1115 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 10 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
RISIKO BAROTRAUMA TELINGA NELAYAN TRADISIONAL
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email mellindayossy009.km18@student.unusa.ac.id, abdul.hakim@unusa.ac.id
Kata Kunci :
Karakteristik,
Individu, Risiko
Barotrauma
Keywords:
Characteristics,
Individuals, Risks
of Barotrauma
ABSTRACT
Latar Belakang: Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama
karena rumitnya fungsi tuba eustachius. Barotrauma terhadap telinga merupakan cedera
yang paling sering berisiko dialami penyelam. Barotrauma telinga tengah adalah risiko
kesehatan umum pada penyelam.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik individu
dengan risiko Barotrauma Telinga terhadap nelayan tradisional di Kampung Cumpat
Surabaya.
Metode : Metode penelitian ini kuantitatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini yaitu nelayan tradisional yang bekerja sebagai nelayan
penyelam sejumlah 67 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu
Purposive Sampling. Analisis data menggunakan Uji Chi-Square.
Hasil:. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 56 orang (83,6) dari 67 orang
nelayan penyelam yang mengalami gangguan telinga. Hasil uji chi square menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan dengan risiko barotrauma telinga di peroleh umur P-
Value 0,000, masa kerja P-Value 0,001, alat pelindung diri P-Value 0,007, lama
menyelam P-Value 0,000, frekuensi penyelaman dengan P-Value 0,002, kecepatan naik
ke permukaan P-Value 0,002, waktu istirahat P-Value 0,004.
Kesimpulan: Simpulan pada penelitian ini yaitu umur, masa kerja, alat pelindung diri,
lama menyelam, frekuensi penyelaman, kecepatan naik ke permukaan, kedalaman
menyelam memiliki hubungan dengan risiko barotrauma dan penggunaan earphone,
waktu istirahat tidak ada hubungan dengan risiko barotrauma telinga.
ABSTRACT
Background: Barotrauma most often occurs in the middle ear, this is mainly due to the
complexity of the functioning of the eustachian tubes. Barotrauma to the ear is the most
common injury that divers are at risk of experiencing. Middle ear barotrauma is a
common health risk in divers.
Objective: This study aims to analyze the relationship of individual characteristics with
the risk of Barotrauma Ear to traditional fishermen in Kampung Cumpat Surabaya.
Method: This research method is descriptive quantitative with a cross sectional
approach. The sample in this study was traditional fishermen who worked as diver
fishermen, a total of 67 respondents. The sampling technique used is Purposive
Sampling. Data analysis using the Chi-Square Test.
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1116
Result: The results showed that as many as 56 people (83.6) out of 67 diver fishermen
experienced ear problems. The results of the chi-square test showed that the factors
associated with the risk of ear barotrauma were obtained P-Value 0.000 life, P-Value
0.001 service life, personal protective equipment P-Value 0.007, P-Value 0.000 diving
duration, the diving frequency with P-Value 0.002, P-Value rise speed 0.002, P-Value
rest time 0.004.
Conclusion: The conclusions in this study are age, service life, personal protective
equipment, length of diving, frequency of diving, speed of rising to the surface, depth of
diving have an association with the risk of barotrauma, and the use of earphones, rest
time has no relationship with the risk of ear barotrauma. The advice is given.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan
kecil 6000 pulau tidak berpenghuni) yang menyebar di sekitar garis khatulistiwa yang
mempunyai iklim tropis. Total wilayah 1.919.440 km² total persentase wilayah perairan
4,85%. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km2 dengan garis pantai
terpanjang di dunia sebesar 81.000 km, gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508, dan
diperkirakan memiliki potensi produksi ikan sebanyak 6.26 juta ton per tahun dengan
kondisi geografis tersebut sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian
sebagai nelayan (Handajani, Relawati, & Handayanto, 2015).
Nelayan Surabaya khususnya di kampung Cumpat tergolong nelayan tradisional
yang aktivitasnya dilakukan di laut dan muara sungai. Pemilihan lokasi Nelayan
Tradisional Kenjeran Kampung Cumpat, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya, karena peneliti
telah melakukan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pengabdian masyarakat terhadap
lokasi tersebut. Kegiatan para nelayan di kampung Cumpat Surabaya, selain menangkap
ikan juga mencari kerang. Pencarian kerang ini dilakukan oleh para nelayan dengan cara
menyelam. Nelayan tradisional di Surabaya melakukan pekerjaan secara turun-temurun
atau mengikuti yang lain serta tanpa dibekali ilmu kesehatan dan peralatan penyelaman
yang memadai. Pada umumnya penyelaman yang dilakukan nelayan tradisional adalah
penyelaman tahan nafas dan penyelaman dengan menggunakan suplai udara dari
permukaan laut yang dialirkan melalui kompresor udara (Surface Supplied Breathing
Apparatus ) (Saraswati 2018).
Penyelaman merupakan suatu kegiatan mencari nafkah pada lingkungan kerja
penyelaman yang memiliki banyak faktor risiko yang mempengaruhi kondisi fisik
penyelam bahkan mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian kesakitan,
kelumpuhan/kecacatan, sampai dengan kematian (Martinus, Hadisaputro, & Munasik,
2020). Permasalahan risiko kesehatan penyelam tradisional umumnya dengan
permasalahan lingkungan hiperbarik yaitu lingkungan bertekanan tinggi lebih dari 1
atmosfer. Perubahan tekanan relatif terbesar dalam menyelam terjadi pada kedalaman 10
meter pertama, sehingga risiko cedera paling banyak terjadi pada kedalaman dangkal yaitu
4,3-17,4 kaki (1,3 meter-5,3 meter) dan dapat menyebabkan pecahnya membran timpani
(Navisah, Ma’rufi, & Sujoso, 2017). Perubahan tekanan udara dalam rongga udara
fisiologis tubuh dengan tekanan di sekitarnya, dapat berisiko menyebabkan kerusakan
jaringan tubuh yang di sebut Barotrauma, dapat terjadi pada bagian tubuh yang berongga,
antara lain paru-paru, sinus-sinus paranasalis dan telinga (Martinus et al., 2020).
Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama karena
rumitnya fungsi tuba eustachius. Barotrauma terhadap telinga merupakan cedera yang
paling sering berisiko dialami penyelam. Barotrauma telinga tengah adalah risiko
kesehatan umum pada penyelam, namun demikian dapat dicegah jika penyelam mau
menaati peraturan yang berlaku (Martinus et al., 2020). Berdasarkan uraian mengenai risiko
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1117 http://sosains.greenvest.co.id
penyelaman di atas, terdapat keterkaitan dari hasil wawancara peneliti dengan nelayan di
Kampung Cumpat. Dimana hasil wawancara yang dilakukan mendapatkan informasi
bahwa masyarakat Kampung Cumpat sebanyak 30 orang mengeluhkan sakit telinga setiap
kali melakukan aktivitas penyelaman. Dari keterangan para nelayan penyelam tersebut,
peneliti mencoba untuk menghubungkan antara keluhan gangguan telinga dengan
Barotrauma Telinga. Hal ini dikarenakan bahwa aktifitas para nelayan yang berisiko
menyebabkan gangguan telinga adalah penyelaman. Karena salah satu risiko penyelaman
adalah risiko Barotrauma Telinga.
Selain faktor lingkungan kerja, karakteristik individu nelayan juga berpeluang
mempengaruhi risiko Barotrauma Telinga. Karakteristik individu adalah minat, sikap
terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual, kemampuan
atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan dan emosi, suasana hati, perasaan
keyakinan dan nilai-nilai. Berdasarkan pemaparan (Peoni, 2014) yang dimaksud dengan
karakteristik individu adalah kemampuan dan kecakapan, latar belakang dan demografi.
(Peoni, 2014) menjelaskan bahwa karakteristik individu adalah kemampuan, karakteristik-
karakteristik biografis, pembelajaran, sikap, kepribadian, persepsi dan nilai. Mahayanti dan
Sriath (Mahayanti & Sriathi, 2017) menyebutkan bahwa individu yang merencanakan dan
organisasi yang mengarahkan, karakteristik individu yang tercermin dari keterampilan,
usia, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, keturunan, lingkup, lingkungan sosial,
pengalaman, dan nilai.
Ekawati (Ekawati, 2005) menunjukkan bahwa frekuensi menyelam per hari >14 kali
per hari lebih berisiko 57.79 kali dibandingkan frekuensi <14 kali. Sedangkan Menurut
penelitian (Rahmadayanti, Budiyono, & Darundiati, 2017) menunjukkan bahwa frekuensi
penyelaman dengan frekuensi > 3 kali mengalami gangguan telinga dengan p-value sebesar
0,02. Menurut penelitian Kartono pada penyelam di Jepara, menunjukkan bahwa faktor
risiko yang paling dominan untuk kejadian barotrauma adalah faktor kedalaman
penyelaman (OR=0.55). (Martinus et al., 2020) menyatakan bahwa semakin sering seorang
penyelam menyelam akan lebih sering terjadi trauma tekanan berulang pada telinga tengah
dan dalam, menyebabkan penciutan tuba eustachius dan organ keseimbangan pada telinga
dalam, mengalami pembengkakan jaringan dan penyumbatan pada tuba eusthacius, yang
dapat menyebabkan equalisasi. Selain itu, faktor alat selam, masa kerja, waktu istirahat dan
kecepatan menyelam juga ada kecenderungan mempengaruhi risiko terjadinya Barotrauma
Telinga pada nelayan.
Penelitian in bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan karakteristik individu
dengan risiko Barotrauma Telinga terhadap nelayan tradisional di Kampung Cumpat
Surabaya.
METODE PENELITIAN
Dalam Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Rancang
bangun penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan pelaksanaan
pengambilan data yang dilakukan bersamaan dalam satu waktu (Priyono, 2016). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan tradisional Kampung Cumpat Surabaya
sebanyak 80 nelayan.
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1118
Gambar 1
Kerangka Operasional Hubungan Karakteristik Individu Dengan Risiko
Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional (Studi Pada Nelayan Tradisional
Kampung Cumpat Surabaya)
Teknik Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara pengisian
lembar kuesioner. Responden diminta untuk memberikan tanda check list (√) pada kolom
yang sudah tersedia. Sebelum responden diminta untuk mengisi soal, responden dijelaskan
terlebih dahulu oleh peneliti cara pengisiannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hubungan Umur dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan umur dengan gangguan telinga nelayan tradisional
Kampung Cumpat kota Surabaya.
Observasi dan Survei
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1119 http://sosains.greenvest.co.id
Tabel 1 Hubungan Umur Dengan Gangguan Telinga Nelayan Tradisional
Kampung Cumpat Kota Surabaya.
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 1 hasil antara umur dengan gangguan telinga, maka
dapat dijelaskan bahwa subjek yang berumur 40 tahun yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 11 orang dengan persentase 33,3% dan
yang merasakan sejumlah 22 orang dengan persentase 66,7%. Sedangkan
untuk subjek yang berumur > 40 tahun yang tidak merasakan gangguan
telinga sejumlah 0 orang dengan persentase 0,0% dan koresponden yang
merasakan gangguan telinga sejumlah 34 orang dengan persentase 100,0%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,000 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan signifikan yang bermakna antara umur dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Responden yang berada pada
kelompok > 40 tahun merupakan faktor protektif 0,667 kali lebih besar
mengalami gangguan telinga dibanding umur 40 tahun. Kekuatan hubungan
umur dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat dilihat dari nilai phi sebesar
0,450 yang artinya terdapat hubungan yang cukup antara umur dengan Risiko
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat.
2. Hubungan Masa kerja dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan Masa kerja dengan gangguan telinga nelayan
tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 2 Hubungan Masa Kerja Dengan Gangguan Telinga Nelayan
Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
Umur
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan Telinga
Ada gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
40
tahun
11
33,3
22
66,7
33
100,0
0,667
0,524
0,849
> 40
tahun
0
0,0
34
100,0
34
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,000 < 0,05
Phi = 0,450
Massa
Kerja
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan Telinga
Ada gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
14 tahun
11
30,6
25
69,4
36
100,0
0,694
0,559
0,862
> 14 tahun
0
0,0
31
100,0
31
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,000 < 0,05
Phi = 0,411
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1120
Berdasarkan tabel 2 hasil antara masa kerja dengan gangguan telinga,
maka dapat dijelaskan bahwa subjek yang berumur 14 tahun yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 11 orang dengan persentase 30,6% dan
yang merasakan sejumlah 25 orang dengan persentase 69,4%. Sedangkan
untuk subjek yang berumur > 14 tahun yang tidak merasakan gangguan
telinga sejumlah 0 orang dengan persentase 0,0% dan koresponden yang
merasakan gangguan telinga sejumlah 31 dengan persentase 100,0%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,001 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan hubungan masa
kerja dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat dilihat dari nilai phi sebesar
0,411 yang artinya terdapat hubungan yang cukup antara masa kerja dengan
Risiko Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat.
3. Hubungan alat pelindung diri dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan alat pelindung diri dengan gangguan telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 3 Hubungan Alat Pelindung Diri Dengan Gangguan Telinga
Nelayan Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 3 hasil antara masa kerja dengan gangguan telinga,
maka dapat dijelaskan bahwa responden yang selalu pakai alat pelindung diri
yang tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 10 orang dengan persentase
27,8% dan yang merasakan sejumlah 26 orang dengan persentase 69,4%.
Sedangkan yang tidak pernah memakai alat pelindung diri yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 1 orang dengan persentase 3,2% dan
koresponden yang merasakan gangguan telinga sejumlah 56 dengan
persentase 83,6%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,007 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan signifikan yang bermakna antara alat pelindung diri dengan Risiko
Alat
Pelindung
Diri
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada
gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
Selalu pakai
10
27,8
26
69,4
36
100,0
8,611
1,167
63,548
Tidak
pernah
pakai
1
3,2
30
96,8
31
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,007 < 0,05 Phi = 0,330
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1121 http://sosains.greenvest.co.id
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Responden yang
berada pada kelompok tidak pernah memakai alat pelindung diri merupakan
faktor risiko 8,61 kali lebih besar berisiko Barotrauma Telinga dibanding
nelayan yang selalu memakai alat pelindung diri. Kekuatan hubungan alat
pelindung diri dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat dilihat dari nilai phi
sebesar 0,330 yang artinya terdapat hubungan yang rendah antara alat
pelindung diri dengan Risiko Barotrauma Telinga nelayan tradisional
Kampung Cumpat.
4. Hubungan Lama menyelam dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan lama menyelam dengan gangguan telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 4 Hubungan Lama Menyelam Dengan Gangguan Telinga Nelayan
Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 4 hasil antara lama menyelam dengan gangguan
telinga, maka dapat dijelaskan bahwa lama menyelam ≤ 30 menit yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 11 orang dengan persentase 32,4% dan
yang merasakan sejumlah 23 orang dengan persentase 67,6%. Sedangkan
untuk lama menyelam > 30 menit yang tidak merasakan gangguan telinga
sejumlah 0 orang dengan persentase 0,0% dan koresponden yang merasakan
gangguan telinga sejumlah 33 dengan persentase 100,0%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,000 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara lama menyelam dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan hubungan lama
menyelam dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat dilihat dari nilai phi
sebesar 0,437 yang artinya terdapat hubungan yang cukup antara lama
menyelam dengan Risiko Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung
Cumpat.
5. Hubungan frekuensi penyelaman dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan frekuensi penyelaman dengan gangguan telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Lama
Menyelam
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
≤ 30 Menit
11
32,4
23
67,6
34
100,0
0,676
0,536
0,853
> 30 Menit
0
0,0
33
100,0
33
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,000 < 0,05
Phi = 0,437
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1122
Tabel 5 Hubungan Frekuensi Penyelaman Dengan Gangguan Telinga
Nelayan Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 5 hasil antara frekuensi penyelaman dengan
gangguan telinga, maka dapat dijelaskan bahwa frekuensi penyelaman > 3
kali/hari yang tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 1 orang dengan
persentase 2,9% dan yang merasakan sejumlah 34 orang dengan persentase
97,1%. Sedangkan untuk frekuensi penyelaman 3 kali/hari yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 10 orang dengan persentase 31,3% dan
koresponden yang merasakan gangguan telinga sejumlah 22 dengan
persentase 68,8%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,002 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara frekuensi penyelaman dengan Risiko
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan
hubungan frekuensi penyelaman dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat
dilihat dari nilai phi sebesar -0,383 yang artinya terdapat hubungan yang erat
antara frekuensi penyelaman dengan Risiko Barotrauma Telinga nelayan
tradisional Kampung Cumpat.
6. Hubungan kecepatan naik ke permukaan dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan kecepatan naik ke permukaan dengan gangguan
telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 6 Hubungan Kecepatan Naik Ke Permukaan Dengan Gangguan
Telinga Nelayan Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Frekuensi
penyelaman
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada
gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
> 3 kali
1
2,9
34
97,1
35
100,0
1,413
1,111
1,797
≤ 3 kali
10
31,3
22
68,8
32
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,002 < 0,05
Phi = -0,383
Kecepatan Naik ke
Permukaan
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada
gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
Langsung naik
secara cepat
1
2,9
34
97,1
35
100,0
1,413
1,111
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1123 http://sosains.greenvest.co.id
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 6 hasil antara kecepatan naik ke permukaan dengan
gangguan telinga, maka dapat dijelaskan bahwa nelayan yang naik ke
permukaan secara cepat tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 1 orang
dengan persentase 2,9% dan yang merasakan sejumlah 34 orang dengan
persentase 97,1%. Sedangkan nelayan yang naik ke permukaan secara
berhenti di setiap kedalaman tertentu atau secara perlahan yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 10 orang dengan persentase 31,3% dan
koresponden yang merasakan gangguan telinga sejumlah 22 dengan
persentase 68,8%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,002 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kecepatan naik ke permukaan dengan Risiko
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan
hubungan kecepatan naik ke permukaan dengan Risiko Barotrauma Telinga
dapat dilihat dari nilai phi sebesar -0,383 yang artinya terdapat hubungan
yang rendah antara kecepatan naik ke permukaan dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat
7. Hubungan waktu istirahat ke permukaan dengan Gangguan Telinga
Berikut ini tabulasi silang hubungan waktu istirahat dengan gangguan
telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 7 Hubungan waktu istirahat Dengan Gangguan Telinga Nelayan
Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
xBerdasarkan tabel 7 hasil antara waktu istirahat dengan gangguan
telinga, maka dapat dijelaskan bahwa waktu istirahat 60 Menit yang tidak
Berhenti disetiap
kedalaman tertentu
(Perlahan)
10
31,3
22
68,8
32
100,0
1,797
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,002 < 0,05
Phi = -0,383
Waktu
Istirahat
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
≤ 60 Menit
1
3,0
32
97,0
33
100,0
1,374
1,097
1,721
> 60 Menit
10
29,4
24
70,6
34
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,004 < 0,05
Phi = -0,356
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1124
merasakan gangguan telinga sejumlah 1 orang dengan persentase 3,0% dan
yang merasakan sejumlah 32 orang dengan persentase 97,0%. Sedangkan
untuk waktu istirahat > 60 menit yang tidak merasakan gangguan telinga
sejumlah 10 orang dengan persentase 29,4% dan koresponden yang
merasakan gangguan telinga sejumlah 24 dengan persentase 70,6%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,004 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara waktu istirahat dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan hubungan waktu
istirahat dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat dilihat dari nilai phi sebesar
-0,356 yang artinya terdapat hubungan yang rendah antara waktu istirahat
dengan Risiko Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat.
8. Hubungan kedalaman menyelam dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan kedalaman menyelam dengan gangguan telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 8 Hubungan Kedalaman Menyelam Dengan Gangguan Telinga
Nelayan Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 8 hasil antara kedalaman menyelam dengan
gangguan telinga, maka dapat dijelaskan bahwa kedalaman menyelam > 10
Meter yang tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 0 orang dengan
persentase 0,0% dan yang merasakan sejumlah 31 orang dengan persentase
100,0%. Sedangkan untuk kedalaman menyelam 10 meter yang tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 11 orang dengan persentase 30,6% dan
koresponden yang merasakan gangguan telinga sejumlah 25 dengan
persentase 69,4%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,001 < 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kedalaman menyelam dengan Risiko
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan
hubungan kedalaman menyelam dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat
dilihat dari nilai phi sebesar -0,411 yang artinya terdapat hubungan yang
Kedalaman
Menyelam
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada
gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
> 10 Menit
0
0,0
31
100,0
31
100,0
1,440
1,159
1,788
≤ 10 Menit
11
30,6
25
69,4
36
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,001 < 0,05
Phi = -0,411
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1125 http://sosains.greenvest.co.id
rendah antara kedalaman menyelam dengan Risiko Barotrauma Telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat.
9. Hubungan penggunaan earphone dengan Gangguan Telinga
Berikut ini tabulasi silang hubungan penggunaan earphone dengan
gangguan telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 9 Hubungan Earphone Dengan Gangguan Telinga Nelayan
Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Penggunaan
earphone
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada gangguan
telinga
n
%
n
Lower
n
%
1,134
0,911
1,411
Tidak
4
11,4
1,134
0,911
1,134
100,0
Iya
7
21,9
25
78,1
32
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,249 < 0,05 Phi = -0,141
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 9 hasil antara penggunaan earphone dengan
gangguan telinga, maka dapat dijelaskan bahwa responden yang tidak
menggunakan earphone dan tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 4
orang dengan persentase 21,9% dan yang merasakan sejumlah 31 orang
dengan persentase 88,6%. Sedangkan untuk responden yang menggunakan
earphone yang tidak merasakan gangguan telinga sejumlah 7 orang dengan
persentase 21,9% dan koresponden yang merasakan gangguan telinga
sejumlah 25 dengan persentase 78,1%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,249 > 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara penggunaan earphone dengan Risiko
Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan
hubungan penggunaan earphone dengan Risiko Barotrauma Telinga dapat
dilihat dari nilai phi sebesar -0,141 yang artinya tidak terdapat hubungan yang
sangat rendah antara penggunaan earphone dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat.
10. Hubungan waktu penggunaan earphone dengan Gangguan Telinga
Berikut ini hubungan waktu penggunaan earphone dengan gangguan
telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat kota Surabaya.
Tabel 10 Hubungan waktu penggunaan Earphone Dengan Gangguan Telinga
Nelayan Tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Waktu
penggunaan
earphone
Gangguan Telinga
Total
RP
95% CI
Tidak ada
Gangguan
Telinga
Ada
gangguan
telinga
n
%
n
%
n
%
Lower
Upper
0
4
11,4
31
88,6
35
100,0
-
-
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1126
≤ 3 jam
5
21,7
18
78.3
23
100,0
> 3 jam
2
22,2
7
77,8
9
100,0
Total
11
16,4
56
83,6
67
100,0
P-Value = 0,214 < 0,05 Phi = 0,141
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 10 hasil antara waktu penggunaan earphone dengan
gangguan telinga, maka dapat dijelaskan bahwa responden yang
menggunakan earphone dengan waktu 3 Jam yang tidak merasakan
gangguan telinga sejumlah 4 orang dengan persentase 11,4% dan yang
merasakan sejumlah 31 orang dengan persentase 88,6%. Sedangkan untuk
responden yang menggunakan earphone dengan waktu > 3 jam tidak
merasakan gangguan telinga sejumlah 2 orang dengan persentase 22,2% dan
koresponden yang merasakan gangguan telinga sejumlah 7 dengan persentase
77,8%.
Hasil dari uji Chi square diperoleh P-value sebesar 0,214 > 0,05, maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara waktu penggunaan earphone dengan
Risiko Barotrauma Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat. Kekuatan
hubungan waktu penggunaan earphone dengan Risiko Barotrauma Telinga
dapat dilihat dari nilai phi sebesar 0,141 yang artinya tidak terdapat hubungan
yang sangat rendah antara penggunaan earphone dengan Risiko Barotrauma
Telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat.
B. Pembahasan
1. Hubungan umur dengan gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin bertambahnya umur responden maka semakin besar risiko
barotrauma telinga yang dialami. Hasil wawancara dari 56 responden yang
mengaku mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan
responden yang berumur lebih dari 40 tahun. Tepatnya berjumlah 34 orang
dengan persentase 50,7%. Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga
Kampung Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022.
Hasil Penelitian ini sejalan dengan (Rachmayanti, 2018) yang
menyebutkan bahwa usia lanjut lebih banyak menderita gangguan
pendengaran dibandingkan usia muda. Hal ini disebabkan pada usia lanjut
terjadinya penurunan sensitivitas pendengaran seiring dengan bertambahnya
umur. Selain itu penelitian yang di lakukan oleh (Rahmawati, 2015)
menyebutkan bahwa pada orang dengan umur yang lebih tua ambang reflek
akustik nya juga akan menurun. Reflek akustik berfungsi memberikan
perlindungan terhadap bising yang berlebih. Pada orang tua membutuhkan
rangsangan bising yang lebih tinggi untuk menimbulkan reflek akustik
disbanding dengan usia muda.
Dapat disimpulkan bahwa risiko barotrauma lebih riskan dialami oleh
nelayan penyelam yang berumur lanjut. Hal ini bisa disebabkan bahwa
semakin bertambahnya umur nelayan maka semakin menurun kondisi dari
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1127 http://sosains.greenvest.co.id
kesehatan fisiknya. Terlebih lingkungan bekerja nelayan penyelam berada
pada lingkungan hiperbarik yang membuat risiko barotrauma telinga semakin
berisiko tinggi.
2. Hubungan masa kerja dengan gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin bertambahnya masa kerja responden maka semakin besar
risiko barotrauma telinga yang dialami. Dari 56 responden yang mengaku
mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan responden
yang memasuki masa kerja lebih dari 14 tahun. Tepatnya berjumlah 34 orang
dengan persentase 100,0%. Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Mallapiang, Alam, & Rizal, 2015) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat
hubungan antara masa kerja dengan gangguan telinga. Penelitian yang
dilakukan oleh (Marisdayana, Suhartono, & Nurjazuli, 2016) juga
menyebutkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan
telinga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, semakin lama masa kerja
seorang nelayan penyelam maka semakin besar risiko barotrauma yang
dialami. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi penyelam yang terus menerus
mendapatkan perbedaan tekanan pada tubuhnya selama menyelam. Paparan
perbedaan tekanan ini lah yang membuat kemampuan telinga untuk
menyesuaikan kondisi lingkungan membuat perlahan-lahan berkurang
sehingga risiko barotrauma telinga riskan dialami.
3. Hubungan alat pelindung diri dengan Gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa nelayan yang tidak pernah memakai alat pelindung diri maka semakin
besar risiko barotrauma telinga yang dialami. Dari 56 responden yang
mengaku mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan
responden yang tidak pernah memakai alat pelindung diri saat menyelam.
Tepatnya berjumlah 30 orang dengan persentase 96,8%. Sedangkan dari
tabulasi silang dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan
terhadap risiko barotrauma telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat
Kota Surabaya Tahun 2022.
Penelitian ini sejalan dengan (Ekawati, 2005) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan gangguan
pendengaran. Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan
yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya dari kemungkinan adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. APD adalah perangkat
keselamatan yang wajib digunakan oleh penyelam, karena hal ini karena
risiko dari penyelaman sangat besar. Salah satu risiko yang dialami oleh
penyelam adalah barotrauma telinga. Hal ini lah yang membuat banyak
nelayan penyelam mengalami gangguan pendengaran.
4. Hubungan lama menyelam dengan gangguan pendengaran
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1128
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin lamanya nelayan menyelam maka responden mengalami
semakin besar risiko barotrauma telinga. Dari 56 responden yang mengaku
mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan responden
yang lama menyelam lebih dari 30 menit. Tepatnya berjumlah 33 orang
dengan persentase 100,0%. Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga
Kampung Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Ekawati, 2005) yang membuktikan
bahwa lama menyelam memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian
barotrauma telinga. Dapat disimpulkan bahwa risiko barotrauma lebih riskan
dialami oleh nelayan penyelam yang lama menyelam lebih dari 30 menit. Hal
ini bisa disebabkan karena semakin lama penyelam berada di bawah air
artinya penyelam akan semakin lama pula terpapar oleh perbedaan tekanan.
Sehingga telinga akan semakin sering untuk melakukan penyesuaian
(ekualisasi) tekanan. Kondisi yang seperti ini membuat kemampuan telinga
menurun dan lebih berisiko ter dampak risiko barotrauma telinga. Penelitian
ini juga sejalan dengan (Prasetyo, Soemantri, & Lukmantya, 2012) yang
menyebutkan bahwa barotrauma telinga banyak terjadi pada lama menyelam
> 2-4 jam.
5. Hubungan Frekuensi Penyelaman dengan Gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin lamanya frekuensi penyelaman nelayan semakin besar risiko
barotrauma telinga. Dari 56 responden yang mengaku mengalami gangguan
telinga lebih dari separuhnya merupakan responden yang lama menyelam
kurang dari 3 Kali. Tepatnya berjumlah 34 orang dengan persentase 97,1%.
Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga Kampung Cumpat Kota
Surabaya Tahun 2022.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Ekawati, 2005) dimana dalam
penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi
penyelaman dengan gangguan pendengaran. Penelitian yang dilakukan oleh
(Rahmadayanti et al., 2017) menunjukkan bahwa frekuensi penyelaman yang
berulang-ulang dengan penyelaman scuba ada hubungan yang signifikan
terhadap kejadian barotrauma telinga. Semakin sering frekuensi penyelam
yang melakukan penyelaman, akan sering berbahaya bagi Kesehatan
penyelam. Bahaya yang ditimbulkan ini berasal dari semakin seringnya
rongga telinga melakukan ekualisasi (menyamakan tekanan). Namun risiko
penyelaman bisa dihindari jika penyelam mempunyai kemampuan diri untuk
menyesuaikan tekanan (ekualisasi). Semua orang mampu mempelajari
Teknik ekualisasi dengan benar. Keberhasilan dalam melakukan ekualisasi
dapat mencegah terjadinya risiko barotrauma telinga.
6. Hubungan Kecepatan Naik ke Permukaan dengan Gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa nelayan yang naik ke permukaan secara cepat maka semakin besar
risiko barotrauma telinga yang dialami. Dari 56 responden yang mengaku
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1129 http://sosains.greenvest.co.id
mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan responden
yang naik ke permukaan secara cepat. Tepatnya berjumlah 34 orang dengan
persentase 97,1%. Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga
nelayan tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Rahmadayanti et al., 2017) dimana
dalam penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan
naik ke permukaan dengan gangguan pendengaran. Penelitian yang dilakukan
(Fatimah, Andarini, & Astari, 2019) juga menyatakan bahwa kecepatan
menyelam berpengaruh terhadap risiko Barotrauma Telinga. Kecepatan turun
ke kedalaman maupun kecepatan naik ke permukaan mempunyai pengaruh
terhadap kinerja rongga telinga. Semakin cepat penyelam melakukan
penyelaman maka rongga telinga juga menyesuaikan tekanan (ekualisasi)
dengan cepat. Akibat dari itu, maka Kesehatan telinga akan menurun dan
membuat penyelam lebih berisiko ter dampak barotrauma telinga. Oleh
karena itu sebaiknya nelayan penyelam melakukan penyelaman dengan
Teknik dan SOP yang benar. Terlebih kemampuan dan wawasan penyelam
untuk melakukan ekualisasi dapat mencegah risiko barotrauma telinga.
7. Hubungan waktu istirahat dengan Gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin berkurangnya waktu istirahat responden maka semakin besar
risiko barotrauma telinga yang dialami. Dari 56 responden yang mengaku
mengalami gangguan telinga lebih dari separuhnya merupakan responden
yang melakukan waktu istirahat kurang dari 30 menit. Tepatnya berjumlah 32
orang dengan persentase 97,0%. Sedangkan dari tabulasi silang dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko
barotrauma telinga nelayan tradisional Kampung Cumpat Kota Surabaya
Tahun 2022.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Rahmadayanti et al., 2017)
dimana dalam penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan antara
waktu istirahat dengan kejadian barotrauma. Istirahat di permukaan perlu
dilakukan agar udara tidak terjebak dalam jangka waktu yang lama dan
membrane timpani tidak mengalami kompresi secara terus menerus. Istirahat
beberapa waktu juga diperlukan agar nitrogen yang terserap bisa keluar dari
tubuh. Sehingga tidak heran apabila banyak penyelam yang merasakan
adanya gangguan telinga akibat aktifitas penyelaman mereka. Gangguan
telinga yang dirasakan oleh nelayan tersebut besar kemungkinan adalah
kejadian Barotrauma telinga.
8. Hubungan kedalaman menyelam dengan Gangguan telinga
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa semakin dalam seorang penyelam melakukan penyelaman maka risiko
barotrauma telinga semakin besar pula. Hal ini dibuktikan dengan data yang
didapat, dari 56 orang yang mengeluhkan adanya gangguan telinga, sebanyak
36 orang (53,7%) melakukan penyelaman dengan kedalaman > 10 meter.
Sedangkan dari tabulasi silang dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1130
yang signifikan terhadap risiko barotrauma telinga nelayan tradisional
Kampung Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Prasetyo et al., 2012) yang
menyatakan bahwa angka kejadian Barotrauma Telinga akibat kedalaman
menyelam. Penelitian yang dilakukan oleh (Navisah et al., 2017) menyatakan
bahwa faktor risiko paling dominan terhadap barotrauma telinga adalah faktor
kedalaman. Setiap penyelam turun 10 meter di bawah permukaan air, terjadi
penambahan tekanan sebesar 1 atm yakni setara dengan 70 mmHg.
Bertambahnya tekanan tersebut yang membuat risiko barotrauma telinga
semakin besar. Karena rongga telinga akan mengalami tekanan semakin
besar. Sehingga untuk menyelam dengan kedalaman yang cukup dalam maka
dibutuhkan APD agar nelayan penyelam terhindar dari risiko barotrauma
telinga.
9. Hubungan Penggunaan Earphone dengan Gangguan telinga
Hasil penelitian terhadap penggunaan earphone, didapat angka
sebanyak 32 orang menggunakan earphone serta hanya 7 orang yang tidak
merasakan gangguan telinga. Jika dikaji lebih jauh, penggunaan earphone
hanya sebesar 37.3% saja yang merasakan gangguan telinga. Sedangkan dari
tabulasi silang dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan terhadap risiko barotrauma telinga nelayan tradisional Kampung
Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022. Penggunaan earphone memang berisiko
terhadap gangguan telinga, hal ini seperti yang selanjutnya diungkapkan oleh
tetapi jika ditinjau lebih dalam lagi terkait gangguan telinga yang ada, maka
penggunaan earphone tidak ada hubungannya dengan risiko barotrauma,
sehingga bisa saja gangguan yang dikeluhkan oleh nelayan merupakan
gangguan telinga yang mengarah ke barotrauma telinga. Oleh karena itu,
peneliti lebih memfokuskan terhadap faktor yang lainnya agar bisa spesifik
dalam menghubungkan antara gejala gangguan telinga dengan risiko
barotrauma telinga
10. Hubungan waktu penggunaan earphone dengan Gangguan telinga
Hasil dari penelitian terkait waktu penggunaan earphone terhadap
gangguan telinga yang dirasakan. Mayoritas responden mendengarkan musik
selama 3 jam per hari sebanyak 23 orang. Sedangkan jika di korelasi kan
dengan jumlah responden yang mengalami gangguan telinga, jumlah tersebut
hanya sebesar 26.9%. Artinya, dengan rendahnya persentase terhadap jumlah
total responden yang mengaku mengalami gangguan pendengaran, Maka bisa
disimpulkan bahwa faktor durasi penggunaan earphone bukanlah faktor yang
mempunyai hubungan dengan risiko barotrauma telinga. Sedangkan dari
tabulasi silang dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan terhadap risiko barotrauma telinga nelayan tradisional Kampung
Cumpat Kota Surabaya Tahun 2022
KESIMPULAN
Menurut hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil identifikasi 67 nelayan Kampung Cumpat Surabaya
terhadap karakteristik individu didapatkan hasil bahwa nelayan yang berusia > 40
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1131 http://sosains.greenvest.co.id
tahun sebanyak 50,74%. Masa kerja nelayan ≤ 14 tahun sebanyak 53,73%. Jumlah
nelayan yang menggunakan APD sebanyak 53,73%. Lama menyelam selama ≤ 30
menit sebanyak 50,74%. Frekuensi penyelaman 3 kali/hari sebanyak 52,23%.
Penyelaman langsung naik secara cepat sebanyak 52,23%. Waktu istirahat nelayan
selama > 60 menit sebanyak 50,74%. Penyelaman di kedalaman > 10 meter
sebanyak 53,74%.
Dari keluhan gangguan telinga Nelayan Kampung Cumpat Surabaya
didapatkan hasil bahwa Nelayan yang merasakan adanya gangguan telinga
sebanyak 83,58%. Sebanyak 60,71% mengaku merasakannya di saat sesudah
bekerja sebagai nelayan. Para nelayan mengaku merasakan adanya gangguan
telinga > 2 kali dalam sehari sebanyak 89,28%. Berdasarkan dari data terkait
penggunaan earphone, hanya sebesar 34,33% saja nelayan yang menggunakan
earphone dan mengaku mengalami gangguan telinga.
Hasil dari analisa di poin 1, 2 dan 3 dengan tabulasi silang chi square maka
diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan risiko
barotrauma telinga. Tidak ada hubungan antara penggunaan earphone dengan risiko
barotrauma telinga secara garis besar peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik
individu serta karakteristik penyelaman Nelayan Kampung Cumpat Surabaya
mempunyai hubungan risiko barotrauma telinga. Hal ini dikarenakan bahwa
aktifitas terkait penyelaman persentase nya lebih besar jika dibandingkan dengan
penggunaan earphone.
DAFTAR PUSTAKA
ekawati, Tutu. (2005). Analisis Faktor Risiko Barotrauma Membrana Timpani
Pada Nelayan Penyelam Tradisional Di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang Risk Factor Analysis Of Barotrauma Membrana Timpani Of
Indigenous Diver Fisherman In North Subdistrict, Semarang City. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Fatimah, Fatimah, Andarini, Sri, & Astari, Asti Melani. (2019). Diving Frequency
Increase The Risk Barotrauma In Traditional Fisherman-Divers. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 30(4), 283286.
Handajani, Hany, Relawati, Rahayu, & Handayanto, Eko. (2015). Peran Gender
Dalam Keluarga Nelayan Tradisional Dan Implikasinya Pada Model
Pemberdayaan Perempuan Di Kawasan Pesisir Malang Selatan. Jurnal
Perempuan Dan Anak, 1(1).
Mahayanti, I. Gusti Ayu Komang, & Sriathi, Anak Agung Ayu. (2017). Pengaruh
Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, Dan Karakteristik Situasi
Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Udayana University.
Mallapiang, Fatmawaty, Alam, Syamsul, & Rizal, Rukhayya. (2015). Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran Pada Penyelam
Tradisional Di Pulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota
Makassar Tahun 2015. Al-Sihah: The Public Health Science Journal.
Marisdayana, Rara, Suhartono, Suhartono, & Nurjazuli, Nurjazuli. (2016).
Hubungan Intensitas Paparan Bising Dan Masa Kerja Dengan Gangguan
Pendengaran Pada Karyawan Pt. X. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
15(1), 2227.
Analisis Hubungan Karakteristik Individu Dengan
Risiko Barotrauma Telinga Nelayan Tradisional
2022
Mellinda Yossy Mashitoht, Abdul Hakim Zakkiy Fasya 1132
Martinus, Ishak, Hadisaputro, Suharyo, & Munasik, Munasik. (2020). Hubungan
Frekuensi Penyelaman, Lama Menyelam, Pilek, Dan Merokok, Terhadap
Kejadian Barotrauma Telinga Tengah Penyelam Tradisional.
Navisah, Siti Fatimatun, Ma’rufi, Isa, & Sujoso, Anita Dewi Prahastuti. (2017).
Faktor Risiko Barotrauma Telinga Pada Nelayan Penyelam Di Dusun Watu
Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Ikesma, 12(1).
Peoni, Herianus. (2014). Pengaruh Karakteristik Individu Dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Pt. Taspen (Persero) Cabang
Manado). Jurnal Administrasi Bisnis (Jab), 3(001).
Prasetyo, Arief Tjatur, Soemantri, Joseph Bambang, & Lukmantya, Lukmantya.
(2012). Pengaruh Kedalaman Dan Lama Menyelam Terhadap Ambang-
Dengar Penyelam Tradisional Dengan Barotrauma Telinga. Oto Rhino
Laryngologica Indonesiana, 42(2).
Priyono, M. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Sidoarjo: Zifatma Publishing.
Rachmayanti, Aliva Puja. (2018). Hubungan Kepatuhan Pekerja Dalam
Menggunakan Alat Pelindung Diri Terhadap Kejadian Noise Induced
Hearing Loss (Nihl) Di Pt Coats Rejo Indonesia. University Of
Muhammadiyah Malang.
Rahmadayanti, Rahmadayanti, Budiyono, Budiyono, & Darundiati, Yusniar
Hanani. (2017). Faktor Risiko Gangguan Akibat Penyelaman Pada Penyelam
Tradisional Di Karimunjawa Jepara. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip),
5(1), 473481.
Rahmawati, Dini. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pendengaran Pada Pekerja Di Departemen Metal Forming Dan Heat
Treatment Pt. Dirgantara Indonesia (Persero). Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 2015.
Saraswati, Devi Asri. (2018). Faktor Risiko Gejala Penyakit Dekompresi Pada
Nelayan Pencari Ikan Hias Laut Di Kabupaten Banyuwangi.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.