Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
ini adalah kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat
untuk membangun peradaban bangsa (Isnaini, 2018). Karakter akan terbentuk
berdasarkan perilaku dan sikap kehidupan kita sehari-hari, seperti perbuatan dan
perkataan, bagaimana cara menangani masalah, dan bagaimana berhubungan atau
berkomunikasi dengan orang lain (Purba, 2014).
Upaya pembentukan karakter sangat penting untuk mengelola pribadi peserta
didik dari hal-hal negatif. Karakter yang terbangun diharapkan akan mendorong setiap
manusia untuk mengerjakan sesuatu dengan suara hatinya. Dalam kajian kebudayaan,
nilai merupakan inti dari setiap kebudayaan. Dalam konteks tersebut, khususnya nilai-
nilai moral yang merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama, sangat menentukan
setiap kebudayaan. Lebih-lebih di era globalisasi yang yang menjadikan hubungan antar
dunia terbuka luas, ikatan nilai-nilai moral mulai melemah, masyarakat mengalami
multikrisis yang dimensional, dan krisis yang dirasakan sangat parah adalah krisis nilai-
nilai moral Nurul Zuriah dan Fatna Yustianti dalam (Khotimah, 2017). Pendidikan
karakter di Indonesia dan Islam bukanlah sesuatu yang berbeda, sebagaimana Pancasila
dan Islam bukanlah sesuatu yang layak untuk dipertentangkan (Taufiqur Rahman & Siti
Masyarafatul Manna Wassalwa, 2019).
Satu mata pelajaran khusus terkait pembinaan karakter, yaitu Akidah Akhlak.
Selain itu, pendidikan Islam harus menomor satukan sikap/moral daripada intelektual
dan tidak ada kegiatan yang lebih didahului oleh keimanan kepada Tuhan (Siddik, 2011).
Jika ditilik lebih lanjut, pelajaran Akidah Akhlak dan pendidikan karakter misi yang
sama, sebagaimana akhlak menurut Muhammad Al-Hufy yakni kemauan yang kuat untuk
melakukan kebaikan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan (Nashir, 2013),
Adapun pendidikan karakter adalah proses penanaman kebiasaan yang baik, agar menjadi
kebiasaan (habit) dalam kehidupan sehari-hari (Hermino, 2014).
Negara kita dihadapkan dengan persoalan yang sangat serius, salah satunya
adalah gejala demoralisasi (peniadaan nilai dan moral) di masyarakat. Hal ini tentu
banyak dipengaruhi oleh teknologi yang semakin canggih, globalisasi dan modernisasi.
Pergeseran orientasi kepribadian yang mengarah pada perilaku amoral sudah tidak asing
di tengah masyarakat, rasa malu dan berdosa tidak dimilikinya, norma agama, norma
hukum, dan norma susila tidak lagi menjadi tuntutan dalam memiliki rasa tanggung jawab
untuk memelihara nilai – nilai kemanusiaan.
Berkaitan dengan pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah memang
bukanlah satu-satunya yang menentukan akhlak peserta didik. Akan tetapi secara
substansional mata pelajaran Akidah Akhlak memiliki konstribusi yang sangat besar
terhadap penanaman akhlak peserta didik. Karena guru sebagai pengganti orangtua ketika
peserta didik berada di lingkungan madrasah, maka seorang guru berkewajiban mendidik,
membimbing dan mengarahkan peserta didik agar tujuan pendidikan agama dapat
tercapai (Darojah, 2016)
Banyak kasus yang kita temukan dari ketidaksantunan siswa di lingkungan
sekolah maupun masyarakat seperti ketidaksantunan dalam ucapan dan perilaku
diantaranya siswa tidak menghargai dan menghormati gurunya, membuli temannya,
mencelaikainya, bahkan melecehkannya, mengucapkan kalimat kotor, kalimat yang tidak
pantas sehingga temannya merasa tersakiti, permusuhan diantara siswa yang
mengakibatkan tawuran, tidak memiliki tata krama terhadap orang tua selalu
menyakitinya dengan perkataan yang kasar, tidak mentaati perintah guru dan
orangtuanya, mengganggu kenyamanan masyarakat seperti main gitar dan nongkrong di
malam hari, menggunakan kendaraan kebut-kebutan dan lain-lain. Permasalahan diatas
merupakan penyebab rendahnya peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan