JURNAL SOSIAL DAN SAINS VOLUME 3 NOMOR 3 2023 P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X |
||
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA, PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
(CURAT) DAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (CURAS) Naziha
Fitri Lubis, Madiasa Ablisar, Edi Yunara, Marlina Universitas Sumatera Utara Email : [email protected],
[email protected], [email protected], [email protected] |
||
Kata kunci: Curas, Curat, Hukum Pidana,
Kebijakan. Keywords: Curas, Curat, Criminal Law, Policy. |
ABSTRAK Latar Belakang : Kebijakan kriminal adalah kebijakan komprehensif, yang dilaksanakan
melalui undang-undang, peraturan, dan lembaga pemerintah, yang ditujukan untuk menegakkan norma-norma inti masyarakat,
dan termasuk penegakan hukum di bidang kontrol, pengaturan, atau rekonsiliasi publik.Ini adalah kebijakan pemerintah yang komprehensif. Tujuan : Tujuan adalah untuk penyidikan dan penelaahan terhadap
perkembangan, penerapan, penegakan/pengaturan jam malam dan kebijakan hukum
pidana terhadap kuras dalam Putusan Pengadilan Negeri Pematangsiantar Nomor
106/Pid.B/2021/PN PMS dan Putusan Pengadilan Negeri; Pematangiantar
No.230/Pid.B/2021/PN.PMS. Metode : Jenis penelitian hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian
hukum yuridis normatif. Hasil : Penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan merupakan bagian dari kebijakan kriminal, dan upaya hukum pidana untuk mencegah kejahatan merupakan tujuan akhir dari kebijakan kriminal itu sendiri: perlindungan masyarakat untuk menjaga ketertiban umum. dan kemakmuran. Kesimpulan: Kesimpulan bahwa
Perumusan/kebijakan legislatif adalah tahap perumusan/penataan hukum pidana.
dariTindak pidana pencurian saat ini adalah pencurian biasa menurut Pasal 362
KUHP, pencurian berat menurut Pasal 363 KUHP, dan pencurian yang melibatkan
kekerasan menurut Pasal 365 KUHP. Fase kedua adalah fase penegakan hukum,
dimana aparat penegak hukum menerapkan hukum pidana dari kepolisian ke
pengadilan. Tahap ini juga dikenal sebagai tahap kebijakan yudisial.
Pengadilan Negeri Pematangiantar Nomor: 106/PID.B/2021/PN PMS dan Nomor
230/Pid.B/2021/PN.PMS). Pasal 363 Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 KUHP
yaitu satu dakwaan. Berdasarkan Pasal 362 KUHP, majelis hakim
mempertimbangkan satu dakwaan. Elemen: Elemen dengan siapa saja.
Barang-barang yang diperoleh dengan tujuan untuk memperoleh secara tidak sah
barang-barang yang seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh orang lain. ABSTRACT Background: Criminal
policy is a comprehensive policy, implemented through laws, regulations, and
government agencies, aimed at enforcing the core norms of society, and
including law enforcement in the field of control, regulation, or public
reconciliation. This is a comprehensive government policy. Purpose: The
purpose is to investigate and study the development, application,
enforcement/regulation of curfews and criminal law policies against kuras in the Pematangsiantar
District Court Decision Number 106/Pid.B/2021/PN
PMS and District Court Decision; Pematangiantar No.
230/Pid.B/2021/PN.PMS. Method: The type
of legal research used in this research is to use normative juridical legal
research methods. Results: The use of criminal law as a means of combating
crime is part of criminal policy, and criminal law remedies to prevent crime
are the ultimate goal of criminal policy itself: the protection of society to
maintain public order. and prosperity. Conclusion: The
conclusion that formulation/legislative policy is the stage of
formulating/structuring criminal law. The current criminal acts of theft are
ordinary theft according to Article 362 of the Criminal Code, serious theft
according to Article 363 of the Criminal Code, and theft involving violence
according to Article 365 of the Criminal Code. The second phase is the law
enforcement phase, in which law enforcement officials apply criminal law from
the police to the courts. This stage is also known as the judicial policy
stage. Pematangiantar District Court Number:
106/PID.B/2021/PN PMS and Number 230/Pid.B/2021/PN.PMS).
Article 363 Article 1, Article 3, Article 4, Article 5 of the Criminal Code,
namely one indictment. Based on Article 362 of the Criminal Code, the panel
of judges considered one charge. Elements: Elements with anyone. Goods
obtained with the aim of illegally obtaining goods that are wholly or partly
owned by another person. |
|
PENDAHULUAN
Banyak
kejahatan tingkat tinggi terjadi selama pandemic COVID 19 Permintaan yang kuat juga
berperan, belum lagi pembebasan ribuan narapidana dengan dalih mengurangi
risiko proliferasi sel yang meningkat sekitar 11,8% (Sulistyono, 2020).
Sejak merebaknya COVID-19, tingkat kejahatan pencurian, perampokan, dan
perampokan besar meningkat (Bakar & Lingkungan, 1995).
Kasus kriminal meningkat selama awal pandemi Covid-19. Mencegah penanggulangan
berdasarkan hukum pidana atau �hukuman� atau �kebijakan penegakan hukuman�.
Kebijakan hukum pidana dilaksanakan melalui tahap materialisasi/operasional.
1.Kebijakan
teks/legislatif, yakni tahap perumusan/konstruksi hukum pidana.
2.Praktik/Kebijakan
Peradilan. Tahapan penerapan hukum pidana.
3.Kebijakan
administratif, yaitu tahap penegakan hukum pidana.
Situasi
konflik sosial yang muncul di Kota Pematangsiantar tercermin dari aktivitas
sehari-hari pemerintah kota khususnya aktivitas jalanan di kota Pematangsiantar
khususnya di kecamatan Jalan Tmarin, Sutomo, Jalan Kokroaminoto, Jalan Merdeka,
Jalan Horas Pajak dan pajak ekspansi. Meningkatkan. dan kawasan terminal.
Komunitas masyarakat yang beragam, pelajar, pekerja kantoran, pedagang, dan
pekerja pabrik menggunakan jalan raya sebagai wahana untuk menghadiri acara dan
interaksi sosial. Komunitas pengguna jalan seperti kejahatan jalanan. Penjahat
tidak hanya mengincar sepeda motor dan mobil yang melintas, tetapi juga pejalan
kaki. Terutama wanita yang dianggap tidak berani melawan. Salah satu tindak
kejahatan jalanan yang sering ditemukan di simpul-simpul jalan raya
Pematangsiantar yaitu penjambretan, nyatanya kasus seperti membegal motor
(curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan
(curat)Situasi konflik sosial yang terjadi pada masyarakat Pematangsiantar
dapat dilihat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat khususnya aktivitas jalan
di kota Pematangiantar khususnya di kecamatan Jalan Tmarin, Sutomo, Jalan
cokroaminoto, Jalan Merdeka dan Jalan (Hazir et al., 2012).
Pajak horas dan pajak ekspansi. memperoleh. dan kawasan terminal. Penjahat
menargetkan pejalan kaki serta sepeda motor dan mobil yang lewat. Pencurian
merupakan tindak pidana yang dapat dilakukan berdasarkan paksaan dan berat, dan
tindak pidana pencurian dikenal dengan istilah 3C (Curas, Curat, Curanmor)
seperti terlihat pada tabel di bawah ini (Sulistyono, 2020).
Tabel 1 jumlah
tindak pidana curas, curat dan curanmor yang terjadi di wilayah hukum polres pematangsiantar
selama 2018 � 2020
No |
Tahun |
Curas |
Curat |
Curanmor |
Jumlah
Tindak Pidana (JTP) |
|
2018 |
7 |
75 |
42 |
124 |
|
2019 |
11 |
108 |
85 |
204 |
|
2020 |
9 |
96 |
105 |
210 |
|
Jumlah |
27 |
279 |
232 |
538 |
Sumber� :
Data Primer Polres Pematangsiantar
2021
Keterangan :
Curas : Pencurian Dengan Kekerasan
Curat : Pencurian Dengan Pemberatan
Curanmor : Pencurian Kendaraan Bermotor
JTP : Jumlah Tindak
Pidana
Sesuai dengan pokok permasalahan di atas,Tujuan
penulisan tesis ini adalah untuk
Penyidikan dan penelaahan terhadap perkembangan, penerapan, penegakan/pengaturan jam malam dan kebijakan hukum pidana terhadap kuras dalam Putusan
Pengadilan Negeri Pematangsiantar
Nomor 106/Pid.B/2021/PN PMS
dan Putusan Pengadilan
Negeri; Pematangiantar No.230/Pid.B/2021/PN.PMS.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun yang menjadi pokok bahasan dalam
penulisan tesis ini yaitu bagaimana
formulasi kebijakan hukum pidana curat
dan curas,� bagaimana aplikasi kebijakan hukum pidana curat
dan curas, dan bagaimana eksekusi/administrasi kebijakan hukum pidana curat dan curas dalam Putusan
pengadilan Negeri Pematangsiantar
Nomor 106/Pid.B/2021/PN PMS
dan Putusan pengadilan
Negeri Pematangsiantar Nomor
230/Pid.B/2021/PN. PMS.
METODE
PENELITIAN
Jenis
penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode penelitian hukum yuridis normative (Benuf & Azhar, 2020).
Manusia adalah makhluk sosial dan perlu
berinteraksi dengan orang lain (zoonpoliticon).Oleh
karena itu persepsi diri bahwa kehidupan sosial diatur oleh aturan yang diikuti
sebagian besar warga.Hubungan manusia dan masyarakat adalah seperangkat nilai
Itu diatur oleh nilai dan aturan. Aturan hukum atau aturan hukum adalah semua
aturan yang sudah ada sebelumnya, ditetapkan secara formal oleh mereka yang
berkuasa, mengikat semua orang, penerapannya adalah penegakan dan pengenaan
sanksi tertentu.
Sanksi
pidana yang mengandung sanksi pidana yang lebih berat dari sanksi hukum perdata
atau administrasi merupakan salah satu upaya untuk memberantas kejahatan
menurut hukum pidana. Menurut Ruslan Salekh, pidana adalah reaksi terhadap
suatu kejahatan, penderitaan yang sengaja ditimpakan oleh negara kepada pelaku
kejahatan itu. Penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan
merupakan bagian dari kebijakan kriminal, dan upaya hukum pidana untuk mencegah
kejahatan merupakan tujuan akhir dari kebijakan kriminal itu sendiri:
perlindungan masyarakat untuk menjaga ketertiban umum. dan kemakmuran.
GP
Hofnagels menjelaskan beberapa langkah untuk mencegah kejahatan :
1.Penerapan
KUHP (Lampiran KUHP).
2.Mencegah
dengan tanggung jawab.
A.
Formulasi
Tindak Pidana Curat dan Curas
Perumusan
(Formulasi) kebijakan� sebagai bagian
dari proses kebijakan publik merupakan langkah yang paling penting. Hal ini
karena implementasi dan evaluasi kebijakan baru dapat dilakukan setelah tahap
perumusan kebijakan selesai. Mengontrol langkah resep. Detail proses pembuatan
kebijakan publik (dipublikasikan) Menurut GP Hoefnagels, tahapan
ratifikasi/legislasi dianggap sebagai tahapan yang penting. Namun pada akhirnya
semua tahapan kebijakan hukum pidana, baik tahap persetujuan/legislasi,
penegakan/persidangan, dan tahap penegakan, merupakan kebijakan yang relevan
dengan hukum pidana.
Pada
tahap perumusan, tugas pencegahan dan penanggulangan kejahatan tidak hanya
menjadi tugas aparat penegak hukum, tetapi juga menjadi tugas legislatif.
Bahkan kebijakan legislatif merupakan tahapan paling strategis dari kebijakan
kriminal. Kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif Kesalahan strategis
yang dapat menghambat pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap
pengusulan dan pelaksanaan.
B.
Tindak
pidana pencurian dengan pemberatan (Curat)
Pencurian
dengan pemberatan mempunyai unsur dasar pencurian biasa, tetapi pencurian
dengan pemberatan (gequalificeerde diefstal), diartikan sebagai pencurian
secara khusus dalam pengertian mencuri, lebih serius. Pencurian dengan
pemberatan diatur dengan Pasal 363 KUHP, yaitu :
1. Hukuman
penjara seumur hidup 7 tahun.
2. Mencuri
nomor 4 atau nomor 5 dari nomor 3 diancam hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Pencurian
berat tidak terlepas dari keadaan yang memberatkan yang ada dalam pencurian
tersebut. Faktor-faktor yang terlibat dalam pencurian meliputi:
1.
Unsur-unsur pencurian
dalam bentuk pokok diatur dalam pasal tersebut Pasal 362
KUHP
2.
Unsur-unsur Pemberatan
diatur dalam Pasal 363 KUHP.
a. Pencurian
ternak Pasal 101 mendefinisikan ternak sebagai semua hewan berkuku. Di
Indonesia sendiri, ternak dianggap hewan peliharaan masyarakat dan aset
penting.pencurian berat Jenis atau kategori pencurian hewan dan ternak adalah:
Hewan berkuku (kuda dan keledai), babi dan anjing. Ayam, bebek, angsa, mereka
bukan binatang. Mereka tidak melahirkan, jadi mereka tidak memamabiak memiliki
kuku dan bukan babi. Pencurian hewan dianggap sebagai masalah besar karena
hewan adalah aset terpenting bagi petani. Dari perkataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pencurian hewan adalah pencurian secara tidak sah atas harta
milik orang lain yang berupa kerbau, sapi, kambing, kuda, keledai dan babi.
Karena itu tergolong pencurian dengan sanksi.
b. Kebakaran,
letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi, kecelakaan,
kecelakaan kapal, kecelakaan kereta api, huru-hara, huru-hara, pencurian, dan
lain-lain, dimana ada resiko perang (Pasal 363 Ayat 1 KUHP). Untuk Penerapan
ketentuan (Pasal 363 Ayat 1 Ayat 2 mengatur bahwa barang curian adalah barang
yang terkena bencana alam, tetapi barang di sekitarnya termasuk barang yang
belum ditangani karena bencana alam.
c. Pencurian
malam menurut Pasal 98 KUHP adalah pencurian di dalam rumah/taman tertutup
tempat tinggal seseorang, yang dilakukan oleh seseorang tanpa diketahui atau
tidak diinginkan oleh pemegang haknya, pada malam hari setelah matahari
terbenam sampai matahari terbenam. matahari terbit. Hunian adalah bangunan yang
digunakan sebagai tempat tinggal seseorang. Tempat tinggal/kemenangan adalah
bangunan yang digunakan masyarakat sebagai tempat tinggal. Pekarangan tertutup
adalah tanah dengan batas yang terlihat yang memisahkan tanah dari tanah
sekitarnya (Lubis et al., 2023).
d. Pencurian
yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih (Pasal 363 Ayat 1
Ayat 4 KUHP). Dua orang atau lebih bersekongkol untuk melakukan pencurian.� Melanggar, memotong, memanjat, atau
menggunakan kunci palsu, pesanan palsu, atau pakaian formal palsu untuk masuk
ke TKP atau mencuri untuk mencapai fasilitas.
1. Pasal
99 KUHP mengatur pemanjatan melalui lubang-lubang yang ada, tetapi dilarang
masuk melalui lubang-lubang yang sengaja digali ke dalam tanah.
2. Kerusakan
adalah tindakan yang menimbulkan sedikit kerusakan.
3. Pasal
100 KUHP juga memasukkan alat yang tidak dimaksudkan untuk membuka gembok.
4. Perintah
fiktif ini hanya merujuk pada perintah fiktif untuk memasuki tempat tinggal,
wilayah, atau kebun orang lain.
5. Seragam
palsu adalah seragam yang dikenakan oleh orang jahat, seperti mereka yang
memakai seragam polisi atau jaksa dan masuk ke rumah dan rumah orang lain untuk
melakukan kejahatan.
Oleh
karena itu, berdasarkan hal tersebut di atas, menjadi jelas bahwa dalam kasus
pencurian ini terjadi pencurian yang disengaja yang diatur dalam Pasal 363
KUHP.
C. Tindak pidana pencurian
dengan kekerasan (Curas)
Pencurian
dengan kekerasan adalah perbuatan yang menyimpang. Menurut Robert MZ Lawang,
perilaku menyimpang adalah perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu sistem sosial dan memprovokasi upaya orang-orang dalam
sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut. Pasal 362 KUHP
menyatakan, �Merampas dengan sengaja seluruh atau sebagian harta benda orang
lain�. Kepemilikan
ilegal menciptakan ancaman pencurian. � Oleh karena itu, perampokan bisa
disebut pencurian harta benda.
Pencurian
dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP. Isi Pasal 365 KUHP adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan
atau memfasilitasi terjadinya pencurian dengan menghindari kemungkinan
menghukum diri sendiri atau kaki tangannya karena melakukan pencurian karena
pencurian di masa lalu, tidak disengaja atau selanjutnya, atau barang yang
dicuri tetap berada dalam kepemilikan Kekerasan yang disengaja atau ancaman
kekerasan terhadap seseorang.
2. Ancaman
hukumannya maksimal 12 tahun penjara :
a. Jika
perbuatan itu dilakukan pada malam hari di dalam rumah/pekarangan yang tertutup
dengan rumah/jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
b. Perbuatan
itu dilakukan lebih dari 2 orang secara bersama-sama atau lebih.
c. Melanggar,
memanjat atau memakai kunci palsu, pesanan palsu atau seragam layanan palsu.
d. Ketika
perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat seseorang cedera serius
3. Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya orang, maka pidananya paling lama 15 tahun
penjara.
4. Suatu
perbuatan yang mengakibatkan luka berat atau membunuh dua orang atau lebih,
jika disertai salah satu dari hal-hal tersebut dalam surat, diancam dengan
pidana mati/penjara seumur hidup/penjara paling lama 20 tahun. Bagian a dan c
(2) 24 Sifat dari kejahatan ini sama dengan pencurian biasa (Pasal 362
KUHPsebagai berikut:
a. Mengambil
suatu barang.
b. Barang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.
c. Maksud
memiliki barang itu.
d. Dengan
melawan hukum, lalu ditambah.
e. Dilakukan
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan (ayat (1).
Karena
itu, Pasal 365 KUHP sebenarnya mengatur satu kejahatan, bukan dua: pencurian
dan perampokan serta pencurian dan penyerangan (Amiri, 2021).
Kejahatan kekerasan terhadap seseorang. Pencurian dan kekerasan bukanlah
kombinasi dalam arti bahwa mereka menggabungkan kejahatan pencurian dengan
kejahatan kekerasan atau ancaman kekerasan (Hidayat, 2017).
Unsur
pidana pencurian atau pencurian dengan kekerasan mempunyai dua unsur, unsur
pertama adalah unsur tujuan (perbuatan memperoleh, bendanya adalah benda, unsur
keadaan melekat atau melekat pada benda, yaitu benda). .dimiliki sebagian atau
seluruhnya oleh orang lain), dan faktor kedua bersifat Objektif (keinginan
memiliki itu melawan hukum).
Oleh
karena itu unsur-unsurnya dianggap sama dengan Pasal 362 KUHP, dengan
penambahan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Unsur pencurian dengan
kekerasan Pasal 365 KUHP sama dengan Pasal 362 KUHP, ditambah dengan: Pasal
365(1) KUHP:
Pencurian, yaitu:
1. Mendahului
atau menemani atau ikuti.
2. Kekerasan
atau ancaman kekerasan.
3. Kepada
orang.
4. Di
Jalankan dengan arti:
a. Mempersiapkan
atau
b. Memudahkan
atau
c. Dalam
hal tertangkap tangan.
d. Untuk
memungkinkan melarikan diri bagi dirinya atau pesertalain.
e. Untuk
tetap menguasai barang yang di curi.
D.
Aplikasi
Tindak Pidana Curat dan Curas
Tahap
penerapan adalah tahap penerapan hukum pidana oleh aparat penegak hukum, mulai
dari kepolisian hingga ke pengadilan. Tahap ini juga dapat disebut tahap
kebijakan peradilan, yang tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana
terpadu.Tahap kedua (penerapan) ini bisa disebut juga tahap kebijakan yudisial.
Bagian ini tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana atau sistem
peradilan pidana yang komprehensif. Sebuah hak yang tidak terlepas dari nilai
bahkan bisa disebut penyesalan. Dari nilai-nilai yang diasosiasikan dengan
masyarakat, dia mencerminkan nilai kita. Mokhtar Kusumaadmadja mengatakan sistem
hukum nasional yang koheren harus mampu memandu kebutuhan hukum dan menjawabnya
sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat modern.� Melaksanakan pemutakhiran, kodifikasi, dan
harmonisasi undang-undang di bidang tertentu, dengan mempertimbangkan persepsi
hukum masyarakat.
1. Mengadakan
pembaruan, kodifikasi, dan unifikasi hukum di bidang bidang tertentu dengan
memperhatikan kesadaran hukum masyarakat.
2. Mengatur
fungsi badan hukum menurut rasionya masing-masing.
3. Meningkatkan
kapasitas dan kewenangan aparat penegak hukum. Membentuk sikap pejabat publik
terhadap ketertiban hukum, keadilan, martabat manusia, perlindungan ketertiban
dan kepastian hukum, serta menumbuhkembangkan kesadaran hukum masyarakat,
sesuai dengan UUD 1945.
Dalam
sistem peradilan pidana (criminal justice system) terdapat pergerakan yang
sistematis dari unsur pendukung seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
lembaga pemasyarakatan. Langkah sistemik ini secara keseluruhan berupaya
mengubah input menjadi output, yang merupakan tujuan dari sistem peradilan
pidana. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat.
E.
Kebijakan
Penal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Curat dan Curas
Seperti
yang dijelaskan GP Hoefnagels, pencegahan kejahatan dapat dibagi menjadi dua
bagian,� pencegahan penal dan pencegahan
non penal. Pemberantasan
kejahatan melalui pemberlakuan hukum pidana (undang-undang) juga merupakan
bagian integral dari perlindungan sipil. Dengan demikian, apabila kebijakan
penanggulangan kejahatan (criminal policy) hendak dilakukan melalui �hukum
pidana�, maka kebijakan hukum pidana (criminal policy), khususnya pada tahap
perumusan dan kebijakan legislatif, menjadi tanggung jawab lembaga legislatif.
(Legislatif) harus memperhatikan dan mengarah pada pencapaian tujuan kebijakan
sosial: "kesejahteraan sosial" (public welfare) dan "social
protection" (perlindungan rakyat).
Upaya
penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang menitikberatkan pada upaya
represif (penindasan, pemberantasan, penindakan) setelah kejahatan dilakukan.
Tindak pidana (curat) untuk memperberat pencurian dan penanggulangan tindak
pidana pencurian. Pencurian
dengan kekerasan (curas) dan pembajakan kendaraan (curanmor) yang dilaporkan
kepada polisi merupakan bentuk tindak pidana yang dilakukan oleh Polres
Pematangsiantar. Hal itu dilakukan melalui tindakan seperti :
1. Penangkapan
itu berdasarkan laporan masyarakat dan upaya yang dilakukan Polres.
2. Pemaantiantar
untuk menangkap tersangka.
3. Polisi
Pematang Siantar menyita barang bukti dari tersangka.
4. Polisi
menahan tersangka setelah mendapatkan barang bukti. Penahanan ini merupakan
upaya untuk mencegah pelaku melarikan diri dari barang bukti yang disita dan
dimaksudkan untuk menyelidiki kejahatan tersebut. Penahanan dilakukan oleh
penyidik sesuai dengan Pasal 20 (1)
KUHAP.
5. Kesaksian
Saksi dan Keterangan Tersangka Kepolisian Pematansiantar membutuhkan keterangan
saksi untuk mengusut tindak pidana tersangka, dan keterangan tersangka
diperlukan untuk membuktikan bahwa tersangka melakukan tindak pidana. Dalam
kasus pencurian dengan kekerasan dan pencurian dengan pemberatan, keterangan
saksi dibandingkan dengan keterangan tersangka untuk mengungkap kebenaran.
Di
berikan Sanksi hukuman Pidana Dalam tindak pidana Pencurian dengan kekerasan
dan pencurian dengan pemberatan, Menurut Pasal 32 KUHP, polisi memiliki
wewenang penyidik dan interogator jika tersangka melanggar hukum.
F.
Kebijakan
Non penal untuk menanggulangi pencurian dengan kekerasan dan pencurian dengan
pemberatan
Kebijakan
penanggulangan kejahatan melalui jalur �non penal� pada hakikatnya bersifat
proaktif sebelum kejahatan dilakukan, dan dalam konteks ini dipertimbangkan
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kejahatan. sangat penting
dan perlu diperkuat dan diberdayakan. Diposisikan secara strategis untuk
melakukan bagiannya. Epidemi kejahatan.�
Kebijakan non penal mengharuskan pemerintah untuk mengambil
langkah-langkah yang wajar untuk memerangi aktivitas kriminal dengan
mengidentifikasi akar penyebab kejahatan. Ini bertujuan untuk mencegah
kejahatan dengan mengidentifikasi dan sekaligus menghilangkan penyebab
kejahatan (Indonesia, 1946).
Di
masa pandemi Covid-19, upaya yang dilakukan Polres Pematansiantar untuk
memberantas tindak pidana cursive dan cursive difokuskan pada pencegahan
pelanggaran hukum, khususnya tindak pidana yang menyangkut umpatan dan umpatan,
hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 yang dikeluarkan Kapolri
Mabes pada peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 20 tentang Pembatasan Sosial
Massal. Ditegaskan melalui pengumuman yang mendukung SK Nomor 21 Tahun 2020.
Berikut
kebijakan non penal yang diterapkan Polres Pematangsiantar untuk mengawasi,
menertibkan dan mencegah maraknya pencurian di masa pandemi Covid-19 yang dikelola
Polres Pematangsiantar (Bahmid & Lubis, 2020).
1. Polisi
selalu siaga dan sama-sama waspada untuk mensosialisasikan dan mencegah
kejahatan, terutama perilaku kriminal seperti pencurian selama Covid-19.
2. Polres
Pematasiantar menekan peningkatan angka kejahatan langsung selama wabah
Covid-19, dan Polres Pematasiantar melakukan patroli malam. Tujuannya, untuk
mencegah kumpul-kumpul malam hari agar tidak terjadi kejahatan.� Satpol PP dan TNI juga ikut menangani
Covid-19.dengan melakukan patroli besar-besaran untuk mengantisipasi peningkatan
kejahatan selama pandemi.
3. Polres
Pematangsiantar juga memiliki aplikasi pengolah tindakan cepat bernama 110
System, yaitu telepon untuk menerima layanan dan informasi secara langsung.
4.
Kring reserse adalah
system pemantauan situasi dilingkungan lokasi rawan kejahatan melalui pembagian
wilayah dengan penugasan anggota reserse secara menetap atau secara insidentil
untuk memonitor kajadian gangguan kamtibmas khususnya kasus.
5. Polres
Pematangssiantar juga memiliki aplikasi Polisku yang tersedia untuk umum dan
dapat diunduh dengan tujuan untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat dan
mempercepat kehadiran polisi di masyarakat.
Secara
konkret, upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana diluar hukum
pidana (non penal) yang dapat dilakukan di indonesia meliputi pembenahan
terhadap beberapa aspek atau bidang berikut ini:
1. Faktor
ekonomi (kemiskinan).
2. Faktor
politik.
3. Faktor
sosial budaya.
4. Faktor
agama.
5. Faktor
lingkungan.
6. Faktor
kesempatan untuk melakukan kejahatan.
7. Faktor
keinginan memperoleh keuntungan atau manfaat dengan cara yang mudah dan singkat.
8. Faktor
hukum.
9. Faktor
budaya berhukum. Dan
berbagai faktor lainnya.
G.
Eksekusi/Administrasi
Kebijakan Hukum Pidana Curat Dan Curas
1.
Putusan
Pengadilan Negeri Pematangsiantar NOMOR 106/PID.B/2021/PN PMS DAN Putusan
Pengadilan Negeri Pematangsiantar NOMOR 230/PID.B/2021/PN. PMS.
Penegakan
hukum merupakan rangkaian proses yang panjang yang dapat menimbulkan perbedaan
kewenangan aparat penegak hukum. Dalam bidang penegakan hukum pidana,
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga penegak hukum terlibat dalam
proses penegakan hukum pidana. Penegakan
adalah pelaksanaan putusan hakim dalam perkara pidana yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) (Simatupang, 2017).
Penegakan harus dicantumkan dalam penjatuhan pidana demi kepastian hukum dan
alasan pemberlakuan. Salinan putusan disampaikan oleh sekretaris kepada
kejaksaan untuk pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam perkara pidana (Hamzah, 2015).
Pasal
197 KUHAP. Pasal 1(12) KUHAP menyatakan: dalam urutan yang ditentukan oleh
undang-undang ini. Dalam arti bahwa putusan hakim di satu pihak memberikan
kepastian hukum (rechtszekerheids) kepada terdakwa tentang 'statusnya', dan di
pihak lain dapat berupa putusan. Dalam
putusan, kompensasi Verzet, banding atau pencabutan, grasi, dll, para pihak
harus disertakan atau harus dimasukkan dalam putusan bila dipertimbangkan
melalui pendapat hakim yang mengadili perkara Pasal 197 KUHP tidak berlaku
ketentuan. Suatu putusan dapat dinyatakan batal jika tidak memuat ketentuan
yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP (Thalib, 2010).
Pasal 197 KUHP saat mengajukan keringanan, banding atau penolakan terhadap
belzet, pemberian amnesti, dll diatur dalam kode prosedur. Suatu putusan dapat
dinyatakan batal jika tidak memuat ketentuan yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP. Dapat
mengakibatkan putusan batal demi hukum (Moeljatno, 2021).
2.
Perbandingan Putusan Nomor 106/PID.B/2021/PN
PMS dan Putusan Nomor
230/PID.B/2021/PN. PMS
Tabel 2 Perbandingan Putusan Nomor 106/PID.B/2021/PN PMS dan Putusan
Nomor 230/PID.B/2021/PN. PMS
Jenis |
Keputusan
Nomor 106/Pid.B/2021/PN
PMS |
KeputusanNo.230/PID.B/2021/PN.
malam |
Penuntutan |
Perbuatan
terdakwa, diatur dalam Pasal 363 ayat 1, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 KUHP. |
Perbuatan
para terdakwa diatur dan diancam dengan KUHP Pasal 362 KUHP. |
tuntutan Penuntut Umum |
1)Saya menyatakan bahwa terdakwa Indra akan dinyatakan bersalah atas "pencurian besar" sebagaimana dinyatakan dalam surat dakwaan. 2)Dia
menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Indra, meringankan hukuman empat tahun selama
terdakwa dalam tahanan, dan memerintahkan terdakwa untuk tetap dalam tahanan. |
1)Terdakwa
Abidin Shah Putra Halahap menyatakan
dalam dakwaan bahwa ia didakwa
melakukan tindak pidana �pencurian� berdasarkan Pasal 362 KUHP. 2)Dia
menghukum terdakwa,
Abidin Shah Putra Halahap, dua tahun
enam bulan penjara, dikurangi masa penahanan sementara yang telah dijalani terdakwa. |
putusan pengadilan |
1)Terdakwa Indra tersebut di atas akhirnya dinyatakan bersalah atas tindak pidana "pencurian besar" sebagaimana tertera dalam dakwaan tunggal. 2)Dia menghukum terdakwa empat tahun penjara.
Tetapkan penjara dan waktu penjara yang dijalani oleh terdakwa dan kurangi sepenuhnya dari hukuman yang dijatuhkan (Arief, 2002). |
1)Saya sampaikan bahwa terdakwa, Abidin Shah
Putra Halahap, telah dinyatakan bersalah secara final dan meyakinkan atas tindak pidana
pencurian berdasarkan surat dakwaan. 2)Karena itu, dia menghukum terdakwa dua tahun penjara. 3)Tetapkan penjara dan waktu penjara yang dijalani oleh terdakwa dan kurangi sepenuhnya dari hukuman yang dijatuhkan. 4)menetapkan
bahwa terdakwa tetap dalam tahanan |
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa Kebijakan formulasi/legislatif, merupakan tahap perumusan/penyusunan hukum pidana (Hamzah, 2015). Dalam tahap ini
merupakan tahap yang paling
startegis dari upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui kebijakan hukum pidana, karena
pada tahap ini kekuasaan formulatif/legislatif berwenang dalam hal menetapkan
atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana yang berorientasi pada permasalahan pokok dalam hukum
pidana meliputi perbuatan yang bersifat melawan hukum, kesalahan/pertanggungjawaban pidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan oleh pembuat undang-undang. Sehingga apabila ada kesalahan/kelemahan dalam kebijakan legislatif maka akan menjadi
penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Dalam halnya formulasi
tindak pidana pencurian yang berlaku pada saat ini, yakni
tindak pidana pencurian biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, Tindak Pidana Pencurian
dengan Pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP, dan Tindak Pencurian dengan Kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 365 KUHP.
Tahap kedua, yaitu
Tahap Aplikasi adalah tahap dimana
aparat penegak hukum menerapkan hukum pidana, mulai
dari kepolisian sampai ke pengadilan,
dan kekuasaan aparat penegak hukum dan pengadilan dalam menerapkan hukum pidana. Fase ini
juga bisa disebut sebagai fase kebijakan
hukum (Koto, 2021). Memang, bagian ini tidak dapat
dipisahkan dari sistem peradilan pidana dan sistem peradilan pidana terpadu. Tahap kedua (deklaratif) ini bisa juga disebut
sebagai tahap hukum-politik. Bagian ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan
pidana atau sistem peradilan pidana terpadu. Fase ini disebut
sebagai fase kebijakan hukum.
Eksekusi/administrasi kebijakan hukum pidana curat dan curas, dalam Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Curat dan Curas Dalam Putusan
Pengadilan Negeri Pematangsiantar
Nomor :
106/PID.B/2021/PN PMS dan Nomor 230/Pid.B/2021/PN. PMS). Pasal 363 ayat (1) ke-3, 4, 5 KUHP, Penuntut
Umum dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHPidana, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan tunggal tersebut, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: Unsur barang siapa
dan. Unsur mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Amiri, N. D. (2021). Tinjauan Terhadap Pencurian Yang
Dilakukan Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Hukum Pidana. LEX CRIMEN, 10(12).
Arief, B.
N. (2002). Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Bahmid, B.,
& Lubis, S. F. (2020). Tinjauan Hukum Tentang Tindak Pidana Pencurian
Dengan Pemberatan (Studi Kasus Putusan No. 346/Pid. B/2018/Pn. Tjb). Jurnal
Tectum, 1(2).
Bakar, Z.
A., & Lingkungan, K. P. P. D. (1995). Peradilan Agama. Yayasan
Al-Hikmah, Jakarta.
Benuf, K.,
& Azhar, M. (2020). Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai
Permasalahan Hukum Kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20�33.
Hamzah, A.
(2015). Delik-delik tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP. Sinar
Grafika.
Hazir, M.
H. M., Shariff, A. R. M., & Amiruddin, M. D. (2012). Determination of oil
palm fresh fruit bunch ripeness�Based on flavonoids and anthocyanin content. Industrial
Crops and products, 36(1), 466�475.
Hidayat, R.
F. (2017). Penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual
terhadap anak (kajian hukum Islam atas PERPPU Nomor 1 Tahun 2016). Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Indonesia,
R. (1946). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-Undang
Nomor, 73.
Koto, I.
(2021). Kebijakan Hukum Terhadap Perbuatan Penggunaan Merek Yang Sama Pada
Pokoknya. Seminar Nasional Hukum, Sosial dan Ekonomi, 1(1),
42�51.
Lubis, N.
F., Ablisar, M., Yunara, E., & Marlina, M. (2023). Kebijakan Hukum Pidana,
Pencurian dengan Pemberatan (CURAT) dan Pencurian Dengan Kekerasan (CURAS). Jurnal
Sosial Sains, 3(3), 271�285.
Moeljatno,
S. H. (2021). KUHP (Kitab undang-undang hukum pidana). Bumi Aksara.
Simatupang,
N. (2017). Kriminologi: Suatu Pengantar. Pustaka Prima.
Sulistyono,
S. W. (2020). Penguatan Kinerja Publik Di Tengah Pandemi Covid-19. Ekonomi
Indonesia Di Tengah Pandemi Covid 19, 1, 29.
Thalib, S.
B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif-Prof. Dr.
Syamsul Bachri Thalib, M. Si. Google Buku (1st ed.). JAKARTA: Kencana Media
Group.
This work is licensed under a Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0 International License. |