Volume 1, Nomor 4 , April 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
300 http://sosains.greenvest.co.id
wilayah laut terbesar di dunia, dengan garis pantai 95.181 kilometer, seharusnya menjadi
sumberdaya alam yang potensial bagi kemakmuran rakyatnya terutama yang tinggal di
pesisir (Juliantono & Munandar, 2016).
Nelayan pada umumnya mengalami kesulitan pada permodalan dan salah satu
strategi yang dilakukan nelayan untuk memenuhi kebutuhan modal adalah dengan cara
berhutang. Kelembagaan hutang dapat menjamin konsumsi, produksi dan pemasaran
untuk bisa berjalan dengan seimbang. Rumah tangga menggunakan jasa hutang untuk
konsumsi dan produksi, jasa hutang juga sebagai penampung hasil produksi (Muhartono
& Nurlaili, 2018).
Kenyataan menunjukkan kehidupan nelayan dapat dikatakan bukan saja belum
berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan,
kesehatan, dan juga kesejahteraannya (Aqmal, Yoserizal, & Tantoro, 2020). Pekerjaan
nelayan sejatinya penuh dengan resiko karena kendala yang dihadapi tidak hanya
menyangkut lingkungan alam saja tetapi juga lingkungan sosial (Listyawati, 2016), maka
dari itu menjadi nelayan tidaklah mudah.
Adapun fokus kajian dari penelitian ini adalah mengenai bagaimana mata rantai
ketimpangan kekuasaan pada masyarakat nelayan di Sungailiat dan apa saja faktor-faktor
yang melatarbelakangi masalah ketimpangan kekuasaan tersebut. Sebagai bahan
pertimbangan, peneliti melakukan kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu.
Pertama, sebuah tesis yang ditulis oleh (Sulkarnain, 2018), dengan judul Kedua, sebuah
jurnal penelitian yang dilakukan oleh Gadri Ramadhan Attamimi, Dkk t“Patron-klien dan
Ketimpangan Sosial (Studi Kasus pada Masyarakat Nelayan di Desa Tamasaju
Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar)”. ahun 2018, yang berjudul “Kelas dan
Ketimpangan Struktural Masyarakat Nelayan di Kota Ambon". Ketiga, yaitu sebuah
jurnal penelitian yang ditulis oleh (Sinaga, Widiono, & Irnad, 2015), Jurnal tersebut
berjudul “Pola Hubungan Patron-Klien pada Komunitas Nelayan di Kelurahan Malabro
Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu". Meskipun sama-sama melakukan kajian yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat nelayan, yang membuat penelitian ini berbeda
dengan ketiga penelitian tersebut adalah terkait fokus utama yang membahas tentang
ketimpangan kekuasaan pada masyarakat nelayan di Sungailiat.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang faktor yang mempengaruhi mata
rantai ketimpangan kekuasaan yang ada pada masyarakat di Sungailiat.
Kepentingan dari penelitian ini dilatarbelakangi adanya ketimpangan kekuasaan
pada masyarakat nelayan di Sungailiat yang terus berlanjut, sehingga menarik peneliti
untuk mencari tahu faktor apa saja yang ada dan memunculkan ketimpangan itu terjadi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik
pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini
dilakukan di Sungailiat mengingat mayoritas kelompok masyarakat nelayan di Kabupaten
Bangka terpusat di wilayah tersebut.
Teknik penentuan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling. Adapun sampel yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yang terbagi
menjadi beberapa kriteria, yaitu nelayan (terdiri dari nelayan juragan, nelayan buruh, dan
kapten kapal), bos lokal (bos-bos ikan), tengkulak, serta pedagang ikan eceran (pedagang
ikan di pasar).
Data yang digunakan dalam penelitian ini pada perinsipnya berdasar pada data
primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada hasil wawancara dan