramsci mengklasifikasikan dua jenis intelektual
dalam masyarakat yaitu intelektual tradisional dan intelektual organik. Kaum Intelektual
organik adalah seseorang yang membuat ide, menanamkannya dibenak masyarakat dan
ikut berkontribusi langsung dalam melawan kekuasaan kaum dominan/penguasa (Ikhsano
& Stellarosa, 2015, p. 14) yang dalam penelitian ini, intelektual organik adalah para
sineas Indonesia yang mencoba menawarkan film Gundala sebagai salah satu bentuk
perlawanan.
METODE PENELITIAN
Berbasis pada paradigma kritis dengan pendekatan kualitatif, peneliti bertujuan
untuk membongkar praktik hegemoni pada dunai perfilman Indonesia dan yang
terpenting mendalami berbagai gerakan counter hegemony berupa lahirnya film bergenre
superhero Gundala sebagai bentuk emansipatoris akan cengkraman klas hegemon pada
dunia perfilman Indonesia. Bentuk pengumpulan data berupa wawancara secara
mendalam dengan beberapa narasumber, yaitu Ahmad Mahendra, S.Sos. selaku Direktur
Perfilman, musik dan media baru kementerian kebudayaan. Imansyah Lubis, selaku
Manager of Production Bumilangit Entertainment. Wim Berlinawan, selalu General
Manager of Bumilangit Entertainment dan Dicky Wahyu Purnomo, selaku Head of
Marketing Screenplay Film diharapkan mampu menjabarkan secara mendalam dan detail
mengenai gerakan counter hegemony yang dilakukan oleh film Gundala dalam melawan
hegemoni perfilam Hollywood.
Berbekal pada penyadaran (conscientization), situasi historis (historical stitua de
ness) dan kesatuan teori dan praksis (unity of praxis) menjadi suatu bentuk kualiatas
penelitian (Goddness Criteria) bagi penelitian berbasis paradigma kritis. Adapun fokus
penelitian ini berupa :
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
721 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 1.
Fokus Penelitian
Teori
Elemen
Evidensi
Counter
Hegemony
Crisis
Hegemony
Film
Hollywood
1. Masyarakat Indonesia lebih menyukai
menonton film Indonesia dibanding
Film Hollywood
2. Kritikan pada Film Hollywood
3. Box Office Tiongkok mendapatkan
pendatan lebih besar dari Amerika
Utara dan menangnya Film Parasite
asal Korea di Piala Oscar
War of
Position
Civil
Society
1. Kurangngnya sumber daya manusia
atau jumlah produser film Indonesia
yang sedikit.
2. Kekurangan penulis skenario
berbakat.
3. Kekurangan kru untuk produksi film
Indonesia.
4. Kurangnya pemain film yang
berkompeten.
5. Undang-Undang perfilman yang sudah
usang dan tidak relevan lagi.
6. Masyarakat Indonesia kurang
mempercayai kualitas film Indonesia
7. Hubungan yang baik anatara sineas
Indonesia dengan pihak luar negeri
Political
Will
1. Penyelenggaraan FFI (Festival Film
Indonesia) memberikan semangat
terhadap produksi perfilman Indonesia
2. Pemerintah mengatakan perfilman
Indonesia semakin berkembang dan
akan meningkatkan perekonomian.
3. Kurangnya sinergitas pemerintah dan
sineas.
4. Kurangnya bantuan dana atau
produksi dari pemerintah
5. Pajak perfilman yang tinggi
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2019.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Crisis Hegemoni Film Hollywood
Menurut Antonio Gramsci, krisis hegemoni diawali dengan adanya krisis otoritas
di mana adanya kelas-kelas sosial yang terlepas dari partai-partai politik mereka sehingga
kelas tersebut tidak lagi mengenal siapa yang akan memimpin partai politik mereka. Jika
hal ini terjadi maka akan menimbulkan kekerasan yang digunakan sebagai solusi untuk
memecahkan masalah yang terjadi. Kemudian ada beberapa faktor yang yang memicu
krisis hegemoni yaitu faktor ekonomi dan terjadinya ancaman pada kepentingan pribadi
dari kelas musuh serta sulitnya kembali kesituasi normal dengan menggunakan alat-alat
yang legal (Ikhsano, 2020, pp. 30-32). Dalam penelitian ini, peneliti menemukan krisis
hegemoni terjadi pada perfilman Hollywood, baik dalam sektor konsumsi oleh
masyarakat Indonesia, proses produksi yaitu maraknya perubahan naskah asli oleh
sutradara ataupun pihak rumah produksi dan masuknya film Asia non-bahasa inggris
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 722
kedalam Oscar serta box office China yang mendapatkan pendapatan lebih besar
dibandingkan box office Amerika Utara.
2. Masyarakat Indonesia lebih menyukai menonton film Indonesia dibanding
Film Hollywood
Hegemoni Hollywood pada tahun 2000-an dirasakan sangat kuat di Indonesia,
khususnya pada tahun 2015 masyarakat Indonesia terutama remaja yang menjadi mangsa
pasar penjualan tiket bioskop di Indonesia lebih memilih untuk menonton film Hollywood
dengan presentase sebesar 21.3% dari jumlah koresponden yang sebanyak 505 orang
koresponden menonton film Hollywood sebanyak lebih dari 12 kali dalam satu tahun
sedangkan yang menonton film Indonesia lebih dari 12 kali selama satu tahun hanya
terdapat 1% saja dan ada sebanyak 31.3% koresponden yang tidak pernah sama sekali
menonton film Indonesia selama satu tahun. Dalam survei yang dilakukan oleh SMRC
pada tahun 2015 tersebut menyatakan bahwa 98.2% koresponden lebih menyukai film
Hollywood (Pasaribu, 2015).
Kemudian krisis hegemoni pada konsumsi film Hollywood di Indonesia mulai
dirasakan saat ini, dimana pada tahun 2019, SMRC kembali melakukan survei pada
masyarakat yang menonton film Indonesia dan Hollywood. Survei dilakukan sebanyak
dua kali, pada survei yang pertama menghasilkan bahwa ada 9.3% dari 1.220
koresponden yang menonton film lokal Indonesia dan ada 8.2% koresponden yang
menonton film asing. Lalu pada survei kedua yang dilakukan oleh SMRC, dinyatakan
bahwa ada 67% dari 1.000 koresponden lebih menyukai menonton film lokal Indonesia
sedangkan ada 55% koresponden yang lebih menyukai menonton film asing (Pasaribu,
2015). Pada survei IDN Times, dinyatakan dalam satu bulan masyarakat yang menonton
film Indonesia sebanyak satu kali ada sebanyak 45,3% dari jumlah koresponden sebanyak
441 orang. Penonton bioskop di Indonesia juga didominasi oleh mahasiswa dan pelajar
(Azasya, 2019). Data-data diatas mengarah pada adanya pergeseran pola menonton
masyarakat Indonesia, yang tadinya lebih diominan menonton fil-film Hollywood,
sekarang sudah mulai berubah dan berlih menonton film-film nasional, hal ini
menunjukkan bahwa adanya krisis hegemoni yang telah terjadi pada dunia perfilman
Hollywod di Indonesia.
3. Naskah skrip asli seringkali diubah oleh sutradara sehingga hasilnya tidak
sebagus naskah skrip asli
Disamping pergeseran pola menonton masyarakat Indonesia, krisis hegemoni
perfilman Hollywood juga ditandai dengan adanya intensitas terjadinya perubahan naskah
asli hasil karya penulis oleh pihak sutradara maupun rumah produksi di Hollywood, hal
ini tentu menyebabkan kekecewaan bagi para penulis naskah dan membuat naskah
tersebut kehilangan identitas aslinya. Perubahan pada naskah tersebut membuat alur cerita
dan inti dari cerita tersebut berubah, tidak hanya itu, hasil akhirnya film tersebut
menampilkan banyak kekeliruan karena perbedaan pola pikir dari penulis dan sutradara.
Pada akhirnya ketidaksepahaman antara penulis dan sutradara ataupun rumah produksi di
Hollywood menyebabkan minimnya penonton pada film tersebut dan banyaknya kritikan
yang masuk pada kolom reviewnya (Lambie, 2015).
4. Masuknya Film Tiongkok atau Mandarin ke dalam Box Office dan menangnya
Film Parasite asal Korea di Piala Oscar
Acara penghargaan Piala Oscar yang mempunyai stigma bahwa masyarakat Asia
dan masyarakat yang berkulit hitam jarang sekali memenangkan nominasi dalam acara
piala penghargaan tertinggi bagi insan perfilman tersebut. Tidak hanya itu terjadinya
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
723 http://sosains.greenvest.co.id
bullying pada acara tersebut membuat warganet geram dan mempopulernya tagar
#OscarSoWhite pada salah satu platform sosial media, Twitter (Indra, 2016). Namun
dengan menangnya film Parasite asal Korea Selatan dalam nominasi film terbaik pada
acara penghargaan Oscar tersebut, menyebabkan perubahan pola pikir masyarakat Asia
yang awalnya berpikir sulitnya untuk memenangkan piala penghargaan tersebut menjadi
akan ada kemungkinan film non-bahasa inggris memenangkan nominasi film terbaik pada
acara penghargaan tersebut. Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur Film, musik dan
media baru kementerian kebudayaan yaitu Ahmad Mahendra yang menyatakan bahwa:
menangnya film asal Korea Selatan tersebut memberikan dampak positif bagi
perfilman Asia terutama perfilman Indonesia bahwasanya perfilman Indonesia
juga mempunya kesempatan untuk memenangkan penghargaan kelas dunia (A.
Mahendra, wawancara data primer, 12 April 2020).
Tidak hanya itu, pada tahun 2018 pendapatan box office Tiongkok mengalahkan
pendapatan dari box office Amerika Utara yaitu Amerika Serikat dan Kanada. Dalam tiga
bulan pertama di tahun 2018, box office Tiongkok sudah mendapatkan keuntungan
sebesar 3,14 milliar dollar dan pada akhir tahunnya secara keseluruhan box office
Tiongkok menghasilkan pendapatakn kotor sebesar 9,2 milliar dollar. Hal ini terjadi
karena banyaknya pembangunan bioskop baru pada daratan Tiongkok dan pembuatan
film lokal yang berkualitas sehingga film lokal Tiongkok mendominasi box office China
dan mengalahkan film Hollywood (Ming, 2018). Penghargaan piala Oscar sebagai bentuk
ajang tertinggi bagi insan perfilman dunia yang dimenangi oleh film korea dan juga
peningkatan box office film-film Tiongkok menandakan titik-titik krisis hegemoni
perfilman Hollywood didunia.
Perang Posisi (War of Position)
Civil Society
Dalam penelitian ini, civil society yang diteliti adalah instansi pembuat karakter
komik Bumi langit Entertainment dan juga rumah produksi Screenplay Film sebagai
kaum intelektual organik yang sudah terdidik untuk melawan hegemoni film Hollywood
di Indonesia. Terdapat beberapa elemen yang peneliti teliti dalam civil society,
diantaranya sumber daya manusia yang dimiliki perfilman Indonesia, antusias masyarakat
dalam menonton film lokal Indonesia dan juga pemberlakuan Undang-Undang yang
berkaitan dengan perfilman Indonesia.
Kurangnya SDM seperti kurangnya jumlah produser film, pemain, penulis dan kru
film
Sampai saat ini, memang dinyatakan bahwa sumber daya manusia di Indonesia
dalam bidang perfilman masih kurang tereksplor dan dirasa masih sulitnya ditemukan
kecocokan antara pihak rumah produksi maupun pembuat karakter komik dengan pihak-
pihak yang akan membantu produksi suatu judul film seperti sutradara, aktor/aktris,
penulis naskah, serta kru-kru film. Hal ini yang menyebabkan perfilman Indonesia terlihat
seperti kekurangan sumber daya manusia. Tidak hanya masalah kurangnya kecocokan
dalam membuat tim produksi, di Indonesia juga kekurangan sekolah perfilman yang
dapat menciptakan insan perfilman yang mumpuni dalam membuat film yang berkualitas
baik. Hal ini dinyatakan melalui wawancara yang dilakukan dengan Imansyah Lubis dari
Bumilangit Entertainment: Iya, masih kurang banget. Masih harus disiapkan generasi
muda aktor dan aktris yang baru”. Dilanjutkan dengan pernyataan dari Wim Berlinawan
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 724
dari Bumilangit Entertainment yang menyebutkan bahwa sulit menemukan tim yang
cocok:
Karena industri ini syarat dengan teamwork antara pemain dan sutradara.
Banyak orang yang punya talenta ataupun skills yang bagus tapi kalau dia tidak
kompeten untuk bekerjasama itu pasti tidak terpakai. Kekurangan sumber daya
manusia ini karena kurangnya masyarakat yang ingin mencoba masuk kedalam
dunia perfilman karena pertimbangan berbagai atau banyak juga yang coba
masuk tapi tidak kuat dan tidak cocok.”
Masalah lainnya yang menyebabkan perfilman Indonesia sepi dari pekerja adalah
tingginya tingkat pelecehan seksual pada perempuan dan laki-laki saat proses produksi
berlangsung. Hal ini menyebabkan banyaknya pekerja dibidang perfilman yang hanya
melakukan satu produksi film kemudian berhenti dan tidak ikut dalam produksi film
selanjutnya (Bekraf, 2019). Untuk menyelesaikan masalah ini, Kemendikbud selaku
instansi pemerintah yang juga menaungi perkembangan perfilman Indonesia sedang
melakukan perkembangan potensi sineas dengan mengadakan master class yang
mendatangkan narasumber dari Hollywood.
Undang-Undang Perfilman No. 33 Tahun 2009 tidak dijalankan dengan baik dan
sudah tidak relevan
Melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti, saat ini Undang-Undang tentang
perfilman yang sudah disahkan oleh pemerintah Indonesia dirasa sudah dijalankan
dengan baik. Hal ini disampaikan oleh rumah produksi Screenplay Film dan juga
pembuat karakter komik asli Indonesia Bumilangit Entertainment bahwasanya pada
bioskop Indonesia saat ini, film Indonesia yang diputar lebih banyak dibandingkan film
Hollywood dan juga ada 4 judul film lokal Indonesia baru yang ditayangkan setiap
minggunya. Pemerintah Indonesia menyatakan hal serupa dan juga turut andil dalam
mengawasi jalannya penayangan film di bioskop dibantu dengan perhatian dan peranan
dari masyarakat.
Masyarakat Indonesia kurang mempercayai kualitas film Indonesia
Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap film lokal Indonesia meningkat setiap
tahunnya, hal ini berarti keterpercayaan masyarakat Indonesia terhadap kualitas perfilman
Indonesia pun sudah meningkat. Setiap tahunnya pendapatan kotor suatu judul film
Indonesia terus meninggkat. Pada tahun 2008 pendapatan kotor satu judul film hanya
8.000/penonton namun pada tahun 2019 meningkat hingga 40.000/penonton.
Keterpercayaan masyarakat Indonesia terhadap kualitas perfilman Indonesia juga
dirasakan saat diadakannya nonton bareng disuatu bioskop di Indonesia maupun luar
negeri, banyaknya penonton yang datang menampilkan keterpercayaan tinggi masyarakat
kepada perfilman Indonesia saat ini.
Political Society
Pemerintah membuat FFI (Festival Film Indonesia) namun sistem penyelenggaraan
FFI belum terorganisir dengan baik
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia sudah kurang popular untuk saat ini,
kurangnya publikasi melalui berita-berita atau saluran televisi swasta menyebabkan
kurangnya antusiasme masyarakat terhadap pemenang-pemenang dari acara penghargaan
asli Indonesia ini. Seperti yang dinyatakan oleh Dicky Wahyu Purnomo dari Screenplay
Film:
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
725 http://sosains.greenvest.co.id
Respon dari penonton atau publiknya untuk yang memenangkan Piala Citra
kurang ya, kalau dulu orang-orang nonton hanya dari TVRI jadi orang kaya
nunggu-nungguin siapa yang menang piala citra. Tapi sekarang orang ya lewat-
lewat aja kaya ga peduli siapa yang menang piala citra. Ga terlalu signifikanlah
kesana”.
Piala Citra Indonesia disiarkan hanya pada stasiun televisi nasional, TVRI. Lalu,
banyaknya kritik terhadap kurangnya transparansi kepada masyarakat perihal siapa saja
juri yang melakukan penilaian terhadap nominasi-nominasi dari Piala Citra tersebut dan
juga bagaimana film tersebut dapat masuk dan memenangkan suatu nominasi. Panitia-
panitia dalam FFI juga sulit ditemui oleh wartawan yang menyebabkan semakin buruknya
sistem penyelenggaraan Festival Film Indonesia ini (Ratnasari, 2017). Pemerintah
Indonesia mengatakan selalu mengevaluasi sistem Festival Film Indonesia untuk menjadi
lebih baik kedepannya.
Seperti yang dinyatakan oleh Ahmad Mahendra selaku Direktur Film, Musik dan
Media Baru Kementerian Kebudayaan menyatakan bahwa: “Sistem penyelenggaraan FFI
setiap tahunnya secara umum sama saja, tetapi Kemendikbud selalu mengevaluasi untuk
mengupayakan yang terbaik”.
Pemerintah mengatakan perfilman Indonesia semakin berkembang dan
meningkatkan perekonomian Indonesia
Perkembangan dunia perfilman Indonesia yang terjadi saat ini juga membantu
beberapa aspek perekonomian di Indonesia yang ikut terkena dampak perkembangan
perfilman Indonesia. Dampak positif yang muncul setelah terjadinya perkembangan di
industri perfilman Indonesia adalah meningkatnya industri makanan, peningkatan dalam
industri bioskop khususnya pada segi penjualan tiket dan meningkatnya produksi film
pada suatu rumah produksi dan juga menumbuhkan rumah produksi baru yang tentu saja
menambah lapangan pekerjaan di dunia perfilman Indonesia (Yunelia, 2019). Semakin
berkembangnya perfilman Indonesia menumbuhkan semangat rumah produksi untuk
memproduksi banyak film setiap tahunnya, dikatakan oleh Dicky yang awalnya rumah
produksi hanya memprodukasi tiga judul film dalam setahun lalu sekarang meninggkat
menjadi delapan judul film per tahun.
Pemerintah mengatakan perkembangan perfilman Indonesia saat ini juga dapat
dilihat dari banyaknya film Indonesia yang ikut bersaing pada bebagai festival
internasional. Tidak hanya dari produksi film yang semakin banyak, perkembangan
perfilman Indonesia saat ini juga mendorong pembangunan bioskop baru diberbagai
daerah di Indonesia. Sehingga perfilman Indonesia sudah menjadi bagian dari sektor
penting perekonomian Indonesia.
Kurangnya sinergitas pemerintah dan sineas
Sinergitas anatara pemerintah Indonesia dan sineas Indonesia saat ini sedang ada
dalam jenjang hubungan yang baik. Baik dari sisi pembuat karakter komik maupun rumah
produksi merasakan hal tersebut. Pemerintah Indonesia saat ini sangat mendukung insan
perfilman Indonesia untuk menciptakan film Indonesia yang berkualitas. Hal ini dapat
dilihat dari pemerintah yaitu Kemendikbud membuat program masterclass untuk sineas
Indonesia dalam rangka menambah skill mereka dalam dunia perfilman, dan juga
mengadakan rapat dengan sineas dan pemangku-pemangku jabatan di dunia perfilman
Indonesia untuk membicarakan masa depan perfilman Indonesia (Zuhriyah, 2019). Sineas
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 726
Indonesia juga merasa dibantu oleh pemerintah dengan memudahkan perizinan film dan
mendaftarkan film lokal Indonesia kefestival film internasional.
Kurangnya bantuan dana atau produksi dari pemerintah
Pemerintah Indonesia saat ini belum memberikan bantuan dana secara luas kepada
seluruh genre film Indonesia yang akan diproduksi. Namun untuk genre film dokumenter
tentang kebudayaan Indonesia pemerintah akan membantu pendanaanya namun dalam
nominal yang tidak besar. Bantuan dana juga dilakukan BEKRAF melalui investor-
investor yang sudah bekerjasama dengan BEKRAF melalui acara Akatara Film Market
dan Business Forum 2019 kepada pemenangnya yaitu film Senandung Senyap sebanyak
30.000.000 rupiah (Aquira, 2019). Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud saat ini
lebih mengutamakan membantu dalam aspek produksi film dengan bantuan seperti mobil
bioskop keliling, alat pemutar film dan alat produksi film. Tidak hanya itu Kemendikbud
ikut memberikan bantuan pada sineas dalam tiga tahap produksi yaitu praproduksi,
produksi dan pasca produksi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018).
Pajak perfilman yang tinggi
Saat ini dirasakan memang pajak perfilman Indonesia masih tinggi terutama pada
pajak daerah yang berbeda beda mulai dari kisaran 10% sampai 25% (Sari, 2018).
Tingginya pajak perfilman Indonesia juga dirasakan oleh sutradara maupun para
pengusaha bioskop di Indonesia. Untuk memproduksi satu judul film, rumah produksi
harus membayar pajak berlipat, seperti pajak artis, pajak sewa alat produksi, pajak sewa
tempat dan lain lain. Hal serupa juga dirasakan oleh pengusaha bioskop dengan tingginya
pajak perfilman menyebabkan tingginya biaya operasional di bioskop tersebut dan untuk
menutupi tingginya biaya operasional maka biaya tersebut dibebankan kepada penonton
yang menyebabkan tingginya harga tiket bioskop (Wirastama, 2018). Untuk
menanggulangi hal tersebut, maka pemerintah Indonesia saat ini sedang mengkaji untuk
menurunkan pajak pada industri perfilman Indonesia dengan melakukan sistem
pengambilan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dana Corporate Social
Responsibility, ataupun pungutan pajak yang diambil dari sineas dan dikembalikan lagi
setelahnya (Prabowo, 2019).
Film Gundala
Film Gundala sendiri mendapatkan peringkat ketujuh dalam sepuluh film Indonesia
dengan jumlah penonton terbanyak pada 2019 (Film Indonesia, 2020). Kemudian film
Gundala juga memenangkan tiga nominasi dan masuk dalam beberapa nominasi-
nominasi diacara penghargaan Festival Film Indonesia (Aditia, 2019). Antusiasme yang
tinggi dari masyarakat terhadap film superhero asli Indonesia ini juga dirasakan oleh
pembuat karakter komik Gundala itu sendiri. Creator karakter komik dan film Gundala
menyatakan setelah film ini ditayangkan dibioskop Indonesia terjadi peningkatan
wawasan masyarakat Indonesia terhadap Bumilangit Entertainment itu sendiri sebagai
wadah karakter komik pahlawan super asli Indonesia dan masyarakat juga mengetahui
bahwasanya Indonesia memiliki karakter pahlawan super yang asli dari Indonesia.
Tidak hanya itu, film Gundala juga memasuki beberapa festival film internasional
seperti Toronto International Film Festival (TIFF) 2019, Paris International Fantastic
Film Festival (PIFFF) 2019 dan Tokyo International Festival Film (TIFF) 2019. Film
Gundala juga ditayangkan dibioskop Malaysia pada bulan Desember 2019. Setelah
penanyangan film Gundala pada Agustus 2019, pada tanggal 7 Mei 2020 Gundala resmi
berkolaborasi dengan Chess Rush salah satu mobile gaming international yang dibuat oleh
Tiongkok (Firdaus, 2019).
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
727 http://sosains.greenvest.co.id
Gerakan Counter Hegemony dapat dijalankan dengan baik jika adanya penyadaran
dikalangan masyarakat sipil (Ikhsano, 2020, p. 35). Setelah penayang film Gundala ini,
kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan adanya film pahlawan super asli Indonesia
pun meningkat. Namun gerakan counter hegemony dilakukan secara perlahan dan tidak
bisa secara tiba-tiba, oleh karena itu Film Gundala adalah permulaan dari penyamarataan
pemikiran masyarakat bahwasanya film pahlawan super asli Indonesia juga mempunyai
kualitas yang bagus dan dapat dibanggakan kedunia internasional. Civil society dan
political society pada penelitian ini menjadi satu-kesatuan karena mereka adalah kaum
yang ditindas oleh hegemoni dari perfilman Hollywood. Hubungan dan kinerja yang
selaras antara pemerintah Indonesia dan sineas Indonesia akan memberikan pencerahan
kepada masyarakat sipil sehingga terjadinya penyamaan pola pikir yang akan membuat
gerakan counter hegemony ini berhasil.
Dengan terjadinya peningkatan jumlah penonton film lokal Indonesia dan
perkembangan dalam industri perfilman Indonesia saat ini membuat kesadaran
masyarakat Indonesia akan kualitas perfilman Indonesia pun meningkat sehingga
masyarakat mulai mempercayai kembali kualitas dari film Indonesia. Hal ini merupakan
keberhasilan dari kaum intelektual organik pada penelitian ini yaitu pemerintah
Indonesia, rumah produksi, pembuat karakter komik dan masyarakat yang peduli akan
perfilman Indonesia karena bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat sipil lainnya dan
menumbuhkan pikirian-pikiran yang sama yaitu perfilman Indonesia khususnya pahlawan
super asli Indonesia itu berkualitas dan bisa merajai perfilman dinegaranya sendiri.
KESIMPULAN
Setelah lamanya film yang bertemakan pahlawan super asli indonesia ini vakum
dari peredaran, film Gundala hadir pada tahun 2019 mengisi kekosongan yang terjadi
selama bertahun-tahun untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat Indonesia
bahwasanya Indonesia juga memiliki karakter pahlawan super asli Indonesia yang layak
bersaing di dunia internasional. film Gundala menjadi permulaan dari gerakan counter
hegemony yang dilakukan oleh Indonesia terhadap hegemoni perfilman Hollywood di
Indonesia khususnya pada film yang bertemakan superhero. Untuk melawan hegemoni
perfilman Hollywood di Indonesia, gerakan counter hegemony dilakukan oleh banyak
pihak diantaranya para creator karakter komik, rumah produksi dan juga masyarakat
yang peduli akan perfilman Indonesia, mereka disebut sebagai civil society. Kemudian,
pemerintah Indonesia juga ikut berperan dalam gerakan counter hegemoni yang disebut
sebagai political society. Untuk melakukan gerakan counter hegemony harus adanya
krisis dalam hegemoni tersebut, krisis pada perfilman Hollywood adalah masyarakat
Indonesia saat ini lebih memilih untuk menonton film lokal, sering terjadinya perubahan
naskah skrip asli pada perfilman Hollywood yang menimbulkan kekecewaan bagi penulis
skrip aslinya dan seringkali menyebabkan film tersebut tidak sesuai dengan rancangan
awal, lalu menangnya film Parasite asal Korea Selatan diacara penghargaan Piala Oscar
yang menumbuhkan semangat bagi insan perfilman Asia yang membuat film non-bahasa
inggris untuk mengikuti jejak film Parasite dan juga adanya peningkatan pada
pendapatan box office China pada tahun 2018 yang mengalahkan pendapatan box office
Amerika Utara khususnya Amerika Serikat dan Kanada. Melalui civil society penelitian
ini menyimpulkan bahwa Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia yang
kompeten pada bidang perfilman sehingga pemerintah sedang mengembangkan potensi-
potensi insan perfilman Indonesia, Undang-Undang Perfilman No. 33 Tahun 2009 sudah
dijalankan dengan baik oleh pemerintah dan diawasi oleh masyarakat dan juga oleh
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 728
sineas Indonesia, lalu masyarakat Indonesia saat ini sudah mempercayai kualitas
perfilman Indonesia sehingga terjadinya peningkatan jumlah penonton dan peningkan
pendapatan pada penjualan tiket dibioskop. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada
political society menyimpulkan bahwa Festival Film Indonesia sebagai ajang
penghargaan bagi insan perfilman Indonesia saat ini kurang diminati oleh sineas
Indonesia karena kurangnya respon dari masyarakat dan sulitnya wartawan untuk
mendapatkan informasi tentang FFI oleh sebab itu pemerintah melakukan evaluasi setiap
tahunnya, sinergitas yang baik sudah terjadi antara sineas Indonesia dan juga pemerintah
guna mengembangkan perfilman Indonesia, pemerintah khususnya Kemendikbud
membantu sineas Indonesia dalam bidang produksi baik dari pra produksi sampai ke
pasca produksi dan pajak perfilman Indonesia saat ini masih menjadi beban bagi sineas
Indonesia oleh karena itu pemerintah Indonesia melalui BEKRAF dan LIPI sedang
melakukan kajian untuk mengurangi pajak perfilman Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Aditia, A. (2019, Desember 19). Daftar Lengkap Pemenang Piala Citra FFI 2019.
Diperoleh pada 17 April, 2020, dari: kompas.com: https://www.
kompas.com/hype/read/2019/12/09/083200866/daftar-lengkap-pemenang-piala-
citra-ffi-2019?page=all
Aquira, V. (2019, September 21). Pengumuman Proyek Film yang Mendapatkan Bantuan
Investor di Penutupan Akatara 2019. Diperoleh pada 17 April 2020, dari:
bekraf.go.id: https://www.bekraf.go.id/berita/page/8/pengumuman-proyek-film-
yang-mendapatkan-bantuan-investor-di-penutupan-akatara-2019
Azasya, S. (2019, Juli 26). [Infografis] Minat Penonton Terhadap Film Indonesia, Banyak
Gak Sih? Diperoleh pada 4 April 2020, dari: idntimes.com: https:// www.
idntimes.com/hype/entertainment/stella/infografis-minat-penonton-terhadap-film-
indonesia/full
Bekraf. (2019). Pemandangan Umum Industri Perfilman Indonesia. Diperoleh pada 8
April 2020, dari: bekraf.go.id: file:///C:/Users/Novita/Downloads/1910963-analisis-
data-kajian-pemandangan-umum-industri-film-2019.pdf
Dian, A. (2017). Jadul Hingga Paling Baru, 5 Film Superhero Indonesia Ini Bikin Marvel
dan DC Seolah Biasa-Biasa Saja. Retrieved oktober 08, 2019, from boombastis.
com: https://www.boombastis.com/film-superhero-indonesia/109651
Fauziyah, S., & Nasionalita, K. (2018). Counter Hegemoni Atas Otoritas Agama Pada
Film (Analisis Wacana Kritis Fairclough Pada Film Sang Pencerah. Informasi:
Kajian Ilmu Komunikas, 81,83,84,86.
Film Indonesia. (2020). Data Penonton. Retrieved oktober 16, 2019, from
filmindonesia.or.id: http://filmindonesia.or.id/movie/viewer#.XabSYHduLIV
Firdaus, A. S. (2019, Oktober 29). Apa Itu Chess Rush? Diperoleh pada 10 Mei 2020,
dari: esportnesia.com: https://esportsnesia.com/game/chess-rush/apa-itu-chess-rush/
Ikhsano, A. (2020). Melawan Hegemoni Perfilman Hollywood. Tanggerang: Indigo
Media.
Ikhsano, A., & Stellarosa, Y. (2015). The Resistance of Hollywood Movie Hegemony in
Indonesia:. TIIKM Journal of Film, Media and Communication, 14.
Ikhsano, A., & Stellarosa, Y. (2020). Restrictions on Some Western Songs: a Counter
Indra, P. A. (2016, November 18). Oscar untuk Jackie Chan, Oscar untuk Asia. Diperoleh
pada 27 April 2020, dari: tirto.id: https://tirto.id/oscar-untuk-jackie-chan-oscar-
Volume 2, Nomor 6, Juni 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
729 http://sosains.greenvest.co.id
untuk-asia-b5gh
Kasih, J. (2018, Desember 26). Dari Marvel hingga DC, Ini Film-Film Superhero Terlaris
2018. Retrieved oktober 16, 2019, from Gramedia Blog:
https://www.gramedia.com/blog/kaleidoskop-film-superhero-terlaris-tayang-
2018/#gref
Kasih, J. (2019, januari 19). Dari Marvel hingga DC, Ini Para Superhero yang Akan
Beraksi di Tahun 2019. Retrieved oktober 16, 2019, from Gramedia Blog:
https://www.gramedia.com/blog/daftar-film-superhero-tayang-2019-dari-marvel-
hingga-dc-comic/#gref
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2018, Maret 2). Kemendikbud Fasilitasi Tiga
Jenis Bantuan Perfilman. Diperoleh pada 17 April 2020, dari: kemendikbud.go.id:
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/03/kemendikbud-fasilitasi-tiga-jenis-
bantuan-perfilman
Lambie, R. (2015, Juni 18). 8 Big Movies Whose Scripts Dramatically Changed.
Diperoleh pada 24 April 2020, dari: denofgeek.com: https://www.
denofgeek.com/movies/8-big-movies-whose-scripts-dramatically-changed/
Maisuwong, W. (2012). The Promotion of American Culture through Hollywood Movies
to the World. International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT),
2-3.
Ming, C. (2018, Mei 24). Chinas box office recently beat the US, and is now on the cusp
of a new growth cycle’. Diperoleh pada 27 April 2020, dari: cnbc.com:
https://www.cnbc.com/2018/05/24/china-beats-us-box-office-in-q1-and-is-entering-
new-growth-cycle-hsbc.html
Pasaribu, A. J. (2015, November 10). SMRC Survei Penonton Film, Oktober 2015.
Diperoleh pada 8 April 2020, dari: slideshare.net: https://www.slideshare.net/
AdrianJonathanPasari/smrc-survei-penonton-film-oktober-2015
Prayitno, N. A. (2019, agustus 02). 13 Film Indonesia yang Rilis Agustus 2019. Retrieved
oktober 09, 2019, from popbela.com: https://www.popbela.com /career
/inspiration/niken-ari/film-indonesia-agustus/full
Prabowo, P. (2019, November 27). BEKRAF Ingin Pajak Film Diturunkan Menjadi 10
Persen. Diperoleh pada 20 April 2020, dari: indonesiainside.id: https://
indonesiainside.id/news/nasional/2019/11/27/bekraf-ingin-pajak-film-diturunkan-
menjadi-10-persen
Ratnasari, Y. (2017, Oktober 25). Panitia FFI 2017 Dinilai Kurang Transparan Pilih Film
"Posesif". Diperoleh pada 20 April 2020, dari: tirto.id: https://tirto.id/panitia-ffi-
2017-dinilai-kurang-transparan-pilih-film-posesif-cy1i
Rakhmawati, Y. (2016), Hibriditas New Media dan Homogenisasi Budaya, Jurnal
Komunikasi Univeristas Trunojoyo Madura Vol 10, No. 2
Rea. (2019, Agustus 28). Sinopsis 'Gundala', Patriot Pertama dari Jagat BumiLangit.
Retrieved Oktober 8, 2019, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/
hiburan/20190828080610-220-425265/sinopsis-gundala-patriot-pertama-dari-jagat-
bumilangit
Sari, F. (2018, Maret 24). Pajak daerah bikin harga tiket bioskop mahal. Diperoleh pada
20 April 2020, dari: industri.kontan.co.id: https://industri.kontan.co.id/news/pajak-
daerah-bikin-harga-tiket-bioskop-mahal
Sejati, L. S. (2015, april 23). Masih Ingat Dengan 10 Superhero Asli Indonesia ini?
Retrieved oktober 08, 2019, from tokopedia.com: https://www.tokopedia.com
/blog/masih-ingat-dengan-10-superhero-asli-indonesia-ini/
Wahid, U. (2014). Counter Hegemoni Antonio Gramsci sebagai Kekuatan Masyarakat
Sipil. In M. Dr. Umaimah Wahid, Risalah Politik Perempuan: Media Massa dan
Film Gundala (2019) Sebagai Bentuk Perlawanan
Hegemoni Hollywood di Indonesia
Novita Sari dan Rika Astimi Efendi 730
Gerakan Counter Hegemony (pp. 53,54). Banten: Empat Pena Publishing.
Wirastama, P. (2018, Maret 30). Robert Ronny Keluhkan Aneka Pajak Perfilman dan
Ajak Sineas Introspeksi. Diperoleh pada 20 April 2020, dari: medcom.id:
https://www.medcom.id/hiburan/film/MkMnE5VK-robert-ronny-keluhkan-aneka-
pajak-perfilman-dan-ajak-sineas-introspeksi
Yunelia, I. (2019, Maret 29). Perkembangan Perfilman Indonesia Kian Menjanjikan.
Diperoleh pada 17 April 2020, dari: medcom.id: https://www.
medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/8N0M115b-perkembangan-perfilman-
indonesia-kian-menjanjikan
Zuhriyah, D. A. (2019, Maret 19). Pemerintah dan Sineas Harus Bersinergi Demi
Perfilman Nasional. Diperoleh pada 17 April 17, 2020, dari: ekonomi. bisnis.
com:https://ekonomi.bisnis.com/read/20190319/12/901422/pemerintah-dan-sineas-
harus-bersinergi-demi-perfilman-nasional
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.