874 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 8 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
KEMAMPUAN SARINGAN PASIR LAMBAT DIKOMBINASIKAN
DENGAN KARBON AKTIF SEBAGAI ALTERNATIF
PENGOLAHAN AIR LIMBAH TEMPE
Mimin Indriani Mulia
1
, Achmad Syafiuddin
2
12
Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
1
, achmadsyafiuddin@unusa.ac.id
2
Kata Kunci:
Limbah,
Filtrasi,
Pasir Silika,
Karbon Aktif
Keywords:
Waste,
filtration,
Silica Sand,
Activated
Carbon
ABSTRAK
Latar Belakang: Permasalahan pada industri kecil pembuatan tempe adalah limbah
sisa produksinya langsung dibuang ke sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu.
Jika dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan berbagai masalah terhadap
lingkungan sekitar.
Tujuan: Menganalisis perubahan kekeruhan, pH, BOD, COD, TSS dalam proses
pengolahan limbah cair tempe.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimental. Besar sampel yang
digunakan dalam penelitian ini 40 liter limbah cair tempe sisa produksi. Banyaknya
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 kali meliputi sebelum filtrasi 1
kali dan sesudah filtrasi 2 kali.
Hasil:. Hasil penelitian menunjukan kekeruhan mengalami penurunan dari nilai
sebelum filtrasi 1153 NTU menjadi 104 NTU (90,98%) pada filtrasi kedua. PH
mengalami peningkatan dari nilai sebelum filtrasi 4,36 menjadi 9,07 (51,9%) pada
filtrasi kedua. BOD mengalami penurunan dari nilai sebelum filtrasi 37843 mg/L
menjadi 4099 mg/L (89,17%) pada filtrasi kedua. COD mengalami penurunan dari
nilai sebelum filtrasi 90597 mg/L menjadi 9928 mg/L (89,04%) pada filtrasi kedua.
TSS mengalami penurunan dari nilai sebelum filtrasi 6.580 mg/L menjadi 364,0 mg/L
(94,46%) pada filtrasi kedua.
Kesimpulan: Terjadi perubahan kekeruhan, pH, BOD, COD, TSS dalam proses
pengolahan limbah cair tempe. Saringan pasir lambat dikombinasikan dengan karbon
aktif terbukti mampu sebagai alternatif pengolahan air limbah tempe. Saran yang dapat
diberikan adanya peran pemerintah untuk melakukan pemantauan oleh DLH setempat
kepada home industri, serta pemilik industri disarankan membuat IPAL agar
mengurangi beban pencemaran.
ABSTRACT
Background: The problem in the small industry of making tempe is that the residual
waste from its production is directly discharged into the river without any prior
processing. If done continuously will cause various problems to the surrounding
environment.
Objective: To analyze changes in turbidity, pH, BOD, COD, TSS in the tempe
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 875
wastewater treatment process.
Methods: This research is a pre-experimental research. The sample size used in this
study was 40 liters of tempeh liquid waste left over from production. The number of
samples used in this study was 3 times including before filtration 1 time and after
filtration 2 times.
Results:. The results showed that turbidity decreased from the value before filtration
1153 NTU to 104 NTU (90.98%) in the second filtration. The pH increased from the
value before filtration 4.36 to 9.07 (51.9%) in the second filtration. BOD decreased
from the value before filtration 37843 mg/L to 4099 mg/L (89.17%) in the second
filtration. COD decreased from the value before filtration 90597 mg/L to 9928 mg/L
(89.04%) in the second filtration. TSS decreased from the pre-filtration value of 6,580
mg/L to 364.0 mg/L (94.46%) in the second filtration.
Conclusion: There was a change in turbidity, pH, BOD, COD, TSS in the tempe
wastewater treatment process. Slow sand filter combined with activated carbon has
proven to be an alternative for tempe wastewater treatment. Suggestions that can be
given are the role of the government to carry out monitoring by the local DLH to home
industries, and industrial owners are advised to make WWTPs in order to reduce the
pollution load.
PENDAHULUAN
Pencemaran air di Indonesia merupakan salah satu kasus yang perlu ditangani
dengan serius. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), status kualitas air di Indonesia
pada tahun 2021 menunjukan bahwa sebanyak 10.684 desa mengalami pencemaran air
dan Jawa Timur menempati posisi ketiga dengan kasus sebanyak 1152 Desa mengalami
pencemaran (Badan Pusat Statistik, 2022). Salah satu penyebab pencemaran air berasal
dari limbah industri pabrik maupun kegiatan lainnya. Industri tempe merupakan salah
satu kegiatan yang menghasilkan limbah cair dan dalam kegiatannya limbah cair sering
diabaikan dan hanya dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang pengolahan air
limbah sehingga pembangunan alat pengolahan air limbah masih perlu dikembangkan
terus-menerus terutama pada home industri atau industri rumahan.
Kurangnya kesadaran serta pengetahuan tentang pengolahan air limbah ini juga
ditemukan pada home industri pembuat tempe yang berada di kawasan Taman Randu
Alas Sidoarjo. Para pengrajin membuang limbah cair tempe sisa produksi dari perebusan,
perendaman dan pencucian langsung ke sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu.
Keberadaan limbah dapat memberikan dampak negatif dalam konsentrasi tertentu,
pembuangan sisa produksi tempe harus memenuhi standar baku mutu air limbah bagi
usaha pengolahan kedelai dalam Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014
agar tidak menimbulkan berbagai masalah terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Teknologi pengolahan air menggunakan metode filtrasi saringan pasir lambat
menjadi salah satu teknologi alternatif sederhana yang dapat digunakan sebagai sarana
mengolah air dengan hasil kualitas yang baik (Suarda, 2019). Sebagai contoh teknologi
ini telah digunakan mengolah limbah cair karet, pada penelitian Mujiharjo et al. (2012)
membuktikan bahwa saringan pasir lambat berhasil menurunkan kadar BOD dari
konsentrasi awal 943,0 mg/L turun hingga mencapai 49,7 mg/L. Air yang melewati media
memberikan kesempatan untuk terjadinya penyaringan dan penyerapan sehingga terjadi
perubahan pada kualitas air tersebut.
Pengolahan air dengan menggunakan karbon aktif telah banyak dikembangkan
terutama pada proses pengolahan air lanjutan. Peningkatan pada proses adsorpsi
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
876 http://sosains.greenvest.co.id
penggunaan karbon aktif digunakan sebagai proses lanjutan setelah pengolahan fisik.
Pada proses ini karbon aktif digunakan untuk menurunkan kadar bahan organik terlarut
dan dengan proses adsorpsi oleh karbon aktif zat terlarut dalam air dapat diserap pada
permukaan media karbon aktif (Chrisafitri & Karnaningroem, 2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka penelitian yang
akan dilakukan adalah kemampuan saringan pasir lambat dikombinasikan dengan karbon
aktif sebagai alternatif pengolahan limbah cair tempe di lingkungan home industri tempe
Taman Randu Alas Kabupaten Sidoarjo. Saringan pasir lambat yang dipadukan dengan
karbon aktif diharapkan dapat menghasilkan pengolahan air limbah secara maksimal yang
memiliki manfaat besar tidak hanya dari segi pengolahan air limbah tetapi juga dalam
aspek lain yang lebih luas. Penulisan ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk
mencapai percepatan pengendalian pencemaran.
.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-eksperimental. Penelitian
yang dilakukan dengan menguji kemampuan saringan pasir lambat kombinasi karbon
aktif sebelum dan sesudah filtrasi berdasarkan parameter air limbah yang akan diuji
meliputi kekeruhan, pH, COD, BOD, TSS. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah limbah cair tempe yang berada di home industri Taman Randu Alas, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Sampel air di dapat dari hasil sisa produksi pencucian dan
perebusan kedelai yang akan dibuang ke badan air. Besar objek limbah cair yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 liter dengan jumlah sampel sebanyak 3
sampel. Pengujian sebelum filtrasi dilakukan sebanyak 1 kali sebagai data awal dan
pengujian sesudah filtrasi sebanyak 2 kali pada kran pipa setelah dilakukan filtrasi
pertama dan di kran pipa setelah dilakukan filtrasi kedua.
Lokasi pada penelitian ini untuk pengambilan sampel limbah cair berada di home
industri pembuatan tempe yang berada di Taman Randu Alas Kabupaten Sidoarjo Jawa
Timur. Untuk proses pembuatan instalasi dan pengujian kadar kekeruhan berada di
lingkungan Taman Randu Alas dan untuk pengujian kadar pH, BOD, COD, TSS berada
di Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. Waktu penelitian
dilakukan dimulai pada bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Juni 2022.
Teknik pengumpulan data diperoleh dengan pembuatan desain instalasi dan
pemantauan proses filtrasi dengan dilakukan pengujian kadar kekeruhan, pH, BOD,
COD, TSS sebanyak 3 kali. Sebagai data awal dilakukan pengujian sebanyak 1 kali
sebelum dilakukan proses filtrasi. Kemudian dilakukan pengukuran kembali kadar
kekeruhan, pH, BOD, COD, TSS setelah filtrasi sebanyak 2 kali pada pipa filtrasi
pertama dan kedua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
A.
Gambaran Umum Home Industri Kurnia Jaya
Industri rumahan pembuatan tempe Kurnia Jaya didirikan pertama kali oleh
generasi pertama pada tahun 2002. Lokasi home industri ini beralamat di Jl.Raya Taman
Randu Alas Gang 1 Sidoarjo. Rumah yang digunakan untuk memproduksi tempe masih
satu alamat dengan rumah pribadi pemilik. Letak rumah tersebut tepat berada di bantaran
sungai. Home industri Kurnia Jaya merupakan usaha keluarga turun temurun. Hingga saat
ini pengelola Industri rumahan pembuatan tempe Kurnia Jaya memasuki generasi kedua
yang dilanjutkan oleh anaknya. Pemilik home industri Kurnia Jaya turun langsung dalam
proses pembuatan tempe dan semenjak pandemi hanya memiliki 1 karyawan.
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 877
Home industri ini sebagai produsen pertama dalam pembuatan tempe sehingga
banyak distributor yang mengambil tempe langsung dari home industri ini dan diedarkan
di sekitar Sidoarjo-Surabaya. Sejak berdirinya home industri Kurnia jaya, belum pernah
memiliki IPAL dan langsung membuangnya ke sungai. Artinya, selama sekitar 20 tahun,
home industri tersebut membuang limbah cair tempe langsung ke badan air.
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
B.
Kekeruhan
Tabel 1.1 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter
kekeruhan. Nilai kekeruhan pada sampel air sebelum filtrasi dengan kode SBF sebesar
1153 NTU, setelah dilakukan filtrasi pertama pada nilai kekeruhan mengalami penurunan
dengan kode SSF 1 sebesar 960 NTU, sedangkan nilai kekeruhan sesudah filtrasi kedua
dengan kode SSF 2 sebesar 104 NTU. Perubahan nilai kekeruhan terjadi pada setiap
filtrasi, perubahan penurunan paling signifikan terjadi pada filtrasi kedua.
Tabel 1 Hasil Uji Kualitas Limbah Cair Tempe Parameter Kekeruhan
Parameter Kekeruhan
Sampel Limbah Cair
Nilai
(NTU)
(SBF)
1153
(SSF 1)
960
(SSF 2)
104
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
878 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 2 Grafik Efisiensi Kekeruhan
Gambar 2 menjelaskan terjadinya efisiensi pengurangan nilai kekeruhan. Garis
biru menunjukkan sampel air sesudah filtrasi pertama berkurang menjadi 960 NTU dan
menjadi 104 NTU sesudah filtrasi kedua. Garis abu-abu menunjukan efisiensi penyisihan,
pada filtrasi pertama efisiensi sebesar 16,73%. Efisiensi penyisihan setelah dilakukan
filtrasi kedua sebesar 90,98% dengan nilai 104 NTU.
C.
Power of Hydrogen (pH)
Tabel 2 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter pH. Nilai
pH pada sampel air sebelum filtrasi dengan kode SBF sebesar 4,36, setelah dilakukan
filtrasi pertama pada nilai pH mengalami sedikit peningkatan dengan kode SSF 1 sebesar
4,55, sedangkan nilai pH sesudah filtrasi kedua mengalami peningkatan drastis dengan
kode SSF 2 sebesar 9,07. Perubahan nilai pH terjadi pada setiap filtrasi, perubahan
peningkatan paling signifikan terjadi pada filtrasi kedua. Hasil uji kualitas limbah cair
tempe sebelum dan sesudah filtrasi dibandingkan dengan nilai Baku Mutu Permen LH
No.05 Tahun 2014.
Tabel 2 Hasil Uji Laboratorium Kualitas Limbah Cair Tempe Parameter pH
Parameter pH
Sampel Limbah Cair
Nilai
Baku Mutu Permen
LH No.05 Tahun
2014
Sebelum Filtrasi
(SBF)
4,36
6-9
Sesudah Filtrasi 1
Sesudah Filtrasi 2
(SSF 1)
4,55
(SSF 2)
9,07
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 879
Gambar 3 Grafik Efisiensi pH
Gambar 3 menjelaskan terjadinya efisiensi kenaikan pH. Garis oranye
menunjukkan sampel air sesudah filtrasi pertama terjadi peningkatan pH menjadi 4,55
dan menjadi 9,07 sesudah filtrasi kedua. Garis abu-abu menunjukan efisiensi kenaikan,
pada filtrasi pertama efisiensi sebesar 4,17%. Efisiensi kenaikan setelah dilakukan filtrasi
kedua sebesar 51,9%.
D.
Biological Oxygen Demand (BOD)
Tabel 3 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter BOD.
Nilai BOD pada sampel air sebelum filtrasi dengan kode SBF sebesar 37843 mg/L,
setelah dilakukan filtrasi pertama pada nilai BOD mengalami penurunan dengan kode
SSF 1 sebesar 29928 mg/L, sedangkan nilai BOD sesudah filtrasi kedua mengalami hal
serupa penurunan dengan kode SSF 2 sebesar 4099 mg/L. Perubahan nilai BOD terjadi
pada setiap filtrasi, perubahan penurunan paling signifikan terjadi pada filtrasi kedua.
Hasil uji kualitas limbah cair tempe sebelum dan sesudah filtrasi dibandingkan dengan
nilai Baku Mutu Permen LH No.05 Tahun 2014.
Tabel 3 Hasil Uji Laboratorium Kualitas Limbah Cair Tempe Parameter BOD
Parameter BOD
Sampel Limbah Cair
Nilai
(mg/L)
Baku Mutu Permen
LH No.05 Tahun
2014
(SBF)
37843
150
(SSF 1)
29928
(SSF 2)
4099
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
880 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 4 Grafik Efisiensi BOD
Gambar 4 menjelaskan terjadinya efisiensi pengurangan konsentrasi BOD. Garis
biru menunjukkan sampel air sesudah filtrasi pertama berkurang menjadi 29928 mg/L dan
menjadi 4099 mg/L sesudah filtrasi kedua. Garis abu-abu menunjukkan efisiensi
penyisihan sebesar 20,91% pada filtrasi pertama dan filtrasi kedua sebesar 89,17%.
E.
Chemical Oxygen Demand (COD)
Tabel.4 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter COD.
Nilai COD pada sampel air sebelum filtrasi dengan kode SBF sebesar 90597 mg/L,
setelah dilakukan filtrasi pertama pada nilai COD mengalami penurunan dengan kode
kode SSF 1 sebesar 72720 mg/L, sedangkan nilai COD sesudah filtrasi kedua dengan
kode SSF 2 sebesar 9928 mg/L. Perubahan nilai COD terjadi pada setiap filtrasi,
perubahan penurunan paling signifikan terjadi pada filtrasi kedua. Hasil uji kualitas
limbah cair tempe sebelum dan sesudah filtrasi dibandingkan dengan nilai Baku Mutu
Permen LH No.05 Tahun 2014.
Tabel 1.4 Hasil Uji Laboratorium Kualitas Limbah Cair Tempe Parameter COD
Parameter COD
Sampel Limbah Cair
Nilai
(mg/L)
Baku Mutu Permen
LH No.05 Tahun
2014
(SBF)
90597
300
(SSF 1)
72720
(SSF 2)
9928
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 881
Gambar 1.5 Grafik Efisiensi COD
Gambar 5 menjelaskan terjadinya pengurangan efisiensi konsentrasi COD. Garis
biru menunjukkan sampel air sesudah filtrasi pertama berkurang menjadi 72720 mg/L dan
menjadi 9928 mg/L sesudah filtrasi kedua. Garis abu-abu menunjukkan efisiensi
penyisihan sebesar 19,73% pada filtrasi pertama dan filtrasi kedua sebesar 89,04%.
F.
Total Suspended Solid (TSS)
Tabel 1.5 Hasil Uji Laboratorium Kualitas Limbah Cair Tempe Parameter
TSS
Tabel 5 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter TSS. Nilai
TSS pada sampel air sebelum filtrasi dengan kode SBF sebesar 6.580 mg/L, setelah
dilakukan filtrasi pertama pada nilai TSS mengalami penurunan drastis dengan kode SSF
1 sebesar 431,0 mg/L, sedangkan nilai TSS sesudah filtrasi kedua dengan kode SSF 2
sebesar 364,0 mg/L. Perubahan nilai TSS terjadi pada setiap filtrasi, perubahan
penurunan paling signifikan terjadi pada filtrasi pertama. Hasil uji kualitas limbah cair
tempe sebelum dan sesudah filtrasi dibandingkan dengan nilai Baku Mutu Permen LH
No.05 Tahun 2014.
Parameter TSS
Sampel Limbah Cair
Nilai
(NTU)
Baku Mutu Permen
LH No.05 Tahun
2014
(SBF)
6.580
100
(SSF 1)
431,0
(SSF 2)
364,0
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
882 http://sosains.greenvest.co.id
Gambar 6 Grafik Efisiensi TSS
Gambar 6 menjelaskan terjadinya pengurangan efisiensi konsentrasi TSS. Garis
biru menunjukkan sampel air sesudah filtrasi pertama berkurang menjadi 431,0 mg/L dan
menjadi 364,0 mg/L sesudah filtrasi kedua. Garis abu-abu menunjukkan efisiensi
penyisihan sebesar 93,44% pada filtrasi pertama dan filtrasi kedua sebesar 94,46%.
PEMBAHASAN
A.
Kekeruhan
Hasil uji yang telah dilakukan menunjukkan nilai kekeruhan pada setiap filtrasi
mengalami penurunan dari nilai awal parameter kekeruhan sebesar 1153 NTU. Penurunan
nilai kekeruhan terjadi dikarenakan adanya proses pengendapan, pada proses tersebut
terjadi pemisahan dari campuran padatan atau partikel dengan air, proses tersebut
digunakan agar kinerja filtrasi tidak terlalu berat. Setelah dilakukan pengendapan
selanjutnya air limbah melewati media filtrasi oleh pasir silika, pada proses tersebut
terjadi pemisahan air dari kandungan polutan, limbah cair tempe melewati media pasir
silika sehingga padatan tersuspensi halus dapat tersaring.
Gambar 2 menunjukan pengurangan konsentrasi secara signifikan terjadi pada
filtrasi kedua dengan efisiensi penyisihan sebesar 90,98% dengan nilai 104 NTU, hal
tersebut dikarenakan pada filtrasi pertama terjadi proses penyaringan endapan, banyak
partikel maupun padatan yang terperangkap pada lapisan filtrasi pertama dan pada filtrasi
kedua mengulang perlakuan pada filtrasi pertama sehingga kinerja filtrasi kedua berjalan
lebih maksimal dan air limbah yang dihasilkan pada filtrasi kedua menjadi jauh lebih
jernih. Kekeruhan air dapat dijadikan indikator pencemaran, sebab semakin keruh air
memiliki kemungkinan mengandung zat pencemar didalamnya (Ramadhani, Anna, &
Cholil, 2016).
Hasil penurunan nilai kekeruhan yang didapat dari penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh S. V. Ningrum, (2020) menunjukkan hasil analisa
kualitas air hasil filtrasi untuk parameter kekeruhan pada air baku dengan kadar 87.1
NTU telah melampui baku mutu air bersih yaitu 25 NTU namun mengalami penurunan
dengan susunan media pasir silika karbon aktif menjadi 10.8 NTU dan dengan susunan
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 883
karbon aktif pasir silika menjadi 10.3 NTU dimana kadar kekeruhan telah memenuhi
standar baku mutu air bersih. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Sulianto et
al., (2020) nilai kekeruhan air tanah setelah pengolahan menggunakan unit filtrasi
mencapai efektifitas 100% dari semula konsentrasi kekeruhan bernilai 25.9 NTU menjadi
0 NTU. Proses filtrasi untuk menurunkan kadar kekeruhan menggunakan media filter
pasir kuarsa, ijuk, dan kerikil. Pasir berfungsi untuk menyaring partikel kecil. Ijuk untuk
menyaring partikel kecil dan menahan pasir agar tidak terbawa aliran air. Kerikil untuk
meyaring partikel besar dan partikel sisa yang terkandung didalam air.
B.
Power of Hydrogen (pH)
Nilai pH menjadi parameter penting untuk mengetahui sifat asam-basa yang
merupakan penentuan tingkat pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki
kandungan yang terlalu asam akan mengganggu biota maupun ekosistem perairan selain
itu dapat mengurangi nilai guna air (Rosmawati, 2013). Pada Gambar 3 hasil uji yang
telah dilakukan menunjukkan adanya kenaikan nilai pH, kenaikan nilai pH terjadi sangat
signifikan pada percobaan filtrasi kedua dengan efisiensi kenaikan 51,9%. Hal tersebut
terjadi dikarenakan adanya reaksi kimia antara karbon aktif serta silika kepada ion-ion H
+
didalam air limbah yang digunakan. Kenaikan pH pada hasil filtrasi dikarenakan bahan
filtrasi yang digunakan karbon aktif dan Silika (Heriyani & Mugisidi, 2016) mengatakan
bahwa apabila nilai pH pada perairan mendekati netral maka nilai BOD akan semakin
berkurang, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada filtrasi
kedua kandungan BOD menurun sehingga pH akan naik pada rentan baku mutu yang
telah ditetapkan.
Karbon aktif merupakan material penyerap yang efektif. Pada proses filtrasi,
unsur asam dalam air limbah akan diuraikan menjadi ionion asam dan ion hidroksida
[OH-]. Ionion asam akan ditarik karbon aktif dengan gaya Van der Waals sehingga yang
tertinggal adalah ion [OH-] (Heriyani & Mugisidi, 2016). Interaksi Ionion asam dengan
karbon aktif adalah ion asam berikatan dengan gugus fungsi yang ada di permukaan
karbon aktif sehingga ion ion [H+] bekurang. Selain pengaruh karbon aktif, pasir kuarsa
yang memang sudah sejak lama terbukti menjadi media penyaring dan adsorben yang
baik, membantu mengikat ion H
+
sehingga memperbanyak ion OH
-
yang menyebabkan
kenaikan angka pH (Dewi & Buchori, 2016).
Naiknya kadar pH air limbah setelah dilakukan penyaringan sudah dapat
memenuhi baku mutu Permen LH No.5 tahun 2014. Pada filtrasi pertama belum
menunjukkan hasil maksimal dikarenakan dalam filtrasi pertama masih terganggu adanya
zat suspensi dalam air limbah dan pada filtrasi kedua kadar pH naik sesuai dengan standar
baku mutu yang telah ditentukan. Tentu saja hal ini tidak terlepas keberhasilan karbon
aktif dan pasir kuarsa sebagai absorben yang baik.
Hasil kenaikan nilai pH yang di dapat pada penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Buchori, (2016) hasil penyaringan dari saringan
Tipe 1 dapat menaikkan kadar pH sebesar 51 % ; saringan Tipe 2 sebesar 18,25 % ; dan
saringan Tipe 3 sebesar 62 % sehingga dari parameter pH dapat diketahui bahwa saringan
Tipe 3 mempunyai efektivitas yang paling baik. Saringan Tipe 3 dengan komposisi
ketebalan 7 cm sekam padi, 9 cm arang batok, 5 cm batu zeolith dan 7 cm pasir kuarsa.
Infiltrasi merupakan proses penyerapan air kedalam tanah, dalam hal ini air sungai yang
tercemar limbah tempe dapat masuk kedalam sumber air utama yang digunakan
masyarakat dan dapat berdampak pada permasalahan kesehatan (Pacheco, Martins,
Quininha, Oliveira, & Fernandes, 2018). Dampak buruknya kadar pH dapat
mengakibatkan dermatitis atopik, dermatitis kontak, iktiosis, benjolan kemerahan dan
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
884 http://sosains.greenvest.co.id
jerawat, kulit kering serta kulit keriput. Sedangkan dampak penurunan pH air terhadap
kesehatan yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada rambut serta kulit (Proksch, 2018).
C.
Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan senyawa organik yang ada pada limbah cair tempe. Besarnya
BOD pada air limbah menunjukan bahwa pengotoran air limbah semakin besar. Pada
pengolahan air limbah tingkat lanjut limbah cair tempe melewati media karbon aktif, pada
proses tersebut terjadi penyerapan adsorbat oleh adsorben sehingga senyawa organik
dalam air limbah berkurang.
Hasil yang telah didapatkan pada Gambar 4 menunjukan nilai BOD sebelum
dilakukan filtrasi sebesar 37843mg/L, setelah dilakukan filtrasi pertama menurun hingga
20,91% dan mengalami penurunan signifikan pada penurunan kedua hingga 89,17%. Hal
ini terjadi dikarenakan pasir kuarsa dan karbon aktif yang digunakan berperan dengan
sangat baik sebagai absorben dan penyaring. Pada penyaringan pertama, cairan masih
memiliki endapan yang menghambat efektivitas kinerja filter yang digunakan. Berbeda
dengan penyaringan kedua yang dilakukan, cairan sudah lebih jernih dari endapan yang
membuat filter bekerja secara maksimal (Novita, Hermawan, & Wahyuningsih, 2019).
Hasil penurunan nilai BOD yang di dapat pada penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi & Buchori, (2016) hasil penyaringan dari
saringan Tipe 1 dapat menurunkan kadar COD sebesar 30,95 % ; Tipe 2 Sebesar 39,99 %
; Tipe 3 sebesar 60,59 % ; sehingga dari parameter COD dapat diketahui bahwa saringan
Tipe 3 mempunyai efektivitas yang paling baik. Susunan material alat saring komposisi
ketebalan 7 cm sekam padi, 9 cm arang batok, 5 cm batu zeolith dan 7 cm pasir kuarsa.
Keberhasilan penurunan kadar BOD pada hasil uji tidak menjadi tolak ukur keberhasilan,
sebab filtrasi dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi standar baku mutu yang telah
dipaparkan pada Permen LH No.5 tahun 2014. Penurunan kadar BOD pada filtrasi
pertama dan kedua masih belum memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan hal
tersebut menunjukan bahwa komposisi absorben yang digunakan sebagai alat filtrasi
sudah baik namun perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Kadar COD dan BOD yang tinggi jika dibuang langsung ke lingkungan akan
melebihi kemampuan asimilasi di dalam aliran air. Hal ini dapat menyebabkan bakteri
tumbuh dengan cepat dan mengkonsumsi semua oksigen terlarut dalam air dan akibatnya
akan tercipta kondisi anaerobik. Pengurasan oksigen terlarut dan pertumbuhan bakteri
yang berlebihan mengakibatkan lenyapnya protozoa dan ikan (Aini, Sriasih, & Kisworo,
2017). Kandungan COD yang berlebihan pada suatu perairan sama halnya dengan
kandungan BOD yaitu akan berpengaruh terhadap menurunnya kandungan oksigen
terlarut (DO) dan pH, sehingga akan berpengaruh pada menurunnya kualitas perairan.
Akibat lebih lanjut adalah produktifitas sumberdaya perairan juga ikut menurun
(Supriyantini, Nuraini, & Fadmawati, 2017). Nilai BOD bisa saja sama dengan nilai COD
namun BOD tidak bisa lebih besar dibanding COD (Rosmawati, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2019) hubungan antara kadar
BOD dalam sampel air sumur dengan gangguan kesehatan pencernaan serta iritasi kulit
mempunyai nilai p-value sebesar 0,0046 yang artinya bahwa kadar BOD dalam sampel
air sumur mempunyai kecenderungan hubungan dengan kejadian gangguan pencernaan
dan iritasi kulit. Besarnya nilai BOD yang tinggi pada air ditandai melalui daya tampung
mikroorganisme yang besar. Kebanyakan mikroorganisme yang terkandung adalah
bakteri kelompok Coliform, Escherichia coli, dan Streptococcus faecalis yang mana bila
E. Coli masuk kedalam air yang digunakan warga untuk kegiatan sehari-hari akan masuk
kedalam pencernaan dalam jumlah yang besar akan mengakibatkan bahaya kesehatan,
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 885
seperti diare, infeksi bakteri jenis Streptococcus yang kadang-kadang masuk melalui pori
pori kulit (Rachmawati, 2019).
D.
Chemical Oxygen Demand (COD)
COD dan BOD merupakan parameter yang ada di baku mutu air limbah dari
hampir semua kegiatan (Rosmawati, 2013). Tingginya nilai COD dan BOD menandakan
bahwa ada indikasi pencemaran bahan organik (Rosmawati, 2013). COD merupakan
senyawa organik yang ada pada limbah cair tempe namun nilainya lebih besar dibanding
dengan nilai BOD, nilai COD yang tinggi secara umum dibandingkan dengan nilai BOD
kemungkinan dikarnakan nilai BOD hanya dipengaruhi oleh besaran TSS dan juga zat
organic yang ada dalam air saja, sedangkan nilai COD dipengaruhi oleh semua pengotor
air yang meliputi zat organic, mineral bervalensi rendah, dan senyawa kimia lainnya yang
reaktif dengan oksigen (oxygen scavenger) (Santoso, 2018). Semakin tinggi nilai COD
pada air mengakibatkan air itu tidak dapat digunakan dalam perikanan maupun pertanian.
Gambar 5.5 menunjukkan penurunan kadar COD pada filtrasi pertama sebesar
19.7% dan menurun hingga mencapai 89,04% pada filtrasi kedua. Proses filtrasi pertama
dikatakan belum cukup karena pada filtrasi pertama terjadi proses penyerapan zat organic
dan anorganik yaitu partikel-partikel zat tersuspensi penyebab kekeruhan. Kegiatan
tersebut menurunkan kemampuan absorben untuk melakukan penyaringan COD dengan
maksimal (Supriyantini et al., 2017).
Ronny & Syam, (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ketebalan suatu
media sangat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar COD (Chemical Oxygen
Demand) di mana semakin tebal media saring pasir silika dan karbon aktif limbah cair
rumah sakit maka besar pula penurunan yang terjadi. Hal ini memngkinkan proses difusi
dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih baik. Dengan
dipakainya media pasir silika dan karbon aktif, pada media ini dapat menurunkan kadar
COD di mana media ini mempunyai sifat adsorbs, sehingga dapat di manfaatkan untuk
menurunkan kadar COD (Chemical Oxygen Demand).
Penurunan yang terjadi belum dikatakan berhasil, sebab kadar COD setelah
penyaringan belum memenuhi standar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan.
Memperbaiki struktur absorben diyakini mampu menurunkan kadar COD, semakin tinggi
kadar COD maka semakin buruk manfaat yang diberikan. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilaksanakan oleh Royani et al, (2021) kadar COD dan BOD yang tinggi
jika dibuang langsung ke lingkungan akan melebihi kemampuan asimilasi di dalam aliran
air. Hal ini dapat menyebabkan bakteri tumbuh dengan cepat dan mengkonsumsi semua
oksigen terlarut dalam air dan akibatnya akan tercipta kondisi anaerobik. Pengurasan
oksigen terlarut dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan mengakibatkan lenyapnya
protozoa dan ikan (Aini et al., 2017). Kandungan COD yang berlebihan pada suatu
perairan sama halnya dengan kandungan BOD yaitu akan berpengaruh terhadap
menurunnya kandungan oksigen terlarut (DO) dan pH, sehingga akan berpengaruh pada
menurunnya kualitas perairan. Akibat lebih lanjut adalah produktifitas sumberdaya
perairan juga ikut menurun (Supriyantini et al., 2017).
E.
Total Suspended Solid (TSS)
TSS (Total Suspended Solid) merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Nilai TSS apabila meningkat
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
886 http://sosains.greenvest.co.id
cukup signifikan periairan akan tampak keruh dan kotor sehingga dapat mengurangi daya
guna airnya (Rosmawati, 2013).
Gambar 6 memperlihatkan hasil uji kualitas limbah cair tempe parameter TSS,
dari hasil tersebut didapatkan hasil bahwa terjadi perubahan nilai TSS sebelum dan
sesudah filtrasi. Nilai TSS mengalami penurunan sebanyak 93,4% dari jumlah awal pada
filtrasi pertama dan pada filtrasi kedua efisiensi alat menjadi 94,46% dikarenakan pada
filtrasi kedua sudah bekerja menggunakan air yang cenderung bersih dari hasil filtrasi
pertama.
Efektifitas penurunan kadar TSS pada filtrasi kedua cenderung berkurang. Hasil
yang didapat disebabkan partikel suspense sudah tersaring pada proses filtrasi kedua,
sehingga menyebabkan penurunan kemampuan filtrasi kedua. Selain itu partikel suspensi
yang berada pada filtrasi kedua kemungkinan lolos dipengaruhi ketebalan media, semakin
tebal media pasir silika dan karbon aktif mempengaruhi kadar TSS yang tersaring. Hal ini
sejalan dengan penelitian Ronny & Syam, (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
ketebalan suatu media sangat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar TSS
(Total Suspended Solid) di mana semakin tebal media saring pasir silika dan karbon aktif
limbah cair rumah sakit maka besar pula penurunan yang terjadi.
Hasil uji belum memenuhi standar baku mutu air limbah yang telah ditentukan.
Pada kasus ini mengindikasikan bahwa filter perlu diberikan instalasi tambahan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. TSS memiliki hubungan yang sama (korelasi positif)
dengan parameter kekeruhan. semakin tinggi TSS maka kekeruhan juga akan semakin
tinggi sementara parameter kecerahan memiliki hubungan terbalik dengan TSS, semakin
rendah TSS maka kecerahan akan semakin tinggi, (Supriyantini et al., 2017). Kekeruhan
air dapat dijadikan indikator pencemaran, sebab semakin keruh air memiliki
kemungkinan mengandung zat pencemar didalamnya (Ramadhani et al., 2016).
Hasil penurunan nilai TSS yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Buchori, (2016) hasil penyaringan dari saringan
Tipe 1 dapat menurunkan kadar TSS sebesar 9,37 % ; Tipe 2 sebesar 58,74 % ; dan Tipe
3 sebesar 65,23 % ; sehingga dapat diketahui bahwa saringan Tipe 3 mempunyai
effektivitas yang paling baik (Dewi & Buchori, 2016). Selain itu dalam penelitian yang
dilakukan oleh Luthfiyanti & Rahmadyanti, (2020) didapatkan hasil efisiensi penurunan
kadar TSS mencapai 90,70% dengan menggunakan media karbon aktif, ijuk, pasir halus
dan pasir kasar sebagai filter.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa; Hasil penelitian
menunjukkan terjadi perubahan nilai kekeruhan dalam proses pengolahan limbah cair
tempe dengan efektifitas penurunan sebesar 16,73% pada filtrasi pertama dan 89,17%
pada filtrasi kedua. Hal tersebut menunjukan bahwa saringan pasir lambat
dikombinasikan dengan karbon aktif terbukti mampu sebagai alternatif pengolahan air
limbah tempe. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai pH dalam proses
pengolahan limbah cair tempe dengan efektifitas kenaikan sebesar 4,10% pada filtrasi
pertama dan 51,92% pada filtrasi kedua. Hal tersebut menunjukan bahwa saringan pasir
lambat dikombinasikan dengan karbon aktif terbukti mampu sebagai alternatif
pengolahan air limbah tempe. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai BOD
(biological oxygen demand) dalam proses pengolahan limbah cair tempe dengan
efektifitas penurunan sebesar 20,91% pada filtrasi pertama dan 89,17% pada filtrasi
kedua. Hal tersebut menunjukan bahwa saringan pasir lambat dikombinasikan dengan
karbon aktif terbukti mampu sebagai alternatif pengolahan air limbah tempe. Hasil
penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai COD (Chemical oxygen demand) dalam
Kemampuan Saringan Pasir Lambat Dikombinasikan
Dengan Karbon Aktif Sebagai Alternatif Pengolahan
Air Limbah Tempe
2022
Mimin Indriani Mulia, Achmad Syafiuddin 887
proses pengolahan limbah cair tempe dengan efektifitas penurunan sebesar 19,73% pada
filtrasi pertama dan 89,04% pada filtrasi kedua. Hal tersebut menunjukan bahwa saringan
pasir lambat dikombinasikan dengan karbon aktif terbukti mampu sebagai alternatif
pengolahan air limbah tempe. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai TSS
(total suspended solid) dalam proses pengolahan limbah cair tempe dengan efektifitas
penurunan sebesar 93,44% pada filtrasi pertama dan 94,46% pada filtrasi kedua. Hal
tersebut menunjukan bahwa saringan pasir lambat dikombinasikan dengan karbon aktif
terbukti mampu sebagai alternatif pengolahan air limbah tempe.
BIBLIOGRAFI
Aini, Aini, Sriasih, Made, & Kisworo, Djoko. (2017). Studi pendahuluan cemaran air
limbah rumah potong hewan di Kota Mataram. Jurnal Ilmu Lingkungan, 15(1), 42.
Chrisafitri, Adistya, & Karnaningroem, Nieke. (2012). Pengolahan Air Limbah
Pencucian Mobil Dengan. 18.
Daroini, Tamamu Azizid, & Arisandi, Apri. (2020). Analisis Bod (Biological Oxygen
Demand) Di Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil, 1(4),
558566.
Dewi, Y. Sapta, & Buchori, Yanti. (2016). Penurunan COD, TSS pada penyaringan air
limbah tahu menggunakan media kombinasi pasir kuarsa, karbon aktif, sekam padi
dan zeolit. Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia, 9(1), 7480.
Heriyani, Oktarina, & Mugisidi, Dan. (2016). Pengaruh Karbon Aktif dan Zeolit pada pH
Hasil Filtrasi Air Banjir. Prosiding Seminar Nasional Teknoka, 1, M199M202.
Luthfiyanti, Sharfina, & Rahmadyanti, Erina. (2020). Pengolahan Air Limbah Sentra Pkl
Dengan Metode Rekayasa Filtrasi Untuk Keberlanjutan Sumber Daya Air. Rekayasa
Teknik Sipil, 2(2).
Mujiharjo, Sigit, Sidebang, Bosman, & Darmadi, Dedek. (2012). Performance of a Pipe
Slow Sand Filter (Ssf-P) With Difference Hydraulic Heads on Filtering Pollutants of
Crumrubber Plant Liquid Waste. Jurnal Agroindustri, 2(2), 7783.
https://doi.org/10.31186/j.agroind.2.2.77-83
Ningrum, Shofa Viyanti. (2020). Penggunaan Media Filter Pasir Silika Dan Karbon
Aktif Untuk Menurunkan Kekeruhan, Tds, Kesadahan Dan Besi Pada Reaktor
Filter. 6263.
Novita, Elida, Hermawan, Agnesa Arunggi Gaumanda, & Wahyuningsih, Sri. (2019).
Komparasi Proses Fitoremediasi Limbah Cair Pembuatan Tempe Menggunakan
Tiga Jenis Tanaman Air. Jurnal Agroteknologi, 13(01), 16.
https://doi.org/10.19184/j-agt.v13i01.8000
Pacheco, F. A. L., Martins, L. M. O., Quininha, M., Oliveira, A. Sousa, & Fernandes, L.
F. Sanches. (2018). Modification to the DRASTIC framework to assess
groundwater contaminant risk in rural mountainous catchments. Journal of
Hydrology, 566, 175191.
Proksch, Ehrhardt. (2018). pH in nature, humans and skin. The Journal of Dermatology,
45(9), 10441052.
Rachmawati, Hera. (2019). Pengaruh Kondisi Fisik Sumur dan Penurunan Kualitas Air
(BOD) terhadap Kejadian Penyakit (Studi Kasus IndustrixSoun di DesaxManjung
Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten). Media Kesehatan Masyarakat Indonesia,
18(2), 1922. https://doi.org/10.14710/mkmi.18.2.19-22
Ramadhani, Endi, Anna, Alif Noor, & Cholil, Munawar. (2016). Analisis Pencemaran
Kualitas Air Sungai Bengawan Solo Akibat Limbah Industri di Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ronny, Ronny, & Syam, Dedi Mahyudin. (2018). Aplikasi Teknologi Saringan Pasir
Volume 2, Nomor 8, Agustus 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
888 http://sosains.greenvest.co.id
Silika dan Karbon Aktif dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD Limbah Cair
Rumah Sakit Mitra Husada Makassar. HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan,
4(2), 6266.
Rosmawati. (2013). Jurnal Biology Science & Education. Jurnal Biology Science and
Education, 2(2), 159169.
Royani, Sri, Fitriana, Adita Silvia, Enarga, Afresa Bias Putri, & Bagaskara, Hanif
Zufrialdi. (2021). Kajian Cod Dan Bod Dalam Air Di Lingkungan Tempat
Pemrosesan Akhir (Tpa) Sampah Kaliori Kabupaten Banyumas. Jurnal Sains
&Teknologi Lingkungan, 13(1), 4049. https://doi.org/10.20885/jstl.vol13.iss1.art4
Santoso, Arif Dwi. (2018). Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang
Batubara Studi Kasus pada Danau Sangatta North PT. KPC di Kalimatan Timur.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(1), 89. https://doi.org/10.29122/jtl.v19i1.2511
Suarda, M. (2019). Peningkatan Kualitas Air Bersih Pedesaan Dengan Penerapan Sistem
Penyaring Air Aliran Up-Flow Pada Sistem Air Bersih Di Desa Menyali. 18(April),
150157.
Sulianto, Akhmad Adi, Aji, Angga Dheta Shirajjudin, & Alkahi, Muhammad Faaiq.
(2020). Rancang Bangun Unit Filtrasi Air Tanah untuk Menurunkan Kekeruhan dan
Kadar Mangan dengan Aliran Upflow. Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan,
7(2), 7280.
Supriyantini, Endang, Nuraini, Ria Azizah Tri, & Fadmawati, Anindya Putri. (2017).
Studi kandungan bahan organik pada beberapa muara sungai di kawasan ekosistem
mangrove, di wilayah pesisir pantai Utara Kota Semarang, Jawa Tengah. Buletin
Oseanografi Marina, 6(1), 2938.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.