PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap orang karena setiap aspek kehidupan
berhubungan dengan kesehatan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial maupun ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau
perawatan termasuk kehamilan dan persalinan (Indonesia & Indonesia, 1992).
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya
mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan keluarga
berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga berkualitas (Nurhayati & Widanti, 2013). Undang-undang ini
mendukung program KB sebagai salah sau upaya untuk mewujudkan keluarga sehat dan
berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan dengan menggunakan
alat kontrasepsi (Handayani, Tilly, & Rampen, 2011).
Keluarga Berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program pemerintah pada
tanggal 29 juni 1970 bersama dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak 1957, namun masih menjadi
urusan kesehatan dan belum menjadi urusan kependudukan. Namun sejalan dengan
semakin menigkatnya jumlah penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan
kebutuhan akan kesehatan reproduksi, program KB selanjutnya digunakan sebagai salah
satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan Ibu
dan Anak (Sari, 2015).
Kontrasepsi adalah suatu alat, obat atau cara yang digunakan untuk mencegah
terjadinya konsepsi atau pertemuan antara sel telur dan sperma di dalam kandungan/Rahim
(Lesmana, 2018). Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai
perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga
kategori, yaitu menunda/mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta
menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan.
Banyak perempuan mengalami kesulitan di dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi (Jurisman, Ariadi, & Kurniati, 2016). Hal ini tidak hanya karena terbatasnya
metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan
keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk
status kesehatan, efek samping potensional, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang
tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma
budaya lingkungan dan orang tua (Rahayu, 2015).
Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan adalah kontrasepsi
hormonal suntikan (injectables) dan merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berdaya
kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari (Tendean, Kundre,
& Hamel, 2017). Berdasarkan jangka waktu, di Indonesia terdapat dua jenis kontrasepsi
suntik yang umum digunakan, yaitu kontrasepsi suntik bulan dan kontrasepsi suntik 3
bulan. Kontrasepsi suntik 3 bulan mengandung hormon progestin DMPA (Depo
Medroxyprogesterone Asetat), sementara kontrasepsi suntik bulan mengandung kombinasi
hormon progestin dan hormon estrogen (Kurniasari, Susilawati, & Fenniokha, 2020).
Kontrasepsi yang baik adalah aman, dapat diandalkan, sederhana, murah, dapat
diterima orang banyak, dan pemakaian jangka lama (Safitri, 2021). Efek samping yang
ditimbulkan dari kontrasepsi hormonal diantaranya mual, nyeri payudara, amenorhea,
spotting atau perdarahan bercak, siklus haid memanjang atau memendek, perdarahan yang