1170 http://sosains.greenvest.co.id
JURNAL
SOSAINS
JURNAL SOSIAL DAN SAINS
VOLUME 2 NOMOR 11 2022
P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X
PENDIDIKAN PANCASILA DALAM KURIKULUM MERDEKA
Bambang Yuniarto, Marwah lama’atushabakh, Maryanto, Amar Habibi
IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat
Email : bb_yunior@yahoo.co.id, marwahlamaah078@gmail.com,
maryanto2882@gmail.com, amarhabibi1998@gmail.com
Kata kunci:
Pendidikan,
Pancasila,
kurikulum
meredeka
ABSTRAK
Latar Belakang :. Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan
diamanatkan oleh konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja
negara. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum
yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar.
Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi
pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu
membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak.
Tujuan : untuk mengamati pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan,
kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Metode : Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka. Studi
kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang
diangkat.
Hasil : Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada
kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui
pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya
ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan
kampus merdeka, sesungguhnya lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih,
agar mahasiswa menguasai disiplin ilmu yang beragam. Tujuan pembelajaran
Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini, perlu mengakomodir
terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat kritis peserta didik.
Kesimpulan: Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis
ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang
mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia.
Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam
pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu
Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik,
hukum, nilai, moral, kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam berkebudayaan.
ABSTRACT
Background: In Indonesia, the issue of education is a central issue and is even
mandated by the constitution to be the main priority in the state budget. All components
have an important contribution, including the curriculum which can be said to be the
main buffer in a teaching and learning process. Some experts even say that the
curriculum is at the heart of education, whether or not educational outcomes are
Volume 2, Nomor 11, November 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1171 http://sosains.greenvest.co.id
Keywords:
Education,
Pancasila,
curriculum
determined by the curriculum, whether it is able to raise critical awareness of learners
or not.
Purpose: to observe national education and conformity with the desire, conditions,
potential of the region, educational units and students..
Method: The type of method that will be used by the author is a Literature study.
Literature study is any effort made by researchers to collect information data that is
relevant to the topic or problem raised..
Results: The independent campus policy, which is one of the levels of praxis, is focused
on academic or learning activities. Of course, it needs to be analyzed and elaborated
through a scientific approach to Civic Education, so as to minimize the occurrence of
inequality between ideals and reality. In the context of learning in the independent
campus policy, it is actually more towards providing more opportunities, so that students
master diverse disciplines. The learning objectives of Citizenship Education, in today's
modern era, need to accommodate the formation of digital literacy, creativity,
innovation, and the critical nature of students.
Conclusion: The development of the PPKn curriculum in Indonesia is developing
dynamically, in principle adapted to the needs and visions and missions of the
government that influence the formation of educational curriculum policies in
Indonesia. However, in its implementation there is a strength that is the foundation in
the implementation of the subjects of Pancasila and Citizenship Education, namely
Pancasila, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, politics, law, values,
morals, local wisdom, and diversity in culture.
PENDAHULUAN
Pembahasan tentang dunia pendidikan menjadi topik yang akan terus eksis dan masa
ke masa. Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan diamanatkan oleh
konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja negara. Pendidikan itu
sendiri menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
ialah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pengertian ini seringkali tidak dicermati dengan betul bahwa konstitusi kita
mengamanatkan sebuah upaya mengembangkan “potensi” yang di dalamnya terdapat
banyak hal, artinya tidak hanya perkara kognitif saja, melainkan juga mengembangkan
psikomotorik dan afektif.
Dalam rangka upaya mengembangkan potensi siswa atau peserta didik, maka dalam
dunia pendidikan diperlukan kurikulum. (Asri, 2017) menyatakan bahwa “Dalam dunia
pendidikan terdapat beberapa komponen yang saling bersinergi agar mampu mewujudkan
tujuan pendidikan itu sendiri. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak
terkecuali kurikulum yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses
belajar mengajar. Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan
jantung bagi pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum,
apakah mampu membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak”.
Pembahasan kurikulum di Indonesia ini sangatlah menarik. Hal ini dikarenakan
begitu dinamisnya perubahan yang terjadi dalam perkembangan kurikulum Indonesia.
Bahkan (Raharjo, 2020) memaparkan bahwa “Ada ungkapan menggelitik yang acapkali
muncul seiring perubahan penguasa negeri ini yakni ‘ganti menteri ganti kurikulum’,
nyatanya dalam perjalanan sejarah sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945,
kurikulumpendidikan nasional memang telah berulangkali mengalami perubahan, yaitu
pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta yang terbaru
Pendidikan Pancasila Dalam Kurikulum Merdeka
2022
Bambang Yuniarto, Marwah lama’atushabakh, Maryanto, Amar Habibi 1172
adalah kurikulum 2013”. Ditambah, saat ini sudah ada pandangan baru terkait dengan
kurikulum merdeka belajar.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, sistem kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan memang perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat.
Adapun kurikulum itu sendiri, menurut Schubert (1986), memaparkan bahwa
curriculum as content or subject matter, curriculum as a program of planned activities,
curriculum as intended learning outcomes, curriculum as cultural reproduction,
curriculum as experience, curriculum as discrete task and concepts, curriculum as an
agenda for social reconstruction”. Pandangan tersebut tampaknya dipengaruhi oleh
pandangan sebelumnya, seperti Stratemeyer, Forkner, dan McKim (194) yang menyatakan
“Curriculum currently defined in three ways; the courses and class activities in which
children and youth engage; the total range of in class and out class experiences sponsored
by school; and the total life experiences of the leaner”. Dengan demikian, kurikulum dapat
dikatakan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan
pelajaran serta cara yang penyelenggaraaan proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraaan proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan
kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
METODE PENELITIAN
Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka (Darmalaksana,
2020). Studi kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang
diangkat. Data informasi yang telah dihimpun tersebut berasal dari studi kepustakaan, baik
berupa buku, artikel, maupun jurnal. Dibutuhkan ketekunan dan ketelitian dalam
melakukan studi kepustakaan untuk menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Dalam studi pustaka, hal yang dilakukan ialah membaca dan menelaah literatur
yang dianggap sesuai dengan pokok kajian. Setelah menelaah berbagai literatur kemudian
dituangkan secara teoritis terkait dengan penguatan Pendidikan Pancasila dalam Kurikulum
Merdeka.
Penelitian kualitatif tidak dibatasi oleh kategori tertentu, karena sifatnya yang
elaboratif dan mendalam (Rukajat, 2018). Sumber literatur pada penelitian ini berfokus
pada jurnal, yang didukung oleh sumber yuridis serta dokumen resmi yang dikeluarkan
oleh negara dan lembaga resmi, baik nasional maupun internasional. Dijadikannya jurnal
sebagai sumber literasi primer, karena jurnal memiliki tingkat keabsahan yang tinggi, agar
tidak terjadi kesalahan pada analisis data yang sifatnya konseptual dan prosedural, tentu
perlu didukung oleh data sekunder. Teknik analisis data pada riset ini menggunakan teknik
Miles dan Hubermana (1992) yang mengungkapkan bahwa proses analisis kualitatif
berfokus pada: reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan (Firman &
Rahayu, 2020).
Volume 2, Nomor 11, November 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1173 http://sosains.greenvest.co.id
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan Kewarganegaraan dalam dimensi kurikuler, berfokus pada kegiatan
pembelajaran. Realitas tersebut, merupakan upaya dalam membentuk warga negara
yang baik dan cerdas. Pada dasarnya bagaimana warga negara bersedia untuk
berpartisipasi dalam kepentingan umum, memiliki kepekasaan sosial yang baik, turut
andil dalam menjaga persatuan nasional, serta mengisi kemerdekaan melalui peran
aktifnya, apabila tidak diberikan landasan mengenai pengetahuan, pemahaman, serta
pembentukan moral. Winataputra dan Budimansyah (Nurdin, 2016) mengungkapkan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam dimensi kurikuler, bertujuan untuk
mengoptimalkan potensi peserta didik, agar menjadi warga negara yang cerdas,
berkarakter, demokratis dan berkomitmen.
Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada
kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui
pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya
ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Idealnya substansi pembelajaran dalam
kebijakan kampus merdeka perlu merepresentasikan semangat dan nilai-nilai yang
sesuai dengan Pancasila serta UUD 1945. Sebagai kajian yang komprehensif, PKn
berkompeten dalam melaksanakan evaluasi kebijakan publik, khususnya pada tataran
mengakomodir partisipasi serta memberikan ruang agar menumbuhkan tanggung jawab
public (Shabrina, 2016).
Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan kampus merdeka, sesungguhnya
lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih, agar mahasiswa menguasai
disiplin ilmu yang beragam. Dalam upaya menganalisis kebijakan kampus merdeka
melalui dimensi PKn kurikuler, tidak harus selalu dengan mengontrak mata kuliah PKn.
Lazimnya PKn sebagai mata kuliah wajib, dikontrak oleh mahasiswa pada awal
memasuki perguruan tinggi, baik di semester 1, maupun semester 2. Dengan orientasi
landasan filosofis pembelajaran PKn harus hadir, sehingga kampus merdeka dalam
realitas implementasinya menjadi pembelajaran yang demokratis, terstruktur, adil,
menyenangkan, serta berorientasi pada peningkatan kompetensi kewarganegaraan
mahasiswa.
Dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Tentang Standarisasi Pendidikan
Tinggi, dijelaskan bahwa pembelajaran di luar prodi bagi mahasiswa yang berminat,
dapat dibagi menjadi 4 yaitu, 1) di prodi lain dalam kampus yang sama, 2) di prodi yang
sama dalam kampus yang berbeda, 3) di prodi lain dalam kampus yang berbeda dan 4)
pembelajaran non-kampus. Tentu kebijakan tersebut akan berhasil, apabila setiap
perguruan tinggi berkomunikasi untuk menentukan teknis kerja samanya. Peran
Pendidikan Kewarganegaraan, dalam menyukseskan kebijakan tersebut, berfokus pada
upaya memberikan informasi objektif mengenai, pentingnya mengakomodir hak
mahasiswa, memberikan ruang lebih bagi mahasiswa untuk berkarya serta mencari
pengalaman, bahkan memberikan deskirpsi mengenai pentingnya mengeksplorasi diri,
agar kehidupan mahasiswa lebih bermakna. Tentu proses belajar di luar prodi serta di
luar perguruan tinggi mahasiswa terkait, begitu merepresentasikan keilmuan PKn,
karena bersifat multikultural dan menjadi upaya pengenalan budaya lokal.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini,
perlu mengakomodir terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat
kritis peserta didik, juga perlu menjadikan berbagai permasalahan sosial sebagai sumber
pembelajaran PKn kontekstual (Martini, 2018). Dalam konsep kampus merdeka,
ditekankan mengenai pentingnya penguasaan keterampilan yang beragam. Dengan
oreintasi memiliki modal sosial yang lebih agar menjadi sumber daya manusia
Indonesia yang berdaya saing dan unggul. Idealnya sebagai keilmuan yang bertujuan
Pendidikan Pancasila Dalam Kurikulum Merdeka
2022
Bambang Yuniarto, Marwah lama’atushabakh, Maryanto, Amar Habibi 1174
untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara beradab, tentu PKn pada tataran
filosofis, teori dan praktiknya, perlu menjadi semangat para pendidik dan birokrat,
sehingga implementasi kebijakan kampus merdeka, bisa efektif dan sesuai dengan yang
diharapkan.
Realitas konsep pembelajaran pada pendidikan tinggi, yang dijelaskan melalui
Permendikbud No. 3 Tahun 2020, menjadi bentuk aktualisasi kebijakan pendidikan
tinggi di Indonesia. Dalam tataran substansi dan praksis dari konsep kampus merdeka
yang memiliki kesamaan konsep dengan kajian Pendidikan Kewarganeraaan, akan
dianalisis dan direfleksikan. Sebagai upaya menemukan jawaban ilmiah yang sifatnya
komprehensif, yang menjadi implementasi nyata dalam memperkaya kajian keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan. Khususnya pada bentuk pembelajaran kampus merdeka
yang berfokus pada pertukaran pelajar, asistensi mengajar pada satuan pendidikan,
penelitian, bahkan magang atau praktik kerja yang menuai pro dan kontra, akan
dianalisis melalui dimensi PKn kurikuler.
1. Kurikulum 2020 “Merdeka Belajar”
Pada prinsipnya, terkait dengan Kurikulum Merdeka Belajar 2020 ini, didasari
oleh Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Tentang SN-Dikti. Mendikbud di Era ini
(Nadiem Makariem) menjadi tokoh penggagas terkait dengan wacana merdeka
belajar, utamanya di Perguruan Tinggi. Menurut Nadiem, Kemendikbud
menyiapkan strategi yang tidak akan keluar dari esensi pendidikan, yakni kualitas
guru. Guru tidak akan mungkin bisa digantikan teknologi. Teknologi adalah alat
bantu guru meningkatkan potensi mereka dan mencari guru-guru penggerak terbaik
serta memastikan mereka bisa menjadi pemimpin- pemimpin pembelajaran dalam
sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Dikutip dari (Raharjo, 2020) Nadiem Makarim menjelaskan setidaknya tiga
poin utama dalam gagasan merdeka belajar, yaitu tekonologi untuk akselerasi,
keberagaman sebagai esensi, dan profil pelajar Pancasila . Tentu saja, poin pertama
terkait dengan perkembangan teknomogi, informasi, dan komunikasi. Namun ada
hal yang sangat menarik yaitu di poin 2 dan 3, utamanya terkait dengan PPKn, bahwa
adanya penguatan keberagaman sebagai esensi, berupa “keberagaman minat dan
kemampuan yang dimiliki siswa menjadi alasan paling kuat agar pengukuran kinerja
siswa tidak boleh dinilai hanya menggunakan angka-angka pencapaian akademik,
tetapi juga berbagai macam aktivitas lain atau ekstrakurikuler”. Kearifan lokal juga
merupakan unsur penting dalam pembelajaran. Setiap siswa akan lebih memahami
materi bila menggunakan konteks lokal. Setiap murid akan melihat semua mata
pelajaran dan semua materi dalam konteks”. Kemudian terkait dengan profil pelajar
Pancasila, Dalam kesempatan yang sama, Mendikbud Nadiem menjelaskan salah
satu mandat yang diberikan Presiden adalah penyesuaian kurikulum yang bertujuan
mewujudkan profil para pelajar di Indonesia. Kemendikbud telah menetapkan enam
indikator sebagai profil pelajar Pancasila. Adapun enam profil tersebut adalah
pertama, bernalar kritis agar bisa memecahkan masalah. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan kognitif. Kedua, kemandirian, yaitu siswa secara independen
termotivasi meningkatkan kemampuannya, bisa mencari pengetahuan serta
termotivasi. Ketiga, adalah kreatif, di mana siswa bisa menciptakan hal baru,
berinovasi secara mandiri, dan mempunyai rasa cinta terhadap kesenian dan
budaya.
Keempat, gotong-royong, di mana siswa mempunyai kemampuan
berkolaborasi yang merupakan softskill utama yang terpenting di masa depan agar
bisa bekerja secara tim. Kelima, kebinekaan global yang merupakan upaya agar
siswa mencintai keberagaman budaya, agama dan ras di negaranya serta dunia,
Volume 2, Nomor 11, November 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1175 http://sosains.greenvest.co.id
sekaligus menegaskan mereka juga warga global. Keenam, berakhlak mulia. Di
sinilah moralitas, spiritualitas, dan etika berada. "Sudah pasti pendidikan karakter
akan menjadi salah satu pilar inti," tegas Mendikbud. Project based learning menjadi
salah satu metode melatih jiwa gotong royong dan kreativitas siswa. “Bukan hanya
dengan membaca materi lalu diuji, melainkan juga untuk menciptakan karya. Oleh
karena itu saya mempunyai motto, kalau kita ingin melakukan transformasi
pembelajaran di dalam suatu ruang kelas maka harus banyak tanya, banyak coba,
banyak karya
2. Bagaimana Analisis Konsep Kampus Merdeka Dalam Perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan Dimensi Sosio- Kultural?
Pendidikan Kewarganegaraan dalam dimensi sosio-kultural, berfokus pada
upaya memberdayakan masyarakat. Tentu sebagai keilmuan yang memiliki tugas
berat, karena membentuk kepribadian warga negara. PKn menjadi kajian yang luas
tidak terbatas sebagai pembelajaran di sekolah saja, tetapi juga dalam masyarakat
umum, baik sebagai pendidikan demokrasi bagi masyarakat, maupun menjadi kajian
dalam menganalisis dan merefleksikan dinamika, fenomena, realitas yang terjadi
dimasyarakat. Cogan (Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019) menjelaskan terdapat
perbedaan makna antara civic education dan citizenship education, khususnya pada
ruang lingkup kajiannya, civic education merupakan PKn dalam arti sempit atau PKn
dalam bentuk pendidikan formal (sekolah), sedangkan citizenship education adalah
PKn dalam arti yang luas, sebagai bentuk pendidikan non formal (pendidikan bagi
masyarakat) (Geboers, Geijsel, Admiraal, & Ten Dam, 2013).
Tentu masyarakat yang berdaya dan beradab menjadi tujuan penting
dijadikanya PKn sebagai wahana pendidikan demokrasi bagi masyarakat umum.
Sehingga mampu mengisi kemerdekaan melalui keterlibatan aktifnya. Masyarakat
berdaya dalam artian mampu, berkompeten serta mandiri untuk mengoptimalkan
berbagai potensi yang ada disekitarnya, seperti dalam sektor ekonomi, sosial,
kebudayaan, politik, demokrasi, dan keamanan. Masyarakat yang beradab tentu,
memiliki integritas dan moralitas yang baik, sehingga secara sukarela menjalankan
perannya, agar memiliki manfaat positif terhadap masyarakat, karena kompleksnya
permasalahan yang ada dimasyarakat, tidak bisa diselesaikan oleh pihak berwajib
saja, tetapi secara holistik, sehingga butuh peran aktif dari masyarakat, agar masalah
tersebut selesai sebagaimana mestinya.
Faktanya sebagai keilmuan yang menganalisis dan merefleksikan dinamika,
fenomena dan realitas yang terjadi pada kehidupan masyarakat secara holistik, tentu
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki solusi ilmiah dalam mengatasi berbagai
persoalan sosial yang terjadi. Khususnya melalui strategi serta upaya penyelesaian
masalah berbasis melibatkan semua pihak. Selain merepresentasikan integrasi
bangsa, juga memberi makna, mengenai pentingnya demokrasi, peka sosial dan
tanggung jawab. (Rahmandani & Samsuri, 2019) mengungkapkan bahwa sebagai
pendidikan bagi masyarakat, tentu PKn berperan dalam memperkuat kesadaran
masyarakat, untuk terlibat aktif dalam kegiatan publik, melalui pendekatan keilmuan
yang humanis, yang praktik sosialisasinya dilakukan oleh kaum intelektual maupun
pemerintah.
Dalam konsep kampus merdeka, faktanya mengakomodir strategi dan upaya
untuk memberdayakan seluruh masyarakat. Khususnya melalui partisipasi aktif dari
mahasiswa, dalam bentuk pengabdian pada masyarakat. Termasuk pada upaya untuk
mewujudkan integrasi sosial, yang menjadi modal penting dalam mengatasi berbagai
masalah yang menjadi penghambat dalam terwujudnya kesejahteraan umum pada
kehidupan masyarakat. (Yunita & Suryadi, 2018) mengungkapkan bahwa
Pendidikan Pancasila Dalam Kurikulum Merdeka
2022
Bambang Yuniarto, Marwah lama’atushabakh, Maryanto, Amar Habibi 1176
mahasiswa dalam menjalankan kewajiban bela negara, bisa melalui pengoptimalan
perannya dimasyarakat, guna mewujudkan persatuan dan kesejahteraan sosial.
Faktanya, kebijakan kampus merdeka, dalam konteks tujuannya, tidak hanya
mengakomodir strategi dan upaya pemberdayaan serta penyejahteraan bagi
masyarakat saja, yang merupakan domain utama kajian PKn sosio-kultural. Tetapi
juga membentuk mahasiswa agar memiliki kompetensi kewarganegaraan yang baik,
dengan rasionalisasi, tidak hanya berfokus pada penguasaan civic knowledge, tetapi
komprehensif, termasuk pada penguasaan civic disposition dan civic skills, sehingga
menjadi warga negara yang beradab (civic virtue) (Nanggala & Suryadi, 2020).
Tentu, bangsa ini akan mendapat berbagai manfaat positif, apabila kebijakan kampus
merdeka diterapkan dengan penuh komitmen dan tidak prosedural. Khususnya yang
bentuk pembelajaran dalam konsep kampus merdeka yang berkaitan langsung
dengan masyarakat atau yang menjadi objek kajian Pendidikan Kewarganegaraan
dimensi sosio-kultural.
Bentuk pembelajaran dalam konsep kampus merdeka, yang dijelaskan melalui
Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Tentang Standarisasi Pendidikan Tinggi, tentu
akan dianalisis melalui kajian PKn, khususnya dimensi sosio-kultural. Dengan
orientasi menemukan relevansi, mengenai tujuan program tersebut dengan tujuan
kajian PKn dimensi sosio-kultural, juga sebagai upaya kolaborasi dan elaborasi,
antara kebijakan pemerintah, dibidang pendidikan dengan kajian Pendidikan
Kewarganegaraan yang pada substansinya berfokus pada masalah keilmuan,
kemanusiaan, kemasyarakatan dan kebangsaan. Kegiatan menganalisis konsep
kampus merdeka tersebut, melalui kajian PKn dimensi sosio-kultural, akan
difokuskan pada bentuk pembelajaran yang dijelaskan oleh Permendikbud di atas,
yaitu kegiatan wirausaha, proyek kemanusiaan, proyek independen, serta
membangun desa atau KKN tematik. PKn dalam dimensi sosio- kultural, tidak hanya
menjadi bentuk pembelajaran yang dikhususkan kepada masyarakat, tetapi juga
memberi deskripsi mengenai realitas yang terjadi, sehingga menjadi acuan bagi
kaum intelektual untuk menyusun upaya ilmiah dalam mengatasi masalah yang ada
(Tiara & Yarni, 2019).
Dijelaskan melalui Permendikbud No. 3 Tahun 2020, bahwa kewirausahaan
merupakan salah satu bentuk pembelajaran dari kebijakan kampus merdeka.
Substansi tujuan dari kegiatan wirausaha adalah untuk membentuk minat dan bakat
berwirausaha bagi mahasiswa, serta sebagai upaya dalam mengatasi masalah
mengenai kemiskinan dan pengangguran dimasyarakat. Faktanya dalam kajian
Pendidikan Kewarganegaraan terdapat konsep ecomonic civic, yang tentu memiliki
relevansi, dengan kewirausahaan yang menjadi bentuk pembelajaran kampus
merdeka. Economic civic atau ekonomi warga negara, merupakan kajian sekaligus
kegiatan yang berfokus pengenalan konsep dan prinsip ekonomi kepada warga
negara, sebagai strategi dan upaya memberdayakan ekonominya, agar menjadi
warga negara atau komunitas masyarakat yang berdikari (Rube’i, 2014).
KESIMPULAN
Perkembangan kurikulum PPKn terjadi sangat dinamis, dalam hal secara normative
maupun subtansi, PPKn mengalami proses perjalanan cukup panjang. Dimulai dari pertama
muncul tahun 1957 dengan nama civics (kewarganegaraan) Tahun 1959 di introdusir
pelajaran pelajaran civics dengan “Civics Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan
Pokok Indoktrinasi (TUBAPI) sebagai buku sumber, tahun 1962 istilah civics diganti
dengan Kewargaan Negara, tahun 1968 Kewarga Negara di ganti dengan Pendidikan
Kewargaan Negara. Tahun 1975 Pendidikan Kewargaan Negara di ganti dengan PMP
Volume 2, Nomor 11, November 2022
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
1177 http://sosains.greenvest.co.id
(Pendidikan Moral Pancasila), tahun 1978 sangat dominannya materi P-4 dalam PMP.
Tahun 1984 masih dengan nama PMP, tahun 1994 di ganti dengan nama PPKn. Tahun
1999 materi P-4 dicabut. Era reformasi di rubah dengan Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), yang kemudian pada tahun 2013 kembali lagi menjadi PPKn.
Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis ini pada
prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang
mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi
dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral, kearifan lokal,
dan kebhinekaan dalam berkebudayaan.
Begitu dinamisnya perkembangan kurikulum khususnya di bidang PPKn, ini tidak
lepas dari perkembangan situasi politik hukum negara Indonesia. Bahkan, Samsuri (2012)
memaparkan bahwa “besarnya kepentingan rezim kekuasaan terhadap pendidikan
kewarganegaraan model PMP tersebut, mengakibatkan terjadinya reduksionisme misi mata
kajian itu dalam kerangka membentuk warga negara yang baik. Reduksi itu nampak Ketika
pendidikan Pancasila yang dieksplisitkan dengan label PMP, seakan-akan menjadi satu-
satunya mata pelajaran yang harus bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter
warga negara, khususnya kepada generasi muda”.
Bagi akademisi, khususnya di bidang PPKn, sudah sepatutnya kita peduli dan terus
menganalisis bagaimana perkembangan bidang kajian PPKn baik secara normatif,
maupun substantif.
DAFTAR PUSTAKA
Asri, Muhammad. (2017). Dinamika Kurikulum Di Indonesia. Modeling: Jurnal Program
Studi Pgmi, 4(2), 192202.
Darmalaksana, Wahyudin. (2020). Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi
Lapangan. Pre-Print Digital Library Uin Sunan Gunung Djati Bandung.
Firman, Firman, & Rahayu, Sari. (2020). Pembelajaran Online Di Tengah Pandemi Covid-
19. Indonesian Journal Of Educational Science (Ijes), 2(2), 8189.
Geboers, Ellen, Geijsel, Femke, Admiraal, Wilfried, & Ten Dam, Geert. (2013). Review
Of The Effects Of Citizenship Education. Educational Research Review, 9, 158
173.
Martini, Eneng. (2018). Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Kecakapan Abad 21. Jpk (Jurnal Pancasila Dan
Kewarganegaraan), 3(2), 2127.
Mukhtarom, Asrori, Arwen, Desri, & Kurniyati, Ety. (2019). Urgensi Civic Education
Dalam Kehidupan Bernegara. Tadarus Tarbawy: Jurnal Kajian Islam Dan
Pendidikan, 1(2).
Nanggala, Agil, & Suryadi, Karim. (2020). Analisis Konsep Kampus Merdeka Dalam
Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Global Citizen: Jurnal Ilmiah
Kajian Pendidikan Kewarganegaraan, 1023.
Nurdin, Encep Syarief. (2016). Analisis Konten Dimensi Implementasi Kebijakan Publik
Pada Konten Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Sosiohumanika, 9(1).
Raharjo, Raharjo. (2020). Analisis Perkembangan Kurikulum Ppkn: Dari Rentjana
Pelajaran 1947 Sampai Dengan Merdeka Belajar 2020. Pkn Progresif: Jurnal
Pemikiran Dan Penelitian Kewarganegaraan, 15(1), 6382.
Rahmandani, Fahdian, & Samsuri, Samsuri. (2019). Malang Corruption Watch Sebagai
Gerakan Masyarakat Sipil Dalam Membangun Budaya Anti-Korupsi Di Daerah.
Pendidikan Pancasila Dalam Kurikulum Merdeka
2022
Bambang Yuniarto, Marwah lama’atushabakh, Maryanto, Amar Habibi 1178
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 21(1), 4959.
Rube’i, Muhammad Anwar. (2014). Integrasi Nilai-Nilai Kewirausahaan Dalam
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Upaya Membentuk Economic Civic
(Ekonomi Warganegara): Studi Kasus Pembentukan Ekonomi Warga Negara Di
Sma Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Rukajat, Ajat. (2018). Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative Research Approach.
Deepublish.
Shabrina, Tasya Fildzah. (2016). Implementasi Gerakan Citarum Bestari Dalam
Menumbuhkan Civic Responsibility Terhadap Lingkungan:(Studi Kasus Pada
Masyarakat Dayeuhkolot Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat). Universitas
Pendidikan Indonesia.
Tiara, Monica, & Yarni, Nevi. (2019). Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural Di
Sma Kota Padang. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran (Jrpp), 2(2), 297302.
Yunita, Yunita, & Suryadi, Karim. (2018). Rancang Bangun Pendidikan Bela Negara
Sebagai Wahana Pengembangan Sikap Nasionalisme Bagi Mahasiswa. Modeling:
Jurnal Program Studi Pgmi, 5(2), 225233.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.