1086 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 10 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
ANALISIS FAKTOR KEPADATAN PENDUDUK, CAKUPAN
RUMAH SEHAT DAN SANITASI RUMAH TANGGA TERHADAP
KEJADIAN TUBERKULOSIS TAHUN 2018
Febie Trisna Suryani, Mursyidul Ibad
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email : febietrisna031.km18@student.unusa.ac.id, mursyidul.ibad@unusa.ac.id
Kata Kunci :
Kejadian TB,
kepadatan
penduduk, cakupan
rumah sehat,
sanitasi rumah
tangga
ABSTRACT
Latar Belakang: Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dan
menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang mengalami peningkatan
dalam 3 tahun terakhir.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor kepadatan penduduk,
cakupan rumah sehat dan sanitasi rumah tangga terhadap kejadian TB di Indonesia.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi ekologi
dengan pendekatan case control. Populasi penelitian ini merupakan seluruh 34 provinsi
Indonesia berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB. Sampel pada
penelitian ini adalah mengambil seluruh populasi yang berisiko terhadap kejadian TB
dalam data Riskesdas 2018, Profil kesehatan Indonesia 2018 dan BPS 2018 di
Indonesia. Data yang diperoleh dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat
menggunakan uji regresi logistik.Hasil analisis faktor kepadatan penduduk terdapat
peluang 1,889 kali berisiko terhadap kejadian TB.
Hasil : Hasil analisis faktor cakupan rumah sehat berdasarkan jendela yang dibuka
tidak terdapat peluang 0,318 kali, berdasarkan ventilasi terdapat peluang 2,571 kali dan
berdasarkan pencahayaan terdapat peluang 3 kali berisiko terhadap kejadian TB. Hasil
analisis sanitasi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian terdapat peluang 4,8 kali
dan berdasarkan hasil sanitasi rumah terdapat peluang 3,1 kali berisiko terhadap
kejadian TB.
Kesimpulan : Kesimpulan penelitian ini adalah kepadatan penduduk, cakupan rumah
sehat berdasarkan ventilasi dan pecahayaan, Sanitasi rumah tangga berdasarkan
kepadatan hunian dan sanitasi rumah. Sedangkan faktor cakupan rumah sehat
berdasarkan jendela tidak berpeluang dan tidak termasuk faktor risiko. Saran
diperlukan upaya peningkatan sosialisasi terkait PHBS dan perbaikan lingkungan fisik
rumah masyarakat dengan bekerjasama secara lintas sektor dalam hal penataan rumah
sehat guna memutuskan rantai penularan TB.
ABSTRACT
Background: Tuberculosis is currently still a world health problem and is one of the
health problems in Indonesia which has increased in the last 3 years.
Objective: This study aims to analyze factors of population density, healthy home
coverage and household sanitation of tb incidence in Indonesia.
Method: This research is a quantitative research with an ecological study design with
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1087 http://sosains.greenvest.co.id
Keywords:
TB incidence,
population density,
healthy home
coverage,
household
sanitation
a case control approach. The population of this study is all 34 Indonesian provinces
based on factors that influence the incidence of TB. The sample in this study was to
take all populations at risk of TB incidence in risk 2018 data, Indonesia's health
profile 2018 and BPS 2018 in Indonesia. The data obtained were carried out
univariate analysis and bivariate analysis using logistic regression tests. The results of
the population density factor analysis have a 1,889 times chance of being at risk of TB
incidence.
Result: The results of the factor analysis of healthy home coverage based on windows
opened have no chance of 0.318 times, based on ventilation there is a chance of 2,571
times and based on lighting there is a 3 times chance of risk of TB events. The results
of the household sanitation analysis based on the density of occupancy have a chance
of 4.8 times and based on the results of home sanitation there is a 3.1 times chance of
risk of TB events.
Conclusion: The conclusion of this study is population density, coverage of healthy
houses based on ventilation and fractions, Household sanitation based on residential
density and home sanitation. Meanwhile, the coverage factor of a healthy home based
on windows is not likely and does not include risk factors. Suggestions are needed to
increase socialization related to PHBS and improve the physical environment of
community homes by collaborating cross-sectorally in terms of structuring healthy
houses to break the chain of TB transmission..
PENDAHULUAN
Tuberkulosis atau sering disebut TB saat ini masih menjadi masalah kesehatan
dunia, juga menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Jumlah penderita
tuberkulosis di Indonesia sekitar 5% dari total seluruh pasien Tuberkulosis di dunia.
Tuberkulosis merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang mempengaruhi
sepertiga dari populasi dunia hingga saat ini. Tuberkulosis (TB) termasuk dalam 8
penyakit menular dan menyebabkan kematian terbanyak pada tahun 2018 (Kemenkes,
2019).
Indonesia menempati peringkat ketiga diantara 30 besar negara dengan beban TB
tinggi dan diantara multidrug-resistant TB (MDR-TB), Indonesia menduduki peringkat
kelima. Pada tahun 2018, terdapat 10 juta penderita TBC di seluruh dunia, Indonesia
menyumbang sekitar 10% penderita TBC atau berjumlah 845.000, dan diperkirakan
93.000 penderita TBC meninggal. TB merupakan penyebab kematian keempat tertinggi
di Indonesia secara keseluruhan dan di antara penduduk Indonesia yang berusia 15 hingga
49 tahun adalah penyebab kematian nomor satu oleh penyakit menular (An et al., 2022).
Gambar 1 Gambar 1. Trend Kejadian TB di Indonesia
Analisis Faktor Kepadatan Penduduk, Cakupan Rumah
Sehat Dan Sanitasi Rumah Tangga Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Tahun 2018
2022
Febie Trisna Suryani, Mursyidul Ibad 1088
Kasus TB Paru di Indonesia mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir yaitu
pada tahun 2016 sebanyak 360.565 kasus, tahun 2017 sebanyak 425.089 kasus, dan tahun
2018 sebanyak 511.873 kasus. Penemuan kasus TB Paru paling banyak terjadi pada usia
45-54 tahun mencapai angka 16,69 %, kemudian usia 25-34 mencapai angka 15,99 % dan
usia 35-44 tahun mencapai angka 15,62 % (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan kasus baru yang didiagnosis dan memulai perawatan, 85% berhasil
diobati. Selain itu, pada tahun 2018 diperkirakan 24.000 pasien mengembangkan TB
yang resistan terhadap obat (DR-TB) / MDR-TB, namun hanya 9.038 kasus yang
didiagnosis dan hanya 46% dari kasus tersebut yang dimulai dengan pengobatan.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosis Penyakit TBC oleh 3 tenaga kesehatan tahun 2018 adalah 0,4 % setara
dengan 420.994 kasus (Kemenkes RI, 2018).
Konsep epidemiologi yang melihat dari kejadian penyakit sebagai hasil interaksi
antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment)
dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut (Kemenkes RI, 2018). Agent
penyebab penyakit TB paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis,
penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang telah terinfeksi (Najmah,
2016). Salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran bakteri tuberkulosis adalah
faktor lingkungan yang memiliki peranan penting dalam penularan penyakit TB .(Sari,
2018). Faktor lingkungan terdiri dari 2 faktor yaitu faktor lingkungan fisik dan
berdasarkan sosio ekonomi. Faktor lingkungan fisik yang dilihat dari keadaan rumah
yang tidak memenuhi syarat kesehatan meliputi ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis
dinding, kelembaban, suhu dan kepadatan hunian (Kemenkes, 2011). Faktor lingkungan
yang dilihat dari sosial ekonomi yaitu kepadatan penduduk, pendidikan, pekerjaan, dan
kesejahteraan keluarga (Firdiansyah & Subyantoro, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian mengatakan bahwa kondisi fisik rumah seperti
padatnya hunian rumah, jenis lantai, luas ventilasi yang kurang baik memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian penyakit TB paru. Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Kenedyanti & Sulistyorini, 2017), menyimpulkan bahwa kondisi fisik rumah (suhu dan
kelembaban) yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko untuk terjadinya TB paru 3 kali
lebih besar dibandingkan dengan kondisi fisik rumah yang memenuhi syarat.
Kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 136,9 jiwa/km² dengan jumlah
penduduk miskin pada September 2017 sebesar 10,12% (Statistik, 2017). Menurut (Haq,
Achmadi, & Susanna, 2019). Kepadatan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan
munculnya permasalahan seperti munculnya kawasan kumuh, turunnya kualitas
lingkungan dan kualitas hidup, sehingga akan mempercepat proses penyebarannya
tuberkulosis.
Data Riskesdas tahun 2018, menunjukkan angka prevalensi TB mencapai 321 per
100.000 penduduk di Indonesia. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan data terbaru
Riskesdas 2018, data Profil Kesehatan Indonesia 2018 dan data BPS 2018 untuk
dianalisis. Penggunaan data survei berskala nasional akan mampu memberikan gambaran
yang menyeluruh terkait TB secara kompleks, namun penyelesaian masalah akan
mempertimbangkan ketersediaan data yang ada. Melalui penelitian ini penting untuk
dilakukan kajian ekologikal dengan memaksimalkan data yang ada dan diharapkan faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian TB terurai dengan jelas sehingga upaya pencegahan
dapat dilakukan dengan optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB.
METODE PENELITIAN
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1089 http://sosains.greenvest.co.id
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian TB. Tujuan khusus penelitian ini yaitu Menganalisis
pengaruh kepadatan penduduk terhadap kejadian TB di Indonesia (Sumantri, 2015).
Menganalisis pengaruh cakupan rumah sehat terhadap kejadian TB di Indonesia.
Menganalisis pengaruh sanitasi rumah tangga terhadap kejadian TB di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Kejadian TB
Jumlah dan distribusi penduduk menentukan kepadatan penduduk di
suatu wilayah. Kepadatan penduduk selain menentukan cepat lambatnya
penyakit dapat menular (Rohman, 2020)., banyak tidaknya penderita apabila
terjadi perubahan mendadak seperti kejadian luar biasa dan besar kecilnya
tempat pelayanan kesehatan yang memadai. Tahun 2012 wilayah yang
kepadatan penduduknya tinggi cenderung memiliki tempat tinggal yang
kumuh, hygiene dan nutrisi yang buruk, sehingga bila ada warganya terkena
penyakit TB akan mempercepat proses penyebarannya (Aditama, 2012).
Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor yang dapat berpeluang
memiliki pengaruh terhadap faktor yang berisiko terjadi kejadian TB. Hal ini
dapat dilihat dari nilai OR 1,889 > 1 dapat diartikan faktor kepadatan penduduk
berpeluang berisiko terhadap kejadian TB.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa wilayah provinsi dengan
faktor kepadatan penduduk yang tinggi memiliki angka kejadian TB yang
tinggi dibandingkan dengan faktor kepadatan penduduk yang rendah dengan
kejadian TB yang rendah. Faktor kepadatan penduduk yang tinggi cenderung
memiliki tempat tinggal yang saling berdempetan, lingkungan yang kumuh,
sanitasi dan nutrisi yang buruk sehingga bila ada masyarakat yang terpapar
oleh penyakit TB akan mudah untuk proses penularannya dari satu manusia ke
manusia yang lain dalam wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang
tinggi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh sebagian besar wilayah dengan faktor
kepadatan penduduk yang rendah juga memiliki angka kejadian TB yang
tinggi. Dilihat dari kepadatan penduduk yang rendah namun mengalami
kejadian TB yang tinggi terletak pada wilayah provinsi Papua Barat. Hal ini
dikarenakan pada provinsi papua barat masyarat masih tinggal di rumah adat
seperti rumah honai yang memiliki peluang 2,667 kali lebih besar untuk
menderita TB paru dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mempunyai
kebiasaan tinggal dirumah etnis honai (Yigibalom, Sulistiyani, & Nurjazuli,
2019).
Menurut penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Rumah etnis honai
merupakan rumah etnis terbuat dari kayu dan jerami atau ilalang. Rumah etnis
yang dihuni oleh masyarakat tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan karena
tidak memiliki jendela, ventilasi udara, lantai tanah dan berdinding kayu yang
tidak sesuai standar kesehatan. Ditambah dengan kebiasaan masyarakat
membuat perapian didalam honai menyebabkan banyak asap yang tidak dapat
keluar, sehingga risiko penularan sangat mudah terjadi dengan responden yang
Analisis Faktor Kepadatan Penduduk, Cakupan Rumah
Sehat Dan Sanitasi Rumah Tangga Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Tahun 2018
2022
Febie Trisna Suryani, Mursyidul Ibad 1090
mempunyai kebiasaan tinggal di rumah etnis honai (Naben, Suhartono, &
Nurjazuli, 2013).
B. Pengaruh Cakupan Rumah Sehat Terhadap Kejadian TB
1. Jendela di Buka
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar atau pokok manusia
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau tempat hunian yang digunakan
untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya. Kondisi
rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat
(Sujatini, 2017). Cakupan rumah sehat yang dilihat dari jendela yang dibuka
setiap hari merupakan salah satu faktor yang dapat berpeluang terhadap
kejadian TB. Hal ini dapat dilihat dari nilai OR 0,318 < 1 dapat diartikan
faktor Cakupan rumah sehat yang dilihat dari jendela yang dibuka setiap
hari merupakan faktor protektif dan bukan faktor risiko terhadap kejadian
TB.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor cakupan rumah sehat
berdasarkan sering membuka jendela setiap hari memiliki angka kejadian
TB yang tinggi . Dibandingan dengan maasyarakat sering membuka jendela
setiap hari dengan kejadian TB yang rendah. Faktor kebiasaan masyarakat
sering membuka jendela setiap hari dapat mengurangi proses penularan
penyakit TB namun jika sebagian wilayah yang memiliki tingkat
kelembaban yang tinggi, mempunyai iklim dengan curah hujan yang tinggi
dapat mempermudah poses penluaran penyakit TB.
Faktor cakupan rumah sehat berdasarkan jendela yang sering dibuka
berpeluang terhadap kejadian TB dan termasuk dalam faktor protektif. Hal
tersebut tidak sejalan dengan penelitian Halim dan Budi tahun 2017 di Jawa
Tengah, menyatakan bahwa kebiasaan membuka jendela merupakan faktor
resiko kejadian TB Paru dengan nilai OR = 3, 273 ( CI = 1,121 8,844 )
yang artinya adalah responden yang tidak membuka jendela akan beresiko
3,2 kali dibandingkan dengan responden yang membuka jendela. Penelitian
ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Dewi, Sayusman, &
Wahyudi, 2016) yang memiliki nilai p = 0,004 dengan nilai OR 1,739.
Dilihat dari kebiasaan masyarakat yang seringmembuka jendela setiap hari
memiliki angka kejadian TB yang tinggi salah satunya terletak diwilayah
provinsi Banten. Hal ini dikarenakan faktor suhu yang rendah dapat
menyebabkan kelembaban udara tinggi sehingga bakteri patogen seperti
Mycobacterium tuberculosis dapat berkembang biak dengan baik (Muli,
2017).
2. Ventilasi
Hasil analisis cakupan rumah sehat berdasarkan ventilasi rumah yang
terdiri dari kamar, ruang tamu dan dapur merupakan salah satu faktor yang
dapat berpeluang memiliki pengaruh terhadap faktor yang berisiko terjadi
kejadian TB. Hal ini dapat dilihat dari nilai OR 2,571 > 1 dapat diartikan
faktor cakupan rumah sehat berdasarkan ventilasi rumah merupakan faktor
risiko.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor cakupan rumah sehat
berdasarkan ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki angka kejadian
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1091 http://sosains.greenvest.co.id
TB yang tinggi. Dibandingkan dengan ventilasi yang memenuhi syarat
dengan kejadian TB rendah. Faktor ventilasi yang tidak memenuhi syarat
dapat mempermudah proses penularan kejadian TB.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Khairani, Effendi, &
Izhar, 2020) menunjukkan orang yang memiliki ventilasi rumah tidak
memenuhi syarat beresiko mengalami kejadian TB Paru sebesar 10,154 kali
lipat jika dibandingakan orang yang memiliki ventilasi rumah memenuhi
syarat. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo bahwa
keberadaan ventilasi dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
penularan TB Paru (Notoatmodjo, 2012). Hal ini terjadi dimana kondisi
ventilasi
yang tidak memenuhi syarat kurang atau tidak ada pertukaran udara
yang baik dalam ruangan sehingga menyebabkan bakteri-bakteri penyakit
terkhusus bakteri tuberkulosis tidak dapat segera mati (Hariza, 2011).
3. Pencahayaan
Hasil analisis cakupan rumah sehat berdasarkan pencahayaan rumah
yang terdiri dari kamar, ruang tamu dan dapur merupakan salah satu faktor
yang dapat berpeluang terhadap kejadian TB. Hal ini dapat dilihat dari nilai
OR 3,000 > 1 dapat diartikan faktor cakupan rumah sehat yang dilihat dari
pencahayaan rumah berpeluang 3 kali berisiko terhadap kejadian TB.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor cakupan rumah sehat
berdasarkan pencahayaan yang buruk memiliki angka kejadian TB yang
tinggi. Dibandingkan dengan pencahayaan yang baik dengan kejadian TB
yang rendah. Kondisi pencahayaan yang kurang ini disebabkan karena
kurangnya ventilasi yang ada pada rumah responden seperti jendela, pintu
dan lubang angin sehingga sinar matahari tidak dapat langsung masuk ke
dalam rumah hal tersebut menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri
Mycobacterium tuberculosis dalam ruangan dan dapat mengakibatkan
bakteri tersebut bertahan hidup lebih lama.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Ismiyanti, 2018) di
Banyuwangi, menyatakan bahwa terdapat peluang 4,571 kali antara
pencahayaan diruang keluarga dengan kasus baru TB Paru BTA positif.
kejadian TB paru berkaitan dengan sifat bakteri TB yang tidak tahan
terhadap sinar matahari (Widoyono, 2008). Cahaya matahari mempunyai
daya untuk membunuh bakteri minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak
menyilaukan (Ruswanto, 2010).
C. Pengaruh Sanitasi Rumah Tangga Terhadap Kejadian TB
1. Kepadatan Hunian
Menurut Undang Undang RI No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman, rumah adalah tempat yang untuk tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan yang dimaksud sehat
menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental, maupun sosial budayanya bukan hanya bebas
dari penyakit dan kelemahan (Ibrahim, 2017). Berdasarkan pengertian
diatas, maka dapat diartikan bahwa rumah sehat tempat berlindung dan
bernaung serta tempat untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan
Analisis Faktor Kepadatan Penduduk, Cakupan Rumah
Sehat Dan Sanitasi Rumah Tangga Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Tahun 2018
2022
Febie Trisna Suryani, Mursyidul Ibad 1092
yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial budaya. Sanitasi rumah
yang baik berdasarkan kepadatan hunian merupakan salah satu faktor yang
dapat berpeluang berisiko terjadinya kejadian TB. Hal ini dapat dilihat dari
nilai OR 4,800 > 1 dapat diartikan faktor sanitasi rumah tangga yang dilihat
dari kepadatan hunian berpeluang 4,8 kali berisiko terhadap kejadian TB.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor sanitasi rumah tangga
berdasarkan kepadatan hunian yang tinggi memiliki angka kejadian TB
yang tinggi. Dibandingkan kepadatan hunian yang rendah dengan kejadian
TB yang rendah. Faktor kepadatan hunian yang tinggi disebabkan oleh
jumlah orang disetiap rumah melebihi syarat kesehatan, hal tersebut
berdampak jika seseorang dalam satu rumah terpapar penyakit TB maka
dapat mempermudah proses penularannya.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Wulandari, 2012) di Sumatera
Utara yang menyimpulkan bahwa kepadatan hunian yang tidak memenuhi
syarat berisiko terkena TB paru sebesar 1,02 kali dibandingkan dengan
kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Sependapat dengan penelitian
(Oktavia, Mutahar, & Destriatania, 2016) di Palembang bahwa rumah
dengan kepadatan huniannya tinggi beresiko terkena TB Paru sebesar 4,3
kali. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan
pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuninya akan menyebabkan overcrowded. Hal ini tidak sehat
karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila
salah satu anggota keluarga menderita suatu penyakit infeksi terutama TB
paru akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, karena
seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada dua sampai tiga orang
di dalam rumahnya (Depkes, 2002).
2. Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah yang baik merupakan salah satu faktor yang
berpeluang berisiko terjadinya kejadian TB. Hal ini dapat dilihat dari nilai
OR 3,111 > 1 dapat diartikan faktor sanitasi rumah tangga merupakan faktor
risiko.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor sanitasi rumah tangga
berdasarkan sanitasi rumah yang buruk memiliki angka kejadian TB yang
tinggi. Sedangkan sanitasi rumah yang baik memiliki angka kejadian TB
yang rendah. Sanitasi rumah yang buruk dapat mempermudah proses
penyebaran dan penularan penyakit TB.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Parlin &
Hamidy, 2021) responden yang memiliki sanitasi rumah buruk memiliki
kemungkinan sakit TB sebesar 5,85 kali lebih besar daripada yang memiliki
sanitasi yang baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa Terdapat peluang kepadatan penduduk terhadap
kejadian TB sebesar 1,889 kali dan kepadatan penduduk merupakan faktor risiko
terhadap kejadian TB. Faktor cakupan rumah sehat berdasarkan ventilasi dengan
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1093 http://sosains.greenvest.co.id
nilai (OR = 2,571 > 1) dan berdasarkan pencahayaan yang baik dengan nilai (OR
= 3,000 > 1) yang berarti cakupan rumah sehat berdasarkan ventilasi yang tidak
memenuhi syarat dan pencahayaan yang buruk memiliki peluang berisiko
terhadap kejadian TB. Namun, faktor cakupan rumah sehat berdasarkan kebiasaan
membuka jendela tidak berpeluang 0,318 kali terhadap kejadian TB dan
merupakan faktor protektif terhadap kejadian TB. Faktor sanitasi rumah tangga
berdasarkan kepadatan hunian dengan nilai (OR = 4,800 > 1) dan berdasarkan
sanitasi yang buruk dengan nilai (OR = > 3,111) yang berarti sanitasi rumah
tangga berdasarkan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dan sanitasi
yang buruk memiliki peluang terhadap kejadian TB
BIBLIOGRAFI
Aditama, Rizka Tri Yuli. (2012). Analisis Distribusi Dan Faktor Resiko
Tuberkulosis Paru Melalui Pemetaan Berdasarkan Wilayah Di Puskesmas
Candilama Semarang Triwulan Terakhir Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Udinus.
An, Yom, Teo, Alvin Kuo Jing, Huot, Chan Yuda, Tieng, Sivanna, Khun, Kim
Eam, Pheng, Sok Heng, Leng, Chhenglay, Deng, Serongkea, Song, Ngak, &
Nonaka, Daisuke. (2022). Barriers to childhood tuberculosis case detection
and management in Cambodia: the perspectives of healthcare providers and
caregivers.
Depkes, R. I. (2002). Pedoman teknis penilaian rumah sehat. Jakarta: Ditjen PPM
Dan PL.
Dewi, Sari Puspa, Sayusman, Chevi, & Wahyudi, Kurnia. (2016). Persepsi
mahasiswa profesi kesehatan Universitas Padjadjaran terhadap
interprofessionalism education. Jurnal Sistem Kesehatan, 1(4).
Firdiansyah, Wahyu Nur, & Subyantoro, P. (2012). Pengaruh Faktor Sanitasi
Rumah dan Sosial Ekonomi Terhadap Kejadian Penyakit TB Paru BTA
Positif di Kecamatan Genteng Kota Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Haq, Arinil, Achmadi, Umar Fahmi, & Susanna, Dewi. (2019). Analisis Spasial
(Topografi) Tuberkulosis Paru di Kota Pariaman, Bukittinggi, dan Dumai
Tahun 2010-2016. Jurnal Ekologi Kesehatan, 18(3), 149158.
Hariza, Adnani. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ibrahim, Ilyas. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru di Wilayah
Kota Tidore. Global Health, 2(1), 3440.
Ismiyanti, Ayudita. (2018). Hubungan Karakteristik Individu, Perilaku,
Lingkungan Fisik Rumah, Dan Tim Kelompok Kerja Desa Dengan Kasus
Baru Tuberkulosis Paru Bta Positif (Studi Kasus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Songgon Banyuwangi). Universitas Airlangga.
Kemenkes, R. I. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. Online.
Kemenkes, R. I. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 Kemenkes RI. Health
Statistics.
Kemenkes RI. (2018). INFODATIN Tahun 2018. In Tuberkulosis (Vol. 1).
Kenedyanti, Evin, & Sulistyorini, Lilis. (2017). Analisis mycobacterium
Analisis Faktor Kepadatan Penduduk, Cakupan Rumah
Sehat Dan Sanitasi Rumah Tangga Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Tahun 2018
2022
Febie Trisna Suryani, Mursyidul Ibad 1094
tuberculosis dan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 152162.
Khairani, Nurul, Effendi, Santoso Ujang, & Izhar, Izhar. (2020). Hubungan
Kepadatan Hunian dan Ventilasi Rumah dengan Kejadian TB Paru pada
Pasien Dewasa yang Berkunjung ke Puskesmas Karang Jaya Kabupaten
Musi Rawas Utara. CHMK Health Journal, 4(2), 140148.
Muli, Rezky. (2017). Analisis Spasial Kejadian Tuberkulosis di Daerah Dataran
Tinggi Kabupaten Gowa. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Naben, Alice Ximenis, Suhartono, Suhartono, & Nurjazuli, Nurjazuli. (2013).
Kebiasaan Tinggal Di Rumah Etnis Timor Sebagai Faktor Risiko
Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 12(1), 1021.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.
Oktavia, Surakhmi, Mutahar, Rini, & Destriatania, Suci. (2016). Analisis Faktor
Risiko Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(2).
Parlin, Winda, & Hamidy, Rasoel. (2021). Analisis Lingkungan Fisik Yang
Berisiko Dalam Penularan Tuberculosis Pada Pondok Pesantren Di Kota
Pekanbaru.
Rohman, Hendra. (2020). Pola Spasial persebaran kasus tuberkulosis paru
terhadap kepadatan penduduk. Prosiding" Standar Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis" Yogyakarta Tahun 2018.
Ruswanto, Bambang. (2010). Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru
Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Dalam Dan Luar Rumah Di Kabupaten
Pekalongan. Universitas Diponegoro.
Sari, Rina Puspita. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Walantaka. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 7(01), 2532.
Statistik, Badan Pusat. (2017). Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Maret 2017. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Sujatini, Siti. (2017). Peran Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Rumah
dan Lingkungan Sehat pada Hunian Padat di Jakarta. IKRA-ITH
TEKNOLOGI: Jurnal Sains & Teknologi, 1(2), 4454.
Sumantri, H. (2015). Metodologi penelitian kesehatan. Prenada Media.
Widoyono, M. P. H. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Wulandari, Susiani. (2012). Hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru. Unnes Journal of Public Health, 1(1).
Yigibalom, Nofi, Sulistiyani, Sulistiyani, & Nurjazuli, Nurjazuli. (2019). Faktor
Risiko Kebiasaan Tinggal di Rumah Etnis dan Membuang Dahak Sembarang
pada Kejadian TB Paru Di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia, 18(1), 17.
Volume 2, Nomor 10, Oktober 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1095 http://sosains.greenvest.co.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.