Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1117 http://sosains.greenvest.co.id
penyelaman di atas, terdapat keterkaitan dari hasil wawancara peneliti dengan nelayan di
Kampung Cumpat. Dimana hasil wawancara yang dilakukan mendapatkan informasi
bahwa masyarakat Kampung Cumpat sebanyak 30 orang mengeluhkan sakit telinga setiap
kali melakukan aktivitas penyelaman. Dari keterangan para nelayan penyelam tersebut,
peneliti mencoba untuk menghubungkan antara keluhan gangguan telinga dengan
Barotrauma Telinga. Hal ini dikarenakan bahwa aktifitas para nelayan yang berisiko
menyebabkan gangguan telinga adalah penyelaman. Karena salah satu risiko penyelaman
adalah risiko Barotrauma Telinga.
Selain faktor lingkungan kerja, karakteristik individu nelayan juga berpeluang
mempengaruhi risiko Barotrauma Telinga. Karakteristik individu adalah minat, sikap
terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual, kemampuan
atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan dan emosi, suasana hati, perasaan
keyakinan dan nilai-nilai. Berdasarkan pemaparan (Peoni, 2014) yang dimaksud dengan
karakteristik individu adalah kemampuan dan kecakapan, latar belakang dan demografi.
(Peoni, 2014) menjelaskan bahwa karakteristik individu adalah kemampuan, karakteristik-
karakteristik biografis, pembelajaran, sikap, kepribadian, persepsi dan nilai. Mahayanti dan
Sriath (Mahayanti & Sriathi, 2017) menyebutkan bahwa individu yang merencanakan dan
organisasi yang mengarahkan, karakteristik individu yang tercermin dari keterampilan,
usia, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, keturunan, lingkup, lingkungan sosial,
pengalaman, dan nilai.
Ekawati (Ekawati, 2005) menunjukkan bahwa frekuensi menyelam per hari >14 kali
per hari lebih berisiko 57.79 kali dibandingkan frekuensi <14 kali. Sedangkan Menurut
penelitian (Rahmadayanti, Budiyono, & Darundiati, 2017) menunjukkan bahwa frekuensi
penyelaman dengan frekuensi > 3 kali mengalami gangguan telinga dengan p-value sebesar
0,02. Menurut penelitian Kartono pada penyelam di Jepara, menunjukkan bahwa faktor
risiko yang paling dominan untuk kejadian barotrauma adalah faktor kedalaman
penyelaman (OR=0.55). (Martinus et al., 2020) menyatakan bahwa semakin sering seorang
penyelam menyelam akan lebih sering terjadi trauma tekanan berulang pada telinga tengah
dan dalam, menyebabkan penciutan tuba eustachius dan organ keseimbangan pada telinga
dalam, mengalami pembengkakan jaringan dan penyumbatan pada tuba eusthacius, yang
dapat menyebabkan equalisasi. Selain itu, faktor alat selam, masa kerja, waktu istirahat dan
kecepatan menyelam juga ada kecenderungan mempengaruhi risiko terjadinya Barotrauma
Telinga pada nelayan.
Penelitian in bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan karakteristik individu
dengan risiko Barotrauma Telinga terhadap nelayan tradisional di Kampung Cumpat
Surabaya.
METODE PENELITIAN
Dalam Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Rancang
bangun penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan pelaksanaan
pengambilan data yang dilakukan bersamaan dalam satu waktu (Priyono, 2016). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan tradisional Kampung Cumpat Surabaya
sebanyak 80 nelayan.