Ahmad Ro’i Alfaza 35
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 7 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
JATUHNYA NILAI RUPIAH DAN KRISIS EKONOMI MENURUT PEMIKIRAN IBNU
TAIMMIYAH
Ahmad Ro’i Alfaza
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon.
Email : fazaahma[email protected]
Info Artikel :
Diterima : 25 Desember 2022
Disetujui : 5 Januari 2022
Dipublikasikan : 15 Januari 2022
Kata Kunci:
Nilai mata uang,
Krisis, Moneter, Ibnu
Taimiyyah.
Keywords:
Currency value, Crisis,
Monetary, Ibn
Taimiyyah.
ABSTRAK
Artikel ini menjelaskan mengenai pemikiran ibnu taimmiyah terhadap jatuhnya nilai mata uang dan
krisis ekonomi dan juga jatuhnya nilai rupiah serta krisis ekonomi di Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif dengan mencari beberapa referensi dan
literature review yang mendukung materi penelitian. Dalam penelitian ini penulis menemukan
masalah mengenai sebab jatuhnya mata uang rupiah serta krisis ekonomi yang terjadi di Negara
Indonesia. Penelitian ini bertujuan agar pembaca dapat memahami sebab jatuhnya mata uang yang
pernah terjadi pada masa ibnu Taimiyah dan mengkorelasikan dengan jatuhnya nilai rupiah saat ini di
Indonesia, selain itu penelitian ini bertujuan agar pembaca dapat memahami mengenai krisis ekonomi
menurut pemikiran ibnu Taimmiyah, dalam artikel ini juga akan di paparkan solusi yang bisa
diterapkan agar krisis moneter dapat diatasi secara efektif dan efisien berdasarkan pandangan ibnu
Taimmiyyah. Hasil penelitian ini yaitu: Menurut Ibnu Taimiyyah, jatuhnya nilai mata uang
disebabkan karena pencetakan uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa otoritas
pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang
adil dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya. Menurut Ibnu Taimiyyah Inflasi
tersebut terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan
fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan
untuk emas dan perak, maupun barang-barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi
menurun, dan akhirnya timbul inflasi.
ABSTRACT
This article describes Ibn Taimmiyah's thoughts on the fall in the value of the currency and the
economic crisis as well as the fall in the value of the rupiah and the economic crisis in Indonesia. The
research method used is through a qualitative approach by looking for several references and
literature reviews that support the research material. In this study the authors found problems
regarding the causes of the fall of the rupiah currency and the economic crisis that occurred in
Indonesia. This study aims so that the reader can understand the causes of the fall of the currency
that occurred during the time of Ibn Taimiyah and correlate it with the current fall in the value of the
rupiah in Indonesia, besides that this study aims to make the reader understand the economic crisis
according to Ibn Taimmiyah's thoughts, in this article also will be described solutions that can be
applied so that the monetary crisis can be overcome effectively and efficiently based on the views of
ibn Taimmiyyah. The results of this study are: According to Ibn Taimiyyah, the fall in the value of the
currency is caused by printing too much money. Ibn Taymiyyah said that the government authorities
should print coins (gold or silver) according to the fair transaction value of the population, without
the involvement of injustice in it. According to Ibn Taymiyyah, inflation occurs because of an
unbalanced currency circulation, namely by printing money whose nominal value is not balanced
with the metal content, so that when spent on gold and silver, as well as other valuables, the value of
the currency decreases. and finally inflation.
Volume 1, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
38 http://sosains.greenvest.co.id
PENDAHULUAN
Jatuhnya nilai mata uang dan krisis ekonomi sudah sering terjadi di dunia internasional maupun di
Indonesia. Diawali dengan terjadinya malapetaka yang besar (the great depressions) pada tahun 1930-an,
kemudian disusul dengan terjadinya krisis Amerika Latin pada dekade 1980-an, akhirnya muncul kembali
pada krisis moneter di Asia pada pertengahan tahun 1997-an, adalah pengalaman ekonomi dunia dengan
inflasi tingginya (hyper inflation) yang sangat merusakkan sendi-sendi ekonomi
Krisis ini diawali dari krisis di sektor moneter (depresiasi nilai tukar rupiah dengan dolar) yang
kemudian merambat kepada semua sektor tanpa terkecuali. Tingkat Inflasi ketika itu sebesar 77,60% yang
diikuti pertumbuhan ekonomi minus 13,20%. Adapun terganggunya sektor riil tampak pada kontraksi
produksi pada hampir seluruh sektor perekonomian. Tahun 1998, seluruh sektor dalam perekonomian
(kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih) mengalami kontraksi. Sektor konstruksi mengalami kontraksi
terbesar yaitu 36,4%. Disusul kemudian sektor keuangan sebesar 26,6%
Dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga stabilnya nilai mata uang, pemerintah dan otoritas
moneter yang ada mengambil beberapa kebijakan baik dari segi moneter, fiskal, maupun sektor riil. Dari segi
moneter, bank sentral akan menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbankan, mengkaji efektivitas
instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran akhir kebijakan moneter,
mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi dan memformulasikan respon kebijakan
moneter. Namun, dari paparan di atas, hakikatnya otoritas moneter hanya sebatas menyentuh permasalahan
teknis atau gejala (symptom) semata. Sebaliknya, perpaduan kebijakan yang digunakan menimbulkan krisis
bertambah parah.
Ibnu Taimiyah (1263-1328) pada masa Daulah Bani Mamluk juga telah memperingatkan keadaan ini,
ia menyatakan bahwa mata uang yang berkualitas buruk akan menyingkarkan mata uang berkualitas baik dari
peredaran. Apabila fulus dibiarkan beredar sebagai alat tukar maka niscaya dinar dan dirham akan
menghilang dari peredaran. Inflasi bisa terjadi disebabkan oleh faktor - faktor non meneter seperti bencana
alam, banjir yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi bahan kebutuhan pokok mapun rusaknya
infrastruktur jalan dan sebagainya sehinga berakibat pada terhambatnya distribusi bahan kebutuhan ke
beberapa daerah. Inflasi juga bisa disebabkan oleh faktor non moneter lainnya seperti lambannya respon
pemerintah mengantisipasi terjadinya inflasi.
Kehidupan manusia tentunya tidak akan dapat dipisahkan dengan permasalahan ekonomi seperti
jatuhnya nilai rupiah dan krisis moneter, yang mana melibatkan hubungan manusia dengan manusia lainnya,
tentunya hubungan tersebut harus didasarkan pada norma-norma agama yaknı Islam, yang mengatur segala
aspek kehidupan termasuk yang berkaitan dengan masalah ini. Dalam usaha mengembangkan sistem ekonomi
Islam, kita mencoba melihat sebuah konsep pemikiran yang sangat brilliant pada masa itu, sebagai inspirasi
dan petunjuk, oleh karena itu penulis mencoba menyampaikan pokok-pokok pemikıran dari salah satu tokoh
yakni Ibnu Taimiyyah yang berkaitan dengan masalah ekonomi, seperti jatuhnya nilai rupiah dan krisis
moneter.
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan artikel ini, kami menggunakan metode kualitatif dengan mencari dari beberapa
referensi dan literature review yang mendukung materi kajian ilmiah “Jatuhnya Rupiah dan Krisis Ekonomi
Menurut Pemikiran Ibnu Taimmiyah”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Biografi Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyyudin Ahmad bin Abdu Halim lahir di kota Harran pada
tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabbiul Awwal 661 H). Ia berasal dari kelurga yang berpendidikan tinggi.
Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hambali dan penulis sejumlah buku. Ibnu
Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim,
ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin
wanaharin". Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua
puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu ashar di samping
kuburan saudaranya, Syaikh Jamal AlIslam Syarafuddin. Jenazahnya disalatkan di masjid Jami` Bani
Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
Di Damaskus beliau belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya
ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan
mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam
menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah
keagamaan. Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam
JATUHNYA NILAI RUPIAH DAN KRISIS EKONOMI
MENURUT PEMIKIRAN IBNU TAIMMIYAH
2022
Ahmad Ro’i Alfaza 39
menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang
lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad.
Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa,
sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia
menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis empat
buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi
menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang
terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam.
2. Uang dan Jatuhnya Nilai Uang Menurut Ibnu Taimiyyah
a. Fungsi dan Karakteristik Uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan
media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan:
“Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai
barang-barang (mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal) dapat
diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.”
Pada kalimat terakhir pernyataannya tersebut (…dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri
mereka sendiri), sebagaimana yang diungkapkan juga oleh Al-Ghazali, menunjukkan bahwa beliau
menentang bentuk perdagangan uang untuk mendapatkan keuntungan. Perdagangan uang berarti menjadikan
uang sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan, dan ini akan mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang
sebenarnya. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk melakukan
transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas yaitu : Uang tidak mempunyai kepuasan intrinsik (intrinsic
utility) yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia secara langsung. ikendarai. Oleh karena itu
uang tidak boleh diperdagangkan dalam Islam. Komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda, sementara
uang tidak. Komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli.
Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang. Jika uang harus ditukar dengan
uang, maka pertukaran tersebut harus lengkap (taqabud) dan tanpa ada jeda (hulul). Jika dua orang saling
bertukar uang, yang salah satu di antara mereka membayar dengan kontan sementara yang lain berjanji akan
membayarnya nanti, maka orang pertama tidak dapat menggunakan uang yang dijanjikan dalam transaksi
tersebut sampai ia benar-benar dibayar. Hal ini menyebabkan orang pertama kehilangan kesempatan
menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah alasan Ibnu Taimiyah ketika menentang
jual beli uang
b. Jatuhnya Nilai Uang
Ibnu Taimiyyah mempunyai pengalaman beberapa kali turunnya nilai mata uang koin di Mesir, di
bawah pemerintah sejumlah sultan dari Dinasti Mamluk. Beliau meminta sultan untuk memeriksa penyebab
menurunnya nilai uang tersebut, yang menyebabkan terjadinya kekacauan ekonomi. Beliau sangat menentang
penurunan nilai mata uang, juga pencetakan uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa
otoritas pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang
adil dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya.
c. Mata Uang yang Buruk Akan Menyngkirkan Mata Uang yang Baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang
berkualitas baik dari peredaran. Ia menggambarkan hal ini sebagai berikut Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa
uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia
mengambarkan hal ini sebagai berikut :
“Apabila penguasa membatalkan penggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang
lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai
mata uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan
nilai tinggi yang semula mereka miliki. Lebih daripada itu, apabila nilai intrinsiknya mata uang tersebut
berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulakan mata
uang yang buruk dan menukarkannya dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawanya
ke daerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa kembali ke
daerahnya. Dengan demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur”.
Pada pernyataan tersebut, Ibnu Taimiyah menyebutkan akibat yang akan terjadi atas masuknya nilai
mata uang yang buruk bagi masyarakat yang sudah terlanjur memilikinya. Jika mata uang tersebut kemudian
dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai mata uang, berarti hanya diperlakukan sebagai barang biasa yang tidak
memiliki nilai yang sama dibanding dengan ketika berfungsi sebagai mata uang. Disisi lain, seiring dengan
kehadiran nilai mata uang yang baru, masyarakat akan memperoleh harga yang lebih rendah untuk barang-
barang mereka.
Di bagian akhir pernyataan beliau di atas, dinyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan
menyingkirkan uang dengan kualitas baik dari peredaran. Hal itu akibat beredarnya mata uang lebih dari satu
jenis pada saat itu dengan kandungan logam mulia yang berbeda. Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa 1
Dirham yang semula mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, sekarang menjadi terdiri atas 1/3 perak dan 2/3
Volume 1, Nomor 1, Januari 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
38 http://sosains.greenvest.co.id
tembaga. Masyarakat yang masih memegang Dinar dan Dirham lama termotivasi untuk menukar uangnya
tersebut dengan produkproduk dari luar negeri karena akan mendapatkan jumlah produk yang lebih banyak
atau lebih menguntungkan. Selanjutnya, makin banyak masyarakat beralih pada penggunaan Fulus sebagai
alat transaksi,. Akibatnya peredaran Dinar sangat terbatas, Dirham berfluktuasi, bahkan kadang-kadang
menghilang. Sementara Fulus beredar secara luas. Banyaknya Fulus yang beredar akibat meningkatnya
kandungan tembaga dalam mata uang Dirham mengakibatkan sistem moneter pada waktu itu tidak stabil.
d. Pandangan Ibnu Taimiyah Mengenai Harga dan Pasar
Ibnu Taimiyyah juga memberikan pandangannya mengenai harga dan pasar. Menurutnya mekanisme
harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen baik dari
pasar out put (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi). Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang
yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.
Harga yang adil merupakan harga (nilai barang) yang dibayar untuk objek yang sama diberikan, pada
waktu dan tempat yang diserahkan barang tersebut. Definisi harga yang adil menurut Ibn Taimiyyah adalah:
"Nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang
sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu
tertentu".
Ada dua tema pembahasan Ibn Taimiyah tentang masalah harga: a) Kompensasi yang setara/adil
('iwad al-mitsl) yaitu penggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara dari sebuah benda
menurut adat kebiasaan. b) Harga yang setara/adil (tsaman al-mitsl) yaitu nilai harga dimana orang-orang
menjual barangnya dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual itu
ataupun barangbarang yang sejenis lainnya ditempat dan waktu tertentu.
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga barang-barang yang dilakukan oleh pemerintah.
Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan
pokoknya. Mengenai regulasi harga menurut Ibn Taimiyyah, harga barang naik karena kekuatan pasar, bukan
karena ketidaksempurnaan pasar tersebut. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa pengaturan harga
diperlukan untuk mencegah pedagang menjual makanan atau barang dengan sesuka hati dan hanya menjual
kepada kelompok tertentu saja.
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran. Dalam
pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun mekanisme pasar adalah proses penentuan
tingkat harga berdasarkan kekuatan dan penawaran. Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran
(supply) dinamakan equilibrium price (harga keseimbangan) Ibn Taimiyyah juga memiliki pandangan tentang
pasar bebas, dimana suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Ia mengatakan
"naik turunnya harga tak selalu berkait dengan penguasaan (zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali
alasannya adalah karena adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang
diminta.
Jadi, jika kebutuhan terhadap jumlah barang meningkat, sementara kemampuan menyediakannya
menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan
permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan
seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tidak melibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga
disebabkan oleh ketidakadilan. Maha besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati manusia.
3. Krisis Moneter Dalam Pandangan Ibnu Taimiyyah
Krisis moneter terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi. Menurut Ibnu Taimiyyah Inflasi tersebut
terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai
nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak,
maupun barang-barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul
inflasi.
Dalam menangani krisis moneter, Ibnu Taimiyah telah memberikan kontribusi pemikirannya dengan
konsep kesetaraan/keadilan. Keadaan yang memicu saat terjadinya moneter membuat keuangan Negara tidak
stabil. Sama halnya dengan konsep yang terjadi sekarang, seketika harga dapat melonjak naik dan terkadang
turun, aktivitas ekonomipun sudah cukup banyak, dan tentu tingkat terjadinya fluktuasi juga semakin tinggi.
Ibnu Taimiyyah menangani hal tersebut dalam 3 hal yaitu :
1. Mekanisme Pasar
Pada prinsipnya mekanisme pasar diartikan bahwa harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan
dan penawaran (supply and demand). Jika supply lebih besar dari demand, maka harga akan cenderung
rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi sementara supply terbatas, maka harga akan cenderung
mengalami peningkatan.
Dalam implementasi sehari-hari belum bisa dipastikan kegiatan yang terbentuk di pasar apakah
memang berjalan sesuai dengan mekanisme pasar yang wajar, tidak ada unsur intervensi, tidak ada unsur
permainan oleh sekelompok kekuatan tertentu yang membentuk kartel dan sebagainya. Dalam pasar bebas
misalnya, terkadang ada terjadinya saham yang diperdagangkan dengan perubahan harga yang cukup wajar.
Wajar disini berarti fluktuasi harga yang terjadi berlangsung secara normal, tidak ekstrem. Tapi terkadang
JATUHNYA NILAI RUPIAH DAN KRISIS EKONOMI
MENURUT PEMIKIRAN IBNU TAIMMIYAH
2022
Ahmad Ro’i Alfaza 39
juga sering memperlihatkan ada saja saham-saham yang harganya bergerak secara ekstrem, naik secara
mencolok atau turun secara drastis.
Memahami mekanisme pasar pada aktifitas jual beli saham di pasar modal ini bukanlah hal yang
sederhana. Dibutuhkan kejelian dan kepekaan tinggi untuk melihat mana saham yang memang bergerak
berdasarkan mekanisme pasar dan mana saham yang bergerak di luar mekanisme pasar. Disebut bergerak di
luar mekanisme pasar karena fakta menunjukkan memang ada saham-saham tertentu yang pergerakannya
dikendalikan oleh satu kekuatan tertentu meskipun hal itu sulit dibuktikan.
Saham seperti inilah yang harus diwaspadai oleh investor. Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku
pengawas pasar tidak mungkin mengambil tindakan karena kenaikan harga saham tadi berlangsung dalam
koridor pasar. Artinya, tidak ada aturan pasar yang dilanggar. Karena itu investor harus ekstra hati-hati
melihat kenaikan harga saham yang tidak didukung oleh fakta material.
2. Regulasi Harga
Seiring dengan yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, jika terjadinya ketidak stabilan harga dimana
suatu komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat adanya manipulasi atau perubahan harga yang
disebabkan oleh dorongan-dorongan monopoli, maka pemerintah harus menetapkan harga yang adil bagi
penjual dan pembeli.
Kebijakan impor selama ini terbukti hanya menyelesaikan masalah sesaat. Dibutuhkan solusi jangka
panjang untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat. Kebijakan impor terbukti menciptakan
ketidakstabilan harga kebutuhan pokok. Pemenuhan target produksi dan pembenahan disisi jalur distribusi
seharusnya menjadi prioritas pemerintahan saat ini. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk
mempercepat peningkatan produksi dan pembenahan pasar domestik dibanding pemberian subsidi langsung
untuk operasi pasar atau pasar murah. Langkah tersebut diperlukan agar seluruh barang kebutuhan pokok bisa
terpenuhi dari produksi dalam negeri. Dengan demikian, harga yang terjadi pastinya lebih stabil dan
terjangkau oleh masyarakat, khususnya rakyat miskin yang tingkat perekonomiannya rendah.
3. Kebijakan Moneter
Pada dasarnya, suatu kebijakan akan muncul apabila telah terjadinya suatu gejala yang dirasakan.
Terjadinya infalasi misalnya, pada masa Ibnu Taimiyah inflasi timbul Karena adanya peredaran mata uang
yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan
kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-barang berharga
lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul inflasi. Sikap yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah menurut Ibnu Taimiyah adalah pencatakan fulus harus didasarkan pada
keseimbangan volume fulus dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi, sehingga dapat terciptanya harga
yang adil. Kemudian terhadap uang yang telah beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak
membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah menyarankan untuk mencetak uang sesuai dengan nilai riilnya.
Pada keadaan sekarang timbulnya Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau
desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan
sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan
terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi
karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment. Inflasi desakan biaya terjadi akibat meningkatnya biaya produksi sehingga mengakibatkan
harga produk-produk yang dihasilkan ikut naik. Untuk menanggulangi Inflasi tersebut maka Bank Sentral
diberikan wewenang khusus oleh pemerintah. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha
mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa Bank Sentral bahkan memiliki kewenangan
yang independen, dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar Bank Sentral,
termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa Bank Sentral yang
kurang independen, salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan
moneter untuk mendorong perekonomian, sehingga dari intervensi tersebut akan mendorong tingkat inflasi
yang lebih tinggi.
Bank Sentral umumnya mengandalikan jumlah uang beredar atau tingkat suku bunga sebagai
instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat
nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs), yang mana saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh Bank Sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Volume 2, Nomor 7, Juli 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
40 http://sosains.greenvest.co.id
KESIMPULAN
Menurut Ibnu Taimiyyah, jatuhnya nilai mata uang disebabkan karena pencetakan uang yang terlalu
banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa otoritas pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas
maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang adil dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman
didalamnya. Beliau sangat menentang nilai mata uang ini.
Krisis moneter terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi. Menurut Ibnu Taimiyyah Inflasi tersebut
terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai
nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak,
maupun barang-barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul
inflasi.
Kemudian Ibnu Taimiyyah memberikan solusi pemikirannya terhadap krisis moneter yaitu dengan
memperhatikan tiga hal yaitu : mekanisme pasar yang stabil, regulasi harga yang harus ditetapkan pemerintah
secara adil, dan kebijakan moneter oleh pemerintah berupa pencatakan fulus harus didasarkan pada
keseimbangan volume fulus dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi, sehingga dapat terciptanya harga
yang adil. Kemudian terhadap uang yang telah beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak
membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah menyarankan untuk mencetak uang sesuai dengan nilai riilnya.
Pengaruh Perceived Organizational Support dan
Organizational Virtuousness Pada Kinerja Dimediasi
Oleh Employee Well-Being
2022
Ahmad Ro’i Alfaza a 41
BIBLIOGRAFI
A. A. Islahi, "Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyyah", Surabaya : Bina Ilmu, 1997
A. Perwataatmaja Karnaen, "Diktat Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam", 2006
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005
An-Nabhani, Taqiyuddin, "an-Nidlam al-istishadi Fill Islam" Terj, Surabaya : Risalah Gusti 2002
Ascarya, "Sistem Keuangan dan Moneter Islam", Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank
Indonesia, 2007.
Azwar karim, Adiwarman, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006
Ibnu Taimiyyah, "al - hisbah" Kairo : Dar al - Sha'b, 1976
Ibnu Taimiyyah, "al - Siyasah al - Syar'iyyah" Kairo : Dar al - Sha'b, 1971
Sudarsono, Heri, "Konsep Ekonomi Islam", Yogyakarta : Ekonisia, 2002
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, 2002
Wibisana, wahyu, "Pendapat Ibnu Taimiyyah Tentang Keuangan Publik" 2016
Fahmi Khalamillah, dengan judul “Money Function And Money Banking By Ibnu Taimiyah"
https://mpra.ub.uni-muenchen.de/87018/1/MPRA_paper_87018.pdf (diakses pada 13 April 2020)
Ichsan Iqbal, "Pemikiran Ekonomi Islam Tentang Uang, Harga Dan Pasar".
https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/191/151 (diakses pada 13
April 2020)
Maskuroh, Niqmatul, "Ekonomi Islam - Inflasi dalam Perspektif Islam"
https://nikmatulmaskuroh.blogspot.com/2013/10/ekonomi-islam-inflasi-dalam-perspektif.html?m=1
(diakses pada 13 April 2020)
Qawwam Sabilalhaq M, "Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyyah"
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46643/1/QOWWAM%20SABILALHAQ-
FUF.pdf (diakses pada 13 April 2020)