980
http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 9 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG
PERUBAHAN IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring
Universitas Sumatera Utara Medan, Sumatera Utara
Email : mulia231997@gmail.com, lklod_sumut@yahoo.com, utary_mahatrany@yahoo.com
Kata Kunci:
Perubahan
Identitas,
Transeksual,
Putusan
Pengadilan
Keywords:
Change in
Identity,
Transsexual,
Court Ruling
ABSTRAK
Latar Belakang: Kasus transeksual tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
sehingga menyebabkan keslahfahaman di masyarakat apakah suatu operasi untuk
mengganti alat kelamin diizinkan atau tidak. Untuk mengubah alat kelamin dengan
syarat harus memiliki alasan medis atau ketidakcocokan antara alat kelamin dan
identitasnya.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah bagaimana status hukum perdata orang
transeksual, dilihat dari UU No. 24/2013, bagaimana akibat hukum dari perubahan status
orang transeksual dan bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri Singkawang No. 167/Pdt.P/2018/PN.Skw
Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis
normatif.
Hasil:. Status hukum keperdataan seorang transeksual ditinjau dari Undang Undang
Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan akan sah di mata hukum
apabila mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan dari
pengadilan mengenai perubahan nama dan jenis kelamin.
Kesimpulan: Status jenis kelamin seseorang yang melakukan operasi
kelamin/transeksual menimbulkan akibat hukum antara lain perkawinan, kewarisan dan
yang terakhir adalah proses pemakaman dalam hal ini akibat hukum serta kedudukan
hukum seorang transeksual tergantung kepada sifat dan tujuan operasi kelamin yang
dilakukan.
ABSTRACT
Background: Transsexual cases are not regulated in laws and regulations, causing
misperceptions in society whether an operation to change genitals is permitted or not.
To change the genitals on the condition that it must have a medical reason or
incompatibility between the genitals and the identity.
Objective: The purpose of this research is how the civil legal status of transsexual
people, seen from Law no. 24/2013, what are the legal consequences of changing the
status of transsexual people and how are the judges' legal considerations in the
Singkawang District Court Decision No. 167/Pdt.P/2018/PN.Skw
Methods: The method used in this study is a normative juridical research method.
Results:. The civil legal status of a transsexual in terms of Law Number 24 of 2013
concerning Population Administration will be valid in the eyes of the law if he submits
an application to the court to obtain a decision from the court regarding the change of
name and gender.
Conclusion: The gender status of a person who performs sex/transsexual surgery causes
legal consequences including marriage, inheritance and the last is the funeral process
in this case the legal consequences and the legal position of a transsexual depends on
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
981 http://sosains.greenvest.co.id
the nature and purpose of the sex surgery being carried out.
PENDAHULUAN
Transeksual adalah kondisi seseorang secartra psikologis merasa bahwa gender dan
identitas seksual berbeda dengan kondisi biologis seks tubuh seseorang tersebut sejak ia
lahir (Rokhmansyah, 2016). Kasus ini sebenarnya kasus yang condong sebagai kasus
gangguan kejiwaan yaitu kelainan psikoseksual. Sehingga mendorong individual tersebut
melakukan operasi pergantian kelamin (Aspek Psikologi, Sosial-Kultural Dan Sikap
Islam Terhadap Perilaku Transeksual Di Indonesia, 2015). Dalam Pasal 69 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, operasi pergantian kelamin atau
transisi gender dipersamakan dengan operasi bedah plastik. Pasal 69 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, menyatakan bahwa :
1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
2. Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas;
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
dengan jelas menyebutkan bahwa bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah
identitas (Tahun 2009 Tentang Kesehatan, 2009). Maksud identitas yang berhubungan
dengan tindakan bedah plastik adalah identitas yang sifatnya kodrati seperti perubahan
jenis kelamin. Seorang transeksual yang telah melakukan operasi penggantian kelamin
diharuskan untuk mengurus status hukum keperdataan yang tertuang dalam bentuk Kartu
Tanda Penduduk (Ludy, 2020). Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi penduduk
yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan mengenai prosedur pergantian kelamin tidak secara khusus diatur di
Indonesia. Namun dilihat dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
Tentang Administrasi Kependudukan bahwa yang dimaksud dengan peristiwa penting
adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati,
perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan (Sumiati & Lestari, 2020).
Salah satu contoh mengenai kasus transeksual adalah di Pengadilan Negeri
Singkawang yang memeriksa dan mengadili perkara perdata permohonan Yogi Saputra
yang berjenis kelamin laki-laki. Dari sejak kecil Yogi Saputra sudah bertingkah laku
layaknya seorang perempuan seperti dalam hal berpakaian, berprilaku ataupun lebih
cenderung melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kewanitaan dan hal tersebut
berjalan hingga sampai sekarang. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 2017 Yogi Saputra
telah melakukan operasi perubahan jenis kelamin (transgender) dari seorang laki-laki
menjadi seorang perempuan di Rumah Sakit Rajyindee Hospital, sebagaimana Sertifikat
(Surat Keterangan) yang dikeluarkan oleh Dr .Kuldech Techanaparukse. pada pokoknya
memohon supaya Pengadilan Negeri Singkawang menetapkan memberi ijin kepada Yogi
Saputra untuk mencatatkan perubahan jenis kelamin Yogi Saputra pada Kantor Catatan
Sipil dari seorang Laki-laki menjadi seorang Perempuan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis
normative (Tan, 2021). Bahan hukum primer adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 982
2006 tentang Administrasi Kependudukan dan perubahannya Undang-Undan Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. UUD 1945, Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 Tentang HAM, Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor
03/MUNASVIII/MUI/2010 tentang Pengubahan dan Penyempurnaan Jenis Kelamin,
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahan hukum sekunder yaitu
“bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan
atau karya ilmiah. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan berupa buku-buku,
jurnal, thesis, disertasi, bahan hukum sekunder berasal dari Al-quran dan hadist, dan
hasil-hasil karya ilmiah dan penelitian yang berkaitan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Status Hukum Keperdataan Transeksual Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan
1. Kriteria Diagnostik Transeksual
Menurut (Prihatiningsih & Muhibbin, 2014) Untuk menentukan apakah
seseorang itu mempunyai gangguan identitas jenis transeksual ditetapkan kriteria
Diagnostik sebagai berikut:
a. Terdapat perasaan tidak senang (discomfort) dan tidak sesuai terhadap alat
kelaminnya;
b. Keinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan
jenisnya;
c. Gangguan ini terjadi secara terus-menerus (tidak terbatas dalam periode stres
paling sedikit 2 tahun;
d. Tidak ada keadaan interseks biologik (fisik) atau abnormalitas genetik;
e. Tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lainnya seperti skizofernia.
2. Pendekatan holistik transeksual
Pendekatan holistik bukan hanya suatu pendekatan dengan hanya melihat
dari segi fisik/biologi saja melainkan sesuai dengan paradigma caru yakni melalui
fisik, psikologis, sosial dan spiritual agama (Haridi et al., 2021);
a. Aspek Biologi
Dalam hal alat kelamin terdapat tiga hal yaitu:
1) Alat kelamin sempurna laki-laki atau perempuan dalam hal ini berarti alat
kelamin jelas
2) Alat kelamin tidak sempurna (rudi menter) atau dengan kata lain alat
kelamin baik laki-laki atau perempuan tidak berkembang dengan sempurna
jenis kelaminmulai tidak jelas misalnya pada status identitas diri (misal
KTP) masih bisa disebutkan sebagai laki-laki atau perempuan.
3) Alat kelamin ganda atau hermafrodite status jenis kelamin benar-benar
meragukan apakah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
b. Aspek Psikologi
Transeksual adalah adanya perasaan tidak senang dan tidak sesuai
dengan alat kelaminnya. Jadi individu tersebut tidak merasa senang karena
ketidakserasian antara perasaan dan kejiawaan denganalat kelaminnya (Burlian,
2022). Konsekuensinya dapat mengakibatkan keinginan untuk menghilangkan
alat kelamin dan mengganti sesuai dengan keinginannya mereka datang ke
dokter (ahli bedah plastik) (Aditya, 2016).
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
983 http://sosains.greenvest.co.id
c. Aspek Sosial
Seseorang yang mempunyai gangguan identitas jenis Transeksual secara
sosial akan mengalami konflik psikologi/stres. Bila termasuk tipe aseksual
mereka tidak mempunyai hasrat seksual sehingga kemungkinan besar tidak
menikah atau kalaupun menikah maka pasangannya tidak akan digauli, apabila
homoseksual masalah psikososialnya pun akan muncul karena ia secara
psikologi orientasi seksual adalah heteroseksual sedangkan kontak badannya
adalah bentuk homoseksual (D. T. Wardhani, 2012). Sedangkan apabila tipe
heteroseksual pada mulanya tidak masalah tetapi dalam perkembangan
selanjutnya transeksualisme muncul maka konflik psikososialnya akan muncul
karena ia tidak menyukai alat kelaminnya sendiri (Nawari, 2012). Perubahan
orientasi seks inipun akan menggagu bila mereka ternyata sudah menikah dan
kemudian muncul gejala transeksualnya (Purwanty & Chairani, 2018).
1) Aspek Spiritual Atau Agama; Kondisi ini akan sangat sulit sekali karena
secara biologi alat kelaminnya adalah alat kelamin pria, tetapi secara
kejiwaan/ psikologi merasa dirinya sebagai wanita. Secara kedudukan
hukum akan sangat sulit karena memang tidak ada aturan hukumnya.
Misalnya status hukum keperdataan atau KTP, peribadatan, perkawinan,
warisan. yang akhirnya akan bermuara pada masalah konflik psikoreligius.
Secara psikiatrik waria dibagi menjadi empat kelompok yaitu:
2) Kelompok transeksual, laki-laki yang mengalami ketidakserasian pada jenis
biologis dan kelamin mereka sehingga memiliki keinginan untuk
menghilangkan dan menganti alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan
jenisnya. Sebagai langkah awal mereka akan menghilangkan cirri khas laki-
laki melalui operasi, misalnya pada payudara, dagu, kelopak mata atau
minimal mereka merasa perlu merias diri dan berpakaian sebagai waria
3) Kelompok transvestit, yaitu laki-laki yang mendapat kepuasan ketika
memakai baju perempuan. Perilaku ini biasanya dilakukan pada saat-saat
tertentu saja terutama pada saat ingin berhubungan seksual. Kelompok
transvestit mendapatkan gairah seksual dengan mengenakan pakaian
perempuan. Dari segi orientasi seksual, kelompok transvestit adalah
heteroseksual yang biasanya menikah.
4) Kelompok homoseksual penderita transvestisme yaitu kelompok
homoseksual yang mendapatkan kepuasan atau gairah seksual dengan
mengenakan pakaian perempuan. Beberapa diantara mereka mengenakan
pakaian perempuan adalah untuk mendapatkan pasangan homoseksual dan
bukan karena memiliki keinginan untuk menjadi transeksual.
5) Kelompok opportunies, laki-laki pada kelompok ini tidak memiliki kelainan
seksual, namun mereka mengenakan pakaian perempuan untuk mencari
nafkah, biasanya adalah seorang entertainer seperti Aming dan Tata Dado.
3. Analisis Status Hukum Keperdataan Transeksual Ditinjau Dari Undang
Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan
Kasus transeksual yang dilakukan oleh saudara Yogi Saputra yang telah
melakukan operasi perubahan jenis kelamin (transeksual) dari seorang laki-laki
menjadi seorang perempuan di Rumah Sakit Rajyindee Hospital, sebagaimana
Sertifikat (Surat Keterangan) yang dikeluarkan oleh Dr.Kuldech
Techanaparukse.Yang dilatar belakangi bahwa sejak kecil Yogi Saputra sudah
bertingkah laku layaknya seorang perempuan seperti berpakaian, berprilaku
ataupun lebih cenderung melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kewanitaan.
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 984
Alasan Yogi Saputra melakukan tindakan operasi pergantian kelamin bukan
disebabkan masalah kelainan terhadap organ kelamin yang mengharuskannya
untuk melakukan operasi pergantian kelamin, tindakan yang dilakukan oleh Yogi
Saputra adalah murni dari keinginan pemohon. Melihat Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dijelaskan bahwa operasi plastik di Indonesia
memiliki batasan tentang operasi plastik itu dilaksanakan dalam dunia Kesehatan
(A. A. P. Wardhani & Rizka, 2021). Ketentuan Bedah Plastik dan Rekonstruksi.
Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
bedah plastik diatur sebagai berikut:
a. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b. Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
c. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan
rekonstruksisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pada dasarnya bedah plastik dan rekonstruksi boleh saja dilakukan untuk
penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan bahkan untuk kecantikan Yang tidak
boleh dilakukan apabila operasi plastik tersebut untuk mengubah identitas
sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi. Bedah operasi yang
dilakukan oleh seseorang haruslah sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, sebagaimana hukum yang ada di masyarakat adalah hukum yang
tumbuh dan berkembang (Sudra et al., 2021). Bersama masyarakat tentu suatu
kegiatan haruslah sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Tindakan
operasi bedah harus memiliki tujuan yang pasti dan jelas, terutama tujuan operasi
bedah dilakukan adalah tindakan medis untuk memperbaiki kondisi kesehatan
karena suatu gangguan kesehatan seperti cacat fisik baik bawaan lahir maupun
karena kecelakaan. Tindakan operasi ini juga difungsikan untuk memperbaiki
mental pasien supaya dapat Kembali ke masyarakat seperti pada umumnya.
Apabila dilihat dari segi kacamata hukum dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Seseorang yang telah
melakukan operasi perubahan kelamin, harus memohonkan kepada pengadilan
guna mendapatkan penetapan dari pengadilan mengenai perubahan atas status
barunya. Pergantian jenis kelamin ini dikenal dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagai “peristiwa penting
lainnya”. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi
kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,
pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status
kewarganegaraan.
Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan peristiwa penting lainnya
dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas permintaan Penduduk yang
bersangkutan setelah adanya Penetapan Pengadilan Negeri yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan beserta penjelasannya. Dalam Pasal 56 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
menyebutkan bahwa, Pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh Pejabat
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
985 http://sosains.greenvest.co.id
Pencatatan Sipil atas permintaan Penduduk yang bersangkutan setelah adanya
penetapan Pengadilan Negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan “peristiwa penting lainnya” dijelaskan dalam
Penjelasan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa, yang dimaksud dengan
“Peristiwa Penting lainnya” adalah peristiwa yang ditetapkan oleh Pengadilan
Negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan jenis
kelamin. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, jika benar seseorang telah mengubah jenis
kelaminnya harus memohonkan kepada pengadilan guna mendapatkan penetapan
dari pengadilan . Pelaporan perubahan jenis kelamin ini merupakan kewajiban
yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan: “Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana
dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil. Sebagai tindak lanjut dari aturan dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan terdapat dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”). Serupa
dengan aturan dalam Pasal 56 ayat (1) UU Adminduk tentang pencatatan peristiwa
penting lainnya. Pasal 97 ayat (2) Perpres 25/2008 adalah sebagai berikut;
a. Pencatatan pelaporan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh pejabat
Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD instansi pelaksana tempat
terjadinya peristiwa penting lainnya
b. Peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
perubahan jenis kelamin.
c. Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:
1) Penetapan pengadilan mengenai peristiwa penting lainnya;
2) KTP dan KK yang bersangkutan; da
3) Akta Pencatatan Sipil yang berkaitan peristiwa penting lainnya.
d. Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan tata cara:
1) Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pencatatan Peristiwa Penting
Lainnya dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana; Pejabat
pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana
melakukan verifikasi dan validasi berkas pelaporan peristiwa penting
lainnya, dan mencatat serta merekam dalam register peristiwa penting
lainnya dan mencatat serta merekam dalam register pada peristiwa penting
lainnya pada databese data kependudukan Pejabat Pencatatan Sipil pada
Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir
pada Register Akta Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta Pencatatan sipil
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 108 Tahun
2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018
Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan
Sipil Pasal 85 adalah sebagai berikut:
Pencatatan perubahan Peristiwa Penting lainnya dilakukan dengan
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden mengenai
persyaratan dan tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 986
Pencatatan perubahan Peristiwa Penting lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dengan tata cara:
a. Pemohon mengisi dan menandatangani formulir pelaporan serta
menyerahkan persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden
mengenai persyaratan dan tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil yang mengatur mengenai pencatatan perubahan Peristiwa Penting
lainnya;
b. Petugas pelayanan melakukan verifikasi dan validasi terhadap formulir
pelaporan dan persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden
mengenai persyaratan dan tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil yang mengatur mengenai pencatatan perubahan Peristiwa Penting
lainnya;
c. Petugas pada Disdukcapil Kabupaten/Kota atau UPT Disdukcapil
Kabupaten/Kota melakukan perekaman data kedalam basis data
kependudukan;
d. Pejabat Pencatatan Sipil pada Disdukcapil Kabupaten/Kota atau UPT
Disdukcapil Kabupaten/Kota membuat catatan pinggir pada register akta
Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.
Penetapan pengadilan ini difungsikan untuk mendapatkan pengesahan
atas perubahan kelamin. Setelah mendapatkan pengesahan atas perubahan
kelamin dari negara berdasarkan Penetapan pengadilan tersebut, langkah
selanjutnya adalah mengajukan permohonan untuk mengubah identitas baik
nama maupun jenis kelamin dalam dokumen kependudukan. Sebagai tindak
lanjut dari aturan dalam UU Adminduk telah diterbitkan Peraturan Presiden
Republik Indonesa Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (selanjutnya disebut Perpres 25
Tahun 2008). Serupa dengan aturan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan tentang
pencatatan peristiwa penting lainnya, dalam Pasal 97 ayat (2) Perpres 25 Tahun
2008 ini juga disebut bahwa peristiwa penting lainnya yang dimaksud antara
lain adalah perubahan jenis kelamin.
Hak Asasi Manusia muncul dari keyakinan bahwa sebenarnya manusia
selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama derajatnya. HAM bersifat universal,
artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan
atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Di dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 28 D ayat (1) “bahwa setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” dan pada Pasal 28 H ayat (2)
“menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan” .
Akan tetapi perlu kita pahami terlebih dahulu bahwa Hak Asasi Manusia
di Indonesia yang bersumber Pancasila, yang artinya hak asasi manusia
mendapat fondasi kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Hal ini berarti
bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan benang
merah sebagai batasan kebebasan yang telah ditentukan dalam ketentuan
falsafah Pancasila. Oleh sebab itu dalam melaksanakan hak asasi manusia
bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
987 http://sosains.greenvest.co.id
Tidak adanya aturan hukum yang khusus mengatur mengenai operai
pergantian kelamin yang menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi
di kalangan masyarakat mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi
kelamin. Dalam hal ini teori kepastian hukum kaitannya dengan transeksual
adalah tidak memiliki aturan secara tersendiri yang mengakibatkan
ketidakjelasan yang menimbulkan ketidak-adilan, oleh karena itu sangat
diperlukan undang-undang yang bisa mengatur masalah transeksual.
Mengenai akta kelahiran dalam penetapan status hukum keperdataan
tidak diganti dengan akta yang baru. Namun berdasarkan Pasal 52 Undang-
Undang Administrasi Kepen dudukan jo. Pasal 93 Perpres 25 Tahun 2008 dan
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi
Kependudukan jo. Pasal 97 Perpres 25 Tahun 2008, akta pencatatan sipil yang
berkaitan dengan perubahan nama dan jenis kelamin akan diberikan catatan
pinggir oleh Instansi Pelaksana. Akta pencatatan sipil yang dimaksud salah
satunya adalah akta kelahiran Akta Kelahiran adalah dokumen pengakuan resmi
orang tua kepada anaknya dan negara. Akta kelahiran catatan autentik yang
dibuat oleh pegawai pencatatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan
waktu kelahiran anak, nama anak dan nama orang tua anak secara lengkap dan
jelas, serta status kewarganegaraan anak.
Jadi akta baik di dalam kutipan akta maupun dalam register akta tidak
berubah namun adanya penambahan yaitu adanya catatan pinggir yang
menjelaskan mengenai peristiwa penting tersebut. Mengenai catatan pinggir itu
sendiri termuat dalam Penjelasan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa, Yang
dimaksud dengan catatan pinggir adalah catatan mengenai perubahan status atas
terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian
pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/bagian muka
atau belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil. Setelah semua prosedur
terlewati maka seseorang yang telah melakukan operasi kelamin baik operasi
penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery) maupun operasi
penyempurnaan kelamin memiliki identitas baru yang tercantum dalam
dokumen kependudukan. Dokumen kependudukan tersebut digunakan sebagai
suatu penegasan status seseorang yaitu apakah laki-laki atau perempuan, karena
dari penentuan status demikian sangat diperlukan apabila seseorang ingin
melangsungkan perkawinan, menjelaskan status kewarisan, dan identitas
pekerjaan, serta lain-lainnya untuk kebutuhan hidup sebagaimana seorang
warganegara.
B. Akibat Hukum Terhadap Seorang Transeksual
1. Akibat Hukum Transeksual Terhadap Keabsahan Perkawinan
Perkawinan Transeksual Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 Undang-Undang Nomor
16 tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang hanya memuat satu pasal khusus yakni ”perkawinan di izinkan
apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun”. Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengenal perkawinan sejenis, hal ini
disebutkan dalam pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tdujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
karena itu perkawinan yang dilangsungkan antara orang-orang yang memiliki jenis
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 988
kelamin yang sama, akan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di
bidang perkawinan. Apabila perkawinan antara orang-orang yang punya jenis
kelamin yang sama tersebut tetap dilangsungkan maka perkawinan tersebut
dipandang melawan hukum dan perkawinan yang dilaksanakan oleh seorang
transeksual tersebut dianggap tidak pernah ada meskipun telah dilangsungkan
(Noviani, 2022).
2. Akibat Hukum Terhadap Penetapan Kewarisan Bagi Transeksual
a. Penetapan Kewarisan Bagi Transeksual Ditinjau Dari Hukum Islam
Dalam hukum islam seorang transeksual yang diperbolehkan melakukan
operasi pergantian kelamin dikenal sebagai Khuntsa Ghairu Musykil dan
Khuntsa Musykil. Seperti yang telah disebutkan dalam fatwa MUI Nomor
3/MUNAS-VIII/2010:
1) Merubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya
hukumnya haram, karena bertentangan dengan alQur’an surat an-Nisa’ ayat
19 dan bertentangan pula dengan jiwa Syara’. Ayat al-Qur’an dimaksud
adalah : “....Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An-Nisa’[4]: 10).
2) Orang yang kelaminnya diganti kedudukan hukum jenis kelamin nya sama
dengan jenis kelamin semula sebelum dirobah.
3) Seorang khuntsa (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh
disempurnakan kelaki-lakiannya. Demikian pula sebaliknya dan hukumnya
menjadi positif (laki-laki)
Maksud dan perbedaan antara operasi pergantian kelamin dengan
khuntsa adalah:
1) Penggantian Alat Kelamin
a) Mengubah alat kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya
yang dilakukan dengan sengaja, hukumnya haram.
b) Membantu melakukan ganti kelamin sebagaimana point 1 (satu)
hukumnya haram.
c) Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian
kelamin sebagaimana point 1 (satu) tidak dibolehkan dan tidak memiliki
implikasi hukum syar’i terkait penggantian tersebut.
d) Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi
ganti kelamin sebagaimana poit 1 (satu) adalah sama dengan jenis
kelamin semula seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski
telah memperoleh penetapan pengadilan.
2) Penyempurnaan Alat Kelamin
a) Penyempurnaan alat kelamin bagi seorang khuntsa yang fungsi alat
kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui operasi
penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh.
b) Membantu melakukan penyem purnaan alat kelamin sebagaimana
dimaksud pada point 1 (satu) hukumya boleh.
c) Pelaksanaan operasi penyempur naan alat kelamin sebagaimana
dimaksud pada point 1 (satu) harus berdasarkan atas pertimbangan
medis, bukan hanya pertimbangan psikis semata.
b. Penetapan Kewarisan Bagi Transeksual Ditinjau Dari Hukum Perdata
Pasal 830 KUH Perdata “pewarisan dapat berlangsung karena adanya
kematian” oleh sebab itu harta warisan akan terbuka jika si pewaris meninggal
dunia dan ahli waris masih hidup ketika harta warisan terbuka. Serta adanya
harta warisan yang ditinggalkan. Berdasarkan Pasal 838 KUH Perdata
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
989 http://sosains.greenvest.co.id
mengatur “Orang yang dianggap tidak berhak untuk menjadi ahli waris, dan
dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan:
1) Dia yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh
pewaris.
2) Dia yang dengan penetapan pengadilan pernah dinyatakan bersalah karena
telah memfitnah si pewaris
3) Orang yang bersalah karena melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan
telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
4) Dia telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.
Undang-undang KUH Perdata mengatur beberapa hal yang menyangkut
ahli waris ketentuan-ketentuan yang menyangkut masalah ahli waris terdapat
dalam ketentuan pasal 832, pasal 833, pasal 834, pasal 837, pasal 1066 KUH
Perdata yang pada prinsipnya menegaskan bahwa yang berhak menjadi ahli
waris adalah keluarga sedarah dan suami istri yang masih hidup. Jika yang
pertama tidak ada maka negara yang maju menjadi ahli waris dengan
sendirinya.
Berdasarkan pengelompokan ahli waris dan orang yang tidak patut
mewaris sesuai pemaparan yang sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
kedudukan transeksual tetaplah seorang ahli waris, dan dalam ketentuan hukum
KUH Perdata yang mengatur jelas tentang tidak ada pembedaan jenis kelamin,
selama seorang transeksual tersebut masih termasuk dalam garis keturunan
pewaris dan ahli waris bukan orang yang dianggap sebagai orang yang
onwaardigheid (ketidakpatutan) maka ia berhak mendapatkan warisan (Jannah,
2020).
c. Akibat Hukum Seorang Transeksual Terhadap Proses Pemakaman
Kewajiban yang pertama-tama adalah memandikannya, yang melakukan
adalah keluarga terdekat, yaitu suami, atau istri, termasuk muhrim. Apabila dari
keluarga yang terdekat tidak ada yang mampu, baru diserahkan kepada orang
lain yang dapat dipercaya, sehingga dapat menjaga aib atau keganjilan-
keganjilan yang ada pada si mayat. Untuk jenazah laki-laki, maka yang
memandikan juga laki-laki, jika mayat perempuan yang memandikan juga
perempuan. Setelah jenazah dimandikan maka selanjutnya adalah mengkafani
yang dilakukan langsung ketika jenazah selesai dimandikan orang yang
berkewajiban mengkafani sebaiknya orang terdekat. Kafanilah mayat dengan
sebaik-baiknya. Nabi Saw. bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu
mengkafani saudaranya, maka hendaklah ia mengkafaninya dengan baik” (HR.
Ahmad, Muslim, dan Abu Daud dari Jabir). Kemudian Adapun yang
diwajibkan untuk dishalatkan adalah jenazah orang Islam yang tidak mati
syahid (mati dalam peperangan melawan musuh Islam). Terkait dengan hal ini
Nabi bersabda: “Shalatkanlah olehmu orang yang mengucapkan ”la Ilaha
illallah’ (Muslim)” (HR. ad-Daruquthni).
Menguburkan mayit sebaiknya berbentuk lahd (lahad) , yaitu liang yang
bagian bawahnya dikeruk sebelah ke kiblat,dan setelah jenazah dibaringkan
disana,liang tersebut ditutupi dengan bilah-bilah papan yang di tegakkan,
kemudian di timbun (Hidayatullah, 2020).
Ustadz Khalid Basalamah mengatakan bahwa “Seorang transeksual yang
sudah meninggal maka proses pemakamannya dalam hukum islam jenazahnya
harus diurus sebagaimana jenis kelamin asalnya. Jika lahir sebagai laki-laki
maka dimandikan oleh kaum laki-laki juga”. Demikian juga sebaliknya, bila
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 990
lahir sebagai wanita maka diurus oleh kalangan wanita. Kalau dia laki-laki,
maka yang memandikan laki-laki, walaupun sudah operasi.
C. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Penetapan Pengadilan Negeri Singkawang
Nomor: 167/Pdt.P/2018/Pn.Skw)
1. Deskripsi Penetapan No: 167/Pdt.P/2018/PN.Skw Tentang Duduk Perkara
Yogi Saputra dengan surat permohonan tertanggal 7 Agustus 2018 yang
telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Singkawang pada tanggal 8
Agustus 2018 di bawah register Nomor 167/PDT.P/2018/PN Skw. Yogi Saputra
telah melakukan operasi perubahan jenis kelamin (transeksual) dari seorang laki-
laki menjadi perempuan di Rumah Sakit Rajyindee Hospital, sebagaimana
Sertifikat (Surat Keterangan) yang dikeluarkan oleh Dr. Kuldech
Techanaparukse. Menurut pertimbangan hakim berdasarkan bukti P-3 yaitu berupa
Surat Keterangan tanggal 20 Oktober 2017 Yogi Saputrapada pokoknya memohon
supaya Pengadilan Negeri Singkawang menetapkan memberi ijin kepada Yogi
Saputra untuk mencatatkan perubahan jenis kelamin Yogi Saputrapada Kantor
Catatan Sipil dari seorang Laki-laki menjadi seorang Perempuan karena telah
terjadi perubahan kelamin Yogi Saputra dari Laki-laki menjadi Perempuan dan
menurut ketentuan Pasal 56 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagai
peristiwa penting lainnya yang harus dicatatkan pada Instansi pelaksana, maka
permohonan Yogi Saputra beralasan hukum untuk dikabulkan. Mengingat Pasal 56
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Perubahan dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan
perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara ini.
a. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Penetapan Nomor:
167/PDT.P/2018/PN Skw
Perubahan status hukum dari seorang laki-laki menjadi perempuan belum
ada pengaturannya dalam hukum, namun mengingat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin pesat khususnya dalm bidang ilmu
kedokteran serta peradaban dunia yang semakin maju, maka dalam merespon
hal tersebut Pengadilan berkewajiban menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna
“menemukan hukum-hukumnya sepanjang tidak bertentangan dengan hukum,
kesusilaan dan kepatutan serta betul-betul didukung oleh alasan dan
kepentingan hukum yang kuat”. Hal ini telah sesuai dengan pasal 50 dan pasal
5 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam
penetapannya telah dimuat peraturan yang dijadikan dasar untuk mengadili
permohonan pergantian kelamin tersebut
Kasus dalam penetapan Nomor 167/PDT.P/2018/PN Skw Yogi Saputra
tidak tampak kelainan dan jumlah kromosom karotip sesuai dengan jenis
kelamin Laki-laki, dan dalam perkembangannya alat kelamin yang tumbuh
dalam diri pemohon adalah alat kelamin laki-laki dan bahkan sudah pernah di
sunat Akan tetapi hakim tidak mempertimbang kan tentang aspek alat kelamin
primer (testis/ovarium), dan aspek hormonal. hakim dalam memberikan
argumentasi berdasarkan fakta-fakta yang ada saat Proses persidangan.
Proses persidangan selanjutnya Yogi Saputra menyerahkan surat
keterangan tanggal 20 Oktober 2017 yang dikeluarkan oleh dokter pelaksana
Kuldech Techanaparukse pada rumah sakit rajyindee thailand yang
menerangkan atas permohonan yang diajukan oleh Yogi Saputra, menerangkan
bahwa pada tanggal 20 oktober 2017 telah dilakukan operasi perubahan jenis
kelamin terhadap Yogi Saputra, sehingga penampilan kelamin, payudara dan
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
991 http://sosains.greenvest.co.id
wajahnya akan kelihatan seperti wanita dan yang bersangkutan dapat
menjalankan fungsinya secara penuh sebaga seorang Wanita. Pembuktian dari
surat bukan merupakan akta dijelaskan didalam HIR maupun KUH Perdata
tidak ditentukan secara tegas. Walaupun surat bukan akta ini sengaja dibuat
untuk digunakan sebagai alat pembuktian dikemudian hari oleh sebab itu dapat
dianggap sebagai petunjuk kearah pembuktian. Yang dimaksud sebagai
petunjuk kearah pembuktian adalah bahwa surat keterangan dokter dapat
digunakan sebagai alat bukti dan sepenuhnya bergantung kepada penilaian
hakim sebagaimana di tentukan. Surat keterangan dokter adalah surat yang
berisikan keterangan yang dibuat oleh dokter dengan tujuan tertentu yang
menerangkan kesehatan ataupun penyakit sesuai dengan kode etik kedokteran
Indonesia pasal 7 mengatur sebagai berikut :seorang dokter harus memberi
keterangan sesuai dengan hasil yg diperiksanya sendiri.”
Selanjutnya Yogi Saputra menghadirkan saksi yang menguat kan sebagai
alat bukti yakni saksi T Produksi dan saksi Titi Suriyati yakni orang tua kandung
dari pemohon, yang menerangkan sejak kecil Yogi Saputrasudah bertingkah
laku layaknya seorang perempuan / wanita seperti dalam hal berpakaian,
berprilaku ataupun lebih cendrung melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
kewanitaan, dan hal tersebut berjalan hingga sampai sekarang, serta Surat
Keterangan tanggal 20 Oktober 2017 yang dikeluarkan oleh Dokter Pelaksana
Kuldech Techanaparukse pada rumah sakit Rajyindee Thailand (P-3), maka
terbukti telah terjadi perubahan kelamin Yogi Saputra dari semula kelamin
Laki-laki menjadi kelamin Perempuan / Wanita;
Sebuah negara menginginkan negara menjadi negara hukum tentunya
memiliki penegak hukum dan hukum yang adil oleh karena itu adanya
pengadilan dengan harapan sebagai wadah untuk menyelesaikan perkara yang
diajukan meskipun sifatnya adalah pasif dan menunggu adanya perkara yang
diajukan terhadapnya dan tidak dibenarkan seorang hakim untuk meminta atau
menyarankan suatu sengketa atau permasalahan baik pidana maupun perdata
agar diselesaikan di pengadilan. Namun jika permohonan tersebut sudah
diajukan kepada pengadilan yang menjadi kewenangannya maka perkara
tersebut tidak boleh ditolak, terlepas nantinya perkara tersebut dapat di terima
atau ditolak setelah diadili dengan alasan bukan dalam ruang lingkup
kompetensinya, maka pengadilan harus menyatakannya dalam bentuk putusan
bukan dalam bentuk penolakan perkara sebelum diadili . Dalam hal jika terjadi
kekosongan hukum atau undang-undang yang tidak jelas maka menjadi tugas
hakim untuk menggali atau menemukan hukum yang digunakan untuk
menyelesaikan perkara sehingga dapat menyesuaikan dengan tuntutan
problematika masalah yang ada di dalam perkembangan masyarakat Pasal 4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman menyebutkan:
1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang.
2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Dalam pasal ayat 1 disebutkan bahwa pengadilan mengadili berdasarkan
hukum maka dalam hal ini hukum merupakan peraturan atau norma yang
cakupannya yang sangat luas bukan hanya peraturan undang-undang saja
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 992
kemudian Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan :
1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
2) Hakim konstitusi diharuskan memiliki integritas dan kepriba dian yang
tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpenga laman di bidang hukum.
3) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim
Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Singkawang Nomor 167/ Pdt
P/2018/PN Skw. dalam pertimbangan hukum hakim mendasarkan pada aspek
yaitu aspek fakta-fakta hukum dipersidangan yakni surat keterangan dokter
Pelaksana Kuldech Techanapa rukse, kemudian dikuatkan oleh keterangan
saksi yang menerangkan bahwa Yogi Saputra memiliki sifat seperti perempuan
dan bahkan di masa remajanya sudah melakukan penyuntikan hormon dan
pertimbangan yang terakhir adalah dikarenakan sudah terjadi perubahan
kelamin menurut pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 pergantian
jenis kelamin adalah sebagai peristiwa penting lainnya yang harus dicatatkan
pada instansi pelaksana. Selain itu hakim tidak meninjau hukum dari sisi agama
Pemohon, sehingga aspek moralitas yaitu menyangkut nilai keagamaan tidak
menjadi pertimbangan dalam membuat ketetapan tersebut.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hakim menggali nilai-nilai hukum
yang ada di masyarakat. Menjadikan putusan tersebut tidak hanya berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang sudah ada secara yuridis maupun
flosofis hakim mempunyai kewajiban maupun hak untuk melakukan penemuan
hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Hal ini berarti hakim diperbolehkan membuat undang-
undang yang sebelumnya tidak ada peraturannya dan tertinggal dari
perkembangan permasalahannya di masyarakat namun hukum yang dihasilkan
berdasarkan keputusan hakim tidaklah sama dengan dengan produk legislatif.
Karena keputusan nya tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya
bagi pihak-pihak yang berperkara saja.
KESIMPULAN
Status hukum keperdataan seorang transeksual ditinjau dari Undang Undang
Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan akan sah di mata hukum
apabila mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan dari
pengadilan mengenai perubahan nama dan jenis kelamin. Ketentuan tersebut terdapat
dalam pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas
permintaan yang bersangkutan setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa peristiwa penting
lainnya didalam ketentuan yang terdapat Pasal 97 ayat (2) Perpres 25/2008 adalah sebagai
berikut Peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
perubahan jenis kelamin.” Status jenis kelamin seseorang yang melakukan operasi
kelamin/transeksual menimbulkan akibat hukum antara lain perkawinan, kewarisan dan
yang terakhir adalah proses pemakaman dalam hal ini akibat hukum serta kedudukan
hukum seorang transeksual tergantung kepada sifat dan tujuan operasi kelamin yang
dilakukan. Apabila sifat dan tujuan operasi kelaminnya didasarkan dengan alasan medis
dan sesuai dengan syarat ketentuan hukum maka kedudukan hukum seorang transeksual
tersebut adalah mengikuti ketentuan sesuai dengan status barunya setelah melakukan
operasi pergantian kelamin begitu juga sebaliknya. Berdasarkan Penetapan Pengadilan
Volume 2, Nomor 9, September 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
993 http://sosains.greenvest.co.id
Negeri Singkawang Nomor: 167/ Pdt P/2018/PN Skw. dalam pertimbangan hukum hakim
mendasarkan pada aspek yaitu aspek fakta-fakta hukum dipersidangan yakni surat
keterangan dokter Pelaksana Kuldech Techanaparukse, kemudian dikuatkan oleh
keterangan saksi yang menerangkan bahwa Yogi Saputra memiliki sifat seperti
perempuan dan bahkan di masa remaja sudah melakukan penyuntikan hormon dan
pertimbangan yang terakhir adalah dikarenakan sudah terjadi perubahan kelamin menurut
pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 pergantian jenis kelamin adalah sebagai
peristiwa penting lainnya yang harus dicatatkan pada instansi pelaksana.
BIBLIOGRAFI
tahun 2009 tentang Kesehatan, (2009).
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Pasal+69+ayat+%2
82%29+Undang-
Undang+Nomor+36+Tahun+2009+Tentang+Kesehatan+&btnG=#d=gs_cit&t=16
62002754358&u=%2Fscholar%3Fq%3Dinfo%3Ag36jqMWqeI4J%3Ascholar.goo
gle.com%2F%26output%3Dcite%26scirp%3D0%26
Aditya, A. (2016). Proses Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Menangani Perkara
Permohonan Perubahan Jenis Kelamin (Putusanpengadilannegeri Kendal Nomor:
1412/Pdt. P/2012/Pn. Kdl). UII.
Burlian, P. (2022). Patologi sosial. Bumi Aksara.
Haridi, N. H. M., Ismail, A. M., Subhi, N., & Hussin, H. (2021). Komponen Dalam Model
Pemulihan Holistik Terhadap Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender (LGBT) Di
Malaysia. Jurnal Al-Ummah.
Hidayatullah, S. (2020). Hak Mewaris Transeksual Menurut Hukum Waris Islam. Untag
1945 Surabaya.
Jannah, M. (2020). Tinjauan Yuridis Pembagian Harta Waris Bagi Ahli Waris Yang
Melakukan Transeksual Menurut Hukum Positif Di Indonesia. Universitas
Muhammadiyah Jember.
Ludy, A. M. (2020). Pengaruh Gender Dalam Pembuatan Akta Notaris (Kajian Atas
Transgender Dan Khuntsa). Indonesian Notary, 2(3).
Nawari, H. (2012). Konflik Kehidupan Seorang Gay: sebuah tinjauan studi kasus. UIN
Sunan Ampel Surabaya.
Noviani, W. (2022). Status Hak Asuh Anak Terhadap Perkawinan Yang Salah Satu
Pasangannya Merubah Jenis Kelamin.
Prihatiningsih, D., & Muhibbin, A. (2014). Pria Transeksual (Waria) Dalam Perspektif
Nilai-Nilai Moral Sosial Studi Kasus di Seputar Stadion Sriwedari kota Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Purwanty, F., & Chairani, L. (2018). Perubahan Orientasi Seksual Pada Komunitas
Lesbian (Anak Belok). Jurnal Psikologi TALENTA, 3(2), 919.
Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar gender dan feminisme: Pemahaman awal kritik
sastra feminisme. Garudhawaca.
Sudra, R. I., Rani, D. M., Alim, N., Lakhmudien, L., Yanti, I., Nurdiana, A., Nardina, E.
A., Pasaribu, I. H., & Marlina, R. (2021). Etika Profesi dan Hukum Kesehatan
dalam Praktik Kebidanan. Yayasan Kita Menulis.
Sumiati, S. A., & Lestari, L. (2020). Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Jurnal
Dimensi, 9(1), 3547.
Tan, D. (2021). Metode Penelitian Hukum: Mengupas Dan Mengulas Metodologi Dalam
Menyelenggarakan Penelitian Hukum. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial,
8(8), 24632478.
PENETAPAN PENGADILAN TENTANG PERUBAHAN
IDENTITAS SEORANG TRANSEKSUAL
2022
Mulia, Hasim Purba, Utary Maharany Barus, Idha Aprilyana Sembiring 994
Wardhani, A. A. P., & Rizka, S. A. (2021). Tinjauan Yuridis Praktik Operasi Selaput
Dara (Hymenoplasty) Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wardhani, D. T. (2012). Perkembangan dan seksualitas remaja. Sosio Informa: Kajian
Permasalahan Sosial Dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 17(3).
Aspek Psikologi, Sosial-Kultural dan Sikap Islam terhadap Perilaku Transeksual di
Indonesia, FENOMENA 155 (2015).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.